Pada tahun 1926, di Surabaya, para kiai pesantren Ahlussunah wal Jamaah (Aswaja) mendirikan jamiyah (organisasi) bernama Nahdlatul Ulama, yang berarti kebangkitan para ulama. Yang dimaksud Ahlussunnah wal Jama'ah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadis, dan ahli fikih.
Salah seorang tokoh pendiri NU adalah KH Hasyim al Asy’ari, seorang kyai pendiri dan pemimpin pesantren Tebuireng, Jawa Timur.
Kebangkitan ulama NU merupakan kelanjutan dari gerakan Wali Songo dan ulama penyebar Islam lainnya di Nusantara.
Motif para kiai mendirikan organisasi adalah untuk menahan persebaran agama dan budaya yang dibawa penjajah. Pada saat yang sama, berusaha lepas dari belenggu penjajahan (nasionalisme).
Di Timur Tengah muncul paham baru yang menggagas pembaruan dalam Islam dengan slogan kembali pada Al-Qur’an dan hadits dan anti taqlid kepada mazhab empat.
Di Arab Saudi muncul pula paham Wahabi. Paham tersebut semakin kuat dan masif ketika disokong kekuasaan. Sejak Ibnu Saud, Raja Najed menaklukkan Hijaz (Makkah dan Madinah) tahun 1924-1925, aliran Wahabi sangat dominan di tanah Haram. Kelompok Islam lain dilarang mengajarkan mazhabnya, bahkan tidak sedikit para ulama yang dibunuh.
Paham-paham tersebut juga mendapat pengikut kuat di Nusantara yang mengampanyekan antibidah di mana-mana. Taqlid adalah penyebab kemunduran, melarang tahlilan, dan tradisi-tradisi keagamaan lain yang jelas-jelas memiliki dasar dari ajaran Islam sendiri, yang selama ini dilakukan paham Ahlussunah wal Jamaah.
Khittah NU adalah landasan berfikir, bersikap dan bertindak yang berfaham Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) yang diterapkan menurut kondisi kemasyarakatan di Indonesia, meliputi dasar-dasar amal keagamaan maupun kemasyarakatan.
Nahdlatul Ulama memiliki paham keagamaan yang tawasuth (moderat), tasamuh (tolerans), tawazun (seimbang) dan amar ma'ruf nahi munkar.
Dalam memahami dan menafsirkan Islam dari sumber-sumbernya (Al-Qur’an, As-Sunnah, Al-Ijma’ dan Al-Qiyas), NU mengikuti faham Ahlussunnah wal Jamaah dengan menggunakan jalan pendekatan (al-madzab) dengan rincian:
1. Bidang aqidah: NU mengikuti Ahlussunnah wal Jamaah yang dipelopori oleh Imam Abul Hasan al-Asy’ari dan Iman Abu Mansur al-Maturidi.
2. Bidang fiqih: NU cenderung mengikuti jalan pendekatan (al-madzab) dari Muhammad bin Idris as-Syafi’i (Imam Syafi'i)
3. Bidang tasawuf: NU mengikuti Imam Junaid al-Baghdadi dan Imam al-Ghazali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar