Hidup adalah sederhana, sangat sederhana. Hidup sama sekali bukan soal persaingan, tapi hidup itu berbicara masalah ketaatan. Berebut pasar, sikap saling eksploitasi demi kepentingan-kepentingan tertentu, hingga berfikir bahwa hidup itu
persaingan adalah sesuatu yang lahir dari kemampuan imajinasi dan dorongan
nafsu sebagai fitrah yang mengiringi setiap diri manusia tersebut, dan bukan
lahir dari ajaran tuhan.
Tuhan menciptakan manusia adalah untuk menyembah kepada-Nya. Menyembah tidak selalu diartikan sujud, sebagaimana sujud dalam salat yang dilakukan oleh seorang muslim. Namun, menyembah memiliki arti yang lebih luas lagi.
Rasa ikhlas, bekerja dengan benar dan selalu berfikiran damai dengan mengenyampingkan rasa ambisius terhadap duniawi merupakan suatu bentuk menyembah terhadap tuhan. Pada dasarnya, hidup itu hanyalah dua kegiatan, yakni kegiatan dipilih dan memilih, tidak ada kegiatan lain yang dilakukan manusia kecuali dua hal tersebut.
Jika manusia cenderung
tidak dipilih, maka manusia haruslah berusaha memilih dengan membuat jarak
antara dirinya dengan rasa takut. Memilih adalah tindakan yang harus diimbangi
dengan komitmen dan optimisme tinggi. Biasanya, orang yang tidak dipilih dan
harus memilih adalah mereka yang memiliki kelas kehidupan yang
biasa dar segi apapun.
Kemudian, manusia yang cenderung dipilih adalah mereka yang berada di kelas kehidupan sedikit lebih tinggi dibandingkan mereka yang masih harus memilih. Karena mereka yang dippilih adalah mereka yang sudah dipercaya dan mereka yang memilih adalah mereka yang belum dtaruh kepercayaan.
Namun,
kegiatan memilih dan dipilih tadak harus menimbulkan persaingan, yang ada hanya
menimbulkan sikap saling memperbaikii diri. Dalam hidup, tidak ada yang
ketinggalan jaman, karena semua disesuaikan dengan karakter masing-masing.
Kemajuan teknologi bukanlah kebutuhan, namun sebagai alat penghipnotis,
sehingga seolah-olah kemajuan teknologi adalah kebutuhan semua manusia.
***
HIDUP ADALAH PERJALANAN BUKAN PERLOMBAAN (DK)
Hidup adalah perjalanan bukan perlombaan, karena tidak ada pemenang atau pecundang.
Setiap diri kita saat ini sedang berjalan menuju satu titik yang sama, yaitu kematian. Semua pasti akan sampai ke sana, namun dengan kecepatan dan cara yang tidak sama.
Kematian adalah pintu gerbang memasuki alam kehidupan baru yang abadi.
Dalam kehidupan baru itu kita harus berbekal, tanpanya kita akan tersiksa. Satu-satunya bekal yang bisa dibawa memasuki pintu gerbang kematian hanyalah amal kebajikan. Bukan deposito, emas permata atau sejenisnya.
*** Al Ghazali,
filsuf & teolog asal Persia
Hidup adalah perjalanan. Perjalanan dari mana dan menuju ke mana?
Dalam ungkapan falsafah Jawa terdapat sebuah konsep yang mendalam dan sarat makna, yaitu, “Sangkan paraning dumadi.” terjemahan bebasnya adalah; kita berasal darimana, dan akan pergi ke mana. Adalah ajaran falsafah Jawa yang mengingatkan manusia tentang asal muasal dan tujuan akhir kehidupan.
Bahwa manusia dan seluruh alam semesta berasal dari Sang Hyang Widhi, Tuhan pencipta alam semesta, yaitu suatu dzat yang tidak bisa digambarkan atau diserupakan dengan apapun, "Tan Kena Kinaya Ngapa."
Dan kelak pada akhirnya seluruh alam semesta, termasuk manusia akan kembali kepada-Nya, Sang Hyang Widhi.
Falsafah ini menjadi dasar dan sumber bagi falsafah turunan lainnya, untuk manusia dalam menjalani dan menyikapi kehidupan di dunia.
***
Manusia terdiri dari dua unsur, yaitu jasad dan ruh. Apabila manusia mati, kemana ia akan pergi?
Apabila manusia mati maka jasadnya akan kembali
ke unsur asalnya, yaitu: yang berasal dari unsur tanah akan kembali menjadi tanah, yang
berasal dari unsur air akan kembali menjadi air, yang berasal dari unsur udara akan menguap menjadi udara, dan yang berasal dari unsur api (panas) akan kembali menjadi panas.
Sedangkan
ruh, yang bersifat ghaib akan kembali ke asalnya juga, yaitu Sang Hyang Widhi.
Bila ruh berasal dari yang suci, maka ia harus kembali dalam keadaan suci
pula. Bila kotor maka ia harus dibersihkan dulu.
Apabila ruh manusia kembali ke Hadirat Tuhan, maka satu-satunya bekal yang bisa dibawa adalah amal kebajikan, sementara harta kekayaan, pangkat dan kedudukan ditinggalkan begitu saja di dunia. Amal kebajikan ini yang membuat perjalanan akhirat menjadi indah dan membahagiakan.
Kebajikan terbagi menjadi tiga aspek, yaitu: Kebajikan dengan Tuhan melalui sembahyang. Kebajikan dengan diri sendiri melalui tirakat, dan kebajikan dengan sesama mahluk hidup melalui sedekah atau kasih sayang.
***
Hakikat dari diri manusia sesungguhnya adalah ruh. Ruh manusia hidup dalam 4 fase, yaitu: alam ruh; alam dunia; alam barzah; dan alam akhirat.
1. Fase pertama, alam
ruh merupakan awal mula penciptaan ruh manusia. Pada fase ini ruh manusia belum mempunyai jiwa, sehingga ia belum bisa berfikir,
belum bisa merasakan sedih atau gembira, belum punya nafsu atau keinginan, dan
sebagainya. Ruh hidup tanpa akal, nafsu dan kalbu.
2. Fase kedua, alam dunia. Pada fase ini ruh diberi jasad dan diberi jiwa, yaitu akal, nafsu dan kalbu atau perasaan. Pada fase inilah kita saat ini berada, dengan berbagai macam rasa, yaitu: suka duka, sedih gembira, puas kecewa, marah cinta, dan sebagainya.
3. Fase ketiga, alam
barzah/kubur. Pada fase ini ruh manusia dipisahkan dari jasadnya (kematian), kemudian
ia bersama jiwa hidup dalam penantian menunggu hari kiamat yaitu hari akhir
kehidupan dunia. Di fase ini ruh merasakan kesedihan atau kegembiraan,
penyesalan atau kepuasan, dan sebagainya.
4. Fase keempat, alam
akhirat.
***
Kita bicarakan kehidupan
ruh di dunia. Bahwa tujuan hidup manusia adalah memperoleh kebahagiaan, yaitu kondisi
kehidupan yang tenang, tenteram dan damai.
Untuk memperoleh
kondisi kehidupan yang tenang, tenteram dan damai maka Kejawen mengajarkan
untuk menyatukan jiwa manusia dengan "kehendak" Sang Maha Pencipta.
Konsep ini dikenal dengan "Manunggaling Kawula Gusti"
Kehendak Tuhan dalam konsep "Manunggaling Kawula Gusti" adalah nilai-nilai luhur ilahiyah, antara lain adalah: jujur, adil, tanggung-jawab, ikhlas, toleran, cinta, dan peduli.
Laku Ajaran Kejawen
Untuk mencapai atau mendekati nilai-nilai luhur
ilahiyah "Manunggaling Kawula Gusti" maka Kejawen mengajarkan tiga laku utama, yaitu sembahyang, tirakat, dan sedekah.
- Sembahyang adalah
hubungan vertikal dengan Tuhan untuk memperoleh jiwa spiritual yang suci.
- Tirakat adalah latihan
mental untuk memperoleh jiwa yang bersih.
- Sedekah adalah
hubungan kasih sayang horizontal dengan sesama mahluk ciptaan Tuhan.
***
Sembilan falsafah jawa
sebagai turunan dari Sangkan paraning dumadi adalah:
1. Memayu Hayuning Bawana,
Ambrasta dur Hangkara
2. Ngunduh
Wohing Pakarti
3. Urip Iku Urup
4. Ajining
raga saka ing busana…
5. Lembah
Manah lan Andhap Asor (tawadhu')
6. Sugih
Tanpa Bandha, Sekti Tanpa Aji-Aji
7. Becik
ketitik - Ala ketara
8. Mulat
Sarira Hangrasa Wani
9. Datan
Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan
***