Piagam Madinah atau Perjanjian
Madinah adalah sebuah dokumen formal yang berisi peraturan-peraturan
tentang berkehidupan secara adil dan bermartabat antar penduduk di kota
Madinah, yang terdiri dari berbagai suku, ras, dan agama.
Piagam Madinah, yang disusun
oleh Nabi Muhammad pada tahun 622 Masehi (1
Hijriah), menjadi
dasar hukum bagi kehidupan bermasyarakat di Madinah. Untuk itu Piagam Madinah
juga terkadang disebut sebagai Konstitusi Madinah.
Ahli hukum Islam Inggris berdarah India, Muhammad
Hamidullah menyebut Piagam Madinah sebagai konstitusi
demokratis pertama di dunia, lantaran ketika itu belum ada
satu negara pun yang memiliki peraturan tertulis tentang bagaimana cara
mengatur hubungan antara umat beragama. Isinya memberikan perlindungan hak hak
semua orang untuk hidup dalam satu atap tanpa merasa takut menjalankan
keyakinan mereka masing masing.
Ketika Piagam Madinah
ditetapkan tahun 622 M (1 Hijriah), saat itu belum ada satu negara pun yang
memiliki peraturan bagaimana cara mengatur hubungan antara umat beragama.
Piagam Madinah, dalam beberapa pasalnya, sudah jelas mengatur hubungan
tersebut.
Piagam Madinah, berisi aturan
aturan perlindungan Konstitusi terhadap bangsa dan agama lain, mengatur hubungan
antar sesama umat berkeyakinan dan perlindungan hak haka hidup bangsa dan agama
lain dalam sebuah negara. Dengan Piagam Madinah itu penduduk Madinah yang
terdiri dari berbagai suku, ras dan agama hidup berdampingan secara rukun
dan damai.
Piagam Madinah sejatinya merupakan kontitusi negara tertulis pertama di dunia. Kehadiran Piagam Madinah nyaris 6 abad mendahului Magna Charta (dokumen HAM pertama yang membatasi monarki Inggris tahun 1215), dan hampir 12 abad mendahului konstitusi Amerika Serikat ataupun Prancis. Juga jauh sebelum PBB mencanangkan Declaration of Human Rights tahun 1948 di Paris.
Kandungan Piagam
Madinah
Piagam Madinah
terdiri daripada 47 pasal, dimana 23 pasal membicarakan tentang hubungan antara umat Islam
yaitu; antara kaum Anshar dan kaum Muhajirin, dan 24 pasal lain membicarakan tentang hubungan umat Islam dengan umat lain, termasuk Yahudi.
Kandungan Piagam Madinah berisi hal
Mukadimah, dilanjutkan oleh hal-hal seputar pembentukan umat, persatuan
seagama, persatuan segenap warga negara, golongan minoritas, tugas warga
negara, perlindungan negara, pimpinan negara, politik perdamaian dan Penutup.
Bentuk
toleransi "Antar Umat Beragama" dalam Piagam Madinah ini tertulis
dalam Pasal 24 yang berisi: "Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf
adalah satu umat dengan mukminin. Juga (kebebasan ini berlaku)
bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat.
Hal demikian akan merusak diri dan keluarga".
Melalui
Piagam Madinah inilah bisa dilihat bagaimana peran dan fungsi dari seorang
manusia yang bernama: Muhammad, dalam meletakkan dasar-dasar toleransi antar
umat manusia.
Piagam
Madinah dapat juga disebut sebagai konstitusi
suatu negara, sebab Piagam Madina telah memuat prinsip-prinsip
minimal suatu pemberintahan yang bersifat fundamental.
Prinsip Toleransi
dalam Islam.
Prinsip toleransi
dalam hubungan antar umat beragama diatur dalam Islam melalui ayat-ayat kitab
suci Al Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad. Setidaknya ada lima poin ketentuan
toleransi, yakni :
Pertama, Tidak ada paksaan
dalam agama. Q.S. Al-Baqarah 256: "Tidak ada paksaan dalam agama
(karena) sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang salah."
Kedua, Mengakui eksistensi
agama lain serta menjamin adanya kebebasan beragama. Q.S. Al-Kafirun
1-6: “Katakanlah : Wahai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa
yang kalian sembah dan kalian bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku
tidak pernah menjadi penyembah apa yang kalian sembah, dan kalian tidak pernah
(pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untuk kalian agama kalian dan
untukku agamaku."
Ketiga, Tidak boleh mencela
atau memaki sesembahan mereka. Q.S. Al-An'am : 108: “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain
Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa
pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan
mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan
kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.”
Keempat, Tetap berbuat baik
dan berlaku adil selama mereka tidak memusuhi. Q.S.
Al-Mumtahanah 8-9: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku
adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula)
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai
kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari
negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa
menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”
Dan Q.S. Fushshilat : 34: “Dan tidaklah sama
kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik,
maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah
telah menjadi teman yang sangat setia.”
Kelima. Memberi
perlindungan atau jaminan keselamatan. Sabda Nabi (diriwayatkan oleh Imam Thabrani):
" Barangsiapa yang menyakiti
orang dzimmi (non muslim yang berinteraksi secara baik), berarti dia telah
menyakiti diriku dan barangsiapa menyakiti diriku berarti dia menyakiti Allah’"
Dari ayat-ayat Al
qur’an dan hadits Nabi di atas, jelaslah bahwa toleransi yang diajarkan Islam
bukanlah toleransi yang pasif, yang sekedar "menenggang, lapang dada dan
hidup berdampingan secara damai", tetapi lebih luas lagi; bersifat aktif
dan positif, yakni untuk berbuat baik dan berlaku adil.
Agama Islam juga mengakui adanya orang-orang ahli kitab yang baik dan perlunya perlindungan tempat-tempat ibadah agama lain (Q.S. Al-Ma'idah: 82; Q.S. Al-Hajj : 40).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar