Pepatah Jawa “sawang sinawang” secara harfiah berasal dari
kata sawang yang artinya melihat,
sedangkan sinawang artinya balik
melihat. Bila digabungkan mempunyai arti saling melihat
dan dilihat.
Sawang sinawang diambil dari ungkapan Jawa “Sejatine urip iku mung sawang sinawang, mula aja mung nyawang
sing kesawang" yang
artinya kurang lebih yaitu “Sesungguhnya hidup
itu hanyalah persoalan pandang memandang, jadi jangan hanya memandang dari apa
yang terlihat.
Pepatah ini seirama dengan peribahasa
Indonesia “rumput rumah tetangga nampak lebih hijau“
yang bermakna melihat kehidupan orang lain nampak lebih baik.
Pepatah “sawang
sinawang” ini terkait dengan masalah kebahagiaan,
mengandung filosofi atau ajaran untuk tidak
membanding-bandingkan kehidupan seseorang dengan orang lain, karena apa
yang dipandang belum tentu seindah atau semudah yang tampak.
Mungkin
saja apa yang kita ‘lihat nikmat’ belum tentu demikian sebenarnya, apa yang
kita lihat hanyalah ‘tampak’ bukan sebenar-benarnya
yang dirasa atau yang terjadi. Bisa saja ketika yang ‘tampak’ tersebut
didapat atau dirasai oleh diri kita sendiri, kita tidak benar-benar merasakan
kenikmatan tersebut.
Pepatah ini sering ditujukan
kepada seseorang yang sedang mengeluhkan kondisi yang dialaminya dengan
membandingkannya dengan kondisi orang lain yang nampaknya lebih baik.
Seperti misalnya seorang guru yang merasa nasibnya tidak lebih baik dibanding
seorang dokter yang bergaji besar. Sedangkan
seorang dokter yang iri dengan tetangganya seorang pengusaha
yang bisa menikmati banyak waktunya. Sementara seorang pengusaha pingin jadi polisi yang nampak gagah. Dan kemudian seorang polisi
yang iri dengan seorang guru yang hidupnya adem,
ayem serta dan dihormati, dst.
Pada dasarnya setiap orang,
apapun kedudukannya tentu mengalami kebahagiaan dan masalah dalam
kehidupannya. Gubernur, jaksa, polisi,
dokter, guru, petani, dan buruh sekalipun dalam kehidupannya pasti mengalami
sedih bahagia, susah senang, cemas tenang, dan seterusnya.
Kebahagiaan itu tidak bisa
diukur dari materi dan status sosial, karena kebahagiaan
itu masalah rasa dan perasaan yg adanya dalam hati. Meski materi dan
kedudukan itu merupakan sarana utk membantu mempermudah mengatasi persoalan,
tetapi tidak menjamin hadirnya kebahagiaan. Kebahagiaan itu ada
dalam hati, sehingga tergantung bagaimana kita mengelolanya.
Kehidupan keluarga gubernur belum tentu lebih bahagia ketimbang keluarga petani. Seorang gubernur belum tentu bisa menikmati
makanan yang disipkan di meja makannya, meskipun makanannya enak dan
mahal. Di sisi lain seorang petani bisa
sangat menikmati makanan sederhana yang dimasak istrinya dari rumah.
Itulah maka petuah Jawa menasehati,
“aja mung nyawang sing kesawang,” maksudnya jangan
hanya melihat (menilai) seseorang dari apa yang terlihat (nampak dari luar).
Semakin tinggi
status sosial ekonomi seseorang biasanya semakin tinggi pula standar tuntutan pola
kehidupanya. Semakin kaya seseorang maka
tuntutan penampilan, pakaian, mobil, rumah, juga dalam hal makan akan semakin
tinggi. Bila dia sudah masuk kedalam kehidupan yang mewah, maka kemewahan sudah menjadi hal yang biasa dan bukan lagi
menjadi sesuatu yang membahagiakan.
Maka orang yang selalu hidup
sederhana dan senantiasa bersyukur, meski status sosial ekonominya meningkat adalah
mereka yang hidupnya bahagia.
Sebagaimana yang ajarkan
dalam agama Islam, kunci kebahagiaan dalam hidup
adalah syukur dan sabar.
Syukur adalah perwujudan dari rasa
terimakasih dengan cara berbagi. Sedangkan sabar adalah kerelaan menerima
keadaan yang tidak menyenangkan dengan kesadaran bahwa keadaan itu merupakan
ujian dari Allah Swt.
Terkait dengan masalah
syukur dan bahagia, ada ungkapan hikmah yaitu, “Jangan
menunggu bahagia untuk bersyukur, tetapi bersyukurlah yang membuatmu bahagia.”
Sawang sinawang itu
bisa kita pahami melalui kisah hidup seorang raja dan tukang kebun pada cerita
berjudul “Jebakan 99”
Jebakan
99
Ada seorang Raja yang sedang termenung sambil melihat taman di
depan istananya. Ia gelisah karena tak pernah merasakan ketenangan dan sulit
sekali menemukan kebahagiaan. Kesehatannya mulai menurun karena ia mulai susah
tidur akibat banyaknya pikiran yang mengganggu. Padahal selama ini ia tidur
di kamar mewah di atas kasur yang empuk.
Ketika sedang melamun, sang raja melihat seorang tukang kebun
yang sedang bekerja sambil bernyanyi dan tertawa ria. Setiap hari ia
datang dengan senyuman dan pulang dengan keceriaan. Padahal gajinya pas-pasan
dan rumahnya begitu sederhana. Tak pernah tampak kesedihan di wajahnya.
Saat dia pulang keluarganya telah menunggu dengan hidangan makan
seadanya dan keluarga kecil ini pun makan dengan bahagia.
Raja pun heran melihat orang ini. Ia memanggil
penasihatnya dan bertanya: Hai penasihatku, telah lama aku hidup di
tengah kegelisahan, padahal aku memiliki segalanya. Tapi aku sungguh heran
melihat tukang kebun itu. Tak pernah tampak kesedihan di wajahnya.
Kadang-kadang ia tertidur di bawah pohon, seperti tak ada beban dalam
hidupnya. Padahal ia tidak memiliki apa-apa.
Sang Penasehat tersenyum dan berkata : Paduka raja, Itu karena
tukang kebun itu tidak tersentuh Jebakan
99. Bila ia sudah terkena jebakan ini, maka hidupnya akan
gelisah dan ia tdk akan bisa tidur.
Apa yang kau maksud dengan Jebakan 99 ?, tanya
raja. Bila paduka ingin tahu, besok malam perintahkan prajurit untuk
mengantarkan hadiah kepadanya. Sediakan satu kotak uang dan tulislah 100 Dinar.
Namun isi lah kotak itu dengan 99 dinar saja. Raja pun menuruti
saran dari penasihatnya.
Ketika hari mulai gelap, prajurit mengetuk pintu rumah tukang
kebun ini dengan membawa hadiah. Si tukang kebun membuka pintu rumahnya dan
terkejut melihat prajurit membawa kotak hadiah. Ini hadiah dari raja untukmu,
kata si prajurit.
Sampaikan terima kasihku kepada raja, jawab tukang kebun sambil
kegirangan melihat kotak dengan tulisan 100 dinar. Belum pernah ia memiliki
uang sebanyak itu. Ia segera membawa masuk kotak itu dan menghitungnya bersama
keluarga.
Namun anehnya, jumlah uang didalam kotak itu hanya 99 dinar.Dia
pun menghitung ulang lagi, tapi tetap jumlahnya 99. Dia yakin, pasti ada uang
yang jatuh.
Dia mencari-cari di sekitar pintu, tapi tak menemukan apa-apa.
Akhirnya dia mencoba untuk menelusuri sepanjang jalan menuju istana. Semalaman
ia mencari, tapi tetap tidak menemukan apa-apa.
Matahari mulai terbit, raja beserta penasihatnya menanti tukang
kebun ini. Tak berapa lama dia datang dengan wajah yg masam dan
merengut. Raja pun kaget dan bertanya kepada penasihatnya, Apa yang terjadi
? Tak biasanya ia datang dengan wajah seperti ini !
Penasihat raja menjawab, Duhai raja, begitulah kehidupan. Kita
memiliki banyak hal, namun kita mencari yang tidak kita
miliki. Orang ini mendapatkan 99 dinar secara cuma-cuma, namun ia
sibuk mencari 1 dinar yang tidak ada.
Munculnya kegelisahan hati, karena kita mencari sesuatu yang
tidak kita miliki, Sementara kita tidak pernah sungguh-sungguh
mensyukuri banyaknya anugerah yg kita punya.
Sebuah renungan bagi kita bila kadang merasa kurang bersyukur.
Kehidupan di dunia ini diibaratkan panggung sandiwara.
Kehidupan di dunia ini diibaratkan panggung sandiwara.
Kehidupan di dunia ini diibaratkan kehidupan
di panggung sandiwara. Tuhan sebagai penulis skenario sekaligus sebagai
sutradara. Dan kita umat manusia sebagai aktor atau pemain yang harus memainkan
sesuai perannya masing-masing. Segala
sesuatu yang kita lakukan sudah ada skenario.
Dan kita sebagai aktor, hanya perlu mengikuti skenario yang
ada, mengikuti perintah sutradara. Tugas kita saat ini adalah berusaha tampil
dengan sebaik-baiknya, sesuai peran yang diberikan.
Kita hanya menjalankan peran
yang ada, tanpa bisa menilai, mengkritik dan memprotes. Apabila kita bisa
memerankan peran sebaik mungkin sesuai skenario cerita, maka itulah nilai
terbaik yang kita peroleh.
Allah SWT mempunyai kuasa penuh atas skenario kehidupan hamba-hambaNya dalam setiap episode. Dalam drama kehidupan di dunia, setiap manusia mendapat satu peran. Manusia sebagai pemain tidak mempunyai pilihan peran lain kecuali hanya memainkan sebaik mungkin peran yang sudah diberikan.
Allah SWT mempunyai kuasa penuh atas skenario kehidupan hamba-hambaNya dalam setiap episode. Dalam drama kehidupan di dunia, setiap manusia mendapat satu peran. Manusia sebagai pemain tidak mempunyai pilihan peran lain kecuali hanya memainkan sebaik mungkin peran yang sudah diberikan.
Kesemuanya menjadi
satu pertunjukan yang sempurna. Tugas masing-masing manusia adalah memainkan
perannya masing-masing sebaik mungkin.
Kalau jadi raja maka jadilah raja yang baik. Bila jadi rakyat maka
jadilah rakyat yang baik sesuai kodratnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar