Selasa, 30 Januari 2024

Allah Menutup Aib Kita

Dikisahkan bahwa pada zaman Nabi Musa ‘alaihis salam, Bani Israil ditimpa musim kemarau yang berkepanjangan. Mereka pun berkumpul mendatangi Nabi Musa.

“Wahai Musa, berdoalah kepada Rabbmu agar Dia menurunkan hujan kepada kami!” Maka berangkatlah Nabi Musa ‘alaihissalam bersama kaumnya menuju padang pasir yang luas bersama lebih dari 70 ribu orang. Mulailah mereka berdoa dengan kondisi yang lusuh penuh debu, haus dan lapar.
Musa berdoa, “Wahai Tuhan kami turunkanlah hujan kepada kami, tebarkanlah rahmat-Mu, kasihilah anak-anak dan orang-orang yang mengandung, hewan-hewan dan orang-orang tua yang rukuk dan sujud.”
Namun sungguh aneh, tetap saja langit terang benderang, matahari justru bersinar makin kemilau. Kemudian Musa berdoa lagi, “Wahai Tuhanku berilah kami hujan!”
Allah pun berfirman kepada Musa, “Bagaimana Aku akan menurunkan hujan kepada kalian sedangkan di antara kalian ada seorang hamba yang bermaksiat sejak 40 tahun yang lalu. Keluarkanlah ia di depan manusia agar dia berdiri di depan kalian semua. Karena dialah, Aku tidak menurunkan hujan untuk kalian!”
Maka Musa pun berteriak di tengah-tengah kaumnya, “Wahai hamba yang bermaksiat kepada Allah selama 40 tahun, keluarlah ke hadapan kami, karena engkaulah hujan tak kunjung turun.”
Seorang pria melirik ke kanan dan kiri, melihat tak seorang pun yang keluar di hadapan manusia, saat itu pula ia sadar kalau dirinyalah yang dimaksud sebagai hamba yang telah bermaksiat selama 40 tahun tersebut. Ia pun merasa malu, takut, dan gelisah.
Ia berkata dalam hatinya, “Kalau aku keluar ke depan manusia, maka akan terbuka rahasiaku. Kalau aku tidak berterus terang, maka hujan pun tak akan turun.”
Maka pria itu menundukkan kepalanya karena malu dan menyesal, air matanya pun menetes, ia berdoa kepada Allah, “Ya Allah, Aku telah bermaksiat kepadamu selama 40 tahun, selama itu pula Engkau menutupi aibku. Sungguh sekarang aku bertobat kepada-Mu, maka terimalah taubatku!” isaknya dalam hati yang penuh pengharapan.
Tak lama kemudian awan-awan tebal pun bergumpal di atas langit, semakin tebal menghitam lalu turunlah hujan.
Nabi Musa keheranan dan berkata, “Ya Allah, Engkau telah turunkan hujan kepada kami, padahal tak seorang pun yang keluar di depan manusia.
Allah berfirman, “Aku menurunkan hujan disebabkan seorang hamba yang karenanya hujan tak kunjung turun telah bertaubat atas dosa-dosanya.”
Musa berkata, “Ya Allah, Tunjukkan padaku hamba yang telah bertaubat itu.”
Allah berfirman, “Wahai Musa, Aku tidak membuka aibnya padahal ia bermaksiat kepada-Ku selama 40 tahun, apakah Aku membuka akan aibnya sedangkan ia telah bertaubat kepada-Ku?!”
Maasya Allah… Sungguh luar biasa cara Allah menutupi aib hambaNya. Demikian pula Allah selalu merahasiakan aib kita sehingga orang-orang yang berada di sekitar hanya mengetahui hal-hal baik tentang kita dan tak mengetahui maksiat yang sembunyi-sembunyi kita perbuat.
Sahabat, inginkah aib kita terus-menerus dirahasiakan oleh Allah bahkan hingga di akhirat kelak? Ada satu cara yang sudah pasti manjur. Yakni tutupilah aib sesama muslim!
“Barang siapa yang menutupi aib saudaranya muslim, Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat, dan barang siapa mengumbar aib saudaranya muslim, maka Allah akan mengumbar aibnya hingga terbukalah kejelekannya walau ia di dalam rumahnya.” (H.R. Ibnu Majah)
Misalnya kita melihat saudara kita melakukan suatu maksiat, alih-alih membongkarnya kepada orang lain, cobalah untuk merahasiakannya dan cukuplah dengan menasehatinya secara empat mata.
“Janganlah kamu mengumpat kaum muslimin dan janganlah mengintip aib mereka, maka barang siapa yang mengintip aib saudaranya, niscaya Allah akan mengintip aibnya dan siapa yang diintip Allah akan aibnya, maka Allah akan membuka aibnya meskipun dirahasiakan di lubang kendaraannya.” (HR. at-Tirmidzi)
Sahabat, selamat menutupi aib diri dan sesama saudara seiman, mudah-mudahan Allah pun menyembunyikan aib dan maksiat yang sering kita lakukan selama ini. (SH)

Kisah Ujian Tiga Orang Bani Israil

Ada kisah tiga orang dari Bani Israil, yang masing-masing berpenyakit kulit, kebotakan dan buta.  Ketiganya miskin dan kemudian diberi ujian harta oleh Allah.  Maka Allah Ta’ala mengutus seorang malaikat untuk datang kepada ketiganya.
Malaikat datang kepada orang pertama yang menderita penyakit kulit dan bertanya kepadanya, “Apakah sesuatu yang paling kamu inginkan?” Ia menjawab, “Aku ingin mempunyai kulit yang halus dan tubuh yang indah”. Maka diusaplah orang tersebut, dan hilanglah penyakit kulitnya dan ia mempunyai kulit yang indah dan tubuh yang bagus.  Malaikat itu bertanya lagi kepadanya, “Lalu kekayaan apa yang paling kamu senangi?” Ia menjawab, “Unta.” Maka diberilah ia seekor unta yang sedang bunting, dan ia pun didoakan, “Semoga Allah melimpahkan berkah-Nya kepadamu dengan unta ini.”
Kemudian Malaikat tadi mendatangi orang yang punya penyakit kebotakan dan wajah yang buruk, dan bertanya kepadanya, “Apakah sesuatu yang paling kamu inginkan?” Ia menjawab, “Aku ingin mempunyai rambut yang indah, dan rupa yang bagus”. Maka diusaplah kepalanya, dan seketika itu wajahnya menjadi rupawan dengan rambut yang bagus. Malaikat tadi bertanya lagi kepadanya, “Harta apakah yang kamu senangi?” Ia menjawab, “Sapi.” Maka diberilah ia seekor sapi yang sedang bunting dan didoakan, “Semoga Allah memberkahimu dengan sapi ini.”
Kemudian malaikat tadi mendatangi orang yang buta, dan bertanya kepadanya, “Apakah sesuatu yang paling kamu inginkan?” Ia menjawab, “Aku ingin mataku dapat melihat kembali.” Maka diusaplah wajahnya, dan seketika itu dikembalikan oleh Allah penglihatannya. Malaikat itu bertanya lagi kepadanya: “Harta apakah yang paling kamu senangi?” Ia menjawab: “Kambing.” Maka diberilah ia seekor kambing yang sedang bunting.
Lalu berkembang-biaklah unta, sapi dan kambing tersebut, sehingga beberapa tahun kemudian mereka bertiga menjadi kaya raya.
Suatu hari Malaikat datang kepada orang  pertama yang sebelumnya menderita penyakit kulit, dengan menyerupai seorang yang berpenyakit kulit.  Malaikat berkata kepadanya, “Aku seorang miskin yang tidak akan dapat meneruskan perjalananku hari ini kecuali dengan pertolongan Allah, kemudian dengan pertolongan anda. Demi Allah yang telah memberi anda kekayaan, aku minta kepada anda satu ekor unta saja untuk bekal meneruskan perjalananku.”
Tetapi dijawab, “Hak-hak (tanggunganku) masih banyak.” Malaikat tadi berkata kepadanya, “Sepertinya aku pernah mengenal Anda, bukankah Anda ini dulu orang yang menderita penyakit kulit, yang orang-orang pun jijik melihat anda, sehingga anda miskin, kemudian Allah memberikan kepada anda harta kekayaan?”  Dia malah menjawab, “Harta kekayaan ini aku aku dapatkan karena kerja kerasku.”
Maka  malaikat tadi berkata kepadanya, “Anda berkata dusta dan tidak bersyukur. Karena kemurkaan-Nya niscaya Allah akan mengembalikan Anda kepada keadaan semula.”
Kemudian malaikat tadi mendatangi orang kedua yang sebelumnya berpenyakit kebotakan, dengan menyerupai seorang yang buruk rupa dan berkepala gundul. Malaikat berkata kepadanya sebagaimana ia berkata kepada orang yang pernah menderita penyakit kulit.  Tetapi ditolaknya sebagaimana ia telah ditolak oleh orang yang pertama.
Maka  malaikat tadi berkata kepadanya, “Anda berkata dusta dan tidak bersyukur. Karena kemurkaan-Nya niscaya Allah akan mengembalikan Anda kepada keadaan semula.”
Kemudian malaikat tadi mendatangi orang ketiga yang sebelumnya buta, dengan menyerupai orang buta. Malaikat berkata kepadanya, “Aku adalah orang yang buta dan kehabisan bekal dalam perjalanan, sehingga aku tidak dapat lagi meneruskan perjalananku hari ini, kecuali dengan pertolongan Allah kemudian pertolongan Anda. Demi Allah yang telah memberi kekayaan, aku minta seekor kambing saja untuk bekal melanjutkan perjalananku.”
Orang itu menjawab, “Sungguh aku dulunya buta, lalu Allah mengembalikan penglihatanku serta memberiku kekayaan. Maka ambillah apa yang Anda sukai, dan tinggalkan apa yang tidak Anda sukai.”
Maka  malaikat tadi berkata kepadanya, “Anda adalah orang yang pandai bersyukur. Karena keridhaan Allah, maka peganglah kekayaan Anda.  Sesungguhnya kalian bertiga hanya diuji oleh Allah. Allah telah ridha kepada Anda, dan murka kepada kedua teman Anda.” 
(HR. Bukhari no. 3464 dan Muslim no. 2964).

Kisah tersebut menggambarkan 3 orang yang tengah diuji oleh Allah Swt dengan kekayaan, seorang yang lulus ujian karena pandai bersyukur, sedangkan dua orang lainnya tidak lulus ujian karena tak bersyukur kepada Allah Ta’ala (kufur nikmat). 

Nabi Musa

Nabi Musa adalah nabi yang nama dan kisahnya paling banyak disebut dalam Al Qur’an. Nama nabi Musa tercantum dalam Al-Qur’an lebih dari 136 kali.
Sementara nabi Ibrahim disebut sebanyak 69 kali, nabi Isa 55 kali, sedangkan nama Muhammad SAW hanya disebutkan 4 kali.
Nabi Musa adalah nabi yang mendapat gelar “Kalimullah”, artinya nabi yang dapat wahyu langsung dari Allah (tanpa melalui perantaraan malaikat Jibril), sedang rasul-rasul yang lain mendapat wahyu melalui perantaraan Jibril.
Nabi Musa adalah nabi yang membawakan kitab suci Taurat.
Kisah-kisah nabi Musa sering diceritakan oleh para ulama.

Nabi Musa As merupakan salah satu dari lima nabi yang memiliki sifat Ulil ‘Azmi (golongan nabi pilihan yang mempunyai ketabahan luar biasa dalam menyebarkan ajaran tauhid), yang menurut urutannya menduduki martabat ketiga (yaitu: Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad).  

Zuhud

Ada empat tipe manusia berkaitan dengan harta dan gaya hidupnya :

Pertama, orang berharta dan memperlihatkan hartanya. Orang seperti ini biasanya mewah gaya hidupnya, untung perilakunya ini masih sesuai dengan penghasilannya, sehingga secara finansial sebenarnya tidak terlalu bermasalah.
Hanya saja, ia akan menjadi hina kalau bersikap sombong dan merendahkan orang lain yang dianggap tak selevel dengan dia. Apalagi kalau bersikap kikir dan tidak mau membayar zakat atau mengeluarkan sedekah. Sebaliknya, ia akan terangkat kemuliaannya dengan kekayaannya itu jikalau ia rendah hati dan dermawan.
Kedua, orang yang tidak berharta banyak, tapi ingin kelihatan berharta. Gaya hidup mewahnya sebenarnya diluar kemampuannya, hal ini karena ia ingin selalu tampil lebih daripada kenyataan.
Tidaklah aneh bila keadaan finansialnya lebih besar pasak daripada tiang. Nampaknya, orang seperti ini benar-benar tahu seni menyiksa diri. Hidupnya amat menderita, dan sudah barang tentu ia menjadi hina dan bahkan menjadi bahan tertawaan orang lain yang mengetahui keadaan yang sebenarnya.
Ketiga, orang tak berharta tapi berhasil hidup bersahaja. Orang seperti ini tidak terlalu pening dalam menjalani hidup karena tak tersiksa oleh keinginan, tak ruwet oleh pujian dan penilaian orang lain, kebutuhan hidupnya pun sederhana saja.
Dia akan hina kalau menjadi beban dengan menjadi peminta-minta yang tidak tahu diri. Namun tetap juga berpeluang menjadi mulia jikalau sangat menjaga kehormatan dirinya dengan tidak menunjukan berharap dikasihani, tak menunjukan kemiskinannya, tegar, dan memiliki harga diri.
Keempat, orang yang berharta tapi hidup bersahaja. Inilah orang yang mulia dan memiliki keutamaan. Dia mampu membeli apapun yang dia inginkan namun berhasil menahan dirinya untuk hidup seperlunya.
Dampaknya, hidupnya tidak berbiaya tinggi, tidak menjadi bahan iri dengki orang lain, dan tertutup peluang menjadi sombong, serta takabur plus riya. Dan yang lebih menawan akan menjadi contoh kebaikan yang tidak habis-habisnya untuk menjadi bahan pembicaraan.
Memang aneh tapi nyata jika orang yang berkecukupan harta tapi mampu hidup bersahaja (tentu tanpa kikir). Sungguh ia akan punya pesona kemuliaan tersendiri. Pribadinya yang lebih kaya dan lebih berharga dibanding seluruh harta yang dimilikinya, subhanallaah.
Perlu kita pahami bahwa zuhud terhadap dunia bukan berarti tidak mempunyai hal-hal yang bersifat duniawi, semacam harta benda dan kekayaan lainnya, melainkan kita lebih yakin dengan apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tangan makhluk.
Bagi orang yang zuhud terhadap dunia, sebanyak apapun harta yang dimiliki, sama sekali tidak akan membuat hatinya merasa tenteram, karena ketenteraman yang hakiki adalah ketika kita yakin dengan janji dan jaminan Allah.
Andaikata kita merasa lebih tenteram dengan sejumlah tabungan di bank, saham di sejumlah perusahaan ternama, real estate investasi di sejumlah kompleks perumahan mewah, atau sejumlah perusahaan multi nasional yang dimiliki, maka ini berarti kita belum zuhud.
Seberapa besar pun uang tabungan kita, seberapa banyak saham pun yang dimiliki, sebanyak apapun asset yang dikuasai, seharusnya kita tidak lebih merasa tenteram dengan jaminan mereka atau siapapun. Karena, semua itu tidak akan datang kepada kita, kecuali ijin Allah. Dia-lah Maha Pemilik apapun yang ada di dunia ini.
Begitulah. Orang yang zuhud terhadap dunia melihat apapun yang dimilikinya tidak mejadi jaminan. Ia lebih suka dengan jaminan Allah karena walaupun tidak tampak dan tidak tertulis, tetapi Dia Mahatahu akan segala kebutuhan kita, dan bahkan, lebih tahu dari kita sendiri.
Ada dan tiadanya dunia di sisi kita hendaknya jangan sampai menggoyahkan batin. Karenanya, mulailah melihat dunia ini dengan sangat biasa-biasa saja. Adanya tidak membuat bangga, tiadanya tidak membuat sengsara. Seperti halnya seorang tukang parkir. Ya tukang parkir. Ada hal yang menarik untuk diperhatikan sebagai perumpamaan dari tukang parkir.
Mengapa mereka tidak menjadi sombong padahal begitu banyak dan beraneka ragam jenis mobil yang ada di pelataran parkirnya? Bahkan, walaupun berganti-ganti setiap saat dengan yang lebih bagus ataupun dengan yang lebih sederhana sekalipun, tidak mempengaruhi kepribadiannya!? Dia senantiasa bersikap biasa-biasa saja.
Luar biasa tukang parkir ini. Jarang ada tukang parkir yang petantang petenteng memamerkan mobil-mobil yang ada di lahan parkirnya. Lain waktu, ketika mobil-mobil itu satu persatu meninggalkan lahan parkirnya, bahkan sampai kosong ludes sama sekali, tidak menjadikan ia stress. Kenapa sampai demikian? Tiada lain, karena tukang parkir ini tidak merasa memiliki, melainkan merasa dititipi. Ini rumusnya.
Seharusnya begitulah sikap kita akan dunia ini. Punya harta melimpah, deposito jutaan rupiah, mobil keluaran terbaru paling mewah, tidak menjadi sombong sikap kita karenanya.
Begitu juga sebaliknya, ketika harta diambil, jabatan dicopot, mobil dicuri, tidak menjadi stress dan putus asa. Semuanya biasa-biasa saja. Bukankah semuanya hanya titipan saja? Suka-suka yang menitipkan, mau diambil sampai habis tandas sekalipun, silahkan saja, persoalannya kita hanya dititipi.
Rasulullah SAW dalam hal ini bersabda, “Melakukan zuhud dalam kehidupan dunia bukanlah dengan mengharamkan yang halal dan bukan pula dengan memboroskan kekayaan.
Zuhud terhadap kehidupan dunia itu ialah tidak menganggap apa yang ada pada dirimu lebih pasti daripada apa yang ada pada Allah. Dan hendaknya engkau bergembira memperoleh pahala musibah yang sedang menimpamu walaupun musibah itu akan tetap menimpamu.” (HR. Ahmad).
Manajemen Qalbu By Aa Gym

The Well Of Usman

Di Madinah, tidak terlalu jauh dari Masjid Nabawi, ada sebuah properti sebidang tanah dengan sumur yang tidak pernah kering sepanjang tahun. Sumur itu dikenal dengan nama: *Sumur Ruma (The Well of Ruma)* karena dimiliki seorang Yahudi bernama Ruma.
Sang Yahudi menjual air kepada penduduk Madinah dan setiap hari orang antri untuk membeli airnya. Diwaktu-waktu tertentu sang Yahudi *menaikkan seenaknya harga airnya dan rakyat Medinah pun terpaksa harus tetap membelinya*. Karena hanya sumur inilah yang tidak pernah kering.
Melihat kenyataan ini, Rasulullah berkata: "Kalau ada yang bisa membeli sumur ini, *balasannya adalah Surga".*
Seorang Sahabat Nabi bernama *Usman bin Affan* mendekati sang Yahudi. Usman menawarkan untuk membeli sumurnya. Tentu saja Ruma sang Yahudi menolak. Ini adalah bisnisnya dan ia mendapat banyak uang dari bisnisnya.
Tetapi Usman bukan hanya pebisnis sukses yang kaya raya, tetapi ia juga *negosiator ulung*. Ia bilang kepada Ruma: "Aku akan membeli setengah dari sumurmu dengan harga yang pantas, jadi kita bergantian menjual air, hari ini kamu, besok saya".
Melalui negosiasi yang sangat ketat, akhirnya sang Yahudi mau menjual sumurnya senilai 1 juta Dirham dan memberikan hak pemasaran 50% kepada Usman bin Affan.
Apa yang terjadi setelahnya membuat sang Yahudi merasa keki.
Ternyata Usman *menggratiskan* air tersebut kepada semua penduduk Madinah. Pendudukpun mengambil air sepuas puasnya sehingga hari keesokannya mereka tidak perlu lagi membeli air dari Ruma sang Yahudi.
Merasa kalah, sang Yahudi akhirnya menyerah, ia meminta sang Usman untuk membeli semua kepemilikan sumur dan tanahnya. Tentu saja Usman tidak harus membayar lagi seharga yang telah disepakati sebelumnya.
Sampai sekarang di Madinah, sumur tersebut dikenal dengan nama *"Sumur Usman",* atau *"The Well of Usman."*
Tanah luas sekitar sumur tersebut menjadi sebuah kebun kurma yang diberi air dari sumur Usman. Kebun kurma tersebut *dikelola oleh badan wakaf pemerintah* Saudi sampai hari ini.
Kurmanya dieksport ke berbagai negara didunia, hasilnya diberikan untuk *yatim piatu dan pendidikan*. Sebagian dikembangkan menjadi hotel dan proyek proyek lainnya, sebagian lagi dimasukkan kembali kepada sebuah *rekening tertua didunia atas nama Usman bin Affan.*
Hasil kelolaan kebun kurma dan grupnya yang disaat ini menghasilkan 50 juta Riyal pertahun. *(Atau setara 200 Milyar pertahun).*
Sang Yahudi tidak akan penah menang. Kenapa? Karena *visinya terlalu dangkal*. Ia hanya hidup untuk masa kini, masa ia ada di dunia.
Sedangkan visi dari Usman Bin Affan adalah jauh kedepan. Ia berkorban untuk menolong manusia lain yang membutuhkan dan ia menatap sebuah visi besar yang bernama:
*"Shadaqatun Jariyah, sedekah berkelanjutan".* Sebuah shadaqah yang tidak pernah berhenti, bahkan pada saat manusia sudah mati.
Inilah cara memajukan Islam scr cerdas dan barokah dunia akherat.
*****
Silahkan dishare agar bermanfaat bagi orang banyak...

Rasulullah S.A.W bersabda: _"Barang siapa yang menyampaikan satu ilmu saja dan ada orang yang mengamalkannya, maka walaupun yang menyampaikan sudah tiada (meninggal dunia), dia juga akan tetap memperoleh pahala."_ (HR. Al-Bukhari) 

Mana Yang Didahulukan, Berkurban atau Bersedekah?

Apabila dana yang ada terbatas, kemudian kita dihadapkan pada dua pilihan yaitu *berkurban hewan* atau *bersedekah uang* (untuk orang-orang yang sangat membutuhkan), maka pandangan Ustadz Abdul Somad dan Ustadz Zainuddin ini bisa jadi pertimbangan.
Ustadz Abdul Somad (UAS) menjelaskan, hukum kurban menurut mazhab Imam Hanafi adalah wajib. Sedangkan menurut mazhab Imam Maliki, Imam Syafii, dan Imam Hanbali, hukumnya sunah muakad.
Dalam ijtihadnya UAS berpandangan, ibadah kurban Idul Adha merupakan *sunah muakad, hukumnya tidak wajib* sehingga umat Islam boleh tak berkurban.
Dalam situasi tertentu, misalnya *bencana alam, paceklik, krisis ekonomi, pandemi Covid, dsb* maka situasi itu dapat menjadi pertimbangan. Dana yang ada dapat dialokasikan untuk sedekah demi *meringankan beban hidup masyarakat*.
Bujet kurban, misalnya Rp 2,5 juta dapat disedekahkan untuk masyarakat yang sedang mengalami kesulitan ekonomi dan sangat membutuhkan bantuan. *Sedekah uang tentu akan sangat bermanfaat dibanding daging kurban.*
Sementara Ustadz Jeje Zainuddin, anggota Dewan Syariah Pusat Zakat Umat mengatakan, setiap amal ibadah pada hakikatnya memiliki keistimewaan masing-masing. Begitu pula dengan sedekah dan berkurban.
Untuk saat ini, dalam situasi Covid umat Islam boleh saja mempertimbangkan salah satu dari dua opsi, yakni sedekah atau kurban. Jika dana yang ada terbatas, seseorang dapat memilih *yang paling bermanfaat sesuai konteksnya*.
Pilih mana yang paling manfaat, maslahat, dan paling dibutuhkan oleh seseorang. Ketika yang dibutuhkan adalah makanan yang bergizi maka yang lebih afdal ialah sembelih hewan kurban. Namun *apabila yang dibutuhkan uang cash maka itu (sedekah) didahulukan*.
Rasulullah saw bersabda, *"Amal yang paling disukai Allah* adalah memberikan kegembiraan kedalam hati seorang mukmin, yaitu melepaskan kesulitannya, atau menghilangkan kelaparannya, atau melunasi hutangnya. Dan *aku lebih suka membantu saudaraku sesama muslim (yang sedang mengalami kesulitan) daripada beriktikaf di masjid ini (Nabawi) selama sebulan penuh"*. (HR. Thabrani)
Pertimbangan lain dalam berkurban, meskipun sama-sama syah menurut syariat, daging kurban yang disalurkan kepada orang-orang di pelosok desa, *yang sangat jarang makan daging* tentu akan sangat manfaat dan maslahat dibanding diberikan kepada orang-orang kota yang sudah sering makan daging.

Wallahu a'lam bishawab 

Sedekah Dalam Keadaan Lapang dan Sempit

Surat Ali ‘Imran Ayat 133
۞ وَسَارِعُوٓا۟ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
Arab-Latin: Wa sāri'ū ilā magfiratim mir rabbikum wa jannatin 'arḍuhas-samāwātu wal-arḍu u'iddat lil-muttaqīn
Artinya: Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
Surat Ali ‘Imran Ayat 134
ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ
Arab-Latin: Allażīna yunfiqụna fis-sarrā`i waḍ-ḍarrā`i wal-kāẓimīnal-gaiẓa wal-'āfīna 'anin-nās, wallāhu yuḥibbul-muḥsinīn

Artinya: (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. 

Muslim Boleh Kaya?

Boleh... Syarat: HRB / HTS

1. Halalan Toyiban
2. Rendah hati (Tawadhu)
3. Berbagi / Sedekah
...
> Orang kaya yg tdk memenuhi syarat diatas adalah QARUN

> Allah tidak menyukai orang yang melampoi batas:إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلْمُسْرِفِينَ
innahụ lā yuḥibbul-musrifīn
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.

Sedekah Itu

*SEDEKAH ITU ...*
Sedekah itu boleh diam-diam, boleh juga terang-terangan.
Yang gak boleh itu, *diam-diam gak pernah sedekah*.
> *QS. Al-Baqarah: 274*: “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari, secara *tersembunyi* dan *terang-terangan*, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. ”
> *QS. Al Baqarah: 271*: “Jika kamu *menampakkan* sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu *menyembunyikannya* dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu.”
Memang ... sedekah terang-terangan *berpotensi menimbulkan riya (pamer)*. Tapi jangan lupa, sedekah diam-diam juga berpotensi menimbulkan *ujub (bangga diri)*.
Yang dilarang itu bukan terang-terangan atau diam-diamnya. *Yang dilarang itu riya dan ujubnya*.
Jadi, tetaplah bersedekah dan berusahalah untuk ikhlas.

Setidaknya sisihkan *2,5% dari rejeki yang diberikan Allah Swt kepadamu* untuk fakir miskin. 

Senin, 29 Januari 2024

Amalan Pemuda Ahli Surga

Ketika Rasulullah SAW sedang duduk bersama para sahabat di salah satu sudut masjid Nabawi, tiba-tiba beliau menatap ke langit seolah mendengar bisikan malaikat. Kemudian Rasulullah kembali menatap para sahabat, dan bersabda, "Sebentar lagi akan muncul di hadapan kalian seorang lelaki penghuni surga."

Tak lama berselang, tiba-tiba muncul seorang lelaki Anshar dengan janggut masih basah oleh air wudu. Ia berjalan pelan-pelan sementara tangan kirinya menjinjing sandalnya.

Keesokan harinya, dalam kesempatan yang sama Rasulullah kembali berkata demikian, "Akan datang seorang lelaki penghuni surga." Tak lama kemudian lelaki itu kembali muncul.

Hal tersebut juga diucapkan oleh Rasulullah hingga pada kesempatan ketiga. Sehingga para sahabat banyak yang penasaran terhadap lelaki tersebut. Diketahui kemudian lelaki Anshar tersebut bernama Saad bin Abi Waqqash.

Tentu dalam hati para sahabat bertanya - tanya tentang amalan yang dilakukan oleh pemuda tadi, sehingga ia dikatakan oleh Rasulullah sebagai calon penghuni surga. Demikian juga dengan sahabat Abdullah bin Amr bin Al Ash. Karena rasa penasarannya ia kemudian mencoba mencari alasan agar bisa tinggal di rumah lelaki tadi selama tiga hari.

Alasan yang ia buat adalah ia sedang bertengkar dengan ayahnya. Ternyata Abdullah pun di izinkan oleh lelaki itu untuk tinggal bersamanya selama tiga hari. Maka selama tiga hari itu ia menyelidiki keistimewaan lelaki Anshar itu.

Di malam pertama, Abdullah bangun untuk Tahajud, tapi ia mendapati pemuda tadi ternyata masih tidur hingga datang waktu Subuh. Dan ketika masuk waktu Dhuha, Abdullah bergegas menunaikan shalat Duha, sementara pemuda itu tidak. Bahkan ketika Abdullah sedang berpuasa sunah, pemuda itu ternyata malah tidak puasa sunah.

Hingga hari ketiga Abdullah tinggal bersama Saad, ia belum menemukan keistimewaan dari pemuda tersebut.  Abdullah pun semakin heran dengan ucapan Rasulullah Saw. yang menyebutnya sebagai pemuda ahli surga. Akhirnya Abdullah memutuskan untuk bertanya langsung pada pemuda tadi.

"Wahai Saad saudaraku, sesungguhnya tidak pernah terjadi pertengkaran antara aku dan ayahku. Tujuanku menginap di rumahmu adalah karena aku ingin tahu amalan ibadah apa yang engkau lakukan sehingga Rasulullah menyebut-nyebut engkau sebagai pemuda ahli surga. 

Tetapi setelah aku amati, tidak ada amalan istimewa yang engkau amalkan, Engkau tidak tahajud, pagi hari pun kau lalui tanpa shalat dhuha, bahkan shaum sunah pun tidak," ucap Abdullah.

Saad bin Abi Waqqash menjawab, "Benar tidak ada amalan lain yang aku kerjakan kecuali seperti apa yang engkau lihat". Jawaban itu sungguh tak memuaskan hati, dan Abdullah pun berpamitan untuk pulang.

 

Namun, ketika Abdullah berpaling melangkah keluar dari rumah, laki-laki tersebut memanggilnya dan berkata, "Amalan ibadahku memang hanya seperti apa yang engkau lihat. Hanya saja ada hal yang tidak engkau lihat. Bahwa aku berusaha untuk selalu jujur kepada siapapun. Aku juga berusaha untuk tidak menyakiti hati orang lain. Selain itu aku selalu menjaga tali silaturahim." terang Saad.

Mendengar penjelasan lelaki itu Abdullah pun terkejut, dan berkata: "Demi Allah..., engkau benar - benar ahli surga. Ketiga amalan itulah yang belum aku amalkan"

Dari kisah diatas dapat ditarik kesimpulan, ternyata yang membuat Saad dikatakan oleh Rasulullah sebagai ahli surga adalah BUKAN disebabkan karena ia tekun shalat malam, rajin shalat dhuha, rajin iktikaf, dan sering puasa Sunnah. 

Tetapi Saad dikatakan oleh Rasulullah sebagai ahli surga disebabkan lantaran ia istiqamah melakukan tiga hal yaitu:  Ia selalu (1) bersikap jujur, (2) tidak menyakiti hati orang lain, dan (3) menjaga tali silaturahim.  Sedangkan amalan ibadah mahdhahnya, seperti shalat malam, shalat dhuha, puasa, dan iktikafnya ia lakukan biasa-biasa saja.

Lantas bagaimana keistimewaan ketiga prilaku istimewa pemuda calon penghuni surga tersebut?

Pertama, JUJUR.   Jujur adalah salah satu sikap yang sangat terpuji. Dengan kejujuran orang akan sangat percaya dan memujinya. Pemahaman "jujur" itu meliputi: a) Tidak berdusta, yaitu adanya kesesuaian antara informasi dan kenyataan; b) Tidak Riya', yaitu kesesuaian antara perbuatan dan kematangan hati; c) Tidak ingkar, yaitu kesesuaian antara niat dan perbuatan; dan d) Punya interitas, yaitu bertindak konsisten sesuai dengan nilai-nilai dan kode etik.

Kedua, TIDAK MENYAKITI ORANG LAIN.  Artinya sikap dan perbuatannya tidak pernah merugikan orang lain, yang membuat orang lain menjadi sakit hati, sedih, dan kecewa.

Ketiga,  MENJAGA SILATURAHIM.   Pengertian silaturahim disini bukan hanya sekedar menjalin komunikasi dan pertemuan fisik antar kawan belaka, tetapi silaturahim yang mengandung unsur kepedulian, tolong menolong, empati, dan bersikap ramah terhadap sesama.

Demikianlah tiga prilaku istimewa pemuda ahli surga yang membuat para sahabat nabi menjadi penasaran.  Ketiganya merupakan ibadah sosial, yaitu hubungan baik antar manusia (hablum minannas). Dan bukan ibadah vertikal, yaitu hubungan pribadi antara kita dan Tuhan (hablum minallah).  

Dengan begitu maka Hablum Minannas itu sangat penting, karena ia sangat menentukan kualitas Hablum Minallah.    Shalat, puasa, dzikir, dan ibadah vertikal lain seharusnya berdampak baik terhadap ibadah sosial.  Tetapi ibadah vertikal tidak akan mempunyai nilai apabila ibadah sosialnya masih buruk.  

Allah ta'ala berfirman: "Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran" (QS. Al 'Ashr).

Semoga kita dapat mengamalkan ketiga prilaku istimewa pemuda ahli surga itu. Amin

&&&&&&&&&&&


AMALAN PEMUDA AHLI SURGA

(Singkat)

Ketika Rasulullah SAW sedang duduk bersama para sahabat di salah satu sudut masjid Nabawi, tiba-tiba beliau menatap ke langit seolah mendengar bisikan malaikat. Kemudian Rasulullah kembali menatap para sahabat, dan bersabda, "Sebentar lagi akan muncul di hadapan kalian seorang lelaki penghuni surga."

Tak lama berselang, tiba-tiba muncul seorang lelaki Anshar dengan janggut masih basah oleh air wudu. Ia berjalan pelan-pelan sementara tangan kirinya menjinjing sandalnya.

Keesokan harinya, dalam kesempatan yang sama Rasulullah kembali berkata demikian, "Akan datang seorang lelaki penghuni surga." Tak lama kemudian lelaki itu kembali muncul.

Hal tersebut juga diucapkan oleh Rasulullah hingga pada kesempatan ketiga. Sehingga para sahabat banyak yang penasaran terhadap lelaki tersebut. Diketahui kemudian lelaki Anshar tersebut bernama Saad bin Abi Waqqash.

&&&&

 

Alhasil, nubuat Rasulullah SAW tiga hari berturut-turut itu membuat penasaran Abdullah bin Amru. Ia ingin mengetahui, amalan apa yang membuat orang dari Anshar itu menjadi ahli surga.

Akhirnya, ia terus mengikuti orang itu sampai ke rumahnya. Agar bisa mengamati lebih dekat lagi, Ibnu Amru membuat skenario sehingga dirinya dapat menumpang tinggal di rumah orang itu.

Abdullah bin Amru pun berkata kepadanya, "Wahai saudaraku, ketahuilah, antara aku dan ayahku terjadi perselisihan dan aku bersumpah tidak akan masuk rumahnya selama tiga hari. Bagaimana jika sementara tiga hari ini aku tinggal di rumahmu?"

Orang itu pun menjawab, "Mari, dengan senang hati."

Selama tiga hari berturut-turut Ibnu Amru tinggal di sana. Namun, ia tidak menjumpai orang itu melaksanakan shalat tahajud atau amalan-amalan istimewa lainnya.

Amalannya sehari-hari seperti kebanyakan orang. Memang, ia tidak pernah sekalipun mendengar orang itu mengucapkan perkataan yang tak baik.

Setelah malam ketiga berlalu, Abdullah bin Amru semakin heran karena tidak menemui amalan istimewa dari orang itu. Keesokan harinya, saat hendak permisi ia berkata kepadanya secara terus terang, "Wahai hamba Allah, ketahuilah, sebenarnya antara aku dan ayahku tidak terjadi perselisihan dan aku pun tidak berjanji untuk tidak menemuinya selama tiga hari. Aku hanya ingin tinggal di rumahmu karena aku mendengar Nabi SAW pernah berkata selama tiga hari berturut-turut, akan muncul di antara kami seorang ahli surga."

Orang itu terus mendengarkan.

Ibnu Amru melanjutkan penjelasannya, "Dan selama itu pula yang muncul di hadapan kami adalah dirimu. Karena itu, aku ingin tahu lebih dekat mengetahui, apa amalan yang engkau lakukan sehingga Rasul SAW mengatakan demikian. Namun, terus terang saja, selama tiga hari aku di sini tidak pernah kulihat engkau melakukan amalan yang istimewa."

"Sebenarnya apa rahasia amalanmu yang membuat Rasulullah mengatakan bahwa kau ahli surga?" tanya Ibnu Amru lagi.

Orang itu berkata, ''Ya, benar, amalanku adalah seperti yang kamu saksikan."

Karena merasa yakin orang itu telah jujur, Ibnu Amru pun pamit. Namun, belum jauh dari rumahnya, orang itu berlari-lari untuk memanggil lagi Abdullah bin Umar pamit.

"Ketahuilah, amalanku adalah seperti yang kamu lihat. Namun, aku tidak pernah merasa iri atau dengki kepada seorang pun atas kebaikan atau kenikmatan yang didapatkannya dari Allah SWT."

Mendengar itu, Abdullah bin Amru berkata, ''Inilah amalan yang dapat engkau lakukan dan yang belum dapat kami lakukan!"

https://islamdigest.republika.co.id/berita/q7ts35458/kisah-rasulullah-saw-menunjuk-seorang-ahli-surga

 

&&&&

*Saad bin Abi Waqash, Pemuda Ahli Surga*

Ada seorang lelaki Anshar, namanya Saad bin Abi Waqash. Dia bisa dikatakan bukan sebagai ahli ibadah. Shalat rawatibnya biasa saja. Shalat tahajut dan dhuhanya pun tidak tekun. Dzikirnya juga tidak nampak panjang. Demikian pula dengan iktikaf dan puasa sunnahnya yang tidak kelihatan istiqamah. Namun pemuda ini dikatakan oleh Rasulullah sebagai Ahli Surga.
Kenapa demikian?
Karena ia mempunyai akhlak yang baik selain terhadap Allah juga terhadap sesama manusia. Saad bin Abi Waqash mempunyai akhlak dan karakter yang baik dan kuat;, yaitu : jujur, adil, tanggung jawab,berani, peduli dan ikhlas.


&&&&&

 

Kisah Sahabat Nabi: Saad bin Abi Waqqash, Lelaki Penghuni Surga

Mendengar ucapan Rasulullah SAW, para sahabat menengok ke kanan dan ke kiri pada setiap arah, untuk melihat siapakah gerangan lelaki berbahagia yang menjadi penduduk surga. Tidak lama berselang datanglah laki-laki yang ditunggu-tunggu itu, dialah Sa’ad bin Abi Waqqash.

https://khazanah.republika.co.id/berita/lxy715/kisah-sahabat-nabi-saad-bin-abi-waqqash-lelaki-penghuni-surga

 

&&&&

 

Sosok Laki-Laki Penduduk Surga

Pada suatu hari, ketika Rasulullah SAW, sedang duduk bersama para sahabat, tiba-tiba beliau menatap ke langit seolah mendengar bisikan malaikat. Kemudian Rasulullah kembali menatap mereka dengan bersabda, "Sekarang akan ada di hadapan kalian seorang laki-laki penduduk surga."

Mendengar ucapan Rasulullah SAW, para sahabat menengok ke kanan dan ke kiri pada setiap arah, untuk melihat siapakah gerangan lelaki berbahagia yang menjadi penduduk surga. Tidak lama berselang datanglah laki-laki yang ditunggu-tunggu itu, dialah Sa’ad bin Abi Waqqash.

https://islamdigest.republika.co.id/berita/qs7vah313/sosok-lakilaki-penduduk-surga

 

 

  

Karakter Manusia Terbaik

(Ramah, Suka menolong & Bermanfaat)

1. Dua Pertanyaan Sahabat

Ketika sedang duduk iktikaf di masjid Nabawi, Rasulullah Saw didatangi oleh seorang laki-laki. Lalu dengan sungguh-sungguh lelaki itu bertanya dua hal: (kitab hadis riwayat Ath-Thabrani 6/139)

> Pertama, "Ya Rasulullah, MANUSIA spt apa yang paling dicintai Allah."

Rasulullah menjawab, “khoirunnas anfa'uhum linnas,” yaitu sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi manusia lainnya.

> Kedua, "Ya Rasulullah, AMAL apa yang paling disukai Allah?" Rasulullah menjawab “idkhol al-surur ‘ala qolbi al-mu’min ...“ yaitu memasukkan kegembiraan kedalam hati orang mukmin yang sedang mengalami kesusahan...  

Dan Rasulullah menambahkan, yaitu: melepaskan kesulitannya, atau menghilangkan kelaparannya, atau melunasi hutangnya.

Saking tingginya nilai kecintaan Allah Ta'ala terhadap amalan itu, sampai² Nabi menegaskan, "Aku lebih suka membantu saudaraku sesama muslim (yang sedang mengalami kesulitan) daripada beriktikaf di masjid ini (Nabawi) selama sebulan penuh".

2. Bersikap Ramah

Pada Riwayat lain, dari Jabir bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, "Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia." (HR Thabrani dan Daruquthni).

Hadis itu sangat popular, namun kebanyakan kaum muslimin hanya hafal kalimat, “Khoirunnas anfa'uhum linnas,” artinya sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.

.

3. Karakter Manusia Terbaik

Dari kedua hadits tersebut kita bisa menarik kesimpulan, bahwa KARAKTERISTIK manusia yang dicintai oleh Allah Ta'ala meliputi tiga hal, yaitu:  Ramah, Suka menolong kesulitan orang lain, dan Bermanfaat bagi manusia lain.

a)  Bersikap ramah.  

Ramah itu ditunjukkan dengan sikap  3S, yaitu: Senyum, Salam dan Sapa.

b)  Suka menolong menyelesaikan kesulitan orang lain

Menolong atau memenuhi kebutuhan orang (beriman) yang sedang menghadapi kesulitan hidup, seperti  kelaparan, terlilit hutang, menderita sakit, dsb mempunyai nilai pahala yang tinggi. Bahkan Rasulullah menggambarkan nilai pahalanya melebihi pahala beriktikaf di masjid Nabawi selama sebulan.

Rasulullah bersabda, "Man laa yarham walaa yurham", artinya, "Barangsiapa tidak menolong (sesama manusia), maka ia tidak ditolong (oleh Allah)" (HR. Imam Bukhari dan Muslim)

c) Bermanfaat bagi orang lain 

Orang bermanfaat itu adalah apabila keberadaannya memberikan faedah atau keuntungan bagi orang di sekitarnya. Apa yang telah diperbuatnya membuat orang lain menjadi terbantu, menguntungkan dan membahagiakan. 

.

4. Muhasabah / Evaluasi Diri

Setelah kita mengetahui karakter terbaik manusia sesuai konsep Islam, tentu kita perlu bermuhasabah atau evaluasi diri. Apakah diri ini sudah mempunyai atau dekat dengan karakter terbaik itu, atau bahkan sebaliknya masih jangat jauh.

Allah berfirman: “Yā ayyuhalladzina āmanuttaqullaha, Waltanẓur nafsum mā qaddamat ligad, Wattaqullāh, innallāha khabīrum bimā ta'malụn”

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah. Dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Kita lakukan muhasabah atau evaluasi diri dengan tiga pertanyaan:

> Pertama, apakah diri kita sudah bersikap ramah terhadap orang lain? Apakah diri kita suka menebar senyum, bertegur sapa dan mengucapkan salam kpd tetangga dan kerabat (3)? Jangan2 selama ini diri kita masih ja'im dan sombong terhadap masyarakat.

> Kedua, seberapa banyak bantuan diri kita dalam mengatasi kesulitan orang lain (sesama muslim)? Seperti bantuan bencana, kelaparan, menolong kesulitan tetangga, dsb.

> Ketiga, seberapa besar nilai kemanfaatan diri kita bagi orang lain? Seberapa besar konstribusi kita terhadap pembangunan masjid, madrasah, jembatan dsb?. Termasuk juga seberapa besar konstribusi kita dalam pengurusan masjid, organisasi sosial, dsb?

Dengan tiga pertanyaan muhasabah itu kiranya kita dapat memperbaiki kekurangan² diri dan menjadi manusia dengan karakter terbaik yang dicintai Allah.

.

5. Kemauan & Istiqamah

Setiap orang tentu menginginkan pribadi dengan karakter terbaik. Untuk merubah karakter menjadi yang lebih baik dibutuhkan kemauan dan istiqamah.

A’a Gym memberikan tips untuk berubah menjadi pribadi yang baik dengan rumus 3M (Tiga Mulai), yaitu : a) Mulai dari diri sendiri, b) Mulai dari hal-hal yang kecil, dan c) Mulai dari sekarang.

a. Mulai dari diri sendiri

Tak perlu melihat dulu orang lain, tapi berbuat baiklah langsung dari diri kita sendiri.

b. Mulai dari hal yang terkecil

Melakukan kebaikan tidak harus langsung melakukan hal yang besar, mulailah dari hal yang terkecil di sekitar kita.

Mulailah dari Hal Terkecil Semua yang besar berawal dari hal kecil. Dari yang terkecil kemudian berkembang, maju dan besar.

c. Mulai dari sekarang

Segala kebaikan yang akan dilakukan jangan ditunda, tapi lakukanlah segera karena waktu kita sesungguhnya terbatas. Lakukanlah dari sekarang.

.

Marilah kita saling berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan, “Fastabikhul khairat” .

*******


Manusia terhebat sepanjang sejarah

https://blogkalimana.blogspot.com/search?q=orang+paling+berpengaruh