Kamis, 22 April 2021

Menyikapi Jaman Edan (Tausiyah)

Tentu kita pernah mendengar istilah dalam bahasa Jawa yaitu “Jaman edan”.  Orang sering melontarkan ungkapan, “Jamane jaman edan, yen ora melu edan ora keduman.” Artinya, sekarang ini zaman edan, kalo tidak ikut edan tak bakal kebagian.

Ungkapan itu terkesan membenarkan bahwa orang yang hidup di zaman edan kalau kita ingin eksis maka perlu menyesuaikan dengan situasi yang edan, sebab kalau tidak maka ia bakal tertinggal  dan disingkirkan dari pergaulan.

Contohnya adalah masalah suap menyuap. Di zaman edan, hampir di setiap persoalan selalu diwarnai dengan suap. Ingin persoalannya lancar, cepat, atau mudah … ya harus dengan uang pelicin.  Bahkan ingin menang dalam sengketa, atau ingin lulus dalam ujian/seleksi ,,, ya dengan menyogok atau menyuap. Bila tidak menyogok maka kecil kemungkinan untuk bisa lolos atau berhasil.

Dengan begitu maka suap menyuap sebagai prilaku yang tak terpuji itu dikatakan sebagai hal yang lumrah di zaman edan, sebagai upaya menuju keberhasilan. Naudzubillahi min dzalik.

Syair Rangga Warsita

Istilah jaman edan pertama kali diperkenalkan oleh seorang pujangga Kasunanan Surakarta bernama Raden Ngabehi Rangga Warsita, pada sekitar tahun 1860 Masehi.

Rangga Warsita menulis syair yang saat itu dikenal dengan nama Serat Kalatidha. Kalatidha berarti zaman keraguan atau ketidak pastian.

Bunyi syair Serat Kalatidha sebagai berikut:

- Amenangi  jaman édan (berada pada zaman edan) ; 

- Ewuhaya ing pambudi (serba susah dalam bertindak); 

- Mélu ngédan nora tahan (mau ikut edan tidaklah sampai hati); 

- Yén tan mélu anglakoni boya kéduman (tetapi kalau tidak ikut edan tidak bakal kebagian); 

- Begja-begjaning kang édan (namun seberuntungnya orang yang edan);  

- Luwih begja kang éling klawan waspada (akan lebih beruntung/bahagia orang yang tetap ingat dan waspada).

Musium Leiden Belanda

Syair Kalatidha merupakan sebuah syair yang sangat mashur di jaman itu. Ketenaran syair Serat Kalatidha telah mencapai negeri Belanda.  Di sana petikan dari Serat Kalatidha bait ke-7 dilukis pada tembok di sebuah museum kota Leiden negeri Belanda, dengan tulisan huruf bahasa Jawa Sansekerta.

Jaman Edan - Jayabaya

Jauh beberapa abad sebelum Rangga Warsita, di abad 12 Raja Kediri bernama Prabu Jayabaya juga telah memperingatkan akan adanya “Jaman Edan”.  Jayabaya menyampaikan beberapa wasiat, yang kemudian disampaikan oleh Sunan Kalijaga dalam dakwahnya melalui pertunjukan wayang kulit. 

Jayabaya menyebut jaman edan dengan istilah Kalabendu (zaman kekacauan).  Menurut Jayabaya, zaman kalabendu  terlihat seperti Jaman Kasukan, yaitu zaman yang menyenangkan karena penuh kenikmatan dunia, tetapi sebenarnya zaman itu dirasakan oleh sebagian besar orang lainnya sangat berat.  

Beberapa wasiat Jayabaya:

-    Wong jujur ajur – Wong ala mulya = Orang jujur akan hancur (bernasib sial), sedangkan orang “ala” (rendah moralnya) justru kehidupannya bisa jadi baik (mulya).

-    Wong apik ditampik - wong jahat munggah pangkat  = Orang baik ditolak, sedangkan orang jahat  justru mendapat kedudukan.

-    Wong mulyo dikunjoro - wong lugu kebelenggu = Orang berilmu (mulya) justru dipenjara, dan orang yang jujur kehidupannya terbelenggu.

-    Podho wani nglanggar sumpahe dheweBanyak orang dan pejabat yang tidak segan melanggar sumpahnya sendiri. Mereka mudah mengumbar janji-janji namun tidak ditepati.

-    Podho seneng nyalahke lan Ora ngendahake aturaning Gusti.  = Antar mereka saling menyalahkan, dan tidak lagi taat dan takut terhadap aturan Tuhan.

Peringatan “Jaman Edan” dari Nabi Muhammad

Jauh berabad-abad sebelum Rangga Warsita dan Jayabaya, pada abad ke 6 Rasulullah SAW telah memperingatkan kepada kita umatnya tentang situasi zaman edan. 

Rasulullah bersabda,  “Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakanpengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah yang bicara, yaitu Orang bodoh turut campur dalam urusan masyarakat luas.” (HR. Ibnu Majah) 

Apakah Zaman Edan Itu?

Rangga Warsita menggambarkan zaman edan sebagai situasi sosial yang dirasakan oleh kebanyakan orang sebagai situasi yang tidak menentu, penuh ketidak pastian dan diliputi kecemasan. 

Jaman edan bisa dikatakan jaman yang kebolak balikDi zaman edan, orang pandai (berilmu) belum tentu sukses. Mereka yang sukses adalah orang-orang yang cerdik dan licik. Orang jujur malah disingkirkan, karena dianggap tidak bisa diajak kerjasama dalam konspirasi. 

Pendeknya, jaman edan adalah jaman yang penuh dengan praktik KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Kejujuran dan keadilan dikesampingkan, sebaliknya manipulasi dan kesewenang-wenangan ditampilkan. Masyarakat semakin egois dan apatis, sehingga rasa empati dan kemanusiaan makin terkikie. Etika dan moral sudah ditanggalkan.

Kapan Jaman Edan Terjadi?

Dalam serat Kalabendu, Jayabaya memberikan tanda2 datangnya jaman edan, yaitu sebagai berikut:

Jaman kalabendu iku wiwit yen wis ana, (jaman kehancuran itu dimulai jika),

1. Kreta tanpa jaran (sudah ada kendaraan berjalan tanpa kuda),

2. Tanah jawa kalungan wesi (pulau jawa berkalungan besi),

3. Kali ilang kedunge (sungai hilang batasnya),

4. Pasar ilang kumandange (pasar hilang keramaiannya).

Bagaimana Menyikapi Zaman Edan ?

Ada seorang pegawai di sebuah badan pemerintahan.  Karena idealisme dan kesalehannya, dia datang dan meminta ijin kepada ibundanya untuk mengundurkan diri dari pegawai negeri dengan alasan tak bisa menerima praktik-praktik koruptif di kantornya.

Dengan bijak ibunya mencegahnya. Alasannya, untuk mendapatkan pekerjaan saat sekarang ini tidak mudah. Namun sang anak optimis karena kemampuannya ia bisa memperoleh pekerjaan lain. Dia mempunyai kemampuan di bidang IT dan juga seorang penulis.

Ibunya menyergah, “kalau engkau keluar, maka tidak ada lagi orang yang mengontrol praktik kemungkaran itu. Dan suatu saat nani bila engkau menjadi pimpinan, maka engkau bisa merubahnya dan memberi tauladan”

Kisah itu menjadi inspirasi bagaimana menyikapi jaman edan.

Pertama, bagi mereka yang berada dilingkaran penguasa jaman edan:

1. Eling lan waspadha (nasehat Rangga Warsita: Begja2 ning kang edan, luwih becing kang sing eling lan waspadha). Ingat bahwa itu adalah perbuatan kemungkaran, dan waspada akan ada konsekuensinya.

2. Nabi SAW bersabda “Man ro’a minkum munkaran, fal yughoyyir biyadihi, fa in lam yastathi’ fa bilisanihi, fain lam yastathi’ fa bi qolbihi, fakadzalika adh’aful iman,” ---- Artinya, Siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran maka hendaknya dia merubah dengan tangannya (kemampuannya), kalau tidak mampu maka hendaknya dia merubah dengan lisannya (nasehat), kalau tidak mampu, maka hendaknya dia merubah dengan qolbunya (sikapnya) dan itulah selemah-lemahnya iman.  

3. Sucikan harta dengan zakat dan sedekah. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT mewajibkan zakat sebagai penyucian harta.” (HR Bukhari). Zakat/sedekah 2,5% atau 5% atau 10% dst.

Kedua, bagi mereka yang menjadi korban jaman edan:

1. Sabar. Allah berfirman; “Wasta'iinụ biṣ-ṣabri waṣ-ṣhalaah, wa innahaalakabiiratun illaa 'alal-khaasyi'iin “, Artinya: "Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk."

2. Terus berusaha dan ikhtiyar.

3. Sadari bahwa setiap musibah adalah ujian Allah.

----

 

MENYIKAPI JAMAN EDAN  (Lkp)

Tentu kita pernah mendengar istilah dalam bahasa Jawa yaitu “Jaman edan”.  Orang sering melontarkan ungkapan, “Jamane jaman edan, yen ora melu edan ora keduman.” Artinya, sekarang ini zaman edan, kalo tidak ikut edan tak bakal kebagian.

Ungkapan itu seolah membenarkan bahwa orang yang hidup di zaman edan perlu menyesuaikan dengan situasi yang edan, sebab kalau tidak maka ia bakal tergilas oleh keadaan dan disingkirkan dari pergaulan.

Contohnya adalah masalah suap menyuap. Di zaman edan, hampir di setiap persoalan selalu diwarnai dengan suap. Ingin persoalannya lancar, cepat, atau mudah … ya harus dengan uang pelicin. Bahkan ingin menang dalam sengketa, atau ingin lulus dalam ujian/seleksi ,,, ya dengan menyogok atau menyuap. Bila tidak menyogok maka kecil kemungkinan untuk bisa lolos atau berhasil.

Dengan begitu maka suap menyuap di zaman edan dikatakan sebagai hal yang lumrah sebagai upaya menuju keberhasilan. Naudzubillahi min dzalik.

Syair Rangga Warsita

Istilah jaman edan pertama kali diperkenalkan oleh seorang pujangga Kasunanan Surakarta bernama Raden Ngabehi Rangga Warsita, pada sekitar tahun 1860 Masehi.

Rangga Warsita menulis syair yang saat itu dikenal dengan nama Serat Kalatidha. Serat Kalatidha terdiri dari 12 bait, berisi falsafah atau ajaran hidup Ranggawarsita. “Kala” berarti "zaman" dan “tidha” adalah "ragu". Kalatidha berarti zaman penuh keraguan atau ketidak pastian. Walau demikian banyak yang memberi pengertian “Kalatidha adalah zaman edan” mengambil makna dari bait ke tujuh serat ini, bait yang sangat popular.

Syair Serat Kalatidha (bait ke-7)

Bunyi syair Serat Kalatidha (bait ke-7) adalah sebagai berikut:

- Amenangi  jaman édan (berada pada zaman edan) ; 

- Ewuhaya ing pambudi (serba susah dalam bertindak); 

- Mélu ngédan nora tahan (mau ikut edan tidaklah sampai hati); 

- Yén tan mélu anglakoni boya kéduman (tetapi kalau tidak ikut edan tidak bakal kebagian); 

- Begja-begjaning kang édan (namun seberuntungnya orang yang edan);  

- Luwih begja kang éling klawan waspada (akan lebih beruntung/bahagia orang yang tetap ingat dan waspada).

Musium Leiden Belanda

Syair Kalatidha merupakan sebuah syair yang sangat mashur di jaman itu. Ketenaran syair Serat Kalatidha telah mencapai negeri Belanda.  Di sana petikan dari Serat Kalatidha bait ke-7 dilukis pada tembok di sebuah museum kota Leiden negeri Belanda, dengan tulisan huruf bahasa Jawa Sansekerta.

Apakah Zaman Edan Itu?

Zaman Edan, seperti yang digambarkan oleh Rangga Warsita adalah situasi sosial masyarakat yang dirasakan oleh kebanyakan orang sebagai situasi yang tidak menentu, penuh ketidak pastian dan diliputi kecemasan. 

Jaman edan bisa dikatakan jaman yang kebolak balikDi zaman edan, orang pandai (berilmu) belum tentu sukses. Mereka yang sukses adalah orang-orang yang cerdik dan licik. Orang jujur malah dijauhi koleganya, karena dianggap tidak bisa diajak kerjasama dalam konspirasi dan akhirnya terpinggirkan. 

Di jaman edan, moral tidak dipentingkan lagi. Tidak ada persahabatan dan tidak ada kawan abadi, yang ada adalah kepentingan. Kawan bisa menjadi lawan, dan yang tadinya lawan bisa menjadi kawan asalkan menguntungkan.

Di zaman edan, orang kaya makin kaya, sementara orang miskin semakin sulit untuk memperoleh kehidupan. Untuk mendapatkan pekerjaan atau jabatan orang harus mengeluarkan uang pelicin (menyuap). Maka hanya orang-orang licik dan kayalah yang akhirnya mudah mendapatkan pekerjaan dan jabatan. Sementara orang-orang miskin hidupnya semakin sulit dan terpuruk. 

Pendeknya, jaman edan adalah jaman yang penuh dengan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Kejujuran dan keadilan dikesampingkan, sebaliknya manipulasi dan kesewenang-wenangan ditampilkan. Masyarakat semakin egois dan apatis, sehingga rasa empati dan kemanusiaan makin terkikis. Etika dan moral sudah ditanggalkan.

Jaman Edan Jayabaya

Jauh beberapa abad sebelum Rangga Warsita, di abad 12 Raja Kediri bernama Prabu Jayabaya juga telah memperingatkan akan adanya “Jaman Edan”.  Jayabaya menyampaikan beberapa wasiat, yang kemudian disampaikan oleh Sunan Kalijaga dalam dakwahnya melalui pertunjukan wayang kulit.  

Jayabaya menyebut jaman edan dengan istilah Kalabendu (zaman kekacauan).  Menurut Jayabaya, zaman kalabendu  terlihat seperti Jaman Kasukan, yaitu zaman yang menyenangkan karena penuh kenikmatan dunia, tetapi sebenarnya zaman itu dirasakan oleh sebagian besar orang lainnya sangat berat.  

Zaman kalabendu merupakan zaman kehancuran dan rusaknya tatanan dunia (jaman ajur lan bubrahing donya).

Jayabaya menasehati kita, meski pada zaman itu kondisinya sangat berat, namun kita harus tetap berusaha, serta tetap tabah dan tegar.  Nasehatnya, Jo kepranan ombyak ing jaman (Jangan terbawa dan terbuai oleh arus zaman yang memabokkan). Sebab zaman itu bakal sirna dan diganti dengan zaman kemuliaan yaitu Zaman Ratu Adil.

Beberapa wasiat Jayabaya adalah:

-    Wong jujur ajur – Wong ala mulyamaknanya: orang jujur bernasib sial (ajur), sedangkan orang “ala” (rendah moralnya) justru kehidupannya bisa jadi baik (mulya).

-    Wong apik ditampik - wong jahat munggah pangkat. Maknanya: Orang baik disingkirkan, sedangkan orang jahat  justru mendapat kedudukan.

-    Wong mulyo dikunjoro - wong lugu kebelenggu. Maknanya: Orang berilmu (mulya) justru dipenjara, dan orang yang jujur kehidupannya terbelenggu.

-    Podho wani nglanggar sumpahe dheweBanyak orang dan pejabat yang tidak segan melanggar sumpahnya sendiri. Mereka mudah mengumbar janji-janji namun tidak ditepati.

-    Podho seneng nyalahke.  (Untuk memenuhi ambisi) antar mereka saling menyalahkan. Banyak orang suka mencari-cari kesalahan orang lain, dengan berbagai fitnah dan menebar kebencian.

-    Ora ngendahake aturaning Gusti. Mereka sudah tidak lagi taat dan takut terhadap aturan Tuhan.

 

Peringatan Jaman Edan dari Nabi Muhammad

Jauh berabad-abad sebelum Rangga Warsita dan Jayabaya, pada abad ke 6 Rasulullah SAW telah memperingatkan kepada kita umatnya tentang situasi zaman edan. 

Melalui hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasulullah bersabda,  “Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakanpengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Orang bodoh turut campur dalam urusan masyarakat luas.” (HR. Ibnu Majah)

Menyikapi Zaman Edan

Menyikapi zaman edan, Rangga Warsita menasehati  dengan kalimat “begja-begjaning kang edan  luwih begja kang éling klawan waspada”, sebahagia-bahagianya orang yang edan, masih lebih baik orang yang senantiasa “ingat” dan waspada.

Sementara Jayabaya menasehati dengan kalimat: Jo kepranan ombyak ing jaman (Jangan terbawa dan terbuai oleh arus zaman yang memabokkan). Sebab zaman itu bakal sirna dan diganti dengan Jaman Kamulyan yaitu Zaman Ratu Adil.

Dalam berbagai hadis nabi terkait dengan penyikapan terhadap masalah atau ujian, nabi Muhammad Saw meminta kepada umat Islam untuk melakukan empat hal, yaitu sabar, do’a, ikhtiar (usaha), dan tawakal.  Tawakal adalah berserah diri pada Allah setelah kita berusaha, karena Allah lah yang mengetahui mana yang terbaik bagi kita.

>  QS. Al Baqarah ayat 153:  “Wahai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”

>  QS. Al-Mukmin, ayat 60 : "Berdoalah kepada-Ku, akan Kupenuhi (doamu)"

>  QS. Ar-Ra’ad, ayat 11 : "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah (ikhtiar) apa yang ada pada diri mereka."

>  QS. Ali-Imran, ayat 159 : “Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertwakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal pada-Nya. 

Tanda-tanda Zaman Edan 

Di antara tanda-tanda zaman edan yang termuat dalam Serat Kalatidha sebagai berikut: Pertama, derajat suatu negara demikian merosot karena tidak adanya kewibawaanKedua, rusaknya pelaksanaan undang-undang. Banyak dari masyarakat yang melanggar aturan-aturan, dan dari penguasa sendiri tidak menjalankan aturan yang mereka buat.

Ketiga, tidak adanya sosok yang dijadikan panutan. Para penguasa dan rakyat sama bejatnya. Mereka korupsi, rebutan kekuasaan dan merasa benar sendiri.  Keempat, banyak rakyat yang menderita dan sengsara. Kelaparan dan kemiskinan merajalela. Kehidupan amat hina dan suram. Tanda-tanda kehidupan masa depan yang samar dan tak ada kepastian. 

Kelima, Di mana-mana banyak terjadi bencana, musibah, dan malapetaka yang silih berganti dan bertubi-tubi. Hal itu baik dari murkanya alam atau kelalaian manusia yang rakus dan angkara. Keenam, banyak kabar bohong, kabar angin dan tipu muslihat, hanya untuk kepentingan pribadi.

Ketujuh, banyak aparatur negara yang menanam benih kesalahan, keteledoran, dan tidak hati-hati, dan hal itu menyebabkan perkara hukum. Kedelapan, orang pandai belum tentu sukses, dan orang bodoh belum tentu sengsara (yang penting adalah berani). Yang sukses adalah orang yang cerdik dan licik, sedangkan orang jujur meski pekerja keras hidupnya sengsara.

Kesembilan, banyak terjadi peristiwa aneh, ajaib dan tidak masuk akal. Banyak orang stres dan putus asa, atau tidak bernalar sehingga sulit untuk bertindak. Kemudian hal itu menjadikan masyarakat menjadi edan dan tidak waras. Rumah sakit jiwa dipenuhi dengan pasien dengan gangguan jiwa.

Dampak Zaman Edan

Akibat dari situasi zaman edan, orang kaya makin kaya sementara orang miskin semakin sulit untuk memperoleh kehidupan yang layak. Untuk mendapatkan pekerjaan atau jabatan orang harus mengeluarkan uang pelicin (menyuap). Maka tak heran bila hanya orang-orang kayalah yang akhirnya mudah mendapatkan pekerjaan dan jabatan. Sementara orang-orang miskin hidupnya semakin sulit dan terpinggirkan.

Inikah Zaman Edan?

Saat sekarang ini kita saksikan bersama situasi bangsa kita, banyak pejabat melanggar sumpahnya sendiri, mereka mudah mengumbar janji namun tidak ditepati. Banyak orang suka menebar fitnah dan kebencian. Orang jujur terpinggirkan, orang berilmu (kritis) dipenjara.  Korupsi terus terjadi dimana-mana, keserakahan telah menutupi hati nuraninya.  Empati dan kepedulian sudah luntur dari qalbunya.  Mereka sudah tidak lagi taat dan takut terhadap aturan Tuhan.  Inikah jaman edan?.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar