Kamis, 09 Mei 2019

Kufur Nikmat

1. Kisah Ujian Tiga Orang Bani Israil

Berpenyakit kulit, kebotakan dan buta.  Ketiganya miskin dan kemudian diberi ujian harta oleh Allah.  

2.  Kufur Nikmat

Kufur nikmat” merupakan lawan dari “syukur nikmat”. Kufur nikmat berarti tidak mensyukuri nikmat Allah Swt yang telah dilimpahkan kepadanya. 

Orang yang kufur nikmat adalah orang yang enggan mensyukuri nikmat Allah. Dan bagi orang yang kufur nikmat, maka Allah Ta’ala mengancam dengan azab-Nya yang sangat pedih. 

La in syakartum la azidannakum wala in kafartum inna adzabi lasyadid

artinya : Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu. Dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. (QS. Ibrahim ayat 7)

3.  Qarun, Manusia Kufur Nikmat.

Dalam Al-Qur’an surah al-Qashash ayat 76 - 82, diceritakan tentang sosok manusia yang kufur nikmat, yaitu Qarun.  

4.  Hanya Sedikit Orang Yang Pandai Bersyukur

(1)   QS. Al-Baqarah ayat 243:  "Sesungguhnya Allah sentiasa melimpahkan kurnia-Nya kepada (seluruh) manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur."  

(2)   QS. Ibrahim ayat 7:  "Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)."

(3)   QS. Saba’ ayat 13: “Sangat sedikit sekali di antara hamba-Ku yang mau bersyukur.”  

Salah satu indikator bersyukur adalah sedekah atau pengeluaran zakat mal. Menurut Ketua

Baznas, masyarakat muslim Indonesia yang sadar mengeluarkan zakat hanya sedikit, yaitu sekitar 3,2 % dari potensi zakat.  Pada 2019, tercatat zakat masuk Rp 8,1 triliun, padahal potensi zakat di Indonesia sebesar Rp 252 triliun. Berarti jumlah pembayar zakat hanya 3,2 persen dari potensi zakat.

Menurut Syekh Yusuf Qardhawi, nisab zakat penghasilan (profesi) dianalogikan dengan zakat pertanian yang nisabnya adalah 5 wasaq, setara dengan 653 kg beras. Bila harga beras per kilogram diasumsikan Rp 10.000, maka nisab zakat profesi adalah 653 x Rp 10.000 =  Rp 6,53 juta per bulan.  

5.  Tanda Kufur Nikmat

Imam Al-Ghazali : bukti syukur kepada Allah dilakukan dengan tiga tahap, yaitu disadari oleh hati (bil qalbi), diucapkan dengan lisan (bil lisani), dan dibuktikan dengan perbuatan (bil a’mali).

Implementasi syukur adalah: (1) Hatinya meyakini bahwa semua nikmat yang didapatkan hanyalah berasal dari Allah; (2) Lisannya memuji Allah, dengan mengucap “Alhamdulillah”; dan (3) Perbuatannya diwujudkan dalam bentuk sedekah.

Menurut para ulama masa kini, apabila kita yang mempunyai penghasilan (gaji) lebih dari 4,35 juta rupiah per bulan (setahun Rp.52,3 juta, setara 85 gram emas), maka kita wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5% dari penghasilan bersihnya (dikeluarkan setiap kali menerima penghasilan). Kalau enggan mengeluarkan zakat 2,5%, maka kita bisa tergolong kufur nikmat. Audzubillah himindzalik

Apabila seseorang tidak merealisasikan ketiga perkara tersebut, maka ia termasuk kufur nikmat. 

6.  Bersedekah adalah Bentuk Nyata Rasa Syukur.

Imam Al-Ghazali : Wujud sedekah tidak selalu dalam bentuk harta. Ada tiga macam wujud sedekah, yaitu (1) sedekah harta, (2) sedekah ilmu, dan (3) sedekah tenaga.  

7.  Kesimpulan.

a.  Barangsiapa hamba Allah yang tidak mengakui, memuji, dan berterimakasih  kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan kepadanya, maka ia telah Kufur Nikmat.

b.  Bukti konkrit dari rasa terimakasih (syukur) kepada Allah SWT adalah sedekah.  

c.  Tiga macam wujud sedekah, yaitu sedekah harta, sedekah ilmu, dan sedekah tenaga.  Besar kecilnya wujud sedekah menunjukkan ukuran besar kecilnya kecintaan seorang hamba kepada Allah SWT.

d.  Allah menyebutkan hanya sedikit orang yang pandai bersyukur. Muslim Indonesia hanya 3,2% yang membayar zakat mal.


Catatan :

Tahun ini (2019), Pres. Jokowi membayar zakat sebesar Rp 55 juta (berarti penghasilan setahun Rp. 2,2 miliar). Jumlah ini mengalami kenaikan dibandingkan zakat yang dibayarkan kepala negara pada tahun lalu sebesar Rp 50 juta.

                                        &&&&

KUFUR NIKMAT

Kisah Ujian Tiga Orang Bani Israil
Ada kisah tiga orang dari Bani Israil, yang masing-masing berpenyakit kulit, kebotakan dan buta.  Ketiganya miskin dan kemudian diberi ujian harta oleh Allah.  Maka Allah Ta’ala mengutus seorang malaikat untuk datang kepada ketiganya.
Malaikat datang kepada orang pertama yang menderita penyakit kulit dan bertanya kepadanya, “Apakah sesuatu yang paling kamu inginkan?” Ia menjawab, “Aku ingin mempunyai kulit yang halus dan tubuh yang indah”. Maka diusaplah orang tersebut, dan hilanglah penyakit kulitnya dan ia mempunyai kulit yang indah dan tubuh yang bagus.  Malaikat itu bertanya lagi kepadanya, “Lalu kekayaan apa yang paling kamu senangi?” Ia menjawab, “Unta.” Maka diberilah ia seekor unta yang sedang bunting, dan ia pun didoakan, “Semoga Allah melimpahkan berkah-Nya kepadamu dengan unta ini.”
Kemudian Malaikat tadi mendatangi orang yang punya penyakit kebotakan dan wajah yang buruk, dan bertanya kepadanya, “Apakah sesuatu yang paling kamu inginkan?” Ia menjawab, “Aku ingin mempunyai rambut yang indah, dan rupa yang bagus”. Maka diusaplah kepalanya, dan seketika itu wajahnya menjadi rupawan dengan rambut yang bagus. Malaikat tadi bertanya lagi kepadanya, “Harta apakah yang kamu senangi?” Ia menjawab, “Sapi.” Maka diberilah ia seekor sapi yang sedang bunting dan didoakan, “Semoga Allah memberkahimu dengan sapi ini.”
Kemudian malaikat tadi mendatangi orang yang buta, dan bertanya kepadanya, “Apakah sesuatu yang paling kamu inginkan?” Ia menjawab, “Aku ingin mataku dapat melihat kembali.” Maka diusaplah wajahnya, dan seketika itu dikembalikan oleh Allah penglihatannya. Malaikat itu bertanya lagi kepadanya: “Harta apakah yang paling kamu senangi?” Ia menjawab: “Kambing.” Maka diberilah ia seekor kambing yang sedang bunting.
Lalu berkembang-biaklah unta, sapi dan kambing tersebut, sehingga beberapa tahun kemudian mereka bertiga menjadi kaya raya.
Suatu hari Malaikat datang kepada orang  pertama yang sebelumnya menderita penyakit kulit, dengan menyerupai seorang yang berpenyakit kulit.  Malaikat berkata kepadanya, “Aku seorang miskin yang tidak akan dapat meneruskan perjalananku hari ini kecuali dengan pertolongan Allah, kemudian dengan pertolongan anda. Demi Allah yang telah memberi anda kekayaan, aku minta kepada anda satu ekor unta saja untuk bekal meneruskan perjalananku.”
Tetapi dijawab, “Hak-hak (tanggunganku) masih banyak.” Malaikat tadi berkata kepadanya, “Sepertinya aku pernah mengenal Anda, bukankah Anda ini dulu orang yang menderita penyakit kulit, yang orang-orang pun jijik melihat anda, sehingga anda miskin, kemudian Allah memberikan kepada anda harta kekayaan?”  Dia malah menjawab, “Harta kekayaan ini aku aku dapatkan karena kerja kerasku.”
Maka  malaikat tadi berkata kepadanya, “Anda berkata dusta dan tidak bersyukur. Karena kemurkaan-Nya niscaya Allah akan mengembalikan Anda kepada keadaan semula.”
Kemudian malaikat tadi mendatangi orang kedua yang sebelumnya berpenyakit kebotakan, dengan menyerupai seorang yang buruk rupa dan berkepala gundul. Malaikat berkata kepadanya sebagaimana ia berkata kepada orang yang pernah menderita penyakit kulit.  Tetapi ditolaknya sebagaimana ia telah ditolak oleh orang yang pertama.
Maka  malaikat tadi berkata kepadanya, “Anda berkata dusta dan tidak bersyukur. Karena kemurkaan-Nya niscaya Allah akan mengembalikan Anda kepada keadaan semula.”
Kemudian malaikat tadi mendatangi orang ketiga yang sebelumnya buta, dengan menyerupai orang buta. Malaikat berkata kepadanya, “Aku adalah orang yang buta dan kehabisan bekal dalam perjalanan, sehingga aku tidak dapat lagi meneruskan perjalananku hari ini, kecuali dengan pertolongan Allah kemudian pertolongan Anda. Demi Allah yang telah memberi kekayaan, aku minta seekor kambing saja untuk bekal melanjutkan perjalananku.”
Orang itu menjawab, “Sungguh aku dulunya buta, lalu Allah mengembalikan penglihatanku serta memberiku kekayaan. Maka ambillah apa yang Anda sukai, dan tinggalkan apa yang tidak Anda sukai.”
Maka  malaikat tadi berkata kepadanya, “Anda adalah orang yang pandai bersyukur. Karena keridhaan Allah, maka peganglah kekayaan Anda.  Sesungguhnya kalian bertiga hanya diuji oleh Allah. Allah telah ridha kepada Anda, dan murka kepada kedua teman Anda.” 
(HR. Bukhari no. 3464 dan Muslim no. 2964).
Kisah tersebut menggambarkan 3 orang yang tengah diuji oleh Allah Swt dengan kekayaan, seorang yang lulus ujian karena pandai bersyukur, sedangkan dua orang lainnya tidak lulus ujian karena tak bersyukur kepada Allah Ta’ala (kufur nikmat).

Kufur Nikmat
“Kufur nikmat” merupakan lawan dari “syukur nikmat”. Kufur nikmat berarti tidak mensyukuri nikmat Allah Swt yang telah dilimpahkan kepadanya. 
Orang yang kufur nikmat adalah orang yang enggan mensyukuri nikmat Allah. Dan bagi orang yang kufur nikmat, maka Allah Ta’ala mengancam dengan azab-Nya yang sangat pedih. 
Allah SWT berfirman:
La in syakartum la azidannakum wala in kafartum inna adzabi lasyadid
artinya : Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu. Dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. (QS. Ibrahim ayat 7)
Dalam Al-Qur’an surah al-Qashash ayat 76 - 82, diceritakan tentang sosok manusia yang kufur nikmat, yaitu Qarun.
Qarun yang masih sepupu dari Nabi Musa hidupnya sangat miskin. Dia tidak mampu menafkahi anaknya yang jumlahnya sangat banyak.  Qarun meminta Nabi Musa untuk mendoakannya agar Allah memberikannya harta benda yang sangat banyak.
Nabi Musa pun kemudian mendoakan untuk Qarun, dan Allah pun mengabulkan doa Musa. Akhirnya, Qarun kemudian menjadi orang yang kaya raya.
Tetapi Qarun berubah. Ia menjadi sombong, enggan sedekah, dan kufur nikmat. Ketika nabi Musa mengutus salah seorang pengikutnya untuk mengambil zakat dari Qarun atas karunia Allah berupa kekayaan, maka Qarun langsung marah dan tidak mau memberikan sedikit pun dari kekayaannya.
Dengan dengan nada sombong dan angkuh Qarun berkata, bahwa kekayaannya itu diperoleh karena kepandaian dan kerja kerasnya (bukan karunia Allah).  Hal ini dijelaskan dalam al-Qur’an surah al-Qashash 78, “Dia (Qarun) berkata, ‘Sesungguhnya aku mendapatkan (harta itu), semata-mata karena ilmu yang ada padaku.’…”
Atas kekurufurannya itu, tidak lama kemudian bumi berguncang dan seketika bumi terbelah sehingga tubuh Qarun dan seluruh kekayaannya habis ditelan bumi (QS. al-Qashash ayat 81).

Hanya Sedikit Orang Yang Pandai Bersyukur
Dalam kitab suci Al-Quran, setidaknya ada 3 ayat pernyataan Tuhan tentang betapa sedikitnya manusia yang mau (pandai) bersyukur kepada-Nya.  
Pertama, QS. Al-Baqarah ayat 243:  "Sesungguhnya Allah sentiasa melimpahkan kurnia-Nya kepada (seluruh) manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur."  
Kedua, QS. Ibrahim ayat 7:  "Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)."
Ketiga, QS. Saba’ ayat 13: “Sangat sedikit sekali di antara hamba-Ku yang mau bersyukur.”  
Sungguhsangat  mengejutkan, firman Allah tersebut menyatakan bahwa banyak diantara kita hamba-Nya yang kufur nikmat, yaitu tidak pandai bersyukur kepada Allah Swt atas karunia nikmat yang telah dianugerahkan kepada kita.  Naudzubillah min dzalik.
Dari seluruh umat Islam Indonesia masih banyak yang dikategorikan kufur nikmat. Salah satu indikator kufur nikmat adalah pembayaran zakat mal.
Menurut Kementrian Agama (Kemenag) dan Baznas bahwa potensi zakat di Indonesia tahun 2016 diperkirakan mencapai Rp 217 triliun. Namun serapan zakat mal di Indonesia masih rendah, yakni tercatat zakat yang masuk sebesar Rp 5 triliun. Jumlah ini hanya 1 persen dari potensi zakat di Indonesia.
Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) juga menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda.  Bahwa tidak lebih dari 5% umat Islam di Medan yang sadar dan membayar zakat mal sebagai kewajiban agama.
Ada gagasan yang menarik dari Pemda Sumut. Gubernur Edy Rahmayadi berencana akan langsung memotong 2,5 persen gaji para aparatur sipil negara (ASN) atau PNS yang beragam Islam setiap bulannya. Gubernur Edy mengatakan bahwa zakat merupakan ketentuan agama yang diperintahkan Allah SWT kepada umat yang memiliki besaran harta tertentu.
Bagaimana dengan kita?
Menurut para ulama masa kini, apabila kita yang mempunyai penghasilan (gaji) lebih dari 4,35 juta rupiah per bulan (senilai 85 gram emas atau Rp.52,3 juta setahun), maka kita wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5% dari penghasilan bersihnya (dikeluarkan setiap kali menerima penghasilan). Kalau enggan mengeluarkan zakat 2,5%, maka kita bisa tergolong kufur nikmat.
Menurut Syekh Yusuf Qardhawi, nisab zakat penghasilan (profesi) dianalogikan dengan zakat pertanian yang nisabnya adalah 5 wasaq, setara dengan 653 kg beras. Bila harga beras per kilogram diasumsikan Rp 10.000, maka nisab zakat profesi adalah 653 x Rp 10.000 =  Rp 6,53 juta per bulan.  
Namun jika zakat profesi diqiyaskan dengan zakat emas dan perak, maka nisabnya adalah sebesar 85 gram emas setahun, yaitu setara dengan Rp.52,3 juta (asumsi harga emas Rp 615 ribu per gram).  Dengan begitu maka jika kita mempunyai penghasilan bersih minimal Rp 4,35 juta per bulan (52,3 juta rupiah setahun dibagi 12 bulan), maka kita telah wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 persen dari penghasilan bersihnya.
(Ref. Tarif dan Nisab Zakat Profesi: oleh: DR Oni Sahroni MA, Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesiahttps://www.republika.co.id/berita/kolom/wacana/18/02/28/p4v61q396-tarif-dan-nisab-zakat-profesi ).

Tanda Kufur Nikmat
Syukur adalah mengakui, memuji, dan menampakkan bukti terimakasih kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan kepadanya.
Imam Al-Ghazali mengajarkan bahwa bukti syukur kepada Allah dilakukan dengan tiga tahap, yaitu disadari oleh hati (bil qalbi), diucapkan dengan lisan (bil lisani), dan dibuktikan dengan perbuatan (bil a’mali).
Implementasinya adalah: (1) Hatinya meyakini bahwa semua nikmat yang didapatkan hanyalah berasal dari Allah; (2) Lisannya memuji Allah, dengan mengucap “Alhamdulillah”; dan (3) Perbuatannya diwujudkan dalam bentuk sedekah.
Sehingga seorang dapat dikatakan bersyukur jika ia telah melakukan tiga perkara tersebut. Dan barangsiapa yang tidak merealisasikan ketiga perkara tersebut, maka ia telah terjatuh dalam kufur nikmat.

Bersedekah adalah Bentuk Nyata Rasa Syukur.
Bukti nyata seorang hamba bersyukur kepada Allah, sebagaimana yang diajarkan oleh Imam Al-Ghazali adalah dengan perbuatan yaitu dalam bentuk sedekah.  Wujud sedekah tidak selalu dalam bentuk harta. Ada tiga macam wujud sedekah, yaitu (1) sedekah harta, (2) sedekah ilmu, dan (3) sedekah tenaga. 
Aturan main cara bersyukur dengan bersedekah adalah:
PertamaSedekah harta.  Bersedekah dengan harta merupakan bentuk rasa syukur paling utama bagi mereka yang diberi karunia nikmat rezeki harta. Dalam syariat telah ditentukan sedekah harta minimal 2,5 persen dari rezeki yang diperolehnya.
Kedua.  Apabila seseorang tidak mempunyai cukup harta untuk disedekahkan (miskin), maka ia harus bersedekah dengan ilmu. Bentuknya adalah berdakwah, atau “amar makruf nahi munkar”, yaitu mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Ketiga.  Apabila tidak mempunyai cukup harta (miskin) dan tidak cukup ilmu (tidak pandai) untuk disedekahkan, maka ia bisa menggantikannya dengan sedekah tenaga. Yaitu membantu dalam bermacam kebajikan dengan tenaganya. 
Keempat.  Apabila seseorang tidak mampu bersedah dengan harta (karena miskin), juga tidak dengan ilmu (karena bodoh), tidak pula dengan tenaga (karena lemah) maka ia harus berdoa dan memohon ampunan kepada Allah SWT. 

Kesimpulan.
Barangsiapa tidak Mengakui, Memuji & Bersedekah atas karunia Allah, ia telah Kufur Nikmat.
Sedekah merupakan bentuk konkrit dari rasa syukur kepada Allah SWT.  
Tiga macam wujud sedekah, yaitu sedekah harta, sedekah ilmu, dan sedekah tenaga.  
Besar kecilnya wujud sedekah menunjukkan ukuran besar kecilnya kecintaan seorang hamba kepada Allah SWT.


Marilah kita merenungi segala kenikmatan Allah yang telah diberikan kepada kita. Dan semoga kita mampu bersedekah sehingga kita termasuk dalam golongan orang yang pandai bersyukur, dan bukan golongan orang yang kufur nikmat.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar