Selasa, 28 Juli 2020

Khutbah Idul Adha (DK)


Khutbah, secara harfiah berarti ceramah atau pidato. Dalam fikih, khotbah diartikan dengan pidato dari seorang khotib yang diucapkan di depan jamaahsebelum shalat jum’at atau setelah shalat Id. Khutbah berisi tentang nasihat-nasihat guna mempertebal iman dan taqwa kepada Allah SWT.
Khutbah yang ada dalam agama Islam seperti khotbah idul fitri, khutbah iedul adha, khotbah jum’at, khutbah gerhana , khotbah nikah dan khotbah wukuf di Arafah. Apabila khotbah sedang dikhotbahkan, para jamaah harus mendengarkan dan menyimak dengan khitmat.
Tabligh artinya menyampaikan.Apabila ditilik dari segi istilah, tabligh yaitu menyampaikan syari’at islam atau aturan-aturan Islam kepada umat manusia sebagai pedoman dalam hidup guna memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dakwah artinya menyeru atau mengajak yaitu menyeru atau mengajak manusia kepada ajaran Islam atausuatu ajakan untuk berbuat baik dan beriman kepada Allah SWT. Orang yang berdakwah dinamakan da’i atau juru dakwah.

Inilah contoh teks naskah khutbah Idul Adha 2020/1441 H saat pelaksanaan shalat Id di rumah.
Kementerian Agama (Kemenag) mengimbau, agar shalat Idul pada tahun ini dilaksanakan di rumah.
Hal ini karena pandemi Covid-19 belum berakhir di Indonesia.
Andaikan shalat Idul Adha tetap digelar di lapangan atau masjid, diharapkan untuk memperhatikan protokol kesehatan dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah.
Pelaksanaan shalat Idul Adha di rumah sama seperti tata cara shalat Id bila dikerjakan di lapangan atau masjid.
Pun dengan khutbah shalat Idul Adha.

Namun, jika jumlah jamaah kurang dari empat orang, maka shalat Idul Adha boleh dilakukan berjamaah tanpa khutbah.
Termasuk bila dalam pelaksanaan shalat Id di rumah tidak ada yang berkemampuan untuk khutbah.
Namun, bagi Anda yang ingin tetap berkhutbah untuk keluarga saat shalat Id di rumah, berikut contoh naskah khutbah Idul Adha 1441 H/2020.
Naskah khutbah Idul Adha ini ditulis Wakil Ketua Pengadilan Agama (PA) Tulang Bawang Tengah, Al Fitri.
Lewat situs badilag.mahkamahagung.go.id, Al Fitri menulis materi khutbah shalat Idul Adha yang berjudul Idul Adha dalam Kondisi Pandemi Covid-19.

1.  Pembukaan

Assalamu’alaikum wr.wb
Allahu akbar (9x.)
Allahu’akbar kabiirau walhamdulillahi katsirau. Wasubhanallahi bukratau waashiila.
La ilaaha illallahu, allahu akbar. Allahu akbar walilla ilham.

Alhamdulillahi robbil alamin. 
Washolatu wassalamu ala asrofil ambiyai walmursalin, wa’ala alihi wasohbihi ajmain.
Amma ba’du.

Faya ‘ibadallah, ushikum waiyyaaya bitaqwallah, faqad fahazal muttaqun.
Ittaqullaaha haqqa tuqaatih, walaa tamuutunna illa wa antum muslimuun.

Audzubillah himinasyaitonirrojim,  bismillahirrahmanirrahim. 

Ya ayyuhal ladzina amanut taquLlaha wal tandhur nafsun ma qaddamat lighod, wattaquLlah innAllaha khobirun bima ta’malun
2.  Uraian Khutbah
Hadirin jamaah shalat Idul Adha yang dirahmati Allah.
Perayaan Idul Adha yang disambut sukacita oleh umat Islam, ternyata menyimpan kisah yang sangat fenomenal, mengharukan, sekaligus menginspirasi.
Idul Adha adalah hari untuk mengenang ujian maha berat yang dialami oleh seorang hamba Allah, yaitu Nabi Ibrahim As. Demi mematuhi perintah Allah Swt beliau harus rela mengorbankan (menyembelih) anak kandung yang sangat dicintainya.
Dengan perintah itu sesungguhnya Allah hendak menguji, apakah kecintaan Ibrahim kepada anaknya telah melampoi kecintaannya kepada Allah Ta’ala.
Peristiwa pengorbanan Nabi Ibrahim itu merupakan asal mula dari ritual ibadah haji dan qurban bagi umat Islam.
Kecintaan Nabi Ibrahim kepada Ismail
Allahu akbar (9x).  La ilaaha illallahu, allahu akbar. Allahu akbar walilla ilham.  Hadirin jamaah shalat Idul Adha yang dirahmati Allah.
Nabi Ibrahim yang telah berusia 86 tahun belum juga memiliki keturunan setelah bertahun-tahun menikah dengan Siti Sarah. Sarah kemudian mempersilakan suaminya untuk menikah dengan Siti Hajar, yang merupakan pembantu di keluarga Ibrahim.
Dari pernikahannya dengan Siti Hajar, Nabi Ibrahim segera dikaruniai seorang putra yang kemudian diberi nama Ismail. Kebahagiaan luar biasa dirasakan oleh Nabi Ibrahim dengan hadirnya Ismail sebagai seorang anak yang telah lama dinantikan di tengah-tengah kehidupan keluarganya. Maka wajarlah bila Nabi Ibrahim begitu sangat menyayangi Ismail, apalagi anaknya itu tumbuh dengan sehat, cerdas, dan tampan.
Ismailpun demikian, ia menikmati masa kanak-kanaknya dengan kasih sayang yang begitu besar dari ayahnya. Sehingga Ismail begitu menyita perhatian dan cinta dari Nabi Ibrahim.
Namun ketika Ismail telah mencapai usia baligh, sekitar berumur 11 tahun Ibrahim mendapat perintah dari Allah untuk menyembelih Ismail, seorang anak yang sangat dicintainya itu.  Perintah itu merupakan ujian yang sangat berat bagi seorang manusia.
Perintah Menyembelih Ismail Melalui Mimpi
Allahu akbar (9x).  La ilaaha illallahu, allahu akbar. Allahu akbar walilla ilham.  Hadirin jamaah shalat Idul Adha yang dirahmati Allah.
Bermula dari perintah Allah kepada Nabi Ibrahim untuk melakukan perjalanan dari Mekah menuju Arafah dengan membawa serta keluarganya, Siti Hajar dan Ismail (putra tercintanya).
Di tengah perjalanan, tepatnya di Mina mereka istirahat untuk bermalam dengan membuka tenda.  Pada malam itu (8 Dzulhijah) Ibrahim bermimpi dengan sangat jelas, ia menyembelih Ismail, anaknya. Segera ia tergeragab bangun dari tidurnya, dan termenung memikirkan makna mimpi yang terlihat sangat jelas itu. Sampai pagi datang ia tidak mampu memejamkan kembali karena galau. Ia meragukan mimpi itu sebagai perintah Allah.
Keesokan harinya mereka meneruskan perjalanannya menuju Arafah.  Ibrahim tidak bercerita apapun kepada anak dan istrinya tentang mimpinya semalam. Karena ia sendiri masih tidak tahu dan ragu-ragu tentang takwil mimpi tersebut. Apakah itu sekedar kembang tidur, godaan setan, atau perintah Allah.
Mereka sampai di padang Arafah sore hari menjelang malam. Arafah adalah lokasi tujuan sebagaimana perintah Allah kepada Nabi Ibrahim. Disanalah Ibrahim membuka tenda untuk bermalam guna melakukan tafakur, yaitu merenung dan berkomunikasi dengan Allah.
Pada malam itu pula (9 Dzulhijah) di padang Arafah, saat Ibrahim tidur ia kembali bermimpi.  Mimpi keduanya itu sama persis dengan mimpi pertama saat di Mina yaitu menyembelih putranya, Ismail. 
Nabi Ibrahim tergeragab kembali, ia terbangun dari tidurnya. Dan seperti malam sebelumnya, ia kembali tidak bisa memejamkan matanya sampai pagi. Mimpi itu membuat keraguannya akan perintah Allah mulai luntur.
Tak kuat rasanya ia memendam sendirian. Ingin diceritakannya kepada anak istrinya beban yang berat menghimpit itu. Tetapi ia menahan diri sampai siang datang. Dalam kegundahan itu, Ibrahim memutuskan untuk tidak menceritakan dulu kepada mereka, melainkan akan terlebih dahulu mohon petunjuk kepada Allah.
Ibrahimpun menghentikan segala aktivitasnya. Ia bertafakur di dalam tenda untuk memohon petunjuk kepada Allah Swt.  Nabi Ibrahim berdzikir, dan berdoa sepanjang siang hari hingga sore, menjelang matahari tenggelam.  Aktivitas ini kemudian dikenal dengan istilah wukuf, yaitu salah satu rukun pada ritual ibadah haji.
Pada malam itu (10 Dzulhijah) Ibrahim melanjutkan bermalam di Arafah. Namun lagi-lagi ia bermimpi seperti mimpi-mimpi malam sebelumnya. Bahkan mimpi ketiga itu Nabi Ibrahim dengan sangat jelas menyembelih Ismail, putranya.  Ibrahim-pun menjadi yakin bahwa  mimpi itu adalah perintah Allah kepadanya untuk mengorbankan putranya.
Sebagai bukti ketaatan atas perintah Allah, akhirnya Nabi Ibrahim memutuskan untuk segera melaksanakan perintah Allah. Ia merencanakan menyembelih Ismail di Mina. Tanpa menunggu pagi hari, malam itu juga Ibrahim membangunkan keluarganya dan segera meninggalkan Arafah menuju ke Mina.
Di tengah perjalanan mereka berhenti di Muzdalifah. Saat itulah Ibrahim mulai diganggu dan dirayu oleh setan, agar membatalkan keputusannya mengorbankan Ismail. Tapi, Ibrahim sudah mantab hati, dan teguh pada keyakinannya untuk melaksanakan perintah Allah pada keesokan harinya. Ibrahim lantas mengambil sejumlah batu untuk mengusir setan yang menghalanginya.
Siang hari Ibrahim sampai di Mina. Kemudian Ibrahim dan keluarganya menuju ke sebuah bukit yang kemudian dikenal sebagai Jabal Qurban, dimana Ibrahim akan melaksanakan perintah Allah menyembelih Ismail.  Iapun minta ijin kepada Hajar untuk naik bukit bersama Ismail, sedangkan Hajar diminta untuk menunggu di bawah.
Dialog mengharukan sebelum penyembelihanan
Allahu akbar (9x).  La ilaaha illallahu, allahu akbar. Allahu akbar walilla ilham.  Hadirin jamaah shalat Idul Adha yang dirahmati Allah.
Sesampainya di atas bukit, barulah Ibrahim menceritakan kepada Ismail tentang mimpi yang datang berturut-turut selama tiga hari dalam tidurnya. Betapa beratnya pergulatan batin yang terjadi dalam menyikapi perintah yang sangat dahsyat itu.
Kemudian terjadi dialog yang sangat menyentuh hati. Dialog antara Ibrahim, seorang ayah yang teguh dan taqwa, dengan Ismail seorang anak yang saleh dan patuh.  
“Duhai anakku, sesungguhnya aku telah bermimpi bahwa aku menyembelih dirimu.  Maka aku ingin tahu bagaimanakah pendapatmu?”
“Ayah … aku ingin tahu, apakah itu perintah Allah?”
“Benar anakku. Aku bermimpi tiga malam berturut-turut,” Ibrahim meyakinkan anaknya.
“Jika demikian maka lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu”
“Apakah engkau tidak takut anakku?” tanya Ibrahim heran bercampur haru.
“Tidak ayah, engkau nanti akan mendapatiku sebagai hamba yang patuh dan sabar.”
“Duhai anakku …. Sungguh berat hati aku melaksanakannya. Tapi ini adalah perintah Allah”
“Lakukanlah ayah…. Lakukan”
“Adakah permintaanmu sebelum aku menyembelihmu… duhai anakku?”
Ismail kecil mengatupkan kedua telapak tangannya di depan dada. Kemudian ia menyampaikan beberapa keinginan kepada ayahnya.
“Tajamkanlah pedangmu ayah, untuk meringankan penderitaanku”
“Baiklah …,” jawab Ibrahim dengan kepala tertunduk seraya membayangkan betapa sakitnya saat pedang mengiris leher anaknya nanti.
“Lalu tanggalkanlah pakaianku agar tidak terkena darah, dan ibu tidak terlalu terharu melihatnya nanti.”
“Baiklah … “ Nabi Ibrahim mengangguk pelan menahan kesedihan di dada.
“Dan … sampaikanlah hormatku kepada ibu, katakan padanya bahwa kita termasuk orang-orang yang taat dan berserah diri kepada Allah,” demikian kalimat Ismail melanjutkan permintaannya sebelum disembelih.
Dada Nabi Ibrahim bergemuruh hebat mendengar tiga permintaan anaknya. Kedua kelopak matanya meleleh. Ia tak mampu membendung air mata yang menetes deras hingga membasahi pipinya.

Nabi Ibrahim mendekat, membungkuk dan memeluk Ismail. Kemudian mereka berdua saling berpelukan. Nabi Ibrahim memeluk erat-erat tubuh Ismail dan menciumi pipi anaknya yang baru saja menginjak usia baligh. Dalam benaknya terbayangkan, anaknya yang cerdas, gagah, membanggakan dan membahagiakannya ini, sebentar lagi akan diminta oleh Allah untuk kembali ke sisi-Nya.
Belum puas Ibrahim memeluk anaknya, namun Ismail mengendorkan pelukannya dan memberi isyarat agar ia melepaskan pelukannya.  Dalam pelukan terakhir kalinya itu, dengan linangan air mata dan suara tersengal Ibrahim berbisik di telinga Ismail,  "Sungguh ayah bahagia mempunyai seorang putera yang beriman kepada Allah dan berbakti kepada orang tua."

Saat akan dimulai eksekusi penyembelihan, Ibrahim mengeluarkan pedang dari sarungnya lalu mengasahkan ke batu cadas yang ada disana. Sungguh ia tak mampu membayangkan sebentar lagi darah akan tumpah dari leher anak yang sangat dicintainya.
Proses penyembelihan dimulai, nabi Ibrahim membaringkan Ismail. Anak yang baru beranjak baligh itupun mengikuti apa yang diperlakukan ayah kepadanya tanpa suara. Suasana begitu hening mencekam. 
Tangan kiri Ibrahim mengusap kening Ismail yang terbaring, sementara tangan kanannya mengangkat pedang. Dengan menyebut nama Allah, ia memejamkan mata karena tak kuasa memandang wajah anaknya. Sementara Ismail menatap wajah ayahnya dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.
Sesaat Ibrahim menahan pedang di atas kepalanya. Sekali lagi ia menyebut nama Allah dan siap menurunkan pedang untuk mengiris leher anaknya. 
Pada saat bersamaan malaikat Jibril datang membisikkan pesan Allah ke telinganya, “Hai Ibrahim, sesungguhnya engkau telah membenarkan mimpi itu. Allah telah menerima keikhlasan dan kesabaran kalian berdua. Sesungguhnya ini adalah ujian yang nyata. Maka Allah memerintahkanmu untuk menebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”
Ibrahim-pun terkejut mendengar bisikan Jibril ke telinganya. Lalu ia membuka matanya.  Saat itu juga ia mendengar suara sekawanan domba yang berada tak jauh dari tempatnya.
Sesuai bisikan malaikat Jibril maka Ibrahimpun memilih seekor domba yang besar untuk disembelih sebagai ganti Ismail dalam pengorbanannya.
Rangkaian kisah cinta dan pengorbanan Nabi Ibrahim kepada Ismail itu dibadikan oleh Allah dalam firman-firman-Nya pada QS. Ash Shafaat (37) ayat 100 sampai dengan 110. 
Rabbi hab lī minaṣ-ṣāliḥīn
Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang saleh.”

Fa basysyarnāhu bigulāmin ḥalīm
Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (Ismail).

Fa lammā balaga ma'ahus-sa'ya ; Qāla yā bunayya innī arā fil-manāmi annī ażbaḥuka fanẓur māżā tarā,
Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya;  (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!”

Qāla yā abatif'al mā tu`maru satajidunī in syā`allāhu minaṣ-ṣābirīn
Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”

Fa lammā aslamā wa tallahụ lil-jabīn
Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah).

Wa nādaināhu ay yā ibrāhīm. Qad ṣaddaqtar-ru`yā
Lalu Kami panggil dia, “Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.”

Innā każālika najzil-muḥsinīn
Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

Inna hāżā lahuwal-balā`ul mubīn
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.

Wa fadaināhu biżib-ḥin 'aẓīm
Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.

Wa taraknā 'alaihi fil-ākhirīn
Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian,

Salāmun 'alā ibrāhīm
Selamat sejahtera bagi Ibrahim.

Każālika najzil-muḥsinīn
Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

Qurban ujian bagi manusia
Allahu akbar (9x).  La ilaaha illallahu, allahu akbar. Allahu akbar walilla ilham.  Hadirin jamaah shalat Idul Adha yang dirahmati Allah.
Perintah qurban kepada Nabi Ibrahim merupakan ujian terberat sepanjang sejarah manusia. Tiada satu ujianpun bagi manusia yang beratnya melebihi ujian Nabi Ibrahim, yang harus mengorbankan anak kandung tercintanya demi mematuhi perintah Allah.
Pada peristiwa qurban itu, sesungguhnya Allah ingin menguji sejauh mana kecintaan Nabi Ibrahim kepada Allah dibanding kecintaannya pada Ismail anaknya. Dan Nabi Ibrahim telah membuktikan bahwa kecintaannya kepada Allah melebihi kecintaannya pada Ismail anaknya.
Makna qurban yang merupakan ibadah tahunan bagi umat Islam, sesungguhnya juga merupakan ujian bagi kita sebagai orang beriman, untuk menguji sejauh mana kecintaan kita pada dunia (harta) dibanding kecintaan pada Allah dengan mengikuti perintah-perintahnya.
Dalam Al-Qur’an Allah Swt berfirman, “Innaa a’thoinaakal kautsar; Fasolli lirobbika wanhar” artinya "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah." (QS. Al Kautsar 1-2)

Khutbah Kedua

Allahu akbar (9x).  La ilaaha illallahu, allahu akbar. Allahu akbar walilla ilham.  Hadirin jamaah shalat Idul Adha yang dirahmati Allah.
Dari Khutbah pertama tadi, dapat kita simpulkan bahwa Ibadah qurban tahunan yang umat Islam laksanakan adalah bentuk i’tibar atau pengambilan pelajaran dari kisah tersebut. Setidaknya ada tiga pesan yang bisa kita tarik dari kisah tentang Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail serta ritual penyembelihan hewan kurban secara umum.
Pertama, tentang totalitas kepatuhan kepada Allah subhânau wata’âla. Nabi Ibrahim yang mendapat julukan “khalilullah” (kekasih Allah) mendapat ujian berat pada saat rasa bahagianya meluap-luap dengan kehadiran sang buah hati di dalam rumah tangganya. Lewat perintah menyembelih Ismail, Allah seolah hendak mengingatkan Nabi Ibrahim bahwa anak hanyalah titipan.
Anak, betapapun mahalnya kita menilai, tak boleh melengahkan kita bahwa hanya Allahlah tujuan akhir dari rasa cinta dan ketaatan. Nabi Ibrahim lolos dari ujian ini. Ia membuktikan bahwa dirinya sanggup mengalahkan egonya untuk tujuan mempertahankan nilai-nilai Ilahi. Dengan penuh ketulusan, Nabi Ibrahim menapaki jalan pendekatan diri kepada Allah sebagaimana makna qurban, yakni pendekatan diri.
Sementara Nabi Ismail, meski usianya masih belia, mampu membuktikan diri sebagai anak berbakti dan patuh kepada perintah Tuhannya. Yang menarik, ayahnya menyampaikan perintah tersebut dengan memohon pendapatnya terlebih dahulu, dengan tutur kata yang halus, tanpa unsur paksaan. Atas dasar kesalehan dan kesabaran yang ia miliki, ia pun memenuhi panggilan Tuhannya.

Pelajaran kedua adalah tentang kemuliaan manusia. Dalam kisah itu di satu sisi kita diingatkan untuk jangan menganggap mahal sesuatu bila itu untuk mempertahankan nilai-nilai ketuhanan, namun di sisi lain kita juga diimbau untuk tidak meremehkan nyawa dan darah manusia. Penggantian pengorbanan dari Nabi Ismail dengan domba besar adalah pesan nyata bahwa pengorbanan dalam bentuk tubuh manusia—sebagaimana yang berlangsung dalam tradisi sejumlah kelompok pada zaman dulu—adalah hal yang diharamkan.
Manusia dengan manusia lain sesungguhnya adalah saudara. Mereka dilahirkan dari satu bapak, yakni Nabi Adam ‘alaihissalâm. Seluruh manusia ibarat satu tubuh yang diciptakan Allah dalam kemuliaan. Karena itu membunuh atau menyakiti satu manusia ibarat membunuh manusia atau menyakiti manusia secara keseluruhan. Larangan mengorbankan manusia sebetulnya penegasan kembali tentang luhurnya kemanusiaan di mata Islam dan karenanya mesti dijamin hak-haknya.
Pelajaran yang ketiga yang bisa kita ambil adalah tentang hakikat pengorbanan. Sedekah daging hewan kurban hanyalah simbol dari makna korban yang sejatinya sangat luas, meliputi pengorbanan dalam wujud harta benda, tenaga, pikiran, waktu, dan lain sebagainya.
Pengorbanan merupakan manifestasi dari kesadaran kita sebagai makhluk sosial. Bayangkan, bila masing-masing manusia sekadar memenuhi ego dan kebutuhan sendiri tanpa peduli dengan kebutuhan orang lain, alangkah kacaunya kehidupan ini. Orang mesti mengorbankan sedikit waktunya, misalnya, untuk mengantre dalam sebuah loket pejualan tiket, bersedia menghentikan sejenak kendaraannya saat lampu merah lalu lintas menyala, dan lain-lain. Sebab, keserakahan hanya layak dimiliki para binatang.
Di sinilah perlunya kita “menyembelih” ego kebinatangan kita, untuk menggapai kedekatan (qurb) kepada Allah, karena esensi kurban adalah solidaritas sesama dan ketulusan murni untuk mengharap keridhaan Allah. Wallahu a’lam.

Doa Penutup
Allahu akbar (3x).  La ilaaha illallahu, allahu akbar. Allahu akbar walilla ilham.              Hadirin jamaah shalat Idul Adha yang dirahmati Allah.
Demikian khutbah ini semoga menambah keimanan dan ketaqwaan kita semua.
Mohon maaf atas segala kekhilafan dan kekuarangan, serta terima kasih atas perhatiannya.


Mari kita akhiri khutbah ini dengan berdoa kepada Allah swt dengan hikmat khusyu dan penuh harapan.
Allahumma shalli ’alaa muhammad wa alaa alihi muhammad
Kamaa shallaita ’alaa ibrahiim  wa alaa ali ibrahim
Wa barik alaa muhammad wa ala ali muhammad
Kamaa barakta’ala ibrahim wa ala ali ibrahim
Fil ’aalamiina innaka  hamiidumajiid   birah matika  yaa arhamaa raahimiin
Amin yaa rabbal ’aalamin.

Allahummaghfir lilmu’miniina wal mu’minaat
Wal muslimiina wal mu’slimaat
Al ahyaa’i minhum wal amwaat
Innaka samii’un qariibum mujiibud da’awaat

Rabbana aatiina fiddun yaa hasanah
Wafil aahirati hasanataw waqinaa adzaa bannar.

Subhanarabbika  rabbil ’izati ’ammaa yashifuun
Wasalaamun ’alaal mursaliin
Walhamdulillahi rabbil ’aalamiin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakatuh.


Cinta Diantara Dua Mega 29-30


*CINTAKU ADA DIANTARA MEGA  29*

Bagas menelpon Kristin, tak ada jawaban. Apa yang sebenarnya terjadi ? Dilihatnya Timan juga menelpon tapi kemudian geleng-geleng kepala. Tampaknya sama dengan dirinya, yang ditelpon tak menjawab. Bagas bergegas keluar dan memacu mobilnya, agak tersendat karena sudah banyak orang memenuhi jalanan.

***

"Bu, mengapa tidak segera keluar ?" tanya Sri karena setelah mendengar guyuran berkali-kali kemudian diam seperti tak ada suara.

"Bu... tolong buka pintunya.."
Pintu kamar mandi terbuka, Sri menguak kamar mandi. Bu Sumini terpaku bersandar di pintu.

"Ada apa bu ?"
"Itu bukan darah..." bisiknya gemetar..
Sri menatap yang ditunjuk bu Sumini. Benda kemerahan teronggok disana, ada serabut dikiri kanannya.

"Apa itu ?"
"Aku tidak tahu.."
Sri mencoba menyiramnya,  Tapi benda itu tetap bergulung disana.

"Aku sudah menginjak-injaknya, aku kira gumpalan darah. Itu seperti daging, tiba-tiba keluar bersama darah."
"Ya sudah bu, ayo kekamar dulu, biar itu saya bersihkan," kata Sri yang menuntun bu Sumini kekamar.

Sri mengambil pengki, mengambil gumpalan yang lebih besar dari bola tenis itu, lalu membuangnya ke kloset. Ia membersihkan kamar mandi sambil bertanya-tanya, benda apakah itu.

Sri kembali kekamar, dilihatnya bu Sumini duduk ditepi pembaringan.
"Bu, bagaimana perasaannya ibu? Ada yang sakit? Masih merasa sakit? Atau apa? "
"Tubuhku terasa ringan. Tidak sakit, apa ya benda itu tadi?"

"Baiklah, kalau ibu masih lemas, istirahat saja dulu. Ini sa'atnya mbak Mery menikah, sopir kelurahan sudah menunggu bu."
"Aku ikut.."

"Ibu tidak apa-apa?"
"Tidak, ibu baik-baik saja."
"Baiklah, saya ambilkan minum saja dulu, lalu saya bantu ibu berpakaian ya."

***

Kristin sudah selesai berdandan. Ia mencari Sri, ternyata ada dikamar bu Sumini, sedang mengenakan kain dan kebaya untuk bu Sumini.

"mBak, boleh saya bantu mendandani? Tinggal menggelung rambut dan menyapu wajah dengan sedikit make up, biar saya saja, mbak Sri sepertinya belum selesai berdandan."
"Ya baiklah... terimakasih mbak Kristin."

Sebuah langkah tergesa terdengar.
"Kristin... mbak Sri..." Bagas memasuki rumah mbah Kliwon sambil memanggil-manggil.

"Bagaaas, aku disini.."
"Kristin, dimana ibu Sumini ?"

"Lagi aku dandanin, tapi sudah  hampir selesai."
Bagas menghela nafas lega.

Sri keluar dari kamar, dan tampak sudah siap.
"mBak Sri, bu Sumini ditunggu. mBak Mery tidak mau menikah, menunggu bu Sumini."
"Tampaknya sudah selesai. mBak Kristin yang mendandani."

Tak lama bu Sumini keluar, sudah berdandan apik, Kristin dibelakangnya.
"Bagas, kamu pakai pakaian Jawa ganteng sekali." tak tahan Kristin berteriak.

"Ayo cepatlah." kata Bagas sambil membalikkan tubuhnya menuju kearah depan, sambil menata degup jantungnya. Kristin cantik sekali.

***

Mery panik. setetes air mata menitik. Lastri yang ada didekatnya segera mengusapnya dengan tissue, takut merusak dandanannya.

"Tenang mbak, mas Bagas baru menjemputnya.
"Tapi ini sudah kelamaan pak, saya tidak punya banyak waktu," tiba-tiba penghulu berkata.

mBah Kliwon yang menjadi wali segera menganggukkan kepalanya. Lalu menatap Mery dengan iba.
"Tenang mbak, tidak apa-apa, jangan menghawatirkan ibumu." kata mbah Kliwon.

Lalu mbah Kliwon yang ditunjuk sebagai wali pengantin perempuan berucap dengan lantunan yang tenang dan penuh wibawa.

"Ananda Basuki bin Cokro Sudarmo,  saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Mery Hastuti binti Sukahar, dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan 20 gram perhiasan emas, tunai."

Ketika itulah tiba-tiba dari jauh muncul bu Sumini, yang dengan manis melambaikan tangannya.

Mery ingin berteriak kegirangan, dan nyaris tidak mendengarkan rangkaian ucapan ijab dan janji yang diucapkan suaminya. Ia menatap ibunya dengan mata berkaca-kaca.

"Saya terima nikah dan kawinnya  Mery Hastuti binti Sukahar dengan mas kawin seperti telah disebutkan. Aku rela dengan itu. Semoga Allah selalu memberikan anugerah." kata Basuki dengan suara lantang.

Lalu para sakti mengucapkan 'sah'.
"Alhamdulillah...." ucapan dari semua yang hadir.

Mery berlinangan air mata, ketika ia mencium tangan suaminya. Tersedu ketika mereka saling memasangkan cincin pada jari manis mereka.

Setelah menandatangani surat nikah, Mery menggandeng suaminya mendekati bu Sumini yang duduk dengan linangan air mata juga. Keduanya bersimpuh dihadapan bu Sumini, memohon do'a restunya.

"Ibu, kami mohon do'a restu," bisik keduanya.
"Ibu sangat bahagia. Ibu do'akan kalian, agar selalu hidup dalam kebahagiaan. Rukunlah selalu dan jalani hidup dengan iman dan taqwa. Semoga segera memberikan cucu untuk ibu ya nak."

"Aamiin, in shaa Allah ya  bu, doakan kami selalu."
"Ibu tampak cantik sekali, siapa yang mendandani?" tanya Mery.

"Itu.. eh.. siapa.. dia.. nak Kristin." kata bu Sumini sambil menunjuk Kristin yang duduk disebelahnya.
"Oh. mbak Kristin, terimakasih ya mbak."

Kristin mendekat, tersenyum dan menyalami Mery.
"Selamat ya mbak..mas.."
"Terimakasih Kristin."

"Ini pacarnya Bagas?" celetuk Basuki.
"Bukan," Kristin menjauh dan tersipu.

Kedua mempelai juga bersujud dihadapan pak Darmono selaku pengganti orang tua Basuki, dan  mbah Kliwon selaku wali nikah bagi Mery.

Adakah bahagia yang lebih bahagia daripada mendapatkan pendamping yang dicintai dan mencintai? Itu dirasakan oleh Mery dan Basuki, yang selalu memancarkan mata berbinar setiap menerima ucapan selamat dari kerabatnya.

***

Begitu sampai dirumah, Sri mendekati mbah Kliwon. Ia menceritakan perihal benda yang keluar bersama darah, sebelum bu Sumini berangkat menghadiri akad nikah anaknya.

"Syukurlah, itu bagus. Itulah benda yang meracuni tubuh dan nyaris merenggut nyawa."
"Itukah kanker yang selama ini ditakuti ?"

"Semoga itulah nduk, kita lihat saja perkembangannya. apakah bu Sumini akan bertambah sehat atau tidak."
"Tampaknya sangat baik. Tadi beberapa sa'at setelah mengeluarkan darah dan benda aneh itu, bu Sumini tampak segar dan bersemangat."
"Semoga akan bertambah sehat."

"Nak Sri...  " tiba-tiba bu Sumini mencari kebelakang.
"Saya disini bu.." kata Sri yang kemudian berjalan kebelakang, mendekati bu Sumini.

"Bolehkah saya makan?" katanya malu-malu.
"Boleh bu, silahkan, semuanya masih tertata dimeja.
"Ma'af ya, saya selalu memalukan."
"Tidak bu, anggap saja ini rumah ibu sendiri. Silahkan bu, saya mau menyuruh mbak Kristin segera mandi.

"Biar bu Sumini saya temani makan Sri," kata mbah Kliwon sambil mendekat.
"Oh, rupanya simbah juga lapar bu."
"Iya benar. "

"Silahkan pak, syukurlah ada temannya lapar. Saya juga heran, mengapa akhir-akhir ini saya gampang sekali lapar."
"Itu bagus bu, pertanda ibu semakin sehat."
"Benarkah?"
"Benar bu."

"Tadi nak Sri sudah menceritakan kejadian sebelum saya berangkat ke balai desa?"
"Sudah bu, mudah-mudahan benda itulah yang meracuni ibu selama ini."
"Oh begitu ya, dan saya merasakan perut saya bagian bawah tidak sekeras hari-hari sebelumnya."

"Nanti kalau acara ini sudah selesai, ada baiknya ibu periksa ke dokter."
"Mengapa pak,  saya tidak ingin ke dokter lagi."

"Jangan begitu bu, bagaimanapun ibu harus tahu bagaimana keadaan ibu sekarang ini. Yang bisa tahu hanyalah dokter."

"Bukankah pak Kliwon sudah mengobatinya?"
"Tidak, saya tidak mengobati, saya hanya membantu meringankan beban ibu. Tapi keadaan kesehatan ibu yang sebenarnya, harus dokter yang memeriksanya."

"Bagaimana kalau aku disuruh kemo lagi?"
"Coba saja ibu periksa nanti, . jangan menakutkan apapun."

"Baiklah pak. Tapi saya masih boleh minum jamunya kan?"
"Tentu saja boleh. Selama ibu disini,  saya akan selalu membuatkannya."
"Terimakasih pak Kliwon."

***

"mBak Kristin sudah mandi?"
"Sudah, barusan."

"Untuk acara nanti, sebaiknya mbak Kristin pakai kain dan kebaya. Ini tadi sudah dibawakan dari sana."
"Oh, pakai kain lagi ya?"

"Iya, cobain kebayanya mbak, saya kira pas, tapi kalau kurang pas, coba pakai yang punya saya ini."
"Oh. kita kembaran ya?"

"Iya. Tapi kalau mbak Kristin nggak suka......."
"Tidak.. tidak... aku suka. Sebentar aku cobain kebayanya ya.."
"Iya mbak.. coba dulu..."

Kristin melepas bajunya dan mencoba kebaya yang diberikan Sri. Kebaya warna hijau tosca, dengan bordir kembang keemasan dibagian depan dan bawahnya.

"Waaauw... cantik mbak Kristin, dan pas sekali."
"Pas ya ?"

"Iya... cepat kenakan mbak, nanti sanggulnya juga ada, kalau nggak bisa memasangnya, disana ada tukang rias yang akan mendandani kita."
"Tidak usah mbak, saya bisa sendiri kok."

"Benarkah? Syukurlah mbak.. Duuh, ternyata mbak Kristin bukan hanya cantik tapi juga  pintar mendandani orang."

"Nanti untuk mbak Sri saya pasangkan sekalian sanggulnya."
"Baiklah, ayo, mana yang lebih dulu bisa mbak Kristin kerjakan. Nanti kita juga harus mendandani bu Sumini.

"Saya pasangkan sanggulnya mbak Sri lebih dulu saja."
"Baiklah."

***

"Mas Timan, sini.." panggil Lastri.
"Ada apa ?"

"Mas Timan sudah tahu kan, yang nanti akan mendampingi pengantin adalah mas Bagas dan mbak Kristin?"
"Iya, tadi Sri sudah bilang, tapi jangan dulu Bagas diberi tahu. Juga mbak Kristin."

"Iya aku tahu. Tapi kata Sri dia sudah bilang siang tadi pada mbak Kristin, tapi belum disepakati, tampaknya mbak Kristin masih malu-malu."

"Tapi kan dia harus pakai kebaya juga?"
"Sudah, itu urusan Sri untuk membujuknya."

"Baguslah, semoga mereka benar-benar akan menjadi pasangan nantinya."
"mBak Mery juga bilang begitu."

"Ya sudah, semuanya beres. Nanti kalau pembawa acara sudah menyebutkan mana bisa mereka menolak?"

Lastri dan Timan tertawa lucu.

***

"Bagas, kamu tahu nggak, tadi tuh Kristin dandan cantik sekali lho." kata pak Darmono sambil mengenakan kain untuk dirinya sendiri.
"Kan sudah lama dia cantik pak."

"Halaaah, nggak usah pura-pura tak perduli. Bapak tadi melihat kamu memandangi dia terus. Ya kan?"
"Bapak sukanya mengada-ada deh, sudah, ini kain untuk Bagas dibetulin dulu pak, nggak bisa ini pakai kain sendiri"

"Masa cuma begitu saja nggak bisa. Orang Jawa itu harus bisa dandan ala orang Jawa."
"Bapak sudah sering pakai kain, Bagas belum pernah lho. Baru hari ini. Harus dua kali lagi. Pas akad nikah, sama pas resepsi. Tadi sudah ditawarin mau didandanin bapak nggak mau, ya bapak harus tanggung jawab dong."

Pak Darmono tertawa.

"Kok jadi bapak yang harus tanggung jawab. Bapak bilang nggak usah, saya bisa sendiri .. itu kan memang bapak bisa sendiri. Ngapain kamu ikut-ikut?"
"Habisnya, bapak menarik tangan saya masuk kekamar sendiri."

"Ya sudah, sini, bapak dandanin dulu. Harus cakep dong dandanannya, supaya bisa serasi nanti kalau berdekatan dengan Kristin."
"Memangnya siapa yang nyuruh Bagas berdekatan sama dia."

"Lha namanya satu atap, ya pasti bisa saja dong saling berdekatan."
"Huh, bapak ngeledek melulu."
"Bilang saja kamu suka."
"Nggak ah..."

"Jangan membohongi hati kamu sendiri, nanti kamu menyesal lho."
"Sudahlah pak, ayo Bagas didandanin dulu, bapak ngomongin yang enggak-enggak."

"Ya sudah, celana kamu dilepas dulu, masa pakai kain masih akan pakai celana. Seperti tadi itu lho."

Namun dalam didandani itu,  terbayang juga wajah Kristin. Iya sih, Kristin tampak berbeda dengan balutan kain Jawa. Hanya saja, sanggulnya bukan sanggul Jawa tapi sanggul modern. Apakah nanti Kristin juga akan mengenakan pakaian Jawa, dan gelung modern seperti tadi? Coba pakai konde seperti mbak Mery.

"Hei.. berputar kesana... melamun kamu ya ?"
"Oh, iya pak, ma'af."

***

"Lho, setelah berdandan, bu Sumini cantik, banyak miripnya sama mbak Mery." kata Sri.
"Masa sih ?" bu Sumini menatap wajahnya pada kaca yang ada dikamarnya.
"Apakah itu aku ?"
"Iya bu. mBak Kristin pintar ya mendandani ?"

"Benar, sudah cantik, pintar berdandan. Itu siapa yang masang kondenya?"
"Saya sendiri bu." kata Kristin.

"Kondenya Sri ini tadi juga mbak Kristin lho yang memasang. Tidak usah datang ke tukang rias, disini sudah beres."
"Wah, wah.. kalau aku punya anak laki-laki, ingin mengambilnya sebagai menantu."

"Eh, ibu jangan salah, mbak Kristin sudah punya calon."
"mBak Sri ngelantur. Siapa yang punya calon?"
"Lha itu mas Bagas ?"

"Ah, benarkah? Ibu tahu nak Bagas sangat ganteng. Iya, cocok kalau sama nak Kristin."
"mBak Sri ini ada-ada saja, jangan percaya bu, ini lagi mau nyari, barangkali nanti di pesta ada yang ganteng dan mau sama Kristin."

Sri tertawa.

"Ayo, bercanda saja. Sudah siap bu, kita berangkat yuk, jangan sampai nanti mbak Mery cemas lagi karena ibu terlambat datang.

***

Bunyi gamelan sudah bergaung sejak tadi. Suaranya mengalun menyusup keseluruh desa. Di sepanjang jalan menuju balai desa sudah banyak orang berbondong bondong datang. Ada wayang kulit yang akan menghiasi acara di keramaian malam itu.

Banyak tamu undangan yang sudah hadir. Mereka hanyalah para penduduk sekitar. Basuki memang ingin sekaligus menciptakan suasana yang meriah didesa itu.  Mereka datang, mendapat suguhan yang enak-enak, dan hiburan yang membuat mereka semua pasti terhibur.

Kedua mempelai sudah berdandan. Cantik dan ganteng. Semua yang melihatnya berdecak kagum.

Bu Sumini, Sri dan Kristin duduk di barisan depan. Tiwi yang juga sudah berdandan cantik berlarian kesana kemari bersama Ayu. Tapi begitu melihat ibunya, Tiwi menggelendot di pangkuannya.

"Ibu Ci juga mau jadi manten ?" tanya Tiwi sambil menatap ibunya yang berdandan cantik, berbeda dari biasanya.

"Tidak Tiwi, yang jadi penganten Ibu Mery," kata Sri sambil tertawa.

Disebuah sudut yang agak jauh dari mereka, sepasang mata menatap Kristin tak berkedip. Dia adalah Bagas.

"Tuh, benar kan kata bapak," tiba-tiba pak Darmono muncul dibelakangnya, sambil menepuk pundaknya. Bagas terkejut dan tersipu.
"Apa sih bapak nih.."

"Ayo duduk didepan sama bapak, supaya kamu lebih puas menatap dia."
"Hiih, siapa yang menatap dia," kata Bagas yang kemudian menjauh dari ayahnya.

"Sial benar sih, kok bapak melihat aku tadi," gumam Bagas lirih.
"Ada apa mas?"

Bagas kembali terkejut, gumam lirihnya terdengar oleh Timan.

"Ah, mas Timan, bapak itu lho, minta saya duduk didepan, malu aku."
"Mengapa malu? Ayo sama aku saja."

Tiba-tiba pembawa acara mengatakan bahwa mempelai akan menduduki pelaminan. Sepasang anak muda yang akan mendampinginya, adalah ananda Bagas dan ananda Kristina.

Keduanya hampir melonjak karena terkejut.


***

besok lagi ya


*CINTAKU ADA DIANTARA MEGA  30*

Kristin menatap Sri, sedikit bingung.

"Ayo mbak, kita jemput pengantinnya. Mana mas Bagas." kata Sri yang kemudian melongok kesana kemari. Tapi ternyata Timan sudah menarik Bagas mendekati Kristin.

Kristin berdebar ketika Timan dan Sri menuntun mereka kedalam dengan menggandengkan  tangan mereka. Dua-duanya gemetar, dan berkeringat.

Ketika keduanya kemudian mengiringi kedua mempelai keluar .. semua mata menatap dan berdecak kagum. Mereka seperti dua pasang dewa dewi dari kahyangan.

"Ya ampuun.. cantik-cantik dan ganteng-ganteng semua." celetuk seseorang.
"Mereka seperti dua pasang dewa dewi dari negeri atas angin." timpal yang lainnya.
"Bukan, seperti sepasang dewa dewi dari kahyangan."

Dari tempat jauh pak Darmono menatap anaknya sambil tersenyum puas.

"Mereka pasangan serasi bukan pak?" kata Timan yang duduk disebelah pak Darmono.
"Keduanya masih malu-malu mengakui kalau saling suka. Heran saya," kata pak Darmono sambil geleng-geleng kepala.

"Sebetulnya suka, tapi malu mengakui, begitu pak?"
"Iya... heran saya..."

"Tapi kalau memang cinta, pastilah nanti bisa kejadian pak. Rupanya bapaknya sudah sangat pengin punya menantu ya pak?"
"Iya sih.. " kata pak Darmono sambil tertawa.

"Sabar pak, saya do'akan bisa benar-benar menjadi pasangan seumur hidup."
"Aamiin, terimakasih nak."

Suasana bertambah meriah, ketika pagelaran wayang kulit dimulai. Orang-orang berjubel disekitar wayang digelar. Ramai dan hiruk pikuk suara gamelan dan teriakan orang berbaur menjadi satu, membuat bertambah meriahnya suasana malam itu.

Binar-binar bahagia terpancar dari kedua mempelai. Tak pernah terbayangkan, acara menjadi seheboh dan semeriah ini.

"Aku sangat bahagia. Ini hidup yang aku impikan," bisik Basuki ditelinga isterinya.

"Aku juga sangat bahagia Bas, kamu telah menurunkan mega-mega diangkasa yang menyembunyikan cintaku," balas Mery sambil meremas tangan suaminya yang tak pernah lepas menggandengnya.

***

Menjelang pagi pak Darmono, Bagas dan Kristin baru meninggalkan Sarangan. Tapi pak Darmono minta menginap lagi di hotel, karena khawatir Bagas terlalu lelah.

Di hotel itu Bagas memesan satu kamar lagi untuk Kristin.

"Tidak apa-apa kan, menginap semalam dulu disini? Takutnya Bagas kelelahan, padahal dia harus nyetir sendiri." kata pak Darmono kepada Kristin.

"Tidak apa-apa om, nanti saya mengabari papa kalau menginap disini."
"Baiklah."

Bagas menunjukkan kamar Kristin sebelum dirinya sendiri masuk kekamar ayahnya.

"Berani kan, tidur sendiri ?" tanya Bagas.
"Memangnya kalau aku tidak berani, siapa yang mau menemani?" nah, Kristin memancing nih.

"Waduh, mana ada yang berani menemani ?"
"Memangnya aku hantu ?"
"Bukan kamunya yang menakutkan, kalau ada setan lewat itu yang membuat tidak berani."

"Oh, kadang ada ya setan lewat."
"Selalu ada lah, setiap  sa'at. Menggoda mereka yang imannya tidak kuat."

Kristin tersenyum manis sekali. Ada pembicaraan menyenangkan sebelum tidur menjelang pagi itu. Semoga akan terbawa dalam mimpinya nanti.

Bagas menatap senyum itu, lalu membalasnya pula dengan senyuman.

"Selamat malam.." kata Bagas.
"Selamat malam, tolong jangan mimpikan aku," Kristin semakin berani.

"Memangnya mimpi harus bilang dulu sebelum menghiasi tidur seseorang?"
"Takutnya dalam mimpi itu juga akan ada setan lewat. Bukankah dia selalu ada?"
"Kalau hanya dalam mimpi tidak apa-apa, kan namanya mimpi itu tidak sengaja?"

Kristin tersenyum lebar.
Bagas buru-buru menutupkan pintunya sebelum setan benar-benar lewat.

***

Kristin tidak bisa segera tidur. Dia membuka-buka ponselnya untuk melihat foto-foto dirinya pada acara pernikahan tadi. Dia paling suka melihat fotonya ketika mendampingi pengantin berdua bersama Bagas. Ia mendengar orang-orang berceletuk tentang mereka. Benarkah seperti dua pasang dewa dewi dari kahyangan? Tak bosan-bosannya ia menatap Bagas dengan balutan pakaian Jawa. Tampak lebih ganteng dan gagah. Benarkah pantas bersanding dengan dirinya seperti celetukan-celetukan yang dia dengar?

Dan masih didekapnya ponsel itu didadanya sampai dia terlelap dalam mimpi.

"Kristin..."

Kristin terkejut mendengar panggilan itu. Bagas berdiri didekatnya, lalu menarik tangannya keluar dari kamar.

"Bagaaas, mau kemana kita ?"
"Kesuatu tempat yang indah.. "

Kristin terkejut ketika tiba-tiba mereka berada ditepi laut, dimana sesekali terdengar deburan ombak yang menghempaskan air kedaratan.

Tangan Bagas masih menggenggam tangannya dengan erat. Mereka memandangi lautan luas yang menghampar, dan menatap kecipak ikan warna warni diantara bebatuan yang menonjol.

Lalu mereka saling menatap dengan getar-getar yang menggelora.

"Kristin... aku sangat mencintai kamu.." bisik Bagas yang terdengar merdu ditelinga Kristin.
"Aku juga cinta sama kamu Bagas.."

Lalu tiba-tiba Bagas memeluknya. Sejenak mereka terlena, lalu tiba-tiba Kristin berteriak.
"Bagaas.. ada setan lewaaat..."

Lalu Kristin mendorong Bagas sampai Bagas jatuh terjengkang. Tapi karena Bagas memeluknya erat, tubuh Kristinpun ikut terjatuh, dan mereka berguling guling dipasir.

"Bagaaas... " Kristin berteriak, lalu tiba-tiba Kristin sadar. Rupanya dia sedang terbaring diatas kasur, memeluk guling dan nyaris jatuh disisi tempat tidur yang lain.

Terengah Kristin mengingat mimpinya.

"Hanya mimpi.. Ah.. ini gara-gara kata Bagas tentang setan lewat itu.

Kristin kembali memejamkan matanya, tapi dari jendela kamar hotelnya dia melihat cahaya pagi mulai berpendar.

Kristin bangkit lalu melangkah kearah jendela, dibukanya jendela itu, lalu dibiarkannya angin pagi berembus menerbangkan anak rambutnya yang terurai.

"Temaram pagi yang nyaman, aku jarang menikmatinya."

Celoteh nyaring burung-burung kecil menghiasi suasana pagi itu.  Lalu teringatlah olehnya mimpi itu, dan kembali dadanya berdegup lebih keras.

"Bagas menyatakan cinta, begitu merdu dan indah, tapi itu kan hanya mimpi."
Kristin menghela nafas, tapi bibirnya menyunggingkan senyum.

"Mimpi indah..." gumamnya, lalu membalikkan tubuhnya, melangkah kekamar mandi."
"Akankah mimpi menjadi nyata?" Kristin masih bergumam ketika menutupkan kamar mandi.

***

Bu Suryo tersenyum senang melihat foto-foto yang di tunjukkan Kristin di ponselnya.

"Anakku cantik sekali,"
"Kan mamanya juga cantik ?" kata Kristin sambil ikut melihat foto-foto itu lagi.
"Hm, sudah berani bergandengan tangan sama Bagas ya?"

Kristin tersipu.

"Itu ketika mereka mendorong-dorong aku sama Bagas, supaya mendjadi pendamping pengantin. Ya ampun ma, aku kan malu sekali jadinya."

"Malu apa senang," goda sang mama.
"Ih, mama nih... " kata Kristin sambil mencubit lengan mamanya.

"Kalian menginap di hotel semalam?"
"Iya, bapaknya Bagas khawatir.,  Bagas sangat lelah, jadi diajaknya menginap dihotel dulu semalam."

"Bertiga ?"
"Iya bertiga, tapi aku kamar sendiri dong bu, masa sekamar sama om Darmono.. sama Bagas."

"Ya sudah kamu istirahat saja dulu, tidak usah kekantor, kamu kayaknya kurang tidur begitu."
"Iya ma.. lewat tengah malam baru keluar dari Sarangan. Padahal disana masih ramai ma, ada pagelaran wayang kulit juga."

"Wah.. rame sekali dong."
"Bukan rame lagi ma, heboh.. meriah.. baru kali ini Kristin melihat pesta semeriah itu."

"Kamu senang ?"
"Senang ma, jadi banyak pengalaman."

"Bagus kalau kamu bisa menikmatinya. Sekarang istirahat saja dulu, mau disini atau dirumah kamu sendiri terserah."
"Disini saja ma..nanti sore Kristin pulang."

***

Basuki dan Mery tak lama tinggal dirumah pak lurah. Setelah mengucapkan terimakasih, mereka kembali ke Solo, meninggalkan kenangan manis yang akan berkesan selamanya.

Sepekan kemudian Mery sudah diboyong kerumahnya sendiri. Bersama bu Sumini pastinya.

"Ibu, ini kamar untuk ibu ya? " kata Basuki ketika sudah sampai dirumahnya.
"Kamarnya bagus sekali. Selama hidup ibu belum pernah tidur dirumah sebagus ini."

"Ini adalah rumah Mery, jadi rumah ibu juga. Apa ibu suka ?"
"Tentu saja ibu suka. Ini anugerah indah setelah ibu menemukan Mery. Syukurlah dia hidup layak, dan sekarang mendapatkan suami yang sangat baik."

"Ibu kalau butuh apa-apa, ada simbok yang akan melayani. Bilang saja mau apa, nanti simbok akan menyiapkannya."
"Itu gampang nak, ibu tidak suka dilayani. Aduh.. seperti nyonya besar saja."

"Bu, disini ibu memang menjadi nyonya besar. Jangan salah bu."

"Ah.. ada-ada saja. Biarkan ibu menjalani hari-hari ibu dengan cara ibu, tidak usah berlebihan, ibu jadi sungkan."
"Masa sama anak sendiri kok bisa sungkan ?"

"Ibu, ibu baju-baju ibu, biar Mery nanti menatanya di almari itu," kata Mery yang sudah selesai menata barangnya dikamarnya sendiri.
"Iya, atau biarkan saja disitu nanti aku sendiri yang menata."
"Tidak bu, ibu harus beristirahat sekarang. Ibu pasti lelah."

"Dan ibu jangan lupa, besok harus kerumah sakit untuk kontrol. Ini sudah terlambat satu minggu lebih lho bu," kata Basuki.
"Hm, rumah sakit lagi. Ibu merasa baik-baik saja."

"Tidak bu, yang bisa mengatakan baik-baik saja hanya dokter. Ibu harus menurut."
"Iya bu, kita harus yakin akan kesehatan ibu. Besok kita ke dokter, sambung Mery.

"Tapi aku nggak mau lho kalau disuruh kemo lagi."
"Tidak bu, tidak ada yang akan memaksa kalau ibu tidak mau."

"Sungguh ?"
"Iya bu. "

Bu Sumini mengangguk senang, seperti anak kecil diberi janji akan dibelikan mainan.


***

Hari itu Bagas menemui Basuki dirumahnya.

"Mas, aku akan berangkat besok."
"Oh iya, semua sudah aku siapkan. Ada mobil untuk kamu, itu didepan," kata Basuki sambil menunjukkan mobil baru barwarna merah.

"Itu mas? Warnanya sama dengan mobilku, cuma lebih mahal yang itu, mobilku kan mobil jadul." kata Bagas sambil tertawa.

"Iya, karena aku tahu bahwa kamu suka mobil warna merah, lalu aku pilihkan yang merah. Baru kemarin dikirim. Mobilmu itu juga bagus, cuma menurut aku biar saja ditinggal di Solo, supaya kalau bapak mau pergi-pergi tidak usah memanggil taksi.."

"Aku ambil saja besok sekalian berangkat."
"Tidak Gas, bawa saja sekarang, mobilmu itu besok aku yang akan mengantarkan kerumah om Darmono."

"Wah.. bapak pasti senang kalau mobilnya ada dirumah."
"Memang kita kan harus menyenangkan orang tua, ya kan Gas. Tapi apakah kamu tidak menawarkan bapak supaya ikut saja ke Ungaran?"

"Mana bapak mau. Bapak lebih suka tinggal dirumahnya sendiri."
"Kamu sudah bilang?"

"Sudah. Tapi aku janji akan pulang seminggu sekali. Simbok pasti juga sedih kalau aku pergi."
"Iya ya, kamu sudah dirawat sejak bayi kan?"
"Iya mas."

"Kamu juga sudah pamit sama Kristin?"
"Ah, dia kan sudah tahu kalau aku mau pergi."

"Tapi kan ada baiknya ada kata perpisahan. Nanti kalau kangen bagaimana ?"
"Ini ada apa.. semua-semua kok ngeledek aku terus. Padahal aku sama Kristin tidak ada apa-apa lho."

"Jangan membohongi diri kamu sendiri Gas, jadi laki-laki itu harus tegas. Kalau kamu memang suka ya bilang suka, kalau cinta ya bilang cinta."

Bagas tertawa ngakak.

"Ini ada apa, kok ramai sekali," kata Mery yang tiba-tiba muncul.
"Ini lho Mer, Bagas bilang, katanya sama Kristin tidak ada apa-apa."

" Bagas itu yang terlalu sombong. Kristin sudah lama suka sama dia."
"Dan Bagas juga suka lho Mer, apa kamu lupa, pas dia menjadi pendamping kita, dia itu menatap Kristin terus."

"Wah, mas Basuki ini seperti bapak."
"Itu karena bapak sudah pengin punya menantu Gas," timpal Mery.

"Ah, entahlah, biarkan aku bekerja dulu, kalau memang jodoh ya mau bagaimana lagi."
"Tuh kan, sekarang kata-katanya sudah agak condong ke "pengakuan', bahwa dia sebenarnya juga berharap begitu.

"Ya sudah, ya sudah.. aku kalah dong, habisnya dikeroyok dua."
"Itu benar nak, ibu juga setuju, menurut ibu memang cocok nak Bagas sama mbak Kristin," tiba-tiba bu Sumini muncul sambil membawa nampan berisi minuman.

"Tuh, sekarang jadi tiga yang mengeroyok Bagas kan?"
"Kok ibu yang membawa minuman? Simbok mana?"

"Tadi mau dibawa simbok, tapi aku minta, soalnya ingin tau, kok didepan rame ada apa, eeh .. ternyata ada nak Bagas."

***

Pagi hari itu simbok membawakan kopor Bagas dengan mata ber-kaca-kaca.

"mBok, mengapa simbok menangis? Aku kan hanya berangkat bekerja?"
"Berangkat bekerja bagaimana? Biasanya juga berangkat bekerja, tapi kan sorenya sudah pulang, lalu dipijitin sama simbok, lalu makan malam masakan simbok. Lalu kalau nakal simbok cubitin pantat mas Bagas. Sekarang siapa yang akan makan masakan simbok?"

"Simbok itu gimana, kan ada bapak?"
"Cuma bapak, makannya sedikit."

"Dengar mbok, nanti Bagas akan pulang setiap hari Sabtu, lalu menghabiskan masakan simbok."
"mBok, Bagas itu bekerja lebih giat, karena sudah pengin punya isteri," timpal pak Darmono.

Mendengar itu simbok lalu mengusap air matanya, menatap Bagas dengan wajah cerah.

"Benar mas ? Mas Bagas sudah mau menikah ?"
"Bapak ini ada-ada saja."

"Bukankah suatu hari nanti kamu juga akan punya isteri?"
"Ya sudah mas, bekerja yang rajin, kumpulkan uang banyak untuk mencari isteri."

"Iya mbok, do'akan ya."
"Tapi sungguh ya, pulang setiap hari Sabtu."
"Bagas janji mbok, " kata Bagas sambil memeluk simbok erat-erat.

Dipeluk momongannya tangis simbok pecah kembali.

"mBok, sudahlah, kalau kamu menangis terus, momonganmu jadi tidak tenang bekerja. Dengar, nanti kalau mobilnya mas Bagas sudah diantar kemari, kita jalan-jalan ke Ungaran, melihat rumah dan kantor Bagas.

"Sungguh ? Benarkah , bapak?"
"Iya benar, aku juga ingin melihat seperti apa kantor Bagas disana."

"Bagus pak, tapi agak besar, sebenarnya itu terlalu besar buat Bagas."
"Ya nanti kalau kamu sudah punya isteri, kan tidak merasa tinggal dirumah besar, apalagi kalau sudah punya anak."

Bagas tersenyum, lalu memeluk bapaknya juga, dan mencium tangannya.

"Bagas mohon pamit ya pak, dan mohon do'a restu bapak."

"Iya Bagas, semoga kamu sukses dalam berkarya, sehingga tidak mengecewakan Basuki, dan jangan lupa, bapak ingin segera menimang cucu."

Bagas tertawa.

Simbok sudah memasukkan kopor ke bagasi.
"Mobilnya mas Bagas baru, bagus banget," kata simbok.
"Iya mbok, mobil dari perusahaan. Besok kalau Bagas pulang, simbok akan aku ajak jalan-jalan dengan mobil ini."

"Iya mas, jangan lupa ya, sering pulang."
"Iya mbok, awas ya, jangan menangis lagi," kata Bagas sambil bersiap masuk kedalam mobil. Tapi tiba-tiba terdengar klakson berbunyi, lalu sebuah mobil masuk kehalaman.

Bagas urung membuka mobilnya.

***

besok lagi ya