Tentu kita pernah mendengar istilah dalam bahasa
Jawa yaitu “Jaman edan”. Orang sering
melontarkan ungkapan, “Jamane jaman edan, yen ora melu edan ora keduman.” Artinya,
sekarang ini zaman edan, kalo tidak ikut edan tak bakal kebagian.
Ungkapan itu terkesan membenarkan bahwa orang
yang hidup di zaman edan kalau kita ingin eksis maka perlu menyesuaikan dengan situasi yang edan, sebab
kalau tidak maka ia bakal
tertinggal dan disingkirkan dari pergaulan.
Contohnya adalah masalah suap menyuap. Di zaman edan, hampir di setiap persoalan selalu diwarnai dengan suap. Ingin persoalannya lancar, cepat, atau mudah … ya harus dengan uang pelicin. Bahkan ingin menang dalam sengketa, atau ingin lulus dalam ujian/seleksi ,,, ya dengan menyogok atau menyuap. Bila tidak menyogok maka kecil kemungkinan untuk bisa lolos atau berhasil.
Dengan begitu maka suap menyuap sebagai prilaku yang tak terpuji itu dikatakan sebagai hal yang lumrah di zaman edan, sebagai upaya menuju keberhasilan. Naudzubillahi min dzalik.
Syair Rangga
Warsita
Istilah jaman
edan pertama kali diperkenalkan oleh seorang pujangga Kasunanan
Surakarta bernama Raden Ngabehi Rangga Warsita, pada
sekitar tahun 1860 Masehi.
Rangga Warsita
menulis syair yang saat itu dikenal dengan nama Serat Kalatidha. Kalatidha
berarti zaman keraguan atau ketidak pastian.
Bunyi syair Serat Kalatidha sebagai
berikut:
- Amenangi jaman édan (berada
pada zaman edan) ;
- Ewuhaya ing pambudi (serba susah dalam
bertindak);
- Mélu ngédan nora tahan (mau ikut edan tidaklah
sampai hati);
- Yén tan mélu anglakoni boya kéduman (tetapi kalau tidak ikut edan tidak bakal kebagian);
- Begja-begjaning kang édan (namun
seberuntungnya orang yang edan);
- Luwih begja kang éling klawan waspada (akan lebih beruntung/bahagia orang yang tetap ingat dan waspada).
Musium Leiden Belanda
Syair Kalatidha merupakan
sebuah syair yang sangat mashur di jaman itu. Ketenaran syair Serat Kalatidha telah
mencapai negeri Belanda. Di sana petikan dari Serat
Kalatidha bait ke-7 dilukis pada tembok di sebuah
museum kota
Leiden negeri Belanda, dengan tulisan huruf bahasa Jawa Sansekerta.
Jaman Edan - Jayabaya
Jauh beberapa
abad sebelum Rangga Warsita, di abad 12 Raja Kediri bernama Prabu Jayabaya juga telah memperingatkan
akan adanya “Jaman Edan”. Jayabaya menyampaikan
beberapa wasiat, yang kemudian disampaikan oleh Sunan Kalijaga dalam dakwahnya melalui pertunjukan wayang kulit.
Jayabaya
menyebut jaman edan dengan istilah Kalabendu (zaman kekacauan). Menurut
Jayabaya, zaman kalabendu terlihat seperti Jaman Kasukan, yaitu zaman
yang menyenangkan karena penuh kenikmatan dunia, tetapi sebenarnya zaman itu
dirasakan oleh sebagian besar orang lainnya sangat berat.
Beberapa wasiat Jayabaya:
- Wong jujur ajur – Wong ala mulya = Orang jujur akan hancur (bernasib sial), sedangkan orang “ala” (rendah moralnya) justru kehidupannya bisa jadi baik (mulya).
- Wong apik ditampik - wong jahat munggah pangkat = Orang baik ditolak, sedangkan orang
jahat justru mendapat kedudukan.
- Wong mulyo dikunjoro - wong lugu kebelenggu = Orang
berilmu (mulya) justru dipenjara, dan orang yang jujur kehidupannya
terbelenggu.
- Podho wani nglanggar sumpahe dhewe. Banyak orang
dan pejabat yang tidak segan melanggar sumpahnya sendiri. Mereka mudah mengumbar
janji-janji namun tidak ditepati.
- Podho seneng nyalahke lan Ora ngendahake aturaning Gusti. = Antar mereka saling menyalahkan, dan tidak lagi taat dan takut terhadap aturan Tuhan.
Peringatan “Jaman Edan” dari Nabi Muhammad
Jauh berabad-abad sebelum Rangga Warsita dan Jayabaya,
pada abad
ke 6 Rasulullah SAW telah memperingatkan kepada kita umatnya tentang
situasi zaman edan.
Rasulullah bersabda, “Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah yang bicara, yaitu Orang bodoh turut campur dalam urusan masyarakat luas.” (HR. Ibnu Majah)
Apakah Zaman
Edan Itu?
Rangga Warsita menggambarkan zaman edan sebagai situasi
sosial yang dirasakan oleh kebanyakan orang sebagai situasi yang tidak menentu,
penuh ketidak pastian dan diliputi kecemasan.
Jaman edan bisa dikatakan jaman yang kebolak balik. Di zaman edan, orang pandai (berilmu) belum tentu sukses. Mereka yang sukses adalah orang-orang yang cerdik dan licik. Orang jujur malah disingkirkan, karena dianggap tidak bisa diajak kerjasama dalam konspirasi.
Pendeknya, jaman edan adalah jaman yang penuh dengan praktik KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Kejujuran dan keadilan dikesampingkan, sebaliknya manipulasi dan kesewenang-wenangan ditampilkan. Masyarakat semakin egois dan apatis, sehingga rasa empati dan kemanusiaan makin terkikie. Etika dan moral sudah ditanggalkan.
Kapan Jaman
Edan Terjadi?
Dalam serat
Kalabendu, Jayabaya memberikan tanda2 datangnya jaman edan, yaitu sebagai
berikut:
Jaman kalabendu iku wiwit yen wis ana, (jaman kehancuran itu dimulai jika),
1. Kreta tanpa jaran (sudah ada
kendaraan berjalan tanpa kuda),
2. Tanah jawa kalungan wesi (pulau
jawa berkalungan besi),
3. Kali ilang kedunge (sungai
hilang batasnya),
4. Pasar ilang kumandange (pasar
hilang keramaiannya).
Bagaimana Menyikapi Zaman Edan ?
Ada seorang pegawai di sebuah badan pemerintahan. Karena idealisme dan kesalehannya, dia datang dan meminta ijin kepada ibundanya untuk mengundurkan diri dari pegawai negeri dengan alasan tak bisa menerima praktik-praktik koruptif di kantornya.
Dengan bijak ibunya mencegahnya. Alasannya, untuk
mendapatkan pekerjaan saat sekarang ini tidak mudah. Namun sang anak optimis karena
kemampuannya ia bisa memperoleh pekerjaan lain. Dia mempunyai kemampuan di
bidang IT dan juga seorang penulis.
Ibunya menyergah, “kalau engkau keluar, maka tidak
ada lagi orang yang mengontrol praktik kemungkaran itu. Dan suatu saat nani bila
engkau menjadi pimpinan, maka engkau bisa merubahnya dan memberi tauladan”
Kisah itu menjadi inspirasi bagaimana menyikapi jaman edan.
Pertama, bagi mereka yang berada dilingkaran
penguasa jaman edan:
1. Eling lan waspadha (nasehat Rangga Warsita: Begja2
ning kang edan, luwih becing kang sing eling lan waspadha). Ingat bahwa itu
adalah perbuatan kemungkaran, dan waspada akan ada konsekuensinya.
2. Nabi SAW bersabda “Man
ro’a minkum munkaran, fal yughoyyir biyadihi, fa in lam yastathi’ fa
bilisanihi, fain lam yastathi’ fa bi qolbihi, fakadzalika adh’aful iman,” ---- Artinya, Siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran maka
hendaknya dia merubah dengan tangannya (kemampuannya), kalau tidak mampu
maka hendaknya dia merubah dengan lisannya (nasehat), kalau tidak mampu,
maka hendaknya dia merubah dengan qolbunya (sikapnya) dan itulah
selemah-lemahnya iman.
3. Sucikan harta dengan zakat dan sedekah. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya
Allah SWT mewajibkan zakat sebagai penyucian harta.” (HR Bukhari). Zakat/sedekah
2,5% atau 5% atau 10% dst.
Kedua, bagi mereka yang menjadi korban
jaman edan:
1. Sabar. Allah berfirman; “Wasta'iinụ
biṣ-ṣabri waṣ-ṣhalaah, wa innahaalakabiiratun illaa 'alal-khaasyi'iin “, Artinya: "Jadikanlah sabar
dan sholat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi
orang-orang yang khusyuk."
2. Terus berusaha dan ikhtiyar.
3. Sadari bahwa setiap musibah adalah ujian
Allah.
----
MENYIKAPI JAMAN EDAN (Lkp)
Tentu kita pernah mendengar istilah dalam bahasa Jawa
yaitu “Jaman edan”. Orang sering
melontarkan ungkapan, “Jamane jaman edan, yen ora melu edan ora keduman.”
Artinya, sekarang ini zaman edan, kalo tidak ikut edan tak bakal kebagian.
Ungkapan itu seolah membenarkan bahwa orang
yang hidup di zaman edan perlu menyesuaikan dengan situasi yang edan, sebab
kalau tidak maka ia bakal
tergilas oleh keadaan dan disingkirkan dari pergaulan.
Contohnya adalah masalah suap menyuap. Di zaman
edan, hampir di setiap persoalan selalu diwarnai dengan suap. Ingin persoalannya
lancar, cepat, atau mudah … ya harus dengan uang pelicin. Bahkan ingin menang dalam
sengketa, atau ingin lulus dalam ujian/seleksi ,,, ya dengan menyogok atau
menyuap. Bila tidak menyogok maka kecil kemungkinan untuk bisa lolos atau
berhasil.
Dengan begitu maka suap menyuap di zaman edan dikatakan
sebagai
hal yang lumrah sebagai upaya menuju keberhasilan. Naudzubillahi min dzalik.
Syair Rangga
Warsita
Istilah jaman
edan pertama kali diperkenalkan oleh seorang pujangga Kasunanan Surakarta bernama
Raden
Ngabehi Rangga Warsita, pada sekitar tahun 1860 Masehi.
Rangga
Warsita menulis syair yang saat itu dikenal dengan nama Serat Kalatidha. Serat
Kalatidha terdiri dari 12 bait, berisi falsafah atau ajaran hidup
Ranggawarsita. “Kala” berarti "zaman" dan “tidha” adalah "ragu". Kalatidha berarti zaman
penuh keraguan atau ketidak pastian. Walau demikian banyak yang
memberi pengertian “Kalatidha adalah zaman edan” mengambil makna dari bait ke
tujuh serat ini, bait yang sangat popular.
Syair Serat
Kalatidha (bait ke-7)
Bunyi syair Serat Kalatidha (bait ke-7) adalah sebagai
berikut:
- Amenangi jaman édan (berada
pada zaman edan) ;
- Ewuhaya ing pambudi (serba susah dalam
bertindak);
- Mélu ngédan nora tahan (mau ikut edan tidaklah
sampai hati);
- Yén tan mélu anglakoni boya kéduman (tetapi kalau tidak ikut edan tidak bakal kebagian);
- Begja-begjaning kang édan (namun
seberuntungnya orang yang edan);
- Luwih begja kang éling klawan waspada (akan lebih beruntung/bahagia orang yang tetap ingat dan waspada).
Musium Leiden Belanda
Syair Kalatidha merupakan
sebuah syair yang sangat mashur di jaman itu. Ketenaran syair Serat Kalatidha telah
mencapai negeri Belanda. Di sana petikan dari Serat
Kalatidha bait ke-7 dilukis pada tembok di sebuah
museum kota
Leiden negeri Belanda, dengan tulisan huruf bahasa Jawa Sansekerta.
Apakah Zaman
Edan Itu?
Zaman Edan, seperti
yang digambarkan oleh Rangga Warsita adalah situasi sosial masyarakat yang
dirasakan oleh kebanyakan orang sebagai situasi yang tidak menentu, penuh
ketidak pastian dan diliputi kecemasan.
Jaman edan bisa dikatakan jaman yang kebolak balik. Di zaman edan, orang pandai (berilmu) belum tentu sukses. Mereka yang sukses adalah orang-orang yang cerdik dan licik. Orang jujur malah dijauhi koleganya, karena dianggap tidak bisa diajak kerjasama dalam konspirasi dan akhirnya terpinggirkan.
Di jaman edan, moral tidak dipentingkan lagi. Tidak ada
persahabatan dan tidak
ada kawan abadi, yang ada adalah kepentingan. Kawan bisa menjadi
lawan, dan yang tadinya lawan bisa menjadi kawan asalkan menguntungkan.
Di zaman edan, orang kaya makin kaya, sementara orang miskin semakin sulit untuk memperoleh kehidupan. Untuk mendapatkan pekerjaan atau jabatan orang harus mengeluarkan uang pelicin (menyuap). Maka hanya orang-orang licik dan kayalah yang akhirnya mudah mendapatkan pekerjaan dan jabatan. Sementara orang-orang miskin hidupnya semakin sulit dan terpuruk.
Pendeknya,
jaman edan adalah jaman yang penuh dengan praktik korupsi, kolusi
dan nepotisme. Kejujuran dan keadilan dikesampingkan, sebaliknya manipulasi dan
kesewenang-wenangan ditampilkan. Masyarakat semakin egois dan apatis, sehingga rasa empati dan kemanusiaan makin
terkikis. Etika dan moral sudah ditanggalkan.
Jaman Edan Jayabaya
Jauh beberapa
abad sebelum Rangga Warsita, di abad 12 Raja Kediri
bernama Prabu
Jayabaya juga telah memperingatkan akan adanya “Jaman Edan”. Jayabaya menyampaikan beberapa wasiat, yang
kemudian disampaikan oleh Sunan Kalijaga dalam
dakwahnya melalui pertunjukan wayang kulit.
Jayabaya menyebut jaman edan dengan istilah Kalabendu (zaman kekacauan). Menurut Jayabaya, zaman kalabendu terlihat seperti Jaman Kasukan, yaitu zaman yang menyenangkan karena penuh kenikmatan dunia, tetapi sebenarnya zaman itu dirasakan oleh sebagian besar orang lainnya sangat berat.
Zaman kalabendu merupakan zaman kehancuran dan rusaknya tatanan dunia (jaman ajur lan bubrahing donya).
Jayabaya
menasehati kita, meski pada zaman itu kondisinya sangat berat, namun kita harus tetap
berusaha, serta tetap tabah dan tegar. Nasehatnya, Jo kepranan
ombyak ing jaman (Jangan terbawa dan terbuai oleh arus zaman yang
memabokkan). Sebab zaman itu bakal sirna dan diganti dengan zaman
kemuliaan yaitu Zaman Ratu Adil.
Beberapa wasiat Jayabaya adalah:
- Wong jujur ajur –
Wong ala mulya, maknanya: orang jujur bernasib sial (ajur), sedangkan
orang “ala” (rendah moralnya) justru kehidupannya bisa jadi baik (mulya).
- Wong apik ditampik - wong jahat munggah pangkat. Maknanya: Orang
baik disingkirkan, sedangkan orang jahat justru mendapat kedudukan.
- Wong mulyo dikunjoro - wong lugu kebelenggu. Maknanya: Orang
berilmu (mulya) justru dipenjara, dan orang yang jujur kehidupannya
terbelenggu.
- Podho wani nglanggar sumpahe dhewe. Banyak orang
dan pejabat yang tidak segan melanggar sumpahnya sendiri. Mereka mudah
mengumbar janji-janji namun tidak ditepati.
- Podho seneng nyalahke. (Untuk
memenuhi ambisi) antar mereka saling menyalahkan. Banyak orang suka
mencari-cari kesalahan orang lain, dengan berbagai fitnah dan menebar
kebencian.
- Ora ngendahake aturaning Gusti. Mereka sudah
tidak lagi taat dan takut terhadap aturan Tuhan.
Peringatan Jaman Edan dari Nabi Muhammad
Jauh berabad-abad sebelum Rangga Warsita dan Jayabaya, pada abad ke 6 Rasulullah SAW telah
memperingatkan kepada kita umatnya tentang situasi zaman edan.
Melalui hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasulullah
bersabda, “Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh
dengan penipuan. Ketika itu pendusta
dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah
didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan
orang yang amanah justru dianggap sebagai
pengkhianat. Pada saat itu Orang bodoh turut campur dalam urusan masyarakat
luas.”
Menyikapi Zaman Edan
Menyikapi zaman edan, Rangga Warsita
menasehati dengan kalimat “begja-begjaning kang edan luwih
begja kang éling klawan waspada”, sebahagia-bahagianya
orang yang edan, masih lebih baik orang yang senantiasa “ingat” dan waspada.
Sementara Jayabaya menasehati dengan
kalimat: Jo
kepranan ombyak ing jaman (Jangan terbawa dan terbuai oleh arus zaman yang
memabokkan). Sebab zaman itu bakal sirna dan diganti dengan
Jaman Kamulyan yaitu Zaman Ratu Adil.
Dalam berbagai hadis nabi terkait dengan penyikapan
terhadap masalah atau ujian, nabi Muhammad Saw meminta kepada umat Islam untuk
melakukan empat hal, yaitu sabar, do’a, ikhtiar (usaha), dan tawakal. Tawakal adalah berserah diri pada Allah setelah kita
berusaha, karena Allah lah yang mengetahui mana yang terbaik bagi kita.
> QS. Al Baqarah
ayat 153: “Wahai orang-orang
yang beriman jadikanlah sabar dan sholat
sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang sabar.”
> QS. Al-Mukmin, ayat 60 : "Berdoalah kepada-Ku, akan Kupenuhi (doamu)"
> QS. Ar-Ra’ad, ayat 11 : "Sesungguhnya
Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah
(ikhtiar) apa yang ada pada diri
mereka."
> QS. Ali-Imran, ayat 159 : “Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertwakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal pada-Nya.”
Tanda-tanda Zaman Edan
Di antara tanda-tanda zaman edan yang
termuat dalam Serat Kalatidha sebagai berikut: Pertama, derajat
suatu negara demikian merosot karena tidak adanya kewibawaan. Kedua, rusaknya
pelaksanaan undang-undang. Banyak dari masyarakat yang melanggar
aturan-aturan, dan dari penguasa sendiri tidak menjalankan aturan yang mereka
buat.
Ketiga, tidak adanya sosok yang dijadikan panutan. Para
penguasa dan rakyat sama bejatnya. Mereka korupsi, rebutan kekuasaan dan merasa
benar sendiri. Keempat, banyak rakyat yang
menderita dan sengsara. Kelaparan dan kemiskinan merajalela. Kehidupan
amat hina dan suram. Tanda-tanda kehidupan masa depan yang samar dan tak ada
kepastian.
Kelima, Di mana-mana banyak terjadi
bencana, musibah, dan malapetaka yang silih berganti dan bertubi-tubi. Hal itu
baik dari murkanya alam atau kelalaian manusia yang rakus dan angkara. Keenam, banyak kabar
bohong, kabar angin dan tipu muslihat, hanya untuk kepentingan pribadi.
Ketujuh, banyak aparatur negara
yang menanam benih kesalahan, keteledoran, dan tidak hati-hati, dan hal itu
menyebabkan perkara hukum. Kedelapan, orang pandai
belum tentu sukses, dan orang bodoh belum tentu sengsara (yang
penting adalah berani). Yang sukses adalah orang yang cerdik dan licik,
sedangkan orang jujur meski pekerja keras hidupnya sengsara.
Kesembilan, banyak terjadi peristiwa aneh, ajaib dan
tidak masuk akal. Banyak orang stres dan putus asa, atau tidak
bernalar sehingga sulit untuk bertindak. Kemudian hal itu menjadikan masyarakat
menjadi edan dan tidak waras. Rumah sakit jiwa dipenuhi dengan
pasien dengan gangguan jiwa.
Dampak Zaman Edan
Akibat dari situasi zaman edan, orang kaya makin kaya sementara
orang miskin semakin sulit untuk memperoleh kehidupan yang layak. Untuk
mendapatkan pekerjaan atau jabatan orang harus mengeluarkan uang pelicin
(menyuap). Maka tak heran bila hanya orang-orang kayalah yang akhirnya mudah
mendapatkan pekerjaan dan jabatan. Sementara orang-orang miskin hidupnya
semakin sulit dan terpinggirkan.
Inikah Zaman Edan?
Saat sekarang ini kita saksikan bersama situasi bangsa kita, banyak pejabat melanggar sumpahnya sendiri, mereka mudah mengumbar janji namun tidak ditepati. Banyak orang suka menebar fitnah dan kebencian. Orang jujur terpinggirkan, orang berilmu (kritis) dipenjara. Korupsi terus terjadi dimana-mana, keserakahan telah menutupi hati nuraninya. Empati dan kepedulian sudah luntur dari qalbunya. Mereka sudah tidak lagi taat dan takut terhadap aturan Tuhan. Inikah jaman edan?.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar