Jumat, 03 Juli 2020

Sawang Sinawang

Pepatah Jawa “sawang sinawang” secara harfiah berasal dari kata sawang yang artinya melihat, sedangkan sinawang artinya balik melihat. Bila digabungkan mempunyai arti saling melihat dan dilihat.  
Sawang sinawang diambil dari ungkapan Jawa “Sejatine urip iku mung sawang sinawang, mula aja mung nyawang sing kesawang" yang artinya kurang lebih yaitu “Sesungguhnya hidup itu hanyalah persoalan pandang memandang, jadi jangan hanya memandang dari apa yang terlihat.
Pepatah ini seirama dengan peribahasa Indonesia “rumput rumah tetangga nampak lebih hijau“ yang bermakna melihat kehidupan orang lain nampak lebih baik.
Pepatah “sawang sinawang” ini terkait dengan masalah kebahagiaan, mengandung filosofi atau ajaran untuk tidak membanding-bandingkan kehidupan seseorang dengan orang lain, karena apa yang dipandang belum tentu seindah atau semudah yang tampak.
Mungkin saja apa yang kita ‘lihat nikmat’ belum tentu demikian sebenarnya, apa yang kita lihat hanyalah ‘tampak’ bukan sebenar-benarnya yang dirasa atau yang terjadi. Bisa saja ketika yang ‘tampak’ tersebut didapat atau dirasai oleh diri kita sendiri, kita tidak benar-benar merasakan kenikmatan tersebut. 
Pepatah ini sering ditujukan kepada seseorang yang sedang mengeluhkan kondisi yang dialaminya dengan membandingkannya dengan kondisi orang lain yang nampaknya lebih baik.
Seperti misalnya seorang guru yang merasa nasibnya tidak lebih baik dibanding seorang dokter yang bergaji besar. Sedangkan seorang dokter yang iri dengan tetangganya seorang pengusaha yang bisa menikmati banyak waktunya. Sementara seorang pengusaha pingin jadi polisi yang nampak gagah. Dan kemudian seorang polisi yang iri dengan seorang guru yang hidupnya adem, ayem serta dan dihormati, dst.
Pada dasarnya setiap orang, apapun kedudukannya tentu mengalami kebahagiaan dan masalah dalam kehidupannya.  Gubernur, jaksa, polisi, dokter, guru, petani, dan buruh sekalipun dalam kehidupannya pasti mengalami sedih bahagia, susah senang, cemas tenang, dan seterusnya.
Kebahagiaan itu tidak bisa diukur dari materi dan status sosial, karena kebahagiaan itu masalah rasa dan perasaan yg adanya dalam hati. Meski materi dan kedudukan itu merupakan sarana utk membantu mempermudah mengatasi persoalan, tetapi tidak menjamin hadirnya kebahagiaan.  Kebahagiaan itu ada dalam hati, sehingga tergantung bagaimana kita mengelolanya.
Kehidupan keluarga gubernur belum tentu lebih bahagia ketimbang keluarga petani. Seorang gubernur belum tentu bisa menikmati makanan yang disipkan di meja makannya, meskipun makanannya enak dan mahal.  Di sisi lain seorang petani bisa sangat menikmati makanan sederhana yang dimasak istrinya dari rumah.
Itulah maka petuah Jawa menasehati, aja mung nyawang sing kesawang,” maksudnya jangan hanya melihat (menilai) seseorang dari apa yang terlihat (nampak dari luar).
Semakin tinggi status sosial ekonomi seseorang biasanya semakin tinggi pula standar tuntutan pola kehidupanya.  Semakin kaya seseorang maka tuntutan penampilan, pakaian, mobil, rumah, juga dalam hal makan akan semakin tinggi. Bila dia sudah masuk kedalam kehidupan yang mewah, maka kemewahan sudah menjadi hal yang biasa dan bukan lagi menjadi sesuatu yang membahagiakan.
Maka orang yang selalu hidup sederhana dan senantiasa bersyukur, meski status sosial ekonominya meningkat adalah mereka yang hidupnya bahagia.
Sebagaimana yang ajarkan dalam agama Islam, kunci kebahagiaan dalam hidup adalah syukur dan sabar.   Syukur adalah perwujudan dari rasa terimakasih dengan cara berbagi. Sedangkan sabar adalah kerelaan menerima keadaan yang tidak menyenangkan dengan kesadaran bahwa keadaan itu merupakan ujian dari Allah Swt.
Terkait dengan masalah syukur dan bahagia, ada ungkapan hikmah yaitu, “Jangan menunggu bahagia untuk bersyukur, tetapi bersyukurlah yang membuatmu bahagia.”
Sawang sinawang itu bisa kita pahami melalui kisah hidup seorang raja dan tukang kebun pada cerita berjudul “Jebakan 99”
Jebakan 99
Ada seorang Raja yang sedang termenung sambil melihat taman di depan istananya. Ia gelisah karena tak pernah merasakan ketenangan dan sulit sekali menemukan kebahagiaan. Kesehatannya mulai menurun karena ia mulai susah tidur akibat banyaknya pikiran yang mengganggu. Padahal selama ini ia tidur di  kamar mewah di atas kasur yang empuk.
Ketika sedang melamun, sang raja melihat seorang tukang kebun yang sedang bekerja sambil bernyanyi dan tertawa ria.  Setiap hari ia datang dengan senyuman dan pulang dengan keceriaan. Padahal gajinya pas-pasan dan rumahnya begitu sederhana.  Tak pernah tampak kesedihan di wajahnya.
Saat dia pulang keluarganya telah menunggu dengan hidangan makan seadanya dan keluarga kecil ini pun makan dengan bahagia.
Raja pun heran melihat orang ini.  Ia memanggil penasihatnya dan  bertanya: Hai penasihatku, telah lama aku hidup di tengah kegelisahan, padahal aku memiliki segalanya. Tapi aku sungguh heran melihat tukang kebun itu. Tak pernah tampak kesedihan di wajahnya. Kadang-kadang ia tertidur di bawah pohon, seperti tak ada beban dalam hidupnya.  Padahal ia tidak memiliki apa-apa.
Sang Penasehat tersenyum dan berkata : Paduka raja, Itu karena tukang kebun itu tidak tersentuh Jebakan 99.  Bila ia sudah terkena jebakan ini, maka hidupnya akan gelisah dan ia tdk akan bisa tidur.
Apa yang kau maksud dengan Jebakan 99 ?, tanya raja.  Bila paduka ingin tahu, besok malam perintahkan prajurit untuk mengantarkan hadiah kepadanya. Sediakan satu kotak uang dan tulislah 100 Dinar. Namun isi lah kotak itu dengan 99 dinar saja.  Raja pun menuruti saran dari penasihatnya.
Ketika hari mulai gelap, prajurit mengetuk pintu rumah tukang kebun ini dengan membawa hadiah. Si tukang kebun membuka pintu rumahnya dan terkejut melihat prajurit membawa kotak hadiah. Ini hadiah dari raja untukmu, kata si prajurit.
Sampaikan terima kasihku kepada raja, jawab tukang kebun sambil kegirangan melihat kotak dengan tulisan 100 dinar. Belum pernah ia memiliki uang sebanyak itu. Ia segera membawa masuk kotak itu dan menghitungnya bersama keluarga.
Namun anehnya, jumlah uang didalam kotak itu hanya 99 dinar.Dia pun menghitung ulang lagi, tapi tetap jumlahnya 99. Dia yakin, pasti ada uang yang jatuh.
Dia mencari-cari di sekitar pintu, tapi tak menemukan apa-apa. Akhirnya dia mencoba untuk menelusuri sepanjang jalan menuju istana. Semalaman ia mencari, tapi tetap tidak menemukan apa-apa.
Matahari mulai terbit, raja beserta penasihatnya menanti tukang kebun ini.  Tak berapa lama dia datang dengan wajah yg masam dan merengut. Raja pun kaget dan bertanya kepada penasihatnya, Apa yang terjadi ?  Tak biasanya ia datang dengan wajah seperti ini !
Penasihat raja menjawab, Duhai raja, begitulah kehidupan. Kita memiliki banyak hal, namun kita mencari yang tidak kita miliki.  Orang ini mendapatkan 99 dinar secara cuma-cuma, namun ia sibuk mencari 1 dinar yang tidak ada. 
Munculnya kegelisahan hati, karena kita mencari sesuatu yang tidak kita miliki,  Sementara kita tidak pernah sungguh-sungguh mensyukuri banyaknya anugerah yg kita punya.  Sebuah renungan bagi kita bila kadang merasa kurang bersyukur.

Kehidupan di dunia ini diibaratkan panggung sandiwara.
Kehidupan di dunia ini diibaratkan kehidupan di panggung sandiwara. Tuhan sebagai penulis skenario sekaligus sebagai sutradara. Dan kita umat manusia sebagai aktor atau pemain yang harus memainkan sesuai perannya masing-masing.  Segala sesuatu yang kita lakukan sudah ada skenario.
Dan kita sebagai aktor, hanya perlu mengikuti skenario yang ada, mengikuti perintah sutradara. Tugas kita saat ini adalah berusaha tampil dengan sebaik-baiknya, sesuai peran yang diberikan.
Kita hanya menjalankan peran yang ada, tanpa bisa menilai, mengkritik dan memprotes. Apabila kita bisa memerankan peran sebaik mungkin sesuai skenario cerita, maka itulah nilai terbaik yang kita peroleh.

Allah SWT mempunyai kuasa penuh atas skenario kehidupan hamba-hambaNya dalam setiap episode. Dalam drama kehidupan di dunia, setiap manusia mendapat satu peran. Manusia sebagai pemain tidak mempunyai pilihan peran lain kecuali hanya memainkan sebaik mungkin peran yang sudah diberikan.

Kesemuanya menjadi satu pertunjukan yang sempurna. Tugas masing-masing manusia adalah memainkan perannya masing-masing sebaik mungkin.  Kalau jadi raja maka jadilah raja yang baik. Bila jadi rakyat maka jadilah rakyat yang baik sesuai kodratnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar