1. Kisah Ujian Tiga Orang Bani Israil
Berpenyakit
kulit, kebotakan dan buta. Ketiganya miskin dan kemudian diberi
ujian harta oleh Allah.
2. Kufur Nikmat
“Kufur nikmat”
merupakan lawan dari “syukur nikmat”. Kufur nikmat berarti tidak
mensyukuri nikmat Allah Swt yang telah dilimpahkan kepadanya.
Orang yang kufur
nikmat adalah orang yang enggan mensyukuri nikmat Allah. Dan bagi orang yang
kufur nikmat, maka Allah Ta’ala mengancam dengan azab-Nya yang sangat
pedih.
“La
in syakartum la azidannakum wala in kafartum inna adzabi lasyadid”
artinya : Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu. Dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. (QS. Ibrahim
ayat 7)
3. Qarun, Manusia Kufur
Nikmat.
Dalam
Al-Qur’an surah al-Qashash ayat 76 - 82, diceritakan tentang sosok manusia yang
kufur nikmat, yaitu Qarun.
4. Hanya Sedikit Orang Yang Pandai
Bersyukur
(1) QS. Al-Baqarah ayat
243: "Sesungguhnya Allah sentiasa melimpahkan kurnia-Nya
kepada (seluruh) manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur."
(2) QS. Ibrahim ayat
7: "Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat
mengingkari (nikmat Allah)."
(3) QS. Saba’ ayat 13: “Sangat
sedikit sekali di antara hamba-Ku yang mau bersyukur.”
Salah satu indikator bersyukur adalah
sedekah atau pengeluaran
zakat mal. Menurut Ketua
Baznas, masyarakat
muslim Indonesia yang sadar mengeluarkan zakat hanya sedikit, yaitu
sekitar 3,2 % dari potensi zakat. Pada 2019, tercatat zakat masuk Rp
8,1 triliun, padahal potensi zakat di Indonesia sebesar Rp
252 triliun. Berarti jumlah pembayar zakat hanya 3,2 persen
dari potensi zakat.
Menurut Syekh Yusuf Qardhawi, nisab
zakat penghasilan (profesi) dianalogikan dengan
zakat pertanian yang nisabnya adalah 5 wasaq, setara dengan 653 kg beras. Bila harga beras per
kilogram diasumsikan Rp 10.000, maka nisab zakat profesi adalah 653 x Rp 10.000
= Rp 6,53 juta per
bulan.
5. Tanda Kufur Nikmat
Imam Al-Ghazali :
bukti syukur kepada Allah dilakukan dengan tiga tahap, yaitu disadari
oleh hati (bil qalbi), diucapkan dengan lisan (bil
lisani), dan dibuktikan dengan perbuatan (bil a’mali).
Implementasi
syukur adalah: (1) Hatinya meyakini
bahwa semua nikmat yang didapatkan hanyalah berasal dari Allah; (2) Lisannya memuji
Allah, dengan mengucap “Alhamdulillah”; dan (3) Perbuatannya diwujudkan
dalam bentuk sedekah.
Menurut para ulama masa kini, apabila kita yang
mempunyai penghasilan (gaji) lebih dari 4,35
juta rupiah per bulan (setahun Rp.52,3
juta, setara 85
gram emas), maka
kita wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5% dari penghasilan bersihnya
(dikeluarkan setiap kali menerima penghasilan). Kalau enggan mengeluarkan zakat
2,5%, maka kita bisa tergolong kufur nikmat.
Audzubillah himindzalik
Apabila
seseorang tidak merealisasikan ketiga perkara
tersebut, maka ia termasuk kufur nikmat.
6. Bersedekah adalah Bentuk Nyata Rasa Syukur.
Imam Al-Ghazali :
Wujud sedekah tidak selalu dalam bentuk harta. Ada tiga macam wujud sedekah,
yaitu (1) sedekah
harta, (2) sedekah
ilmu, dan (3) sedekah
tenaga.
7. Kesimpulan.
a. Barangsiapa hamba Allah yang
tidak mengakui, memuji, dan
berterimakasih kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan
kepadanya, maka ia telah Kufur Nikmat.
b. Bukti konkrit dari rasa
terimakasih (syukur) kepada Allah SWT adalah sedekah.
c. Tiga macam wujud sedekah,
yaitu sedekah harta, sedekah ilmu, dan sedekah tenaga. Besar
kecilnya wujud sedekah menunjukkan ukuran besar kecilnya kecintaan seorang
hamba kepada Allah SWT.
d. Allah menyebutkan hanya
sedikit orang yang pandai bersyukur. Muslim Indonesia hanya 3,2% yang membayar
zakat mal.
Catatan :
Tahun ini (2019), Pres. Jokowi membayar zakat sebesar Rp 55 juta (berarti penghasilan
setahun Rp. 2,2 miliar).
Jumlah ini mengalami kenaikan dibandingkan zakat yang dibayarkan kepala
negara pada tahun lalu sebesar Rp 50 juta.
&&&&
KUFUR NIKMAT
Kisah Ujian Tiga Orang
Bani Israil
Ada kisah tiga orang dari Bani Israil,
yang masing-masing berpenyakit kulit, kebotakan dan buta. Ketiganya miskin dan kemudian diberi
ujian harta oleh Allah. Maka Allah Ta’ala mengutus seorang malaikat untuk
datang kepada ketiganya.
Malaikat datang kepada orang pertama
yang menderita penyakit kulit dan bertanya kepadanya, “Apakah sesuatu yang
paling kamu inginkan?” Ia menjawab, “Aku ingin mempunyai kulit yang halus dan
tubuh yang indah”. Maka diusaplah orang tersebut, dan hilanglah penyakit
kulitnya dan ia mempunyai kulit yang indah dan tubuh yang bagus. Malaikat
itu bertanya lagi kepadanya, “Lalu kekayaan apa yang paling kamu senangi?” Ia
menjawab, “Unta.” Maka diberilah ia seekor unta
yang sedang bunting, dan ia pun didoakan, “Semoga Allah melimpahkan berkah-Nya
kepadamu dengan unta ini.”
Kemudian Malaikat tadi mendatangi
orang yang punya penyakit kebotakan dan wajah yang buruk, dan bertanya
kepadanya, “Apakah sesuatu yang paling kamu inginkan?” Ia menjawab, “Aku ingin
mempunyai rambut yang indah, dan rupa yang bagus”. Maka diusaplah kepalanya,
dan seketika itu wajahnya menjadi rupawan dengan rambut yang bagus. Malaikat tadi
bertanya lagi kepadanya, “Harta apakah yang kamu senangi?” Ia menjawab, “Sapi.” Maka diberilah ia seekor sapi yang sedang
bunting dan didoakan, “Semoga Allah memberkahimu dengan sapi ini.”
Kemudian malaikat tadi mendatangi
orang yang buta, dan bertanya kepadanya, “Apakah sesuatu yang paling kamu
inginkan?” Ia menjawab, “Aku ingin mataku dapat melihat kembali.” Maka
diusaplah wajahnya, dan seketika itu dikembalikan oleh Allah penglihatannya.
Malaikat itu bertanya lagi kepadanya: “Harta apakah yang paling kamu senangi?”
Ia menjawab: “Kambing.” Maka diberilah ia seekor
kambing yang sedang bunting.
Lalu berkembang-biaklah unta, sapi dan
kambing tersebut, sehingga beberapa tahun kemudian mereka bertiga menjadi kaya
raya.
Suatu hari Malaikat datang kepada orang
pertama yang sebelumnya menderita penyakit kulit, dengan menyerupai seorang
yang berpenyakit kulit. Malaikat berkata kepadanya, “Aku seorang miskin
yang tidak akan dapat meneruskan perjalananku hari ini kecuali dengan
pertolongan Allah, kemudian dengan pertolongan anda. Demi Allah yang telah
memberi anda kekayaan, aku minta kepada anda satu ekor unta saja untuk bekal
meneruskan perjalananku.”
Tetapi dijawab, “Hak-hak (tanggunganku) masih banyak.” Malaikat tadi
berkata kepadanya, “Sepertinya aku pernah mengenal Anda, bukankah Anda ini dulu
orang yang menderita penyakit kulit, yang orang-orang pun jijik melihat anda,
sehingga anda miskin, kemudian Allah memberikan kepada anda harta kekayaan?”
Dia malah menjawab, “Harta kekayaan ini aku aku
dapatkan karena kerja kerasku.”
Maka malaikat tadi berkata
kepadanya, “Anda berkata dusta dan tidak bersyukur.
Karena kemurkaan-Nya niscaya Allah akan mengembalikan Anda kepada keadaan
semula.”
Kemudian malaikat tadi mendatangi
orang kedua yang sebelumnya berpenyakit kebotakan, dengan menyerupai seorang
yang buruk rupa dan berkepala gundul. Malaikat berkata kepadanya sebagaimana ia
berkata kepada orang yang pernah menderita penyakit kulit. Tetapi
ditolaknya sebagaimana ia telah ditolak oleh orang yang pertama.
Maka malaikat tadi berkata
kepadanya, “Anda berkata dusta dan tidak bersyukur. Karena kemurkaan-Nya
niscaya Allah akan mengembalikan Anda kepada keadaan semula.”
Kemudian malaikat tadi mendatangi
orang ketiga yang sebelumnya buta, dengan menyerupai orang buta. Malaikat
berkata kepadanya, “Aku adalah orang yang buta dan kehabisan bekal dalam
perjalanan, sehingga aku tidak dapat lagi meneruskan perjalananku hari ini,
kecuali dengan pertolongan Allah kemudian pertolongan Anda. Demi Allah yang
telah memberi kekayaan, aku minta seekor kambing saja untuk bekal melanjutkan
perjalananku.”
Orang itu menjawab, “Sungguh aku dulunya buta, lalu Allah mengembalikan
penglihatanku serta memberiku kekayaan. Maka ambillah apa yang Anda sukai, dan
tinggalkan apa yang tidak Anda sukai.”
Maka malaikat tadi berkata
kepadanya, “Anda adalah orang yang pandai bersyukur.
Karena keridhaan Allah, maka peganglah kekayaan Anda. Sesungguhnya kalian
bertiga hanya diuji oleh Allah. Allah telah ridha kepada Anda, dan murka kepada
kedua teman Anda.”
(HR. Bukhari no. 3464 dan Muslim no.
2964).
Kisah tersebut
menggambarkan 3 orang yang tengah diuji oleh Allah Swt dengan kekayaan, seorang
yang lulus ujian karena pandai bersyukur, sedangkan dua orang lainnya tidak
lulus ujian karena tak bersyukur kepada Allah Ta’ala (kufur nikmat).
Kufur
Nikmat
“Kufur nikmat”
merupakan lawan dari “syukur nikmat”. Kufur nikmat berarti tidak mensyukuri nikmat
Allah Swt yang telah
dilimpahkan kepadanya.
Orang yang kufur nikmat adalah orang
yang enggan mensyukuri nikmat Allah. Dan bagi orang yang kufur nikmat, maka
Allah Ta’ala mengancam dengan azab-Nya yang sangat pedih.
Allah SWT berfirman:
“La in syakartum la azidannakum wala in kafartum inna adzabi lasyadid”
artinya : Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu. Dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. (QS. Ibrahim
ayat 7)
Dalam Al-Qur’an
surah al-Qashash ayat 76 - 82, diceritakan tentang sosok manusia yang kufur
nikmat, yaitu Qarun.
Qarun yang masih sepupu
dari Nabi Musa hidupnya sangat miskin. Dia tidak mampu menafkahi anaknya
yang jumlahnya sangat banyak. Qarun meminta Nabi Musa untuk mendoakannya
agar Allah memberikannya harta benda yang sangat banyak.
Nabi Musa pun kemudian mendoakan untuk
Qarun, dan Allah pun mengabulkan doa Musa. Akhirnya, Qarun kemudian menjadi
orang yang kaya raya.
Tetapi Qarun berubah. Ia menjadi
sombong, enggan sedekah, dan kufur nikmat. Ketika nabi Musa mengutus salah
seorang pengikutnya untuk mengambil zakat dari Qarun atas
karunia Allah berupa kekayaan, maka Qarun langsung marah dan tidak mau
memberikan sedikit pun dari kekayaannya.
Dengan dengan nada sombong dan angkuh
Qarun berkata, bahwa kekayaannya itu diperoleh karena
kepandaian dan kerja kerasnya (bukan karunia Allah). Hal ini
dijelaskan dalam al-Qur’an surah al-Qashash 78, “Dia (Qarun) berkata, ‘Sesungguhnya aku mendapatkan (harta itu),
semata-mata karena ilmu yang ada padaku.’…”
Atas kekurufurannya itu, tidak lama
kemudian bumi berguncang dan seketika bumi terbelah sehingga
tubuh Qarun dan seluruh kekayaannya habis ditelan bumi (QS. al-Qashash ayat 81).
Hanya
Sedikit Orang Yang Pandai Bersyukur
Dalam kitab suci Al-Quran, setidaknya
ada 3 ayat pernyataan Tuhan tentang
betapa sedikitnya manusia yang mau (pandai) bersyukur kepada-Nya.
Pertama, QS. Al-Baqarah ayat
243: "Sesungguhnya Allah sentiasa melimpahkan kurnia-Nya
kepada (seluruh) manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur."
Kedua, QS. Ibrahim ayat
7: "Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat
mengingkari (nikmat Allah)."
Ketiga, QS. Saba’ ayat 13: “Sangat
sedikit sekali di antara hamba-Ku yang mau bersyukur.”
Sungguhsangat
mengejutkan, firman Allah tersebut menyatakan bahwa banyak diantara kita
hamba-Nya yang kufur nikmat, yaitu tidak pandai bersyukur kepada Allah Swt atas
karunia nikmat yang telah dianugerahkan kepada kita. Naudzubillah min dzalik.
Dari seluruh umat Islam Indonesia
masih banyak yang dikategorikan kufur nikmat. Salah satu indikator kufur nikmat adalah pembayaran zakat mal.
Menurut Kementrian Agama (Kemenag) dan
Baznas bahwa potensi zakat di Indonesia tahun 2016 diperkirakan mencapai Rp 217 triliun. Namun serapan zakat mal di Indonesia masih rendah, yakni tercatat zakat yang
masuk sebesar Rp 5 triliun. Jumlah ini hanya 1 persen
dari potensi zakat di Indonesia.
Penelitian yang
dilakukan oleh mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) juga
menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Bahwa tidak lebih dari 5% umat
Islam di Medan yang sadar dan membayar zakat mal sebagai kewajiban agama.
Ada gagasan yang
menarik dari Pemda Sumut. Gubernur Edy Rahmayadi berencana
akan langsung memotong 2,5 persen gaji para aparatur sipil negara (ASN) atau
PNS yang beragam Islam setiap bulannya. Gubernur Edy mengatakan bahwa zakat merupakan
ketentuan agama yang diperintahkan Allah SWT kepada umat yang memiliki besaran
harta tertentu.
Bagaimana dengan kita?
Menurut
para ulama masa kini, apabila kita yang mempunyai penghasilan (gaji) lebih
dari 4,35 juta rupiah per bulan (senilai 85
gram emas atau Rp.52,3 juta setahun), maka kita wajib mengeluarkan zakat sebesar
2,5% dari penghasilan bersihnya (dikeluarkan
setiap kali menerima penghasilan). Kalau enggan mengeluarkan zakat 2,5%,
maka kita bisa tergolong kufur nikmat.
Menurut Syekh Yusuf Qardhawi, nisab
zakat penghasilan (profesi) dianalogikan dengan zakat pertanian yang nisabnya adalah 5
wasaq, setara dengan 653 kg beras. Bila
harga beras per kilogram diasumsikan Rp 10.000, maka nisab zakat profesi adalah
653 x Rp 10.000 = Rp 6,53 juta per
bulan.
Namun jika zakat profesi diqiyaskan
dengan zakat emas dan perak,
maka nisabnya adalah sebesar 85 gram emas setahun, yaitu setara dengan
Rp.52,3 juta (asumsi harga emas Rp 615 ribu per gram). Dengan begitu maka
jika kita mempunyai penghasilan bersih minimal Rp
4,35 juta per bulan (52,3 juta rupiah setahun dibagi 12 bulan),
maka kita telah wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 persen dari penghasilan
bersihnya.
Tanda
Kufur Nikmat
Syukur adalah mengakui, memuji, dan menampakkan bukti terimakasih kepada
Allah atas nikmat yang telah diberikan kepadanya.
Imam Al-Ghazali mengajarkan bahwa bukti syukur
kepada Allah dilakukan dengan tiga tahap, yaitu disadari
oleh hati (bil qalbi),
diucapkan dengan lisan (bil lisani),
dan dibuktikan dengan perbuatan (bil
a’mali).
Implementasinya
adalah: (1) Hatinya meyakini bahwa semua nikmat yang didapatkan hanyalah
berasal dari Allah; (2) Lisannya memuji Allah, dengan mengucap “Alhamdulillah”;
dan (3) Perbuatannya diwujudkan dalam bentuk sedekah.
Sehingga seorang
dapat dikatakan bersyukur jika ia telah melakukan tiga perkara tersebut. Dan
barangsiapa yang tidak merealisasikan ketiga perkara tersebut, maka ia telah
terjatuh dalam kufur nikmat.
Bersedekah adalah Bentuk
Nyata Rasa Syukur.
Bukti nyata seorang hamba bersyukur
kepada Allah, sebagaimana yang diajarkan oleh Imam Al-Ghazali adalah
dengan perbuatan yaitu dalam bentuk sedekah.
Wujud sedekah tidak selalu dalam bentuk harta. Ada tiga macam wujud
sedekah, yaitu (1) sedekah harta, (2) sedekah ilmu, dan (3) sedekah
tenaga.
Aturan main cara bersyukur dengan
bersedekah adalah:
Pertama. Sedekah
harta. Bersedekah dengan harta merupakan bentuk rasa syukur paling
utama bagi mereka yang diberi karunia nikmat rezeki harta. Dalam syariat telah
ditentukan sedekah harta minimal 2,5 persen dari rezeki yang diperolehnya.
Kedua. Apabila seseorang tidak
mempunyai cukup harta untuk disedekahkan (miskin), maka ia harus bersedekah dengan ilmu. Bentuknya adalah berdakwah,
atau “amar makruf nahi munkar”, yaitu mengajak kebaikan dan mencegah
kemungkaran.
Ketiga. Apabila tidak mempunyai cukup
harta (miskin) dan tidak cukup ilmu (tidak pandai) untuk disedekahkan, maka ia
bisa menggantikannya dengan sedekah tenaga.
Yaitu membantu dalam bermacam kebajikan dengan tenaganya.
Keempat. Apabila seseorang tidak mampu
bersedah dengan harta (karena miskin), juga tidak dengan ilmu (karena bodoh),
tidak pula dengan tenaga (karena lemah) maka ia harus berdoa dan memohon ampunan kepada Allah
SWT.
Kesimpulan.
Barangsiapa tidak Mengakui, Memuji
& Bersedekah atas karunia Allah, ia telah Kufur
Nikmat.
Sedekah merupakan bentuk
konkrit dari rasa
syukur kepada Allah SWT.
Tiga macam wujud sedekah, yaitu
sedekah harta, sedekah ilmu, dan sedekah tenaga.
Besar kecilnya wujud sedekah
menunjukkan ukuran besar kecilnya kecintaan seorang hamba kepada Allah SWT.
Marilah kita merenungi segala
kenikmatan Allah yang telah diberikan kepada kita. Dan semoga kita mampu
bersedekah sehingga kita termasuk dalam golongan orang yang pandai bersyukur,
dan bukan golongan orang yang kufur nikmat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar