1. Kesempurnaan Manusia
Manusia diciptakan
oleh Allah Swt sebagai mahluk yang paling sempurna diantara mahluk-mahluk
ciptaan Allah lainnya. Selain berupa jasmani, manusia dilengkapi pula dengan
tiga unsur ruhaniah yaitu akal, nafsu dan perasaan/qalbu.
Dengan ketiga unsur
ruhani itulah manusia menjadi sempurna, karena ia bisa berubah hakekat menjadi
apa saja sebagaimana mahluk lainnya.
Manusia bisa
menjadi jahat seperti setan. Bisa menjadi hina seperti hewan. Namun juga bisa
menjadi mulia seperti malaikat.
Ketika manusia
menjadikan AKAL sebagai panglima, maka ia bisa berubah menjadi iblis atau
syetan. Karena dengan akal ia bisa bertindak jahat, keji dan kejam seperti
iblis.
Perampok atau
penjahat yang profesional adalah manusia yang mempunyai otak cerdas. Mustahil
seorang idiot bisa melakukan kejahatan besar dan keji. Mereka bisa melakukan
kejahatan besar, tidak lain karena adanya kecerdasan akal yang disalah gunakan.
Dan apabila manusia
mengumbar NAFSU-nya, maka ia tidak ubahnya seperti hewan, bahkan lebih hina
lagi. Bila manusia sudah dikuasai oleh nafsu maka ia bisa menjadi rakus, egois,
apatis, licik, tidak punya malu, dan sebagainya.
Tamak, rakus,
egois, tak punya malu, tak punya empati adalah sifat- sifat binatang.
Maka manusia yang
tak bisa mengendalikan hasrat nafsunya dikatakan sebagai manusia binatang
karena ia berperilaku seperti binatang.
Namun ketika
manusia mempunyai hati yang bersih (QALBUN SALIM), maka ia dapat menjadi mahluk
yang mulia seperti malaikat. Karena hati yang bersih dapat mempengaruhi nafsu
dan akal untuk bertintdak kebajikan.
Dengan ketiga unsur
ruhani itulah menjadikan manusia sebagai mahluk yang unik (sempurna), karena ia
bisa lebih jahat dari syetan, bisa lebih hina dari binatang, tetapi juga bisa
lebih mulia dari malaikat. Manusia sendirilah yang memilih status kehidupannya
dihadapan Allah SWT, karena ia adalah mahluk yang sempurna, yang diberi
kebebasan untuk memilih.
Allah berfirman:
”Laqod kholaqnal insaana fii ahsani taqwiin. Tsumma radadnaahu asfala saafilin.
Illal laadziina aamanuu wa ’amilush shaalihat” Artinya, Sesungguhnya Allah
telah menciptakan manusia dalam sebaik-baiknya kejadian. Kemudian Allah
mengembalikannya kepada yang serendah-rendahnya. Kecuali bagi orang yang
beriman dan beramal shalih. (QS. At-Tiin ; 4-6)
2. Peran & Korelasi Antar Akal, Nafsu dan Qalbu
a.
Otak atau Akal
Otak atau akal
adalah salah satu instrumen manusia yang berfungsi untuk berfikir atau
memecahkan suatu masalah. Otak juga berfungsi untuk mengingat dan memahami
suatu peristiwa atau kejadian.
Lebih dari itu otak
adalah sebagai pusat gerak, yaitu instrumen yang berperan menggerakkan jasmani
untuk melakukan suatu kegiatan.
Kaki bisa berjalan,
tangan memegang, mulut bicara, mata melihat , telinga mendengar adalah karena
diperintahkan oleh otak.
Jadi jasmani hanya
akan melakukan suatu kegiatan apabila diperintah oleh otak.
Namun demikian,
otak tak hendak memerintahkan jasmani untuk melakukan suatu kegiatan apabila
manusia tidak mempunyai kemauan atau keinginan. Keinginan atau kemauan ini
disebut dengan Nafsu.
.
b.
Nafsu
Nafsu adalah suatu
kekuatan ruhaniah yang berfungsi sebagai pendorong sehingga untuk melakukan
suatu perbuatan.
Tanpa adanya nafsu
manusia tidak dapat hidup, karena tanpa nafsu manusia tidak akan mempunyai
kemauan, hasrat atau gairah untuk melakukan suatu perbuatan.
Dengan demikian
maka peran nafsu adalah mendorong otak agar memerintahkan anggota tubuh untuk
bergerak sehingga jasmani dapat melakukan suatu perbuatan.
Namun nafsu
mempunyai dua sisi yang bertolak belakang yaitu sisi positif dan negatif. Nafsu
positif akan mendorong ke arah kebajikan, sedangkan nafsu negatif akan
mendorong kearah keburukan.
Dalam khasanah
Islam nafsu positif disebut sebagai Quwah Rabbaniyah, dan nafsu negatif disebut
Quwwah Syaitaniyah.
Setiap kali
menghadapi suatu persoalan, nafsu positif dan negatif selalu adu kuat. Dari
banyak penelitian menunjukkan bahwa nafsu negatif lebih kuat pengaruhnya
dibanding nafsu positif.
Dalam al-Qur’an
Allah Swt berfirman: ”inna nafsa la ammaratum bissu’i - illa maa rahimma rabbi”
artinya, sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu
yang diberi rahmat oleh Tuhan (QS. Yusuf : 53).
Maka nafsu bisa
diibaratkan seperti api. Ia akan sangat bermanfaat bisa dikendalikan dengan
baik, namun akan menjadi bencana dan malapetaka bila tidak dapat dikendalikan.
Demikian halnya
dengan nafsu, ia akan sangat bermanfaat bila dapat dikendalikan dengan baik,
dan akan menjerumuskan bila tidak tidak dikendalikan dengan baik. Lantas siapa
yang berperan mengendalikan nafsu? Ia adalah qalbu.
.
c.
Hati atau Qalbu
Hati atau qalbu
adalah instrumen ruhaniah yang menyimpan nilai-nilai ilahiyah, yang akan
dipancarkan untuk mengendalikan nafsu.
Nilai-nilai
ilahiyah itu adalah ketenangan, ketentraman, kedamaian, kejujuran, kasih
sayang, keindahan, keadilan, dsb. (ttdj-cia). Nilai-nilai mulia itu dikenal
sebagai suara hati.
Namun qalbu
dibungkus oleh sebuah selimut semacam kaca. Bila selimutnya bersih maka qalbu
akan memancarkan nilai ilahiyah dengan baik. Tetapi bila selimutnya kotor maka
pancaran akan terhambat.
Bila selimutnya
bersih maka hatinya akan bersih, disebut Qalbun Salim. Dan bila selimutnya
kotor maka hatinya kotor disebut Qalbun Maridh.
Karena sifat nafsu
yang cenderung mendorong ke arah keburukan, apabila tidak menerima pancaran
cahaya ilahiyah dari qalbu maka ia akan mendorong jasmani untuk melakukan
perbuatan buruk.
Tetapi apabila
qalbu dalam keadaan bersih (qalbun salim), maka ia akan memancarkan cahaya
ilahiyah sehingga dapat diterima oleh nafsu. Dan tentu nafsu akan mendorong
jasmani untuk melakukan perbuatan kebajikan.
Jadi inti dari
manusia adalah qalbu. Qalbu menentukan manusia menjadi mulia atau hina, dan
yang membuat manusia menjadi sedih atau gembira, menderita atau bahagia, tenang
atau gelisah.
Rasulullah
bersabda, "Alaa wa inna fil jasadi mudghah, idza shalahat, shalahat jasadu
kulluh. Wa idza fasadat, fasadal jasadu kulluh. Alaa wa hiyal qalbu.
Sesungguhnya dalam
tubuh manusia ada segumpal darah. Apabila ia baik maka akan baik pula seluruh
tubuhnya, dan apabila ia buruk maka buruk pula seluruh tubuh. Ketahuilah ia itu
adalah hati atau qalbu. (HR. Bukhari dan Muslim)
.
3. Cara Membersihkan Qalbu
Agar hati kita
bersih (qalbun salin) sehingga dapat memancarkan nilai-nilai ilahiyah dengan
baik maka harus selalu dijaga kebersihannya dari kotoran yang menyelimutinya.
Cara menjaga
kebersihan hati atau membersihkan hati yang kotor adalah dengan melakukan 5
amalan, yaitu: (1) puasa, (2) bersedekah, (3) hidup sederhana/zuhud, (4)
mendekati dhuafa, dan (5) senantiasa dzikir.
”Jembatan keledai” lima cara membersihkan hati adalah PSSDD,
yaitu singkatan dari: Puasa, Sedekah, Sederhana, Istighfar, dan Dhuafa.
a.
Puasa
Pada dasarnya puasa
adalah pengendalian diri (self control). Rasulullah bersbda, kendalikanlah
nafsumu dengan berpuasa.
Puasa bukan hanya
menahan diri dari makan dan minum saja, tetapi puasa juga mengendalikan diri
atas ucapan (mulut), pendengaran (telinga), penglihatan (mata), dan
perasaan/pikiran (hati).
Puasa adalah
pengendalian diri terhadap nafsu.
b.
Sedekah
Selain memperoleh
pahala besar, sedekah juga sebagai sarana untuk menyucikan harta, dan
membersihkan kotoran hati.
Karena sedekah
membentuk karakter kasih sayang terhadap sesama.
c.
Hidup Sederhana (Zuhud).
Pola hidup
sederhana dalam Islam disebut zuhud, yaitu prilaku hidup sederhana yang tidak
materialistik.
Zuhud bukanlah
sikap hidup yang menghindari kenikmatan duniawi, tetapi zuhud adalah sikap
untuk membebaskan diri dari pengaruh dan godaan duniawi berbentuk kemewahan
dunia.
Zuhud akan
membebaskan diri dari sifat serakah, sombong dan iri dengki.
Dengan hidup
sederhana maka qalbu akan menjadi semakin bersih.
d.
Mendekati Dhuafa.
Kaum dhuafa adalah
para fakir miskin, yaitu mereka yang sehari-hari mengalami kesulitan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dengan banyak atau
sering mendekati kaum dhuafa akan membuat hati menjadi lembut dan terbebas dari
kesombongan.
Rasulullah
bersabda: ”Duduklah kalian dengan orang-orang miskin, pasti kalian akan
terbebas dari kesombongan, dan menjadi orang besar disisi Allah” (HR.Abu
Mu’aim).
e.
Dzikir.
Dzikir adalah
kegiatan mengingat Allah. Mengingat Allah (berdzikir) bisa dilakukan dengan
lisan, perbuatan atau hati.
Dengan sering
berdzikir, mengingat Allah akan membuat hati menjadi tenang dan bersih.
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar