Senin, 25 September 2017

Nilai Ibadah Sosial (Jum) Tasmod

Ancaman Ledakan Penduduk terhadap Stabilitas Keamanan Nasional
----- ----- ----- ----- -----
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara terpadat ke-4 di dunia setelah Cina,India, dan Amerika Serikat. Jumlah penduduk Indonesia  pada saat ini telah mencapai 255 juta jiwa.[1] Jumlah tersebut cukup fantastis mengingat luas daratan Indonesia hanya 1,905 km², jauh lebih kecil dibanding luas daratan Cina (9,597 km²), AS (9,834 km²) dan India (3,287 km²).
Diperkirakan pada tahun 2100 nanti jumlah penduduk Indonesia bisa menembus angka satu miliar. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2011, Sugiri Syarief. [2] Perkiraan tersebut didasarkan pada asumsi pertumbuhan penduduk di Indonesia dalam kurun waktu 100 tahun (1900-2000) melonjak lima kali lipat. Pada 1900, penduduk Indonesia hanya 40 jutaan. Angka itu meningkat lima kali lipat pada 2000 yakni 205 jutaan.
Laju pertumbuhan penduduk (LPP) Indonesia yang cukup tinggi dengan kualitas yang rendah dinilai sangat mengkhawatirkan. Hal itu diungkapkan oleh Surya Chandra Surapaty, Kepala BKKBN usai pertemuan dengan Presiden Jokowi di Istana Merdeka Jakarta (29/9/2015). Saat ini persentase pertumbuhan rata-rata penduduk Indonesia setiap tahunnya mencapai 1,49%. Ini berarti bahwa setiap tahunnya penduduk Indonesia bertambah 4,5 juta orang (hampir sama dengan jumlah penduduk Singapura).[3]
Sejak awal 2000, pertumbuhan penduduk sangat pesat. Celakanya, hal itu tidak berimbang dengan pemenuhan kebutuhan penduduk. Kondisi ini sangat membahayakan kehidupan ke depannya.

Teori Perkembangan Penduduk
Sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli, bahwa peningkatan jumlah penduduk suatu negara akan berpengaruh pada: (1) Berkurangnya lahan perumahan dan pertanian, (2) Berkurangnya ketersediaan pangan, (3) Meningkatnya angka jumlah pengangguran, serta (4) Meningkatnya angka kemiskinan.
(1) Berkurangnya lahan perumahan dan pertanian,
Jika jumlah penduduk semakin bertambah, tentu kebutuhan akan perumahan semakin banyak dan otomatis lahan yang dibutuhkan semakin banyak. Sementara luas lahan yang tersedia tetap tidak berubah, sehingga lahan-lahan kosong yang selama ini dijadikan sebagai ladang pertanian menjadi berkurang.
(2) Berkurangnya ketersediaan pangan,
Dengan berkurangnya lahan pertanian maka hasil produksi pertanian juga menjadi berkurang. Mengingat jumlah penduduk yang semakin meningkat tiap tahunnya sehingga kebutuhan pangan juga bertambah, namun hasil produksi pertanian justru semakin berkurang maka akan menimbulkan kerawanan.
(3) Meningkatnya angka jumlah pengangguran.
Dampak lain dari bertambahnya penduduk adalah bertambahnya kebutuhan lapangan pekerjaan. Jika angka pertumbuhan lapangan pekerjaan lebih kecil dibanding angka pertumbuhan penduduk maka akan terjadi peningkatan jumlah pengangguran. Selama ini angka pertumbuhan lapangan kerja tidak sebanding dengan angka pertumbuhan penduduk, akibatnya jumlah pengangguran semakin bertambah dari tahun ke tahun.
(4) Meningkatnya angka kemiskinan.
Apabila jumlah pengangguran semakin tinggi maka angka kemiskinan juga semakin tinggi. Jumlah pengangguran yang besar sebagai penyebab timbulnya kemiskinan.  Hal ini akan meningkatkan kejahatan.
Dengan demikian maka, jika jumlah penduduk terus bertambah maka akan menimbulkan masalah gejolak sosial seperti kemacetan, pengangguran, kemiskinan, kriminalitas dan lain-lain.
Dan apabila pertumbuhan penduduk terus bertambah begitu besar tanpa bisa dikendalikan hingga melebihi batas toleransi kepadatan penduduk maka akan terjadi situasi yang disebut Ledakan Penduduk.

Pengendalian
Solusi yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan ledakan penduduk adalah : (a) Menggalakkan program KB. (b) Pendidikan kesadaran masyarakat untuk menunda usia perkawinan, dan (c) Melaksanakan program transmigrasi.
Program KB telah dilaksanakan oleh pemerintah sejak tahun 1970. Hasilnya, jika sebelum tahun 1970 rata-rata perempuan melahirkan bayi adalah 5,6 maka setelah ada program KB  menjadi 2,8.
Namun dengan memperhatikan data dari BKKBN tentang jumlah penduduk dari tahun ke tahun, terutama sejak tahun 2000, menunjukkan angka rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) yang  mencapai 1,49%.  Dengan demikian maka pengendalian pertumbuhan penduduk beberapa tahun terakhir ini dinilai kurang berhasil.
Apabila pertumbuhan penduduk Indonesia tidak dapat dikendalikan dengan baik maka bisa jadi pada 30 hingga 40 tahun mendatang akan terjadi ledakan penduduk yang pada gilirannya akan berdampak pada gangguan stabilitas keamanan nasional.
Solusi
Untuk dapat menghidari terjadinya ledakan penduduk di Indonesia yang mengakibatkan berbagai gejolak sosial serta ancaman terhadap stabilitas keamanan nasional, maka perlu dilakukan upaya terobosan.  Upaya ini tidak sekedar melakukan program normatif seperti propaganda anjuran untuk melaksanakan program KB, tetapi berupa upaya terpadu yang melibatkan berbagai sektor kementrian.



[2] 2100, Penduduk Indonesia 1 Miliar. Terdapat pada situs https://metro.sindonews.com/read/536911/31/2100-penduduk-indonesia-1-miliar-1322749100
[3] Mengkhawatirkan, Angka Kelahiran di RI Tiap Tahun Setara Jumlah Penduduk Singapura. Terdapat pada situs http://nasional.kompas.com/read/2015/09/29/13574351/Mengkhawatirkan.Angka.Kelahiran.di.RI.Tiap.Tahun.Setara.Jumlah.Penduduk.Singapura 

NILAI IBADAH SOSIAL (Jum) 


Pesan Kepedulian Sosial

Ketika sedang duduk iktikaf di Masjid Nabawi, Nabi Muhammad didatangi oleh seorang laki-laki, lalu ia bertanya dua hal, ”Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling dicintai Allah, dan amal apa yang paling disukai Allah?” 

Maka Nabi menjawab, ”Orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat buat manusia.  Dan amal yang paling disukai Allah adalah kebahagiaan yang dimasukkan kedalam diri seorang muslim.”

Dijelaskan pula oleh Nabi bahwa yang dimaksud dengan memasukkan kebahagiaan kedalam diri sesama muslim adalah melepaskan kesulitannya, atau melunasi hutangnya, atau menghilangkan kelaparannya. 

Kemudian Nabi menambahkan sabdanya, "Dan sungguh, berjalan bersama saudaraku untuk (menuaikan) suatu kebutuhan, lebih aku sukai daripada beritikaf di masjid ini selama satu bulan penuh.”

Sepenggal dialog itu diabadikan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh At-Thabrani. Melalui hadis itu kiranya Rasulullah telah menyampaikan pesan moral kepada kita dan seluruh umatnya, yaitu tentang kepedulian sosial.

Hadis itu telah memberikan pemahaman bahwa kepedulian sosial merupakan ibadah yang punyai nilai pahala tinggi. Bahkan secara lugas ditegaskan oleh Rasulullah bahwa beliau lebih menyukai perbuatan menolong saudara muslim (yang tengah mengalami kesulitan) ketimbang iktikaf di masjid Nabawi sebulan penuh.

Kewajiban Peduli Sosial

Berkaitan dengan persoalan muamalah atau ibadah sosial, banyak hadis yang mengindikasikan bahwa kepedulian sosial merupakan kewajiban bagi umat Muslim.

Sebuah riwayat mengisahkan, seorang sahabat menyampaikan berita kepada Rasulullah perihal seorang wanita yang ahli ibadah tapi ia suka menyakiti tetangganya. Mendengar pengaduan ini, Rasulullah bersabda, “Tiada kebaikan padanya dan dia termasuk penghuni neraka.”

Pada riwayat lain Rasulullah bersabda, “Tidaklah beriman orang yang tidur nyenyak sementara tetangganya kelaparan.”

Berangkat dari sejumlah hadis yang berkaitan dengan persoalan sosial, para ulama menekankan agar kita jangan terjebak dalam kesibukan ibadah ritual sehingga mengabaikan persoalan sosial.

Seseorang yang hanya tekun dalam ibadah ritual, seperti puasa, dzikir, shalat sunnah dan tadarus qur’an, tetapi apatis terhadap persoalan sosial, maka bisa jadi ibadahnya akan sia-sia.

Semestinya ibadah ritual yang dilakukan secara khusu’ akan berdampak positif pada akhlak sosialnya.  Bila tidak, berarti ada yang salah dengan pelaksanaan ibadah ritualnya.

Orang yang tekun dalam ibadah ritualnya dikatakan sebagai orang mempunyai kesalehan individual, sedangkan orang yang mempunyai kepedulian sosial dikatakan sebagai orang yang mempunyai kesalehan sosial. Seorang Muslim yang paripurna adalah orang yang mempunyai kesalehan individual sekaligus kesalehan sosial.

Mendahulukan Ibadah Sosial

Berangkat dari sejumlah hadis tentang kepedulian sosial, para ulama berpendapat bahwa ibadah sosial harus lebih diprioritaskan dibanding ibadah individual. Bilamana terjadi dalam waktu yang bersamaan maka ibadah sosial harus lebih didahulukan. Bahkan ada yang berpendapat bahwa ibadah sosial jauh lebih penting daripada ibadah individual.

Semenjak diwajibkannya ibadah haji, Nabi Muhammad mempunyai kesempatan tiga kali untuk melaksanakan ibadah haji. Namun Rasulullah hanya melaksanakan ibadah haji hanya sekali. Bukannya beliau tidak punya bekal untuk berangkat menunaikan ibadah haji, namun beliau lebih banyak memanfaatkan hartanya untuk jihad menegakkan agama Islam dan membantu fakir miskin.

Pada suatu kesempatan seorang jamaah bertanya kepada ustadz, “Seandainya anda sedang dalam perjalanan ke masjid untuk shalat subuh, namun di tengah jalan ada seseorang dalam kesulitan yang sangat membutuhkan pertolongan anda. Maka mana yang anda lakukan, menolong atau ke masjid?” Sang ustadz menjawab, “menolong orang.”

Kemudian si jamaah bertanya lagi, “kalau sampai ketinggalan waktu shalat subuh, bukannya berdosa?” Dengan senyum meledek sang ustadz menjawab, “Tuhan tidak kampungan.”  

Sesungguhnya jawaban sang ustadz yang pendek itu telah menjawab persoalan. Maksudnya adalah kita tak usah persoalkan dosa tidaknya perbuatan yang dianggap baik itu, tetapi kita harus melakukan apa yang harus kita lakukan sesuai suara hati. Yakinlah bahwa Allah itu Maha Bijaksana. 

Ibadah Vertikal dan Horizontal Harus Seimbang

Proporsi antara ibadah individual dan ibadah sosial haruslah seimbang. Tidak dibenarkan seseorang hanya tekun dalam ibadah ritual sementara dia mengabaikan persoalan-persoalan sosial.

Al-Quran menegaskan bahwa kesalehan ritual (habluminallah) dan kesalehan sosial (habluminannnas) harus seimbang. Jika seseorang hanya soleh pada satu sisi saja dan tidak soleh pada sisi yang lain maka Allah akan hinakan dia. 

Dalam al-Qur’an surat Ali Imran 112 Allah SWT berfirman, “Dhuribat ‘alaihi mudh dhillatu ainamaa – tsuqifuu, illaa bi hablim minallahi wa hablim minan naas,” artinya “Ditimpakan atas mereka kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali kalau mereka berhubungan baik dengan Allah (hablim minallah) dan berhubungan baik dengan sesama manusia (hablim minan naas).” (QS. Ali Imran 112) 

Kurangnya Kepekaan Sosial

Prof. Dr. KH. Mukti Ali, seorang ulama, cendikiawan muslim dan Menteri Agama RI era tahun 1970-an pernah mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi umat Islam saat itu. Menurutnya umat Islam banyak yang sangat peka terhadap masalah-masalah ritual keagamaan, tetapi kurang peka terhadap masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Padahal Allah memerintahkan untuk Habluminallah wa habluminannnas secara seimbang.

Hal senada juga disampaikan oleh Prof. Dr. KH. Ali Musthafa. Imam Besar Masjid Istiqlal di tahun 2016 ini menyatakan umat muslim mengalami pengingkatan spirit di bidang ibadah individual, tetapi tidak dibarengi oleh spirit ibadah sosial. Beliau mengingatkan bahwa ibadah sosial jauh lebih penting daripada ibadah individual.

 

Sebaik-baik Manusia

Dalam hadis lain Rasulullah bersabda, Khoirunnas anfa'uhum linnas,” artinya: “sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain”.

Ketika musim kemarau dan masyarakat kesulitan air, Rasulullah berkata membuat sumur adalah amal yang paling utama.

Dengan begitu maka selayaknya kita bangun kesadaran dan kepedulian sosial yang tinggi. Kita harus peduli terhadap tetangga yang sakit, yang sedang mendapat musibah, atau yang sedang mengalami kesulitan hidup, serta berpartisi aktif dalam kerja bakti sosial, atau berpartisipasi dalam gerakan peduli bencana alam.

Sehingga keberadaan kita punya nilai manfaat secara sosial dan menjadi orang yang sebaik-baiknya manusia.

Mengukur tingkat keimanan seseorang itu dari akhlaknya (prilaku sosial), bukan dari ibadah mahdhah semata.  Namun ironisnya kita sering menilai ketaqwaan seseorang dari prilaku ritual ketimbang sosialnya.   

1 komentar: