Jumat, 11 Oktober 2019

Menyikapi Zaman Edan


Kebanyakan dari kita (terutama bagi orang jawa) tentu pernah mendengar sebuah syair Zaman Edan yang berbunyi :
·         Jaman edan (Zaman edan/gila)
·         Yen ora melu edan ora keduman (Tak ikut gila tak bakalan kebagian)
·         Sak beja bejane wong edan (Seberuntungnya orang yang edan)
·         Luwih beja wong sing eling lan waspodo. (Lebih beruntung orang yang selalu ingat dan waspada).
Karya Rangga Warsita
Syair jaman edan merupakan karya sastra jawa yang ditulis oleh seorang pujangga Kasunanan Surakarta  bernama  Raden Ngabehi Rangga Warsita pada sekitar tahun 1860 Masehi.
Syair Rangga Warsito saat itu dikenal dengan nama Serat Kalatidha. Kalatidha artinya Zaman Ketidak pastian.
Dalam bahasa aselinya, bunyi Serat Kalatidha sebagai berikut:
·         Amenangi  jaman édan (berada pada zaman edan) ; 
·         Ewuhaya ing pambudi (serba susah dalam bertindak); 
·         Mélu ngédan nora tahan (mau ikut edan tidaklah sampai hati); 
·         Yén tan mélu anglakoni boya kéduman melik (tetapi kalau tidak ikut edan tidak bakal kebagian); 
·         Begja-begjaning édan (namun seberuntungnya orang yang edan);  
·         Luwih begja kang éling klawan waspada (akan lebih beruntung/bahagia orang yang tetap ingat dan waspada).
Syair yang Sangat Mashur
Kalatidha merupakan sebuah syair yang sangat mashur. Ketenaran Serat Kalatidha telah mencapai negeri Belanda.  Di sana petikan dari Serat Kalatidha dilukis pada tembok di sebuah museum, di kota Leiden Belanda.
Situasi Penuh Kecemasan dan Kebimbangan
Konon Rangga Warsita menulis serat ini karena adanya satu kegalauan terhadap situasi sosial masyarakat saat itu.  Situasinya saat itu penuh ketidak adilan dan penuh ketidak pastian, sehingga masyarakat diliputi kecemasan dan kebimbangan
Dalam pandangan Rangga Warsita, situasi seperti itu membuat masyarakat serba susah dalam bertindak (éwuhaya ing pambudi).  Mau mengikuti arus kegilaan hatinya tidak tega (mélu ngédan nora tahan), Namun kalau tidak ikut-ikutan edan maka tak bakal kebagian rejeki (boya kéduman mélik).
Di zaman itu orang pandai (berilmu) belum tentu hidup nyaman, dan orang bodoh belum tentu juga sengsara. Yang sukses adalah orang yang cerdik dan licik, yang bisa mengambil hati penguasa.  Sedangkan orang jujur, meski pekerja keras hidupnya tetap sengsara. 
Pepatah Jawa Lain tantang Zaman Edan
Situasi di zaman ketidak pastian seperti itu, kemudian diungkapkan dalam beberapa pepatah jawa antara lain:
>    Wong jujur ajur – Wong ala mulya, yang maknanya adalah orang jujur bisa bernasib sial (ajur), karena bakal ditinggalkan orang-orang sekitar rusak moralnya, karena dianggap tidak bisa diajak kerjasama.  Sedangkan orang  ala  yaitu orang yang rendah moralnya justru kehidupannya bisa jadi baik (mulya), karena berani menghalalkan segala cara.
>    Wong apik ditampik - wong jahat munggah pangkat. Orang baik disingkirkan, sedangkan orang jahat  justru mendapat kedudukan .
>    Wong mulyo dikunjoro - wong lugu kebelenggu. Orang berilmu (mulya) justru dipenjara, dan orang yang jujur kehidupannya terbelenggu.
>    Podho wani nglanggar sumpahe dhewe. Banyak orang dan pejabat yang tidak segan melanggar sumpahnya sendiri. Mereka mudah mengumbar janji-janji namun tidak ditepati.
>    Podho seneng nyalahke.  (Untuk memenuhi ambisi) antar mereka saling menyalahkan. Banyak orang suka mencari-cari kesalahan orang lain, dengan berbagai fitnah dan menebar kebencian.
>    Ora ngendahake aturaning Gusti. Mereka sudah tidak lagi taat dan takut terhadap aturan Tuhan.
Tanda-tanda Zaman Edan 
Di antara tanda-tanda zaman edan yang termuat dalam Serat Kalatidha sebagai berikut: Pertama, derajat suatu negara demikian merosot karena tidak adanya kewibawaan. Keduarusaknya pelaksanaan undang-undang. Banyak dari masyarakat yang melanggar aturan-aturan, dan dari penguasa sendiri tidak menjalankan aturan yang mereka buat.
Ketiga, tidak adanya sosok yang dijadikan panutan. Para penguasa dan rakyat sama bejatnya. Mereka korupsi, rebutan kekuasaan dan merasa benar sendiri.  Keempat, banyak rakyat yang menderita dan sengsara. Kelaparan dan kemiskinan merajalela. Kehidupan amat hina dan suram. Tanda-tanda kehidupan masa depan yang samar dan tak ada kepastian. 
Kelima, Di mana-mana banyak terjadi bencana, musibah, dan malapetaka yang silih berganti dan bertubi-tubi. Hal itu baik dari murkanya alam atau kelalaian manusia yang rakus dan angkara. Keenam, banyak kabar bohong, kabar angin dan tipu muslihat, hanya untuk kepentingan pribadi.
Ketujuh, banyak aparatur negara yang menanam benih kesalahan, keteledoran, dan tidak hati-hati, dan hal itu menyebabkan perkara hukum. Kedelapan, orang pandai belum tentu sukses, dan orang bodoh belum tentu sengsara (yang penting adalah berani). Yang sukses adalah orang yang cerdik dan licik, sedangkan orang jujur meski pekerja keras hidupnya sengsara.
Kesembilan, banyak terjadi peristiwa aneh, ajaib dan tidak masuk akal. Banyak orang stres dan putus asa, atau tidak bernalar sehingga sulit untuk bertindak. Kemudian hal itu menjadikan masyarakat menjadi edan dan tidak waras. Rumah sakit jiwa dipenuhi dengan pasien dengan gangguan jiwa.
Dampak Zaman Edan
Akibat dari situasi zaman edan, orang kaya makin kaya sementara orang miskin semakin sulit untuk memperoleh kehidupan yang layak. Untuk mendapatkan pekerjaan atau jabatan orang harus mengeluarkan uang pelicin (menyuap). Maka tak heran bila hanya orang-orang kayalah yang akhirnya mudah mendapatkan pekerjaan dan jabatan. Sementara orang-orang miskin hidupnya semakin sulit dan terpinggirkan.
Ramalan Jayabaya
Zaman Edan telah diramalkan oleh Prabu Jayabaya (abad 12) dengan menyebutnya sebagai Kalabendu (zaman kekacauan).  Di zaman kalabendu, moral tidak dipentingkan lagi. Tidak ada persahabatan dan tidak ada kawan abadi, yang ada adalah kepentingan. Kawan bisa menjadi lawan, dan yang tadinya lawan bisa menjadi kawan asalkan menguntungkan.
Menurut Jayabaya, zaman kalabendu  terlihat seperti Jaman Kasukan, yaitu zaman yang menyenangkan karena penuh kenikmatan dunia, tetapi sebenarnya zaman itu dirasakan oleh sebagian besar orang lainnya sangat berat.  Zaman kalabendu merupakan zaman kehancuran dan rusaknya tatanan dunia (jaman ajur lan bubrahing donya).
Jayabaya menasehati kita, meski pada zaman itu kondisinya sangat berat, namun kita harus tetap berusaha, serta tetap tabah dan tegar.  Nasehatnya, Jo kepranan ombyak ing jaman (Jangan terbawa dan terbuai oleh arus zaman yang memabokkan). Sebab zaman itu bakal sirna dan diganti dengan zaman kemuliaan yaitu Zaman Ratu Adil.
Peringatan dari Nabi Muhammad
Jauh berabad-abad sebelum Raden Rangga Warsita dan Prabu Jayabaya, pada abad ke 6 Rasulullah SAW telah memperingatkan kepada kita umatnya tentang situasi zaman edan. 
Melalui hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasulullah bersabda,  “Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Orang bodoh turut campur dalam urusan masyarakat luas.
Inikah Zaman Edan?
Saat sekarang ini kita saksikan bersama situasi bangsa kita, banyak pejabat melanggar sumpahnya sendiri, mereka mudah mengumbar janji namun tidak ditepati. Banyak orang suka menebar fitnah dan kebencian. Orang jujur terpinggirkan, orang berilmu (kritis) dipenjara.  Korupsi terus terjadi dimana-mana, keserakahan telah menutupi hati nuraninya.  Empati dan kepedulian sudah luntur dari qalbunya.  Mereka sudah tidak lagi taat dan takut terhadap aturan Tuhan.  Inikah jaman edan?.
Menyikapi Zaman Edan
Menyikapi zaman edan, Rangga Warsita menasehati  dengan kalimat “begja-begjaning kang edan  luwih begja kang éling klawan waspada”, sebahagia-bahagianya orang yang edan, masih lebih baik orang yang senantiasa “ingat” dan waspada.
Sementara Jayabaya menasehati dengan kalimat: Jo kepranan ombyak ing jaman (Jangan terbawa dan terbuai oleh arus zaman yang memabokkan). Sebab zaman itu bakal sirna dan diganti dengan Jaman Kamulyan yaitu Zaman Ratu Adil.
Dalam berbagai hadis nabi terkait dengan penyikapan terhadap masalah atau ujian, nabi Muhammad Saw meminta kepada umat Islam untuk melakukan empat hal, yaitu sabar, do’a, ikhtiar (usaha), dan tawakal.  Tawakal adalah berserah diri pada Allah setelah kita berusaha, karena Allah lah yang mengetahui mana yang terbaik bagi kita.
>  QS. Al Baqarah ayat 153:  “Wahai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
>  QS. Al-Mukmin, ayat 60 : "Berdoalah kepada-Ku, akan Kupenuhi (doamu)"
>  QS. Ar-Ra’ad, ayat 11 : "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah (ikhtiar) apa yang ada pada diri mereka."
>  QS. Ali-Imran, ayat 159 : “Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertwakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal pada-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar