Selasa, 31 Juli 2018

Alasan Michael H. Hart Menempatkan Nabi Muhammad Ranking Pertama

Michael Hart, ilmuwan riset Amerika, pengarang buku “The 100: A Ranking Of The Most Influential Persons In History”  (100 orang yg paling berpengaruh di Dunia), menempatkan Nabi Muhammad, di peringkat pertama dlm bukunya. Ia membutuhkan waktu 28 tahun riset dan untuk menyelesaikan bukunya tersebut.
Pada saat memberikan kuliah dan seminar di London, ia di cemooh, diejek, dan di interupsi, mereka mempertanyakan bukunya yang menempatkan Nabi Besar Muhammad sebagai orang yang paling berpengaruh di Dunia di peringkat pertama.
Hart menjawab : "Muhammad berdiri tegak sendirian di Mekkah pada tahun 611, dan ia menyatakan ke semua orang di wilayah masyarakat yang terbelakang saat itu : "Aku adalah seorang nabi yang diutus oleh Allah untuk menyempurnakan prilaku manusia (akhlak)".  Hanya 4 orang yg percaya kepada Muhammad saat itu, yakni istri, keponakan dan dua orang sahabatnya.
Saat ini, setelah lebih dari 1400 tahun, pengikut Muhammad, umat muslim sudah mencapai lebih dari 1 Milyar orang, dan masih terus bertambah hingga Amerika dan Eropa. Jadi, Nabi Muhammad, jelaslah bukan pembohong, karena kebohongan tidak akan pernah bertahan setelah lebih dari 1400 tahun. Dan anda tidak akan pernah mampu membohongi 1 Milyar manusia.
Tambahan lagi yang harus anda renungkan, setelah semua yang terjadi selama ini, ratusan juta umat muslim tidak akan pernah ragu untuk mengorbankan jiwa raga mereka jika ada yang mencoba menodai nama baik Nabi mereka.

Apakah diantara Anda pengikut Kristiani ada yang sanggup berbuat seperti itu terhadap Jesus?. Setelah itu yang terjadi adalah keheningan yang mencekam dan lama di auditorium itu.

Inti Ajaran Islam adalah Akhlak

Pernahkah Anda mendengar atau membaca bahwa inti dari ajaran islam adalah akhlak?. Jika Anda pernah mendengar atau membaca hal tersebut, mungkin Anda akan bertanya-tanya: apakah benar inti ajaran islam itu akhlak? bukan tauhid atau aqidah ataupun yang lainnya?. Apakah sebenarnya maksud dari hadits yang berbunyi sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia?. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, mari kita kaji disini
Pernyataan bahwa inti ajaran islam itu adalah akhlak, bukanlah tanpa dalil/rujukan yang dapat dipertanggungjawabkan, karena biasanya pernyataan tersebut disandarkan pada hadits-hadits berikut:
Pertama, Hadits dengan Redaksi Makârim al-Akhlâq:
Hadits dari Abu Hurairah R.A., ia berkata: Rasulullah –shallallâhu ‘alayhi wa sallam– bersabda: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” (HR. Al-Bayhaqi dalam al-Sunan al-Kubrâ’ (no. 20782), al-Bazzar dalam Musnad-nya (no. 8949) Imam Bukhari dalam Al Adaab Al Mufraad hal 42, Ahmad 2/381, Al Hakim 2/613, Ibnu Saad dalam Thabaqaatul Kubra (1/192), Al Qudhaa’iy dalam Musnad Asysyihaab No.1165)
Al-Hafizh Ibnu Abd al-Barr al-Andalusi, sebagaimana dinukil oleh al-Zurqani: “Dan ini adalah hadits shahih muttashil dari banyak jalurnya, shahih dari Abi Hurairah dan selainnya.” [1]
Kedua, Hadits dengan redaksi Shâlih al-Akhlâq. Hadits dari Abu Hurairah R.A., ia berkata: Rasulullah –shallallâhu ‘alayhi wa sallam– bersabda: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan keshalihan akhlak.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya (no. 8952), Al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad (no. 273), al-Bayhaqi dalam Syu’ab al-Îmân (no. 7609), al-Khara’ith dalam Makârim al-Akhlâq (no. 1), dan lainnya)
Mengomentari hadits dari Imam Ahmad di atas, Imam al-Haitsami (w. 807 H) menjelaskan:  “Imam Ahmad meriwayatkannya, dan para perawinya adalah para perawi shahih” [2]
Setelah menukil perkataan Ibn Abd al-Barr, al-Sakhawi (w. 902 H) merinci bahwa di antaranya apa yang dikeluarkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya, dan al-Khara’ithi di awal kitab al-Makârim-nya, dari hadits Muhammad bin ‘Ajlan, dari al-Qa’qa’ bin Hakim, dari Abi Shalih, dari Abu Hurairah R.A. secara marfu’, dengan lafazh shâlih al-akhlâq, dan para perawinya adalah perawi shahih. (Syamsuddin al-Sakhawi, al-Maqâshid al-Hasanah fî Bayân Katsîr Min al-Ahâdîts al-Musytahirah ‘Alâ Alsinah, Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, cet. I, 1405 H, hlm. 180)

Makna Akhlak Menurut Para Ulama Bahasa
Sebelum kita melihat apa yang dimaksud dengan makna aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia, perlu kiranya kita melihat pengertian akhlak itu sendiri ditinjau dari segi bahasa
Akhlak (الأخلاق) adalah jamak dari khuluq (الخُلُقُ). Khuluq itu sendiri sebagaimana dijelaskan para ulama ahli bahasa adalah sebagai berikut:
Menurut Muhammad bin Ahmad al-Azhariy (w. 370 H):  Al-Khuluq: dien, dan al-khuluq: muru’ah.” [3]
Menurut Al-Qadhi ‘Iyadh (w. 544 H) yang menukil perkataan Ibnu al-‘Arabi:  “Ibnu al-‘Arabi menuturkan: al-khuluq yakni tabiat, al-khuluq yakni al-dîn, al-khuluq yakni muru’ah.” [4]
Al-Hafizh Ibnu al-Atsir (w. 606 H) pun menegaskan hal senada dalam Al-Nihâyah fî Gharîb al-Hadîts. (Majduddin Abu al-Sa’adat Ibnu al-Atsir, Al-Nihâyah fî Gharîb al-Hadîts wa al-Atsar, Beirut: Al-Maktabah al-‘Ilmiyyah, 1399 H, juz II, hlm. 70)
Ibn Manzhur (w. 711 H) dalam Lisân al-‘Arab pun menjelaskan:  Al-Khuluq: yakni dien (agama), tabi’at dan watak alami” [5]

Makna Aku Diutus untuk Menyempurnakan Akhlak
Berdasarkan penjelasan yang telah diambil dari beberapa pendapat para ulama terpercaya tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan akhlak adalah Ad-dien, tabiat dan adab. dengan demikian makna dari hadits tersebut berarti: Sesungguhnya aku (Muhammad S.A.W) diutus untuk menyempurnakan dien (Islam), tabiat dan adab yang mulia, menyempurnakan dien, tabiat dan adab yang telah diturunkan kepada nabi dan rasul sebelumnya yang merupakan rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil’alamin). Jadi inti dari ajaran Islam itu adalah Ad-dien yang tidak bisa terlepas dari aturan, hukum dan syariat, bukan hanya terbatas kepada budi pekerti/tata krama dalam kehidupan sosial terhadap sesama mahluk saja.
Penjelasan Para Imam
Imam Abu Ja’far al-Thahawiy (w. 321 H) meriwayatkan hadits ini no. 4432 dan menjelaskan maknanya:  “Dan makna hadits ini menurut kami –wallâhu a’lam- bahwa Allah ‘Azza wa Jalla mengutusnya –shallallâhu ‘alayhi wa sallam– untuk menyempurnakan bagi manusia Dien mereka, dan Allah menurunkan kepadanya dari apa yang masuk dalam pemaknaan ini, yakni firman-Nya ‘Azza wa Jalla:  “Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kamu Dien-mu” (QS. Al-Mâ’idah [5]: 3)
Maka pengutusannya oleh Allah ‘Azza wa Jalla adalah untuk menyempurnakan bagi manusia syari’at-syari’at beragama mereka dimana sungguh telah ada syari’at beribadah nabi sebelum Rasulullah –shallallâhu ‘alayhi wa sallam– dari para nabi dengan syari’at peribadahannya, kemudian Allah ‘Azza wa Jalla menyempurnakannya berdasarkan informasi firman-Nya:  “Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kamu Dien-mu” (QS. Al-Mâ’idah [5]: 3)
Dan kata al-ikmâl semakna dengan al-itmâm, dan ini menjadi makna dari sabda Rasulullah –shallallâhu ‘alayhi wa sallam-:  Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan keshalihan akhlak.
Frase (shâlih al-akhlâq) yakni shâlih al-adyân, yakni Dienul Islam, wa billâhi al-tawfîq.” [6]
Imam al-Baji, sebagaimana dinukil oleh Imam Abdul Baqi al-Zurqani (w. 1122 H) menuturkan:  “Dahulu orang Arab dikenal sebagai sebaik-baiknya manusia dari akhlaknya karena apa yang tersisa di sisi mereka dari syari’at ajaran Nabi Ibrahim a.s., mereka pun tersesat dari sebagian besar di antaranya maka diutus Rasulullahh –shallallâhu ‘alayhi wa sallam– untuk menyempurnakan mahâsin al-akhlâq dengan menjelaskan kesesatannya dan dengan pengkhususan dalam syari’atnya.” [7]
Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr al-Andalusi sebagaimana dinukil oleh al-Zurqani menjelaskan bahwa masuk didalamnya keshalihan, dan kebaikan seluruhnya, Dien ini, keutamaan, kehormatan, kebajikan (al-ihsân) dan keadilan, dan oleh karena itulah diutusnya Rasulullah –shallallâhu ‘alayhi wa sallam– untuk menyempurnakannya. [8]
Akhlak Rasulullah Menurut Aisyah R.A.
Hisyam bin Amir pernah bertanya kepada Aisyah R.A. tentang akhlak Rasulullah SAW. Aisyah menjawab, “Akhlak beliau (Nabi S.A.W) adalah (melaksanakan seluruh yang ada dalam) Al-Quran.”. Hadits Shahih diriwayatkan oleh Muslim, Syarah Shahih Muslim Lin Nawawi (6/25) , Abu Daud dalam Sunan-nya(2/40), An Nasaa’I dalam Sunan-nya (3/199), Ad Darimiy dalam Sunan-nya (1/345)
Karakter budi pekerti Rasulullah adalah budi pekerti yang dibentuk oleh Al-Quran, bukan karakter alamiah yang terpisah dari al-Quran. Dengan kata lain, budi pekerti (adab) Rasulullah S.A.W adalah Islam dan syariat-Nya (hukum-hukum Allah S.W.T). Karakter (akhlak) Rasulullah S.A.W merupakan wujud dari ketaatan beliau terhadap perintah dan larangan Allah S.W.T. Beliau senantiasa mengerjakan apa yang diperintahkan Allah, dan meninggalkan apa yang dilarang oleh-Nya
Penjelasan tersebut diatas juga dapat diperoleh dalam tafsir ibnu Katsir surat Al-Qalam ayat 4 (untuk detil tafsirnya, silahkan dibuka dan dibaca sendiri tafsir ibnu Katsir)  Dan sesungguhnya engkau benar-benar memiliki khuluq yang agung.” (QS. Al-Qalam [68]: 4)

Kesimpulan Makna Aku Diutus untuk Menyempurnakan Akhlak
Dengan demikian maka jelaslah sudah bahwa yang dimaksud dengan aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia/shaleh itu adalah aku diutus dengan membawa Al-Quran untuk menyempurnakan dien Islam (hukum-hukum/ketentuan Allah S.W.T) yang telah diturunkan kepada nabi dan rasul sebelumnya. Rasulullah terus melakukan tugasnya sebagai rahmatan lil’alamin sampai dien Islam sempurna sebagaimana surat Al-Maidah ayat 3 dan kemudian Rasulullah Muhammad S.A.W wafat di Madinah
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Almaidah:3)

Hubungan Akhlak dan Aqidah
Maka bisa disimpulkan bahwa memahami makna akhlak dalam hadits di atas tak bisa dilepaskan dari Al-Quran dan konotasi Dienul Islam itu sendiri. Akhlak yang baik sebagai bukti dari keimanan dan akhlak yang buruk sebagai bukti atas lemahnya iman, semakin sempurna akhlak seorang Muslim berarti semakin kuat imannya. Akhlak yang baik adalah bagian dari amal shalih yang dapat menambah keimanan dan memiliki bobot yang berat dalam timbangan. Akhlak itu bukan hanya sebatas hubungan manusia dengan manusia, tetapi hubungan manusia dengan khaliqnya (penciptanya), akhlak terikat dengan perintah dan larangan Allah karena akhlak Rasulullah itu adalah Al-Quran itu sendiri. Dengan demikian akhlak tidak bisa dipisahkan dari aqidah
Itulah makna dari hadits yang menyatakan bahwa aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia/shalih. Semoga kita semua mendapatkan manfaat dari pembahasan makna aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia/menyempurnakan kemuliaan akhlak. Mudah-mudahan pada kesempatan berikutnya kami dapat mengkaji, apa sebetulnya yang dimaksud dengan Dien Islam


Footnotes
Muhammad bin ‘Abdul Baqi al-Zurqani, Syarh al-Zurqaniy ‘Alâ Muwaththa’ al-Imâm Mâlik, Kairo: Maktabah al-Tsaqafah al-Diniyyah, cet. I, 1424 H, juz IV, hlm. 404. 
Nuruddin ‘Ali al-Haitsami, Majma’ al-Zawâ’id wa Manba’ al-Fawâ’id, Beirut: Dar al-Fikr, 1412 H, juz VIII, hlm. 343. 
Muhammad bin Ahmad al-Azhariy, Tahdzîb al-Lughah, Beirut: Dar Ihya’ al-Turats al-‘Arabi, cet. I, 2001, juz VII, hlm. 18. 
‘Iyadh bin Musa bin ‘Iyadh, Masyâriq al-Anwâr ‘Alâ Shihâh al-Âtsâr, Dar al-Turats, juz I, hlm. 239. 
Ibnu Manzhur, Lisân al-’Arab, Kairo: Dar al-Ma’arif, juz II, hlm. 1245. 
Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad al-Thahawi, Syarh Musykil al-Âtsâr, Beirut: Mu’assasat al-Risalah, cet. I, 1415 H, juz XI, hlm. 262. 
Muhammad bin ‘Abdul Baqi al-Zurqani, Syarh al-Zurqaniy ‘Alâ Muwaththa’ al-Imâm Mâlik, Kairo: Maktabah al-Tsaqafah al-Diniyyah, cet. I, 1424 H, juz IV, hlm. 404. 
Muhammad bin ‘Abdul Baqi al-Zurqani, Syarh al-Zurqaniy ‘Alâ Muwaththa’ al-Imâm Mâlik, juz IV, hlm. 404. 



http://bacasitus.com/agama/inilah-maksud-aku-diutus-menyempurnakan-akhlak.html

Selasa, 24 Juli 2018

Orang Bernilai Lebih Berharga Ketimbang Sekedar Sukses


Sebenarnya apakah kesuksesan itu semata-mata sebagai tujuan hidup semua orang?. Kenyataannya demikianlah yang bisa kita saksikan, meskipun boleh jadi ukuran keberhasilan setiap orang berbeda-beda. Dan cara orang memaknai kesuksesan juga tidak selalu sama. 
Namun ada lebih penting dari sukses seperti ditegaskan Albert Einstein, ilmuwan besar abad modern, yakni apa yang disebutnya bernilai. Dengan kata lain, orang yang bernilai jauh lebih berharga daripada sekadar orang yang sukses. 
Einstein menasehati, “Cobalah tidak untuk menjadi seseorang yang sukses, tetapi menjadi seseorang yang bernilai” 
Orang bernilai dapat dikenali dengan bagaimana ia memberikan kebaikan dan kemanfaatan, bukan hanya untuk diri dan keluarganya sendiri, melainkan juga untuk orang-orang banyak. Orang bernilai mungkin memiliki tidak banyak, tetapi ia banyak memberi kepada orang lain. 
Di dalam perspektif agama Islam, orang yang paling baik di antara semua orang adalah yang paling baik akhlaknya dan paling bermanfaat bagi orang lain. 
Rasulullah SAW bersabda, Khoirunnas anfa'uhum linnas” , Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.  (HR. Ath Thabarani); dan “Sesungguhnya  yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik akhlaknya”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Senin, 23 Juli 2018

Tiga Amalan Pemuda Penghuni Surga

Ada seorang lelaki, shalat rawatibnya biasa saja. Shalat tahajut dan dhuhanya pun tidak rajin. Dzikirnya juga tidak nampak tekun.  Demikian pula dengan iktikaf dan puasa sunnahnya yang tidak kelihatan istiqamah.   Tetapi pemuda ini dikatakan oleh Rasulullah sebagai Ahli Surga.  Kenapa demikian?  Karena ia melakukan tiga amalan sosial yang istimewa.
Kisah ini sering diceritakan oleh para ustadz.  Tetapi rasanya masih sangat relevan dan penting untuk diceritakan kembali. Karena masih banyak diantara kita yang tidak peka terhadap masalah -masalah sosial (muamalah), yang merupakan inti dari ajaran Islam yaitu akhlak.  Kisahnya sebagai berikut:
Ketika Rasulullah SAW sedang duduk bersama para sahabat di salah satu sudut masjid Nabawi, tiba-tiba beliau menatap ke langit seolah mendengar bisikan malaikat. Kemudian Rasulullah kembali menatap para sahabat, dan bersabda, "Sebentar lagi akan muncul di hadapan kalian seorang lelaki penghuni surga."
Tak lama berselang, tiba-tiba muncul seorang lelaki Anshar dengan janggut masih basah oleh air wudu. Ia berjalan pelan-pelan sementara tangan kirinya menjinjing sandalnya.
Keesokan harinya, dalam kesempatan yang sama Rasulullah kembali berkata demikian, "Akan datang seorang lelaki penghuni surga."  Tak lama kemudian lelaki itu kembali muncul.
Hal tersebut juga diucapkan oleh Rasulullah hingga pada kesempatan ketiga. Sehingga para sahabat banyak yang penasaran terhadap lelaki tersebut.  Diketahui kemudian lelaki Anshar tersebut bernama Saad bin Abi Waqqash.
Tentu dalam hati para sahabat bertanya - tanya tentang amalan yang dilakukan oleh pemuda tadi, sehingga ia dikatakan oleh Rasulullah sebagai calon penghuni surga. Demikian juga dengan sahabat Abdullah bin Amr bin Al Ash. Karena rasa penasarannya ia kemudian mencoba mencari alasan agar bisa tinggal di rumah lelaki tadi selama tiga hari.
Alasan yang ia buat adalah ia sedang bertengkar dengan ayahnya. Ternyata Abdullah pun di izinkan oleh lelaki itu untuk tinggal bersamanya selama tiga hari. Maka selama tiga hari itu ia menyelidiki keistimewaan lelaki Anshar itu.
Di malam pertama, Abdullah bangun untuk Tahajud, tapi ia mendapati pemuda tadi ternyata masih tidur hingga datang waktu Subuh.  Dan ketika masuk waktu Dhuha, Abdullah bergegas menunaikan shalat Duha, sementara pemuda itu tidak. Bahkan ketika Abdullah sedang berpuasa sunah, pemuda itu ternyata malah tidak puasa sunah.  
 Hingga hari ketiga Abdullah tinggal bersama Saad, ia belum menemukan keistimewaan dari pemuda tersebut.  Abdullah pun semakin heran dengan ucapan Rasulullah Saw. yang menyebutnya sebagai pemuda ahli surga. Akhirnya Abdullah memutuskan untuk bertanya langsung pada pemuda tadi.
"Wahai Saad saudaraku, sesungguhnya tidak pernah terjadi pertengkaran antara aku dan ayahku. Tujuanku menginap di rumahmu adalah karena aku ingin tahu amalan ibadah apa yang engkau lakukan sehingga Rasulullah menyebut-nyebut engkau sebagai pemuda ahli surga.
Tetapi setelah aku amati, tidak ada amalan istimewa yang engkau amalkan,  Engkau tidak tahajud, pagi hari pun kau lalui tanpa shalat dhuha, bahkan shaum sunah pun tidak,"  ucap Abdullah.
Saad bin Abi Waqqash menjawab, “Benar tidak ada amalan lain yang aku kerjakan kecuali seperti apa yang engkau lihat”. Jawaban itu sungguh tak memuaskan hati, dan Abdullah pun berpamitan untuk pulang.
Namun, ketika Abdullah berpaling melangkah keluar dari rumah, laki-laki tersebut memanggilnya dan berkata, “Amalan ibadahku memang hanya seperti apa yang engkau lihat. Hanya saja ada hal yang tidak engkau lihat. Bahwa aku berusaha untuk selalu jujur kepada siapapun.  Aku juga berusaha untuk tidak menyakiti hati orang lain. Selain itu aku selalu menjaga tali silaturahim." terang Saad.
Mendengar penjelasan lelaki itu Abdullah pun terkejut, dan berkata: “Demi Allah..., engkau benar - benar ahli surga. Ketiga amalan itulah yang belum dapat kuamalkan secara baik"
Dari kisah diatas dapat ditarik kesimpulan, ternyata yang membuat Saad dikatakan oleh Rasulullah sebagai ahli surga adalah BUKAN disebabkan karena ia tekun shalat malam, rajin shalat dhuha, rajin iktikaf, dan sering puasa Sunnah. 
Tetapi Saad dikatakan oleh Rasulullah sebagai ahli surga disebabkan lantaran ia istiqamah melakukan tiga hal yaitu:  Ia selalu (1) bersikap jujur, (2) tidak menyakiti hati orang lain, dan (3) menjaga tali silaturahim.  Sedangkan amalan ibadah mahdhahnya, seperti shalat malam, shalat dhuha, puasa, dan iktikafnya ia lakukan biasa-biasa saja.
Lantas bagaimana keistimewaan ketiga prilaku istimewa pemuda calon penghuni surga tersebut?
Pertama, Jujur.  
Jujur merupakan salah satu sikap yang sangat terpuji. Salah satu sifat mulia Rasulullah adalah sidiq (jujur).  Jujur adalah kesesuaian antara ucapan, sikap, tindakan dan juga niat dengan keadaan yang sebenarnyaSifat jujur itu berupa prilaku yang berterus terang, tidak menutupi, tidak dusta, tidak ingkar, tidak curang dan tidak riya’. Pemahaman “jujur” itu meliputi: a) Berterus terang (tidak menutupi), yaitu adanya kesesuaian antara informasi yang disampaikan dengan keadaan sesungguhnya; b) Tidak dusta, yaitu adanya kesesuaian antara perkataan dan kenyataan;  c) Tidak ingkar, yaitu kesesuaian antara janji/niat dan perbuatan; d) Tidak curang, yaitu kesesuaian antara komitmen dan perbuatan; dan e) Tidak Riya’, yaitu kesesuaian antara perbuatan dan kematangan hati.
Kedua, Tidak Menyakiti Orang Lain
Maksudnya adalah sikap dan perbuatannya tidak merugikan orang lain, yang membuat orang lain menjadi sedih, sakit hati, kecewa, dan bahkan menderita.
Rasulullah bersabda, bahwa seorang muslim adalah orang yang orang-orang muslim lainnya menjadi selamat dari (perbuatan buruk) lisan dan tangannya. Sedangkan orang yang beriman adalah orang di mana manusia lain merasa aman darinya.
Dari hadits di atas setidaknya kita dapat mengambil pemahaman, bahwa sebaik apa pun dia melakukan ibadah mahdlah, namun jika dia selalu merugikan orang lain, mengecewakan sesama, menyakiti oran-orang di sekitarnya, maka iman Islamnya seseorang tidaklah sempurna. Sehebat apa pun orang beribadah, jika ia banyak merugikan orang lain maka ia termasuk orang yang rugi alias bangkrut.
Dalam suatu riwayat, Nabi pernah menjelaskan kepada sahabat-sahabatnya tentang orang yang bangkrut.  Rasulullah menjelaskan, sesungguhnya orang yang bangkrut adalah orang yang rajin mendapat pahala dari shalat, puasa, zakat, puasa, dan dzikir, tetapi karena dia tidak memiliki akhlak yang baik, dia sering menyakiti hati orang, sering berbuat zalim, dsb.    Maka ketika hari kiamat pahala amalnya habis berpindah ke orang lain dan dosanya bertambah banyak lantaran dosa orang lain berpindah kepadanya.
Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang bangkrut dari umatku adalah mereka yang datang pada Hari Kiamat dengan banyak pahala shalat, puasa, zakat, dan haji. Tapi di sisi lain, ia juga mencaci orang, menyakiti orang, memakan harta orang (secara bathil), menumpahkan darah, dan memukul orang lain. Ia kemudian diadili dengan cara membagi-bagikan pahalanya kepada orang yang pernah dizaliminya. Ketika telah habis pahalanya, sementara masih ada yang menuntutnya maka dosa orang yang menuntutnya diberikan kepadanya. Akhirnya, ia pun dilemparkan ke dalam neraka." (HR Muslim, Tirmidzi, dan Ahmad).
Ketiga,  Menjaga Silaturahim.  
Pengertian silaturahim disini bukan hanya sekedar menjalin komunikasi dan pertemuan fisik antar kawan belaka, tetapi silaturahim yang mengandung unsur kepedulian, tolong menolong, empati, dan bersikap ramah terhadap sesama.  
Silaturahim adalah menyambung hubungan baik dengan keluarga, para karib dan kerabat, dengan perbuatan amal soleh sesuai dengan keadaan orang yang hendak dihubungi, terkadang berupa kebaikan dalam hal harta, atau memberi bantuan tenaga, atau mengunjunginya, atau memberi salam, dan cara lainnya” (Syarh Shahih Muslim, 2/201).
Esensi dari silaturahim adalah hablum minan nas (berhubungan baik dengan sesame manusia).
  
Demikianlah tiga prilaku istimewa pemuda ahli surga yang membuat para sahabat nabi menjadi penasaran.  Ketiganya merupakan akhlak mulia yang dicontohkan oleh Rasulullah.
Bukannya tugas utama Nabi Muhammad diturunkan ke dunia adalah untuk memperbaiki akhlak. Rasulullah bersabda : Innama Buits’tu Li Utammima Ma Karimal Akhlak (Sesungguhnya aku diutus oleh Allah tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak. HR. Ahmad & Baihaqi). 
Akhlak mulia
Banyak hadis yang menyatakan bahwa untuk mengukur keimanan seseorang itu adalah diukur dari akhlaknya (prilaku sosial), bukan dari kesalehan individual (ibadah mahdhah).
Berikut 3 hadis tentang akhlak sosial.
a.  Rasulullah bersabda, khairunnas anfa’uhum linnas Manusia yang paling baik,  ialah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain.  (HR. Ibnu Hajar Al-Asqalani)
b.  Ketika Rasulullah ditanya, ”Amal apa yang paling utama?”.  Nabi yang menjawab, ”Seutama-utama amal ialah memasukkan rasa bahagia pada hati orang yang beriman, yaitu melepaskannya dari rasa lapar, membebaskannya dari kesulitan, dan membayarkan hutang-hutangnya.”  (HR. Ibnu Hajar Al-Asqalani)

c.  Rasulullah bersabda, "Aku berjalan bersama saudaraku untuk memenuhi kebutuhannya (kepedulian sosial), itu lebih aku cintai daripada ber-i’tikaf di masjid Nabawi selama sebulan lamanya.”  (HR. Ath Thabrani 6/139)

Jumat, 20 Juli 2018

Obat HNP


1.   Gabapentin (300 mg) : 1 x 1  
·         Untuk Kesemutan.
·         1  x  1
·         Gabapentin adalah obat untuk mencegah dan mengontrol kejang. Obat ini juga digunakan untuk meredakan nyeri saraf akibat herpes zoster pada orang dewasa. Gabapentin dikenal sebagai obat anti kejang atau antiepilepsi.

2. Asam Mefenamat (500 mg)
·         Untuk Nyeri.
·         3  x  1
·         Asam mefenamat adalah obat untuk mengobati rasa sakit ringan hingga sedang.
·         Sering digunakan sebagai obat sakit gigi, sakit kepala, dan meringankan rasa nyeri pada masa menstruasi.

3. Valisanbe (Diazepam 2 mg) : 1 x 1  
·         Untuk Penenang (Ngantuk).
·         1  x  1 (Malam hari)
·         Diazepam adalah obat penenang dan *anti kejang* yang berfungsi mengurangi impuls saraf pada otak.

********  ******  *******

OBAT HNP

1. Neurodex
Untuk meredakan kebas dan kesemutan .
1  x  1
Neurodex adalah salah satu merek suplemen vitamin B kompleks yang tersusun dari vitamin B1, B6, dan B12. Vitamin B kompleks sendiri dikenal sebagai vitamin neurotropik (nutrisi sel saraf) sehingga digunakan untuk melindungi dan menjaga kenormalan fungsi saraf. Oleh sebab itu, obat ini digunakan untuk meredakan kebas dan kesemutan, gangguan saraf tepi akibat kekurangan vitamin B, serta berbagai kegunaan lainnya.

2.  Licokalk
Untuk pengobatan defisiensi (kekurangan) kalsium .
1  x  1
Licokalk adalah suplemen makanan yang mengandung Calcium lactate (Kalsium laktat). Suplemen ini dapat dibeli tanpa resep dari dokter, namun harus tetap berkonsultasi kepada dokter terlebih dahulu. Likokalk dapat digunakan untuk pencegahan dan pengobatan defisiensi (kekurangan) kalsium.

3.  Voltadex
Untuk meredakan rasa sakit dan peradangan .
2  x  1

Voltadex adalah salah satu merek dagang obat yang mengandung Natrium Diklofenak. Ini merupakan obat anti-inflamasi non steroid (OAINS) yang digunakan untuk meredakan rasa sakit dan peradangan. Voltadex umumnya digunakan untuk mengobati nyeri ringan sampai sedang, seperti pada pengapuran sendi tulang (osteoarthritis), radang sendi asam urat, rheumatoid arthritis, sakit kepala, sakit gigi, kram menstruasi dan sebagainya

Rabu, 18 Juli 2018

Usia Yang Tersisa

ألسلام عليكم ورحمه الله وبركاته
Saudaraku... di usia kita yang tersisa ini, yuk kita sama-sama merenungkan nasehat bijak berikut ...
Jangan terlalu keras untuk menyesuaikan diri dengan DUNIA,
Karena kita datang *bukan untuk menetap*, tapi sekedar mampir.
Mungkin kita terlalu percaya diri bahwa umur kita masih panjang,
Dan *nasehat tentang kematian selalu kita anggap angin lalu*.
Kita selalu menganggap PINTU AMPUNAN akan selalu terbuka, padahal... *belum tentu.*
Hari ini kita masih di atas tanah,
Bisa jadi esok hari *kita sudah di bawah tanah*.
Selalulah berbuat baik
selagi masih ada kesempatan,
Karena *kematian tidak menunggu kita sampai jadi orang baik*.
Kematian itu PASTI
dan ia *datang tepat waktu*... Tak kan terlambat atau terlalu cepat.
Entah dengan apa kenangan dapat terganti yang jelas masa pasti terlewati...
Kamu akan MELUPA
Kamu akan MENUA
dan akhirnya...
*Kamu akan MENUAI*
Semoga setiap detik dari usia yang tersisa...
Adalah EPISODE TAUBAT KITA.
*Muhasabah..*
Mereka meyakini adanya maut, namun *tidak pernah mengadakan persiapan*.
Mereka meyakini neraka, namun *tidak pernah takut akan siksanya*.
Mereka meyakini surga, namun *tak beramal untuknya*.
Dan lebih menakjubkan lagi, mereka mengerti dunia dan segala tipu daya nya, namun *tetap rakus untuk mendapatkan nya*.
Kapan disebut mengejar duniawi secara berlebihan?!
Ketika kamu sudah *terbiasa meninggalkan shalat*.
Hidup untuk beribadah, jika sudah tidak beribadah, lalu *untuk apa hidup?*
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَا لْاِ نْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
wa maa kholaqtul-jinna wal-ingsa illaa liya'buduun.
"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah (menyembah) kepada-Ku." (QS. 51: 56)
Semoga apapun pekerjaan kita, apapun yang kita lakukan, semuanya bernilai ibadah selama *kita gantungkan harapan kita hanya kepada Allah subhanahu wata'ala*.
اللهم صل وسلم وبارك عليه🌹🌹
*****