Senin, 22 Februari 2021

Manfaat Senyum

Tersenyum adalah tindakan kecil yang dapat berdampak besar bagi setiap orang. Senyuman lebih dari sekedar ungkapan rasa senang dan bahagia. Makna dari senyuman itu sendiri sangatlah dalam. Senyum dapat mengirimkan segala bentuk arti untuk orang lain.

Berikut ini adalah 7 manfaat senyuman yang ajaib dan dahsyat untuk mengungkapkan kepercayaan, keramahan, kebaikan, ketulusan, dan masih banyak lagi:

1. Tersenyum memberikan sinyal positif terhadap diri Anda
Saat Anda tersenyum, sesungguhnya Anda sedang mengirimkan hawa positif kepada tubuh, jiwa, pikiran, dan roh kita. Spirit Anda menjadi lebih positif dan Anda cenderung akan melakukan segala sesuatunya lebih baik lagi.

2. Tersenyum membuat orang lain di sekitar Anda merasa nyaman
Dengan tersenyum, tidak hanya diri Anda sendiri yang merasakan adanya ‘sinyal’ positif, melainkan orang lain yang berada di sekitar Anda pun akan tertular hawa positif untuk memercayai Anda. Senyum yang tulus dapat mengirim pesan bahwa orang lain bisa percaya dan bekerjasama dengan Anda.

3. Senyum membuat Anda terlihat lebih cantik dan ganteng
Orang yang gemar tersenyum akan jauh terlihat lebih menarik daripada orang yang cenderung lebih suka cemberut atau air muka yang datar. Saat Anda tersenyum, Anda akan terlihat jauh lebih cantik dan ganteng dari biasanya.

4. Senyum meningkatkan kepercayaan diri Anda
Senyuman yang penuh penghayatan dan tulus akan menularkan energi super positif yang membuat Anda menjadi lebih kuat dan smart untuk percaya diri dalam menghadapi tugas – tugas yang ada di depan Anda.

5. Senyum membuat Anda awet muda
Dengan tersenyum, seseorang akan cenderung lebih awet muda karena senyum menarik otot wajah kita ke atas. Orang yang suka tersenyum akan jauh terlihat lebih muda sekalipun usianya sudah tinggi karena kebiasaan baiknya itu.

6. Tersenyum dapat membawa keberuntungan
Bagi sebagian orang atau profesi, senyum menjadi hal yang utama dan vital. Seorang pramusaji yang tersenyum tulus akan mendapatkan tip yang biasanya lebih besar daripada seorang pelayan yang judes. Secara umum, dalam industri jasa, pekerja dibayar karena tersenyum kepada pelanggan.

7. Tersenyumlah, maka seluruh dunia akan tersenyum kepada Anda
Saat Anda tersenyum dengan hangat dan tulus, kita sedang menabur kebaikan. Kelak, senyuman yang tulus dan hangat itu akan kembali juga kepada kita dengan cara yang ajaib dan tidak terduga. Orang yang suka tersenyum, akan menuai senyuman juga. Otomatis, hari–hari yang dilaluinya jauh lebih bermakna dan berwarna.

(Odilia Hana Santoso) 

Kamis, 18 Februari 2021

Falsafah Jawa: Nrimo ing Pandum Serupa Tawakal dalam Islam

Selain petuah Ojo Dumeh Eling lan Waspodo, para sesepuh kerap berpesan kepada kita, agar hidup dalam damai dan tenteram batin dengan berpegang pada prinsip Nrimo ing Pandum.

Apa maksud dari falsafah ini?

Nrimo artinya menerima, sedangkan Pandum artinya pemberian. Jadi Nrimo ing Pandum memiliki arti menerima segala pemberian apa adanya tanpa menuntut yang lebih dari itu. Konsep ini menjadi salah satu falsafah Jawa paling populer yang sampai kini masih diugemi atau dianut masyarakat.

Sebagian ilmuwan sosial menganggap konsep ini sebagai salah satu penyebab rendahnya etos kerja masyarakat Jawa. Para ilmuwan itu menduga sikap masyarakat Jawa yang cenderung menerima segala sesuatu apa adanya menyebabkan pupusnya motivasi untuk bekerja. Sehingga masyarakat hanya diam saja menunggu pemberian tanpa melakukan usaha apapun.

Asumsi ini muncul mengingat teori-teori Psikologi dewasa ini menjelaskan bahwa setiap tindakan manusia berasal dari kepentingan diri mereka sendiri. Mulai dari pendekatan psikoanalisis yang beranggapan bahwa manusia bertingkah laku karena dorongan dari dalam diri yang disebut “Id” hingga teori-teori humanistik yang menggambarkan manusia seharusnya menjadi diri sendiri seperti yang individu tersebut inginkan. Bahkan perilaku prososial pun dianggap sebagai upaya pengharapan akan balasan perilaku yang sama dari orang lain.

Dari teori-teori yang lahir dari rahim masyarakat individualistik semacam itu, maka wajar jika semua perilaku yang dilakukan oleh manusia berasal dari motif pribadi dan demi kepentingan diri sendiri. Termasuk dalam hal ini adalah bekerja. Sebuah tindakan seorang individu dianggap hanya untuk dirinya sendiri. Praktiknya adalah berbagai macam kebijakan yang bertujuan meningkatkan kinerja individu berdasarkan pada kebutuhan pribadi.

Seringkali kita lupa bahwa hidup ini bukan hanya tentang memperoleh sesuatu dari dunia, tetapi juga memberikan sesuatu pada dunia. Islam mengenal konsep Qadha dan Qadar yaitu adanya ketetapan-ketetapan yang telah diatur oleh Allah SWT. Dalam bahasa sederhana dapat kita katakan bahwa di dunia ini ada hal-hal tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan kita untuk memahaminya.

Untuk mengatasi masalah tersebut dikenallah konsep tawakal dalam Islam. Tawakal artinya berserah diri terhadap Allah SWT. Sehingga setiap ketetapan yang ada harus kita terima dengan lapang hati karena kita telah menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT. Konsep inilah yang sekilas mirip dengan konsep Nrimo ing Pandum.

Konsep Tawakal, seperti halnya Nrimo ing Pandum juga seringkali dianggap berlawanan dengan konsep berusaha atau bekerja keras. Padahal jika kita mau mencermati, kedua konsep ini hanya menjelaskan tentang satu hubungan, yaitu bagaimana menerima stimulus dari luar dan tidak menjelaskan bagaimana seharusnya memberikan stimulus ke luar.

Padahal kita melakukan dua hubungan dengan dunia luar yaitu menerima dan memberi. Kemampuan kita bukan hanya tentang menerima stimulus dari luar, tetapi juga memberikan stimulus ke luar. Konsep memberi ini yang terkadang kurang diperhatikan. Selama ini kita berasumsi bahwa kita memberi sesuatu karena kita ingin menerima. Keinginan “memberi untuk menerima” inilah yang disebut pamrih dalam konsep Jawa.

 

Tawakal dan Nrimo ing Pandum ini befungsi dalam hubungan menerima stimulus dari luar. Menurut Ki Ageng Suryomentaram (1892-1962) rasa senang timbul akibat terpenuhinya harapan oleh kenyataan dan bila harapan tidak terpenuhi maka menimbulkan rasa susah.

Harapan adalah sesuatu yang kita ciptakan atas kehendak kita sendiri. Sedangkan kenyataan adalah hal-hal yang dalam batas tertentu berada di luar kemampuan kita. Dalam Islam dikenal bahwa Qadha dan Qadar sepenuhnya berada di tangan Allah SWT dan berada di luar jangkauan manusia.

Disinilah Tawakal dan Nrimo ing Pandum menjalankan fungsinya. Kedua konsep ini sebagai pengekang agar manusia tidak terlalu tinggi dalam berharap sehingga ketika kenyataan ternyata tidak sesuai, rasa susah tidak akan menyerang individu tersebut. Konsep ini membantu kita menerima kenyataan yang ada.

Tawakal membuat kita berserah kepada Allah SWT atas segala yang telah ditetapkan-Nya. Nrimo ing Pandum membantu kita untuk menerima segala sesuatu apa adanya tanpa berharap atau menuntut “yang tidak-tidak” terhadap lingkungan.

Lalu bagaimana tentang berusaha? Dalam Islam selain tawakal juga dikenal konsep ikhtiar, yakni umat Islam diwajibkan untuk berusaha sekeras mungkin. Bahkan dalam batasan tertentu dikenal juga konsep Jihad yang menuntun kita “bersungguh-sungguh dalam berusaha”.

Rasulullah sendiri juga menekankan bahwa tawakal bukan berarti tanpa usaha. Dalam sebuah riwayat disebutkan, “Seandainya kalian betul-betul bertawakal kepada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.”

Hadis tersebut menjelaskan bahwa meskipun segala sesuatu telah ditetapkan oleh Allah SWT, manusia tetap memiliki kewajiban untuk berusaha. Sehingga adalah salah jika beranggapan bahwa sikap tawakal menyebabkan etos kerja masyarakat menjadi rendah.

Sedangkan bagi masyarakat Jawa kita dituntut untuk selalu memberi tanpa pamrih. Sopan santun terhadap tamu misalnya, menunjukkan bagaimana kita lebih mengutamakan orang lain daripada kepentingan diri kita sendiri. Adanya etos gotong-royong dan kerja sama merupakan sebuah bentuk nyata dari konsep usaha di tengah masyarakat Jawa. Ketika kita dituntut bukan hanya berusaha untuk diri kita sendiri, tetapi juga berusaha untuk orang lain tanpa pamrih.

Bukankah hidup ini pada dasarnya adalah tentang urusan memberi dan menerima? Menerima apa yang telah diberikan kepada kita dengan lapang hati tanpa menuntut dan memberikan apa yang bisa kita berikan semaksimal mungkin tanpa pamrih. Inilah makna sejati dari prinsip Nrimo ing Pandum, karena kita yakin bahwa hanya kepada-Nya lah kita layak berserah diri.

…Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku”. Kepada-Nyalah bertawakal orang-orang yang berserah diri. (QS. Az-Zumar:38)

EH/IslamIndonesia 

-----


Nrimo Ing Pandum (Rejeki)

Rejeki iku ora isa ditiru. Senajan podo lakumu, senajan podo dodolanmu, senajan podo kerjamu, nanging hasil sing ditompo bakal bedo2.

Iso bedo akehe nanging bobote pondho. Dudu akehe nanging berkahe kang ndadekake cukup lan nyungkupi

Kabeh iku soko tresnane Gusti kang Maha Kuwasa. .

Sopo temen bakal tinemu, sopo wani rekoso bakal gayuh mulyo. 







Rejeki

Rezeki iku ora isa ditiru. Senajan podo lakumu, senajan podo dodolanmu, senajan podo kerjomu, hasil sing ditompo bakal bedo2. Iso bedo ning akehe bondho, iso ugo bedo ono ning roso lan ayeme ati. Yo iku sing jenenge bahagia.

Kabeh iku soko tresnane Gusti kang Maha Kuwasa. Sopo temen bakal tinemu, sopo wani rekoso bakal gayuh mulyo. Dudu akehe, nanging berkahe kang ndadekake cukup lan nyungkupi

Wis ginaris ning takdirie manungso, yen opo sing urip kuwi wis disangoni soko sing Kuwoso. Dalan urip lan pangane wis cemepak, cedak koyo angin sing diserot mbendinane. Nanging kadang manungso sulap moto lan peteng atine, sing adoh soko awake katon padang cemplorot ngawe-awe. Nanging sing cedak ning ngarepe lan dadi tanggung jawabe di sio-sio koyo ra nduwe guno

Rezeki iku wis cemepak soko gusti ora bakal kurang anane kanggo nyukupi kebutuhan manungso soko lair tekane pati. Nanging yen kanggo nuruti karep menungso sin ora ono watese, rasane kabeh cupet ning pikirane ruwet, lan tambah marai buntet…mumet.

Welinge wong tuo: Opo sing ono dilakoni lan opo sing urung ono ojo di arep-arep. Semelehke atimu yen wis dadi nduwekmu bakal tinemu, yen ora jatahmu opo maneh kok ngrebut soko wong liyo nganggo coro sing olo, yo dienteni wae iku bakal gawe uripmu loro rekoso lan angkoro murko sak njeroning kaluwargo, kabeh iku bakal sirna balik dadi sakmestine.


Artinya :

Rezeki itu tidak bisa ditiru, walaupun sama perbuatanmu, walaupun sama jualanmu, walaupun sama kerjamu, hasil diterima pastilah berbeda, bisa beda dalam banyaknya benda, bisa juga beda di rasa berupa ketenangan hati, ya itu namanya bahagia.

Semua itu berasal dari cintanya Tuhan yang maha kuasa, siapa yang sungguh-sungguh bakal menemukan, siapa yang berani bersusah payah bakal mendapatkan kemuliaan. Bukan banyaknya, namun berkah yang menjadikan benda itu cukup dan mencukupkan.

Sudah digariskan takdirnya manusia, siapa saja yang hidup itu sudah dicukupkan oleh yang Kuasa, jalan hidup dan makanan yang mudah dijangkau, dekat laksana angin yang dihirup setiap harinya. Namun kadang manusia silap mata dan gelap hatinya, yang jauh dari dirinya keliatan jelas, terang benderang memanggil manggil. Sementara yang dekat ada didepan matanya dan menjadi tanggungjawabnya di sia-sia dianggap tidak ada gunanya.

Rezeki itu sudah dicukupkan oleh Gusti tidak bakal kurang adanya untuk mencukupi kebutuhan manusia dari lahir hingga datangnya mati. Namun karena manuruti keinginan manusia yang tiada batasnya, menjadikan semuanya terasa sempit, menjadikan pikiran ruwet dan tambah menjadikan tidak ada jalan keluarnya dan pusing.

Nasehat orang tua: Apa yang ada dikerjakan dan apa yang belum ada janganlah diarep-arep, tenangkanlah hatimu, sesuatu yang telah menjadi milikmu bakal didapat, dan bila bukan jatahmu apalagi dengan merebut dari orang lain dan dengan cara yang tidak baik, ya tunggu saja bahwa hal itu akan membuat hidupmu sakit sengsara  dan hadirnya angkara murka didalam keluarga, semua itu akan sirna kembali sesuai yang telah ditetapkan.

Bila ketenangan hati bisa dibeli dengan banyaknya benda, rasakan sulitnya menjadi orang yang tidak punya, untungnya ketenangan hati bisa dimiliki siapa saja yang mau berusaha menghindarkan hatinya dalam hal keduniaan, seneng menolong orang lain dan memasrahkan diri kepada pangeran, Gusti Allah yang maha berbuat.

Kerja memang menyiksa, namun lebih menyiksa lagi orang yang tidak kerja, syukuri apa yang sudah ada.

Subhanallah ... Wallahu a’lam 

Rabu, 17 Februari 2021

Islam, Romawi dan Persia

Secara umum, ketika kita membahas sejarah Islam lebih senang untuk mengangkat tema yang berkaitan dengan politik dan militer tanpa melihat Islam sebagai entitas peradaban. Cara pandang yang parsial seperti ini membuat tidakadanya titik temu yang jelas ketika kita ingin mengaitkannya dengan pembahasan peradaban Islam yang komprehensif.

Seperti contoh dalam penulisan sejarah Rasulullah, kadang kita lupa menganalisa bagaimana Rasulullah dalam kurun waktu hanya dalam 23 tahun, bisa membuat entitas peradaban baru yang luar biasa. Kita tahu bagaimana rusaknya era jahiliah sebelum datangnya Islam. sebuah suku yang senangnya bertikai satu sama lain, kemungkaran ada dimana-mana, dalam waktu yang singkat berubah menjadi peradaban yang bisa mengalahkan peradaban lain yang sudah established sejak lama yaitu Peradaban Romawi dan Persia.

Mari kita coba sedikit mengulas konfrontasi antara Islam dan Romawi. Pada perang Mu’tah (7 H), pasukan umat Islam berjumlah 3000 orang melawan negara superpower Romawi yang berjumlah 200.000 orang. Lokasi peperangan terletak di wilayah Syam yang notabenenya masih dalam kawasan kerajaan Romawi. Sebuah prestasi besar bagi umat Islam waktu itu bahwa mereka tidak kalah dalam melawan kekuatan besar Romawi, meskipun dengan jumlah pasukan yang lebih sedikit dan bertempur di medan lawan.

Beberapa tahun setelahnya, terjadi perang Tabuk (9 H). Perang ini terjadi karena kerajaan Romawi ingin membalas dendam atas kekalahan mereka waktu perang Mu’tah. Raja Romawi Heraclius bersama pasukannya memutuskan untuk menyerang langsung Madinah. Kabar ini langsung terdengar oleh Rasulullah. Waktu itu pasukan Romawi sudah sampai di daerah Tabuk dan mengistirahatkan pasukannya. Karena waktu itu sedang musim panas. Rasulullah tidak mau menunggu Romawi datang ke Madinah, namun Beliau bergegas langsung bersama pasukannya yang berjumlah 20.000 menyerang Romawi di Tabuk, mendengar kabar bahwa Rasulullah berangkat dengan pasukannya di tengah musim panas itu, hati Heraclius mencuit dan memutuskan untuk memukul mundur pasukannya.

Tentunya, ketika pasukan Islam sudah sampai di Tabuk, mereka tidak menemukan satupun pasukan Romawi disana. Bersama pasukannya, Rasulullah menetap di Tabuk selama dua minggu, rentan waktu yang tidak sebentar. Menetap di Tabuk dalam kurun waktu dua minggu dengan jumlah pasukan yang besar tentu membutuhkan logistik yang sangat besar. Bayangkan jika setiap 100 orang membutuhkan satu ekor unta untuk sekali makan, berarti ada sekitar 8.400 unta yang beliau bawa untuk memenuhi kebetuhan makan selama dua minggu di Tabuk. Ini menunjukkan pasukan dan logistik yang dibawa oleh pasukan muslimin tidak sedikit.

Sehingga menariknya dari perang Tabuk ini adalah bahwa strategi perang yang dilakukan Rasulullah tidak hanya strategi fisik tapi juga psikis. Menetap di Tabuk dalam hitungan yang lama adalah satu starategi untuk membuat pasukan Romawi sadar bahwa pasukan yang mereka lawan bukanlah sembarangan pasukan, tapi sudah menjadi entitas yang sangat luar biasa besarnya. Dalam kurun waktu dua minggu, sebenarnya pihak Romawi jika benar-benar ingin berperang, mereka memiliki kesempatan waktu tiga kali bolak balik Tabuk-Syam, tapi hal itu tidak dilakukan oleh mereka. Sehingga memberi kesan di mata masyarakat dunia waktu itu bahwa Romawi adalah penakut. Inilah kejeniusan Rasulullah dalam mengatur opini publik.

Belum lagi kalau kita membahas kekuatan maritim yang dibangun di zaman kekhalifahan Utsman bin Affan. Bagaimana laut mediterania yang waktu itu dijadikan sebagai benteng laut kerajaan Romawi Eropa bisa ditembus oleh kekuatan maritim umat Islam. Pada tahun 28 H, umat Islam berhasil menaklukan pulau terdekat dari benua Eropa yaitu Siprus. Setahun berikutnya, Abdullah bin Amir memimpin pasukan hingga menguasai wilayah kerajaan Persia.

Ketika wilayah Persia takluk secara keseluruhan, entitas Bahasa Persia disana otomatis berubaha menjadi bahasa Arab, maka muncullah para ulama-ulama yang ahli linguistik dari Persia, bahkan perkembangan terpesat dalam penulisan Nahwu dan Sharf ada di Kufah, ulama-ulama hadist juga kebanyakan dari Persia seperti Imam Bukhari, Muslim, Turmudzi, Ibnu Majah, Ibnu Dawud, Daruqutni dan sebagainya.

Untuk menggambarkan bagaimana idealnya umat Islam dahulu ketika ilmu dan amal beriringan, bisa kita juga mengambil ibrah dari sejarah Shalahuddin Al-Ayyubi ketika bertekad untuk membebebaskan Baitul Maqdis di Palestina yang dikuasai pasukan Salibis Kristen. Cara pertama yang dilakukan oleh generasi pra-Shalahuddin adalah dengan mendirikan madrasah-madrasah, sebagai wadah pengajaran pelajaran-pelajaran agama untuk para pemuda yang notabenenya sebagai calon tentara-tentara yang akan membebaskan Baitul Maqdis.

Ketika para pemuda itu sudah siap dengan bekal ilmu agama dan mental berjuang menegakkan kalimat Allah, diberangkatkanlah para prajurit-prajurit itu dengan dipimpin oleh Shalahuddin Al-Ayyubi. Setiap malam, Shalahuddin Al-Ayyubi mengecek keadaan pasukannya, dan yang sangat luar biasa adalah prajurit-prajurit itu sudah bangun dua jam sebelum shubuh untuk shalat malam setiap malamnya.

Suatu hari, Shalahuddin Al-Ayyubi keliling mengecek keadaan prajurit-prajuritnya dan melihat semua pasukannya, apakah sudah bangun melaksanakan shalat malam dan membaca Al-Qur’an. Namun ketika itu ada dua orang prajurit yang masih tidur terlelap. Shalahuddin kemudian menghampiri keduanya untuk membangunkannya serta berkata dengan nada marah, “Allah telah mengakhirkan pembebasan Baitul Maqdis disebabkan kalian”. Begitulah kondisi tentara yang berhasil membebaskan Baitul Maqdis.

Oleh karenanya, perlu kita kembali melihat sejarah peradaban Islam untuk mempelajari pola atau model kebangkitan Islam baik dari zaman Rasulullah hingga kekhalifahan setelahnya. Salah satu konsep baru Islam yang belum ada di era Jahiliah adalah konsep jihad, konsep ini berbeda dengan konsep peperangan yang lain. Karena jihad dalam konteks peperangan adalah untuk menegakkan kalimat Allah. Nuansa metafisikanya sangat kental, sehingga kemenangan-kemenangan dalam pembebasan suatu kawasan (futuhat) diiringi dengan ketawadhu’an tanpa ada rasa ego dan kesombongan.

Islam mendidik umatnya bukan hanya untuk menjadi sholeh untuk dirinya sendiri, tapi lebih dari itu untuk menjadi muslih (an-Nur: 88), karena umat ini dianggap umat terbaik ketika ia menengakkan amar ma’ruf nahi mungkar (al-Imran:109). Mari kita mengkaji ulang sejarah peradaban Islam, apa saja rahasia para salafus sholeh sehingga mereka bisa membawa peradaban Islam ini ke puncak kejayaaannya, apa rahasia mereka yang hanya butuh dua generasi untuk menaklukan dua perdaban superpower Persia dan Romawi. Kalau kita analogikan terhadap konteks sekarang. Adakah sebuah entitas kelompok atau negara yang bisa mengalahkan dua negara superpower Amerika Serikat dan China sekaligus, hanya dalam kurun waktu 50 tahun? Jawabannya ada pada diri kita sendiri. Wallahu a’lam.Kholid/red 

Muh. Al Fatih, Sang Penakluk Konstantinopel (Romawi Timur) 1453 M

Pada masa Rasulullah masih hidup, kekuatan dunia saat itu adalah Kekaisaran Romawi. Kekaisaran Romawi terbagi menjadi dua, yaitu Romawi Barat yang beragama Katholik Roma ibukota di Vatikan; dan Romawi Timur beragama Yunani Orthodoks ibukota di Byzantium atau Konstantinopel (saat ini Istanbul, Turki).

Saat itu kekuatan umat Islam masih sangat kecil di banding kekuatan Romawi, namun tiba2 Rasulullah ditanya oleh salah seorang sahabat. ''Ya Rasul, mana yang lebih dahulu jatuh ke tangan kaum Muslimin, Konstantinopel atau Romawi?'' Nabi menjawab, ''Kota Heraklius (Konstantinopel). (HR Ahmad, Ad-Darimi, Al-Hakim).

Betapa tidak, Rasulullah Muhammad SAW betul-betul memuji sosok itu.  Beliau bersabda “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” [H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335].

Kalau ada sosok yang ditunggu-tunggu kedatangannya sepanjang sejarah Islam, dimana setiap orang ingin menjadi sosok itu, maka dia adalah sang penakluk Konstantinopel.  Bahkan para shahabat Nabi sendiri pun berebutan ingin menjadi orang yang diceritakan Nabi SAW dalam sabdanya.

Ada dua kota yang disebut dalam nubuwwat nabi di hadits Ahmad dan al-Hakim tersebut; yaitu Kontantinopel (Istambul Turki) dan Rumiyah (Roma, ibukota Italia).

(1) Konstantinopel.   Kota yang hari ini dikenal dengan nama Istambul, Turki (Istanbul yang berarti kota Islam). Dulunya berada di bawah kekuasaan Byzantium yang beragama Kristen Ortodoks. Tahun 857 H/1453 M, kota dengan benteng legendaris tak tertembus akhirnya runtuh di tangan Sultan Muhammad al-Fatih, sultan ke-7 Turki Utsmani;

(2) Rumiyah.   Dalam kitab Mu’jam al-Buldan dijelaskan bahwa Rumiyah yang dimaksud adalah ibukota Italia hari ini, yaitu Roma. Para ulama termasuk Syekh al-Albani pun menukil pendapat ini dalam kitabnya al-Silsilah al-Ahadits al-Shahihah.

Kontantinopel telah dibuka 8 abad setelah Rasulullah menjanjikan nubuwwat tersebut. Tetapi Roma, hingga hari ini belum kunjung terlihat bisa dibuka oleh muslimin. Ini menguatkan pernyataan Nabi dalam hadits di atas. Bahwa muslimin akan membuka Konstantinopel lebih dulu, baru Roma. Itu artinya, sudah 15 abad sejak Rasul menyampaikan nubuwwatnya tentang penaklukan Roma, hingga kini belum juga Roma jatuh ke tangan muslimin.

Konstantinopel adalah salah satu bandar termasyhur dunia. Bandar ini tercatat dalam tinta emas sejarah Islam khususnya pada masa Kesultanan Utsmaniyah, ketika meluaskan wilayah sekaligus melebarkan pengaruh Islam di banyak negara. Bandar ini didirikan tahun 330 M oleh Maharaja Bizantium yakni Constantine I. Kedudukannya yang strategis, membuatnya punya tempat istimewa ketika umat Islam memulai pertumbuhan di masa Kekaisaran Bizantium.

Konstantinopel memang sebuah kota yang sangat kuat, dan hanya sosok yang kuat pula yang dapat menaklukkannya. Sepanjang sejarah kota itu menjadi kota pusat peradaban barat, dimana Kaisar Heraklius bertahta.

Kaisar Heraklius adalah penguasa Romawi yang hidup di zaman Nabi SAW, bahkan pernah menerima langsung surat ajakan masuk Islam dari beliau SAW.  Ajakan Nabi SAW kepada sang kaisar memang tidak lantas disambut dengan masuk Islam. Kaisar dengan santun memang menolak masuk Islam, namun juga tidak bermusuhan, atau setidaknya tidak mengajak kepada peperangan.

 

Sang Penakluk  

Sultan Mehmed II atau Muhammad Al-Fatih adalah sultan ketujuh kekhalifahan Turki Utsmani. Ia mendapatkan gelar al-Fâtih (Sang Pembebas / Penakluk) karena kerberhasilannya membebaskan Konstantinopel, ibukota Romawi Timur. Ia pula yang mengganti Konstantinopel menjadi Islambol, yang berarti Islam keseluruhannya. Sejak saat itu, Islambol menjadi pusat kekhalifahan Turki Ustmani hingga 407 tahun berikutnya. Kini nama tersebut telah diganti oleh Mustafa Kemal Ataturk menjadi Istanbul. Untuk memperingati jasanya, Masjid Al Fatih telah dibangun di sebelah makamnya. 

Muhammad Al-Fatih dilahirkan pada 29 Maret 1432 Masehi di Adrianapolis (perbatasan Turki – Bulgaria). menaiki takhta ketika berusia 19 tahun dan memerintah selama 30 tahun (1451 – 1481). Sejak saat itu Muhammad dilatih hidup sederhana, dididik dengan ilmu agama dan ilmu militer. Sultan dibimbing secara intensif oleh para ulama terbaik di zamannya. Diantara gurunya adalah Syekh Aaq Syamsuddin (Samsettin). Dari Syekh Syamsuddin Sultan belajar ilmu agama, bahasa, keterampilan fisik geografi, falak, dan sejarah. Sultan juga rajin mempelajari biografi tokoh-tokoh Eropa seperti Agustus Caesar, Konstantin, hingga Iskandar Agung dari Macedonia.

Syekh Syamsuddin pula yang meyakinkan Muhammad bahwa ia adalah orang yang dimaksudkan oleh Rasulullah saw di dalam Hadis Pembebasan Konstantinopel.  “Abdullah berkata bahwa ketika kami duduk di sekeliling Rasulullah SAW untuk menulis, tiba-tiba beliau SAW ditanya tentang kota manakah yang akan futuh terlebih dahulu, Konstantinopel atau Roma. Rasulullah SAW menjawab, “Kota Heraklius terlebih dahulu (maksudnya Konstantinopel). (HR Ahmad).   Rasulullah SAW bersabda, “Kalian pasti akan membebaskan Konstantinopel, sehebat-hebat Amir (panglima perang) adalah Amir-nya dan sekuat-kuatnya pasukan adalah pasukannya. (HR Ahmad dalam musnadnya)

Dalam Perkembangannya Muhammad tumbuh menjadi pemuda yang cerdas. Ia ahli dalam bidang militer, tata negara, sains, dan matematika. Bahkan, saat usianya masih 21 tahun, ia telah berhasil menguasai 6 bahasa: Arab, Latin, Yunani, Serbia, Turki, Persia, dan Hebrew. Di atas semua itu, ia merupakan pribadi yang saleh dan ahli ibadah. Ia tidak pernah meninggalkan salat fardu, Tahajjud dan rawatib sejak balig hingga wafat.

Kebiasaan Sultan Muhammad Al Fatih, unik. Beliau selalu berkeliling di malam hari, memeriksa kondisi teman dan rakyatnya. Sengaja beliau berkeliling untuk memastikan agar rakyat dan kawan-kawanya menegakkan shalat malam dan qiyamullail. Beliau sangat tegas terhadap musuh, namun qolbunya bagai selembar sutra dalam menghadapi rakyat yang dipimpinnya.

Suatu hari timbul persoalan, ketika pasukan islam hendak melaksanakan shalat jum’at yang pertama kali di kota itu.   “Siapakah yang layak menjadi imam shalat jum’at?” tak ada jawaban. Tak ada yang berani yang menawarkan diri ! lalu Muhammad Al Fatih tegak berdiri. Beliau meminta kepada seluruh rakyatnya untuk bangun berdiri.  Kemudian beliau bertanya. “Siapakah diantara kalian yang sejak akhil baligh hingga hari ini pernah meninggalkan shalat wajib lima waktu, silakan duduk!!”   Subhanalloh……!!! tak seorangpun pasukan islam yang duduk. Itu berarti, tentara islam pimpinan Muhammad Al Fatih sejak masa remaja mereka hingga hari ini, tak seorangpun yang melalaikan shalat fardhu. Luar biasa…..!!!

Lalu Muhammad Al Fatih kembali bertanya: “Siapa diantara kalian yang sejak baligh dahulu hingga hari ini pernah meninggalkan shalat sunah rawatib? Kalau ada silakan duduk!!!”. Sebagian lainya segera duduk.    Dengan mengedarkan matanya ke seluruh rakyat dan pasukanya Muammad Al Fatih kembali berseru lalu bertanya: “ Siapa diantara kalian yang sejak masa akhil baligh sampai hari ini pernah meninggalkan shalat tahajud di kesunyian malam? Yang pernah meninggalkan atau kosong satu malam saja, silakan duduk!!”  Apa yang terjadi…? Semua yang hadir dengan cepat duduk, hanya ada seorang saja yang tetap tegak berdiri. Siapakah dia??? Dialah, Sultan Muhammad Al Fatih. Beliaulah yang pantas menjadi imam shalat jumat hari itu.    Nabi bersabda “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” (H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335).

Memerintah Selama Dua Periode

Muhammad memerintah selama dua periode. Periode pertama adalah 1444-1445. Saat itu usianya masih 12 tahun. Sultan diberi mandat untuk menggantikan ayahnya (Sultan Murad II) yang memilih beruzlah dan menjauh dari hiruk pikuk politik. Sultan Murad II berhenti dari jabatannya di tengah begitu banyak problem, baik internal maupun eksternal. Sementara khalifah sedang  menghadapi serangan bertubi-tubi dari tentara kerajaan Romawi Timur. Sebagai khalifah yang masih sangat belia, Muhammad kemudia berinisiatif untuk mengirim utusan kepada ayahandanya dengan membawa pesan. Isinya cukup unik: mengajak sang ayahandanya tidak berdiam diri menghadapi masalah negara, "Siapakah yang saat ini menjadi khalifah: saya atau ayah? Kalau saya yang menjadi khalifah, maka sebagai khalifah, saya perintahkan ayahanda untuk datang kemari membela negara. Tapi kalau ayahanda yang menjadi khalifah, maka seharusnya seorang khalifah berada di tengah rakyatnya dalam situasi seperti ini." Akhirnya Murah II kembali ke tengah-tengah rakyatnya. Murad II kembali memerintah mulai tahun 1445 hingga meninggal dunia pada tahun 1451. Setelah itu amanah kekhalifahan diemban sepenuhnya oleh Muhammad. Tahun 1451-1481 adalah periode kedua kepemimpinannya dalam kekhalifahan Turki Utsmani.

Membebaskan Konstantinopel

Pada periode ini, Muhammad memulai upaya pembebasan Konstantinopel. Ia melakukan langkah-langkah yang matang untuk menyukseskan misi suci itu. Sejarawan Islam, Ismail Hami Danshbund, yang hidup sezaman dengan Muhammad melukiskan, sejak menaiki singgasananya Sultan harus rela 'begadang' setiap malam guna mempelajari peta dan keadaan kota Konstantinopel guna mencari strategi jitu untuk penyerangan. Sultan mempelajari lokasi-lokasi mana yang cocok untuk pertahanan dan mencoba menemukan titik-titik kelemahan musuh. Selain itu, sultan juga mengevaluasi kegagalan pasukan Islam sebelumnya.

Hari Jum'at, 6 April 1453 M, Sultan bersama gurunya Syekh Aaq Syamsuddin, Halil Pasha dan Zaghanos Pasha merencanakan penyerangan ke Byzantium dari berbagai penjuru benteng kota tersebut. Dengan berbekal 150.000 pasukan dan meriam buatan Urban, teknologi baru saat itu, Sultam mengirim surat kepada Paleologus untuk masuk Islam atau menyerahkan penguasaan kota secara damai atau perang. Konstantin Paleologus menjawab tetap mempertahankan kota dengan dibantu oleh Kardinal Isidor, Pangeran Orkhan dan Giovanni Giustiniani dari Genoa.

Setelah proses persiapan yang teliti, akhirnya pasukan Sultan Muhammad Al-Fatih tiba di kota Konstantinopel pada hari Kamis 26 Rabiul Awal 857 H atau 6 April 1453 M. Di hadapan tentaranya, Sultan Al-Fatih lebih dahulu berkhutbah mengingatkan tentang kelebihan jihad, kepentingan memuliakan niat dan harapan kemenangan di hadapan Allah Subhana Wa Ta''ala. Dia juga membacakan ayat-ayat Al-Qur''an mengenainya serta hadis Nabi Shallallahu ''Alaihi Wasallam tentang pembukaan kota Konstantinopel. Ini semua memberikan semangat yang tinggi pada bala tentera dan lantas mereka menyambutnya dengan zikir, pujian dan doa kepada Allah Subhana Wa Ta'ala.

Kota dengan benteng setinggi 10 m tersebut memang sulit ditembus. Apalagi di sisi luar benteng dilindungi oleh parit seluas 7 m. Dari sebelah barat pasukan artileri harus membobol benteng dua lapis. Dari arah selatan laut Marmara, pasukan laut harus berhadapan dengan pelaut Genoa pimpinan Giustiniani dan dari arah timur armada laut harus masuk ke selat sempit Golden Horn yang sudah dilindungi dengan rantai besar hingga kapal perang ukuran kecil pun

Berhari-hari hingga berpekan-pekan benteng Byzantium tidak bisa ditembus. Usaha lain pun dicoba dengan menggali terowongan di bawah benteng. Cukup menimbulkan kepanikan kota, namun juga gagal. Hingga akhirnya sebuah ide yang terdengar bodoh dilakukan hanya dalam semalam. Salah satu pertahanan yang agak lemah adalah melalui selat Golden Horn yang sudah dirantai. Ide tersebut akhirnya dilakukan, yaitu memindahkan kapal-kapal melalui darat untuk menghindari rantai penghalang, hanya dalam semalam dan 70-an kapal bisa memasuki selat Golden Horn.

29 Mei 1453 M, setelah sehari istirahat perang, diiringi hujan Sultan kembali menyerang total dengan tiga lapis pasukan: Irregular di lapis pertama, Anatolian Army di lapis kedua dan terakhir pasukan Yanisari, pasukan elit Turki Utsmani. Melihat semangat juang umat Islam, Giustiniani menyarankan Konstanti untuk mundur atau menyerah. Tapi Konstantin tetap tidak bergeming  hingga gugur di peperangan. Konon, Konstantin melepas baju perang kerajaannya dan bertempur bersama pasukan biasa hingga tidak pernah ditemukan jasadnya. Giustiniani sendiri meninggalkan kota dengan pasukan Genoa-nya. Kardinal Isidor sendiri lolos dengan menyamar sebagai budak melalui Galata, dan Pangeran Orkhan gugur di peperangan.

Saat Konstantinopel telah berhasil dibebaskan, Sultan Muhammad yang masih berusia 21 tahun itu turun dari kudanya dan bersujud syukur kepada Allah. Sultan lalu pergi ke Gereja Hagia Sophia dan memberikan perlindungan kepada semua penduduk, termasuk Yahudi dan Kristen. Kemudian Sultan mengubah Hagia Sophia menjadi masjid yang dikenal dengan Aya Sofia dan membiarkan gereja-gereja lain tetap sebagaimana fungsinya bagi penganutnya.

Setelah itu, Sultan membebaskan Serbia pada tahun 1460 dan Bosnia pada tahun 1462. Seterusnya Sultan membebaskan Italia, Hungaria, dan Jerman. Pada puncak kegemilangannya, Sultan Muhammad memerintah di 25 Negeri. Kemudian Sultan membuat persiapan untuk membebaskan Rhodesia. Tapi sebelum  rencana itu terlaksana Sultan meninggal dunia karena diracun oleh seorang Yahudi bernama Maesto Jakopa. Sultan Muhammad wafat pada 3 Mei 1481 ketika berusia 49 tahun.

Itulah sebuah kisah sejarah yang sungguh indah dalam bingkai ketakwaan kepada Allah SWT. Kisah “Pedang Malam” (shalat tahajud) merupakan rahasia sukses dari seorang pribadi penggubah sejarah, bernama Muhammad Al Fatih, orang Asia asal Turki, yang baru berusia 21 tahun. Shalat Tahajud merupakan modal yang sangat penting untuk membangun kekuatan ruhiyah dalam kesuksesan Al Fatih dikemudian hari. Sehingga islam jaya, berpendar-pendar cahayanya selama 500 tahun di bumi eropa sejak abad ke-15. Semuanya berasal dari Pedang Malam Al Fatih yang amat begitu luar biasa.

 

*******

“Tidaklah kami pernah melihat ataupun mendengar hal ajaib seperti ini. Muhammad al-Fateh sudah menukar darat menjadi lautan, melayarkan kapalnya di puncak gunung dan bukannya di ombak lautan. Sesungguhnya Muhammad al-Fateh dengan usahanya ini telah mengatasi Alexander The Great!”- Ahli Sejarah Byzantine.

 

Dalam sejarah, Islam pernah menaklukkan benua Eropa. Siapa sangka salah satu dari Panglima Perang saat itu adalah seorang pemuda yang sangat saleh, berusia 21 tahun, yang bernama Sultan Muhammad Al Fatih (30 Maret 1432 – 3 Mei 1481) . Ia merupakan seorang sultan Turki Utsmani yang menaklukkan Ibu Kota Kekaisaran Byzanytium Romawi Timur yg bernama KONSTANTINOPEL . Mempunyai kepakaran dalam bidang ketentaraan, sains, matematika & menguasai 6 bahasa saat berumur 21 tahun. Seorang pemimpin yang hebat, pilih tanding, dan tawadhu' setelah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (pahlawan Islam dalam perang Salib) dan Sultan Saifuddin Mahmud Al-Qutuz (pahlawan Islam dalam peperangan di 'Ain Al-Jalut melawan tentara Mongol).



 

 

 

 

 

 

  

Sabtu, 13 Februari 2021

Muhammadiyah

Muhammadiyah merupakan gerakan Islam dakwah amar ma’ruf nahi munkar yang memahami Islam berdasarkan pada al-Quran dan al-Sunnah. Tidak terikat dengan aliran teologis, mazhab fikih, dan tariqat sufiyah apapun.

Ciri Muhammadiyah manhajnya itu adalah tajdid, toleransi, terbuka, tidak bermazhab.

Muhammadiyah menempatkan Ulama sangat tinggi, dengan membedah kitab-kitab mereka sebagai rujukan.

Dalam proses penentuan hukum, ulama-ulama mazhab biasanya melakukan ijtihad secara personal. Sementara Muhammadiyah mengambil langkah ijtihad jama’i

ijtihad jama’i adalah aktivitas ijtihad yang dilakukan secara kolektif, yaitu kelompok ahli hukum Islam yang berusaha untuk mendapatkan hukum sesuatu atau beberapa masalah hukum Islam.

Ijtihad dengan model seperti ini memungkinkan setiap orang yang memiliki spesialisasi disiplin ilmu di bidang tertentu dapat ikut bergabung merumuskan fatwa hukum Islam. 

Posisi Imam Mazhab dalam Muhammadiyah sebagai referensi untuk dibaca dan mengambil pandangan mereka yang paling sesuai dengan al-Quran dan al-Sunah sekaligus aplikatif dengan tuntunan zaman.

Muhammadiyah hanya memposisikan pandangan imam mazhab sebagai option, bukan obligation. Pandangan mereka hanya sebatas pilihan, bukan sebagai keharusan.

Muhammadiyah memiliki seperangkat metode pengambilan hukum yang sering dinamakan dengan Manhaj Tarjih Muhammadiyah.

 

Muhammadiyah Nirmazhab.

Pak AR (KH. AR. Fachruddin) adalah Ketua PP Muhammadiyah paling lama (22 Tahun)

Sikap Muhammadiyah yang tidak bermazhab (Muhammadiyah nirmazhab) tersebut sangat mengagumkan karena sangat modern, sangat prospektif, dan menjanjikan untuk masa depan Islam.

Prof. Dr. Din Syamsudin, mantan Ketua PP Muhammadiyah, pernah menyatakan bahwa Muhammadiyah bukan Dahlanisme. Artinya, meski didirikan KH Ahmad Dahlan, fikih Muhammadiyah akan terus berkembang, tidak terpaku pada fikih yang dipakai Muhammadiyah “AB-1” ini.

Majlis Tarjih (badan kajian fikih Muhammadiyah) selalu merespons masalah-masalah umat dengan pendekatan hukum teranyar sesuai dinamika zaman.

Orang Muhammadiyah bebas mencari rujukan pada mazhab mana pun

Ketika Pak AR ditanya tentang hukum dijilat anjing. Pak AR bertanya kembali kepada si penanya: Hukum berdasarkan mazhab mana?

Berdasarkan mazhab Syafi’i air liur anjing najis mughalladoh. Najis besar. Dalam mazhab Syafi’i ada nisbah fikih: Bila ada sebuah bejana dijilat anjing, maka harus dicuci air tujuh kali; salah satunya dengan air tanah (lumpur). Dari nisbah itu, najisnya anjing sangat besar. Dalam fikih disebut najis mughaladoh.

Tapi bila merujuk mazhab Maliki, air liur anjing tidak najis. Jadi jika anda dijilat anjing tidak perlu dicuci. Konon, di era Imam Maliki tak ada masalah dengan anjing. Beda dengan zaman Imam Syafi’i. Saat itu sedang ada wabah rabies. Penyakit ini penyebabnya gigitan anjing.

Artinya umat bisa memilih, mana yang sesuai dengan dirinya. Umat juga tidak terjebak pada fanatisme fikih. Umat akan tahu ternyata fikih tentang anjing berbeda-beda. Dan perbedaan itu ada rujukannya; ada yurisprudensinya.

Pesan Pak AR agar Islam disampaikan dengan enteng, ringan, dan menyenangkan hanya mungkin dilakukan jika orang tidak bermazhab dan mengambil sisi positif setiap mazhab. Dalam hal ini, ada hadist Nabi yang sangat bagus. Rasulullah saw bersabda, “yassiru wala tu’assiru wabasysyiru wala tunafiru”. Artinya: mudahkanlah dan janganlah engkau persulit orang lain dan berilah kabar gembira pada mereka, jangan membuat mereka lari. 

https://www.teropongsenayan.com/71808-pak-ar-dan-muhammadiyah-tanpa-mazhab

 

Ijtihad Muhammadiyah

Muhammadiyah memiliki suatu lembaga ijtihad yang disebut majelis tarjih. Majelis tarjih adalah salah satu lembaga Muhammadiyah yang membidangi dan mengurusi masalah-masalah keagamaan, khususnya hukum dalam bidang fiqih. Sesuai dengan namanya, tarjih ialah mengikuti hukum yang kuat, maka dalam berijtihad, Muhammadiyah selalu berpedoman pada Al-Qur’an dan hadits-hadits shahih, yang tidak diragukan lagi kebenarannya.

Muhammadiyah tidak terikat pada satu mazhab, dan bukan berarti tidak mengakui adanya mazhab. Bahkan, dalam beristinbath, Muhammadiyah tidak dapat terlepas dari kaidah-kaidah mazhab tersebut.

 

Muhammadiyah dan Kolaborasi Mazhab

Secara metodologis, Muhammadiyah dalam berijtihad menggunakan sejumlah manhaj ushul fiqih yang ditawarkan oleh para imam mazhab. Hanya saja, para ulama tarjih tidak mau terjebak untuk mengikatkan diri pada manhaj dan pendapat ulama mazhab tertentu.

Pola bermazhab seperti itudisebut dengan bermazhab dengan pola talfiqi yaitu memadukan pemikiran antarmazhab, dengan memilih yang paling layak dan kuat untuk dipilih.

Penggunaan qiyas, mengacu pada keberpihakan keempat imam mazhab pada pendekatan ta’lili, yang secara lebih jelas diperkenalkan oleh Imam Asy-Syafi’i. Pemilihan metode istihsan, jelas mengacu pada Imam Abu Hanifah. Pemilihan metode mashlahah mursalah dengan berbagai ragam pengembangannya, jelas mengacu pada Imam Malik. 

Pengadopsian metode istishhab, secara tidak langsung juga mengakui pendapat Imam Ahmad bin Hanbal. 

Dalam mengikuti Wahabisme, Muhammadiyah cenderung anti sufisme seperti halnya di Saudi Arabia. Tasawuf dianggap banyak dipengaruhi oleh ajaran agama lain, misalnya Hindu, Budha, dan kepercayaan lokal.

 

Haedar Nashir

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menilai, sebagian kecil umat sering mengkontruksi gerakan dan paham keagamaan Muhammadiyah dengan aliran Islam seperti Wahabi yang identik keras dan ancaman.

Buku-buku dan kitab-kitab yang dibaca Kiai Ahmad Dahlan (dalam daftarnya) tidak ada daftar Kitabut Tauhid karya Muhammad bin ‘Abdul Wahhab. Justru yang paling kuat adalah Risalah At-Tauhid karya Muhammad Abduh dan Kitab Al-Iman karya Ibnu Taimiyah yang perspektifnya sangat mendalam dan luas.  

"Kiai Dahlan seperti juga Kiai Hasyim Asy’ari biarpun lama bermukim di Makkah tidak terpengaruh, ya kira-kira seperti ikan di laut yang tidak terpengaruh menjadi asin, “ kata Haedar.

 

Muhammadiyah Tidak Condong Satu Mazhab dan Tidak Anti Mazhab

Sebagai organisasi dakwah yang menyerukan untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah, maka Muhammadiyah sesungguhnya tidak mengacu dan condong kepada salah satu mazhab yang selama ini dianut oleh umat Islam. Pada saat yang bersamaan, Muhammadiyah mampu menempatkan diriya dengan tidak memposisikan sebagai anti-mazhab. Dalam konteks ini, Muhammadiyah berada di tengah kedua kelompok tersebut.

Alasan utama Muhammadiyah menjaga jarak yang sama dengan para imam mazhab, dikarenakan tidak adanya satu dalil pun dari Al-Qur’an dan hadits yang memerintahkan umat Islam agar menganut salah satu mazhab. “Bahkan para imam tersebut justru menolak untuk diikuti, manakala pendapat yang disampaikannya ternyata bertentangan dengan Kitabullah dan Sunnah.

Kita ketahui, bahwa terdapat empat imam mazhab yang menjadi rujukan umat Islam di dunia, yakni Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hanbal.

Di Indonesia, rata-rata merujuk pada pendapatnya Imam Syafii sebagai rujukan utama. Sedangkan Muhammadiyah, senantiasa berupaya untuk mencari dalil yang paling kuat di antara empat ulama mazhab dan menyampaikan dalil tersebut kepada umat. Dalam hal ini, Muhammadiyah tidak mentah-mentah menerima pendapat imam mazhab di dalam berbagai perkara keagamaan dan keduniaan.

“Kita mempunyai Majelis Tarjih yang di dalamnya berisi pakar dari berbagai disiplin ilmu keagamaan dan senantiasa mengkaji berbagai dalil dalam hal aqidah, ibadah, syariah maupun muamalah,” tambah alumni Fakultas Dakwah Universitas Islam Madinah Arab Saudi.

Meski demikian, sebagai organisasi kemasyarakatan yang membawa pencerahan kepada Bangsa Indonesia, maka Muhammadiyah meletakkan toleransi internal sebagai salah satu upaya untuk memperkuat ukhuwah Islamiyah. “Seringkali kita terjebak di dalam persoalan-persoalan yang sangat teknis dan bersifat cabang. Selama bukan merupakan permasalahan pokok, maka Muhammadiyah memberikan toleransi yang sangat besar

 

Seminar

Saya mengusulkan masjid Syuhada Yogyakarta mengadakan seminar membahas empat mazhab. Pemakalahnya dari Muhammadiyah, NU, Ahmadiyah, dan Syiah. Muhammadiyah bermazhab nirmazhab, NU bermazhab Syafi’i, Ahmadiyah bermazhab Ahmadi, dan Syiah bermazhab Ahlul-Bait. Seminar ini ternyata menarik minat jamaah dan kader-kader dakwah masjid Syuhada. Dari seminar itulah terbuka wawasan saya.

Saya kaget ketika pembicara dari Syiah, Jalaludin Rakhmat menyatakan bahwa pedoman Islam sepeninggal Rasulullah adalah Al-Qur’an dan Ahlul Bait. Bukan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Ini karena Ahlul Bait adalah orang-orang yang kesuciannya dijamin Allah sesuai Surat Al-Ahzab 33. Sunah Rasul memang benar, tapi sepeningal Rasul masih ada rujukan umat yatitu ahlul bait.

Siapa saja ahlul bait? Menurut mazhab Syiah mayoritas (Itsna ‘Asyariah), ahlul bait terdiri atas dua belas imam. Pertama Sayyidina Ali (Imam Ali), ke-2 Hasan bin Ali, ke-3 Husein bin Ali, ke-4 Ali bin Husein, ke-5 Muhammad Al-Baqir, ke-6 Ja’far Ash-Shiddiq, ke-7 Musa Al-Kadzim, ke-8 Ali- Ar Ridho, ke-9 Muhammad Al-Jawad, ke-10 Ali Al-Hadi, ke-11 Hasan Al-Asykari, dan ke-12 Abu Al-Qashim (Imam Mahdi). Kedudukan para imam ini memang tidak sama dengan nabi; tapi mereka pembawa pesan atau penafsir hadist Rasulullah yang paling otoritatif.

Dari kedua belas imam di atas, Imam Mahdi yang paling terkenal. Ini karena di masyarakat Islam Jawa, khususnya NU, ada kepercayaan bahwa kelak di akhir zaman akan datang Imam Mahdi untuk menghakimi seluruh umat manusia dengan adil seadil-adilnya. Kepercayaan kepada mesianisme (Imam Mahdi) dan praktik ziarah kubur inilah yang menyebabkan Gus Dur menyatakan bahwa NU sebetulnya Islam berbau syiah.

Sedangkan pembicara Ahmadiyah menyatakan, sepeninggal Rasul, Allah masih menurunkan utusannya, yaitu Mirza Ghulam Ahmad dan keturunannya. Yang menarik adalah, Mirza Ghulam Ahmad jika dirunut adalah keturunan Rasulullah juga. Sedangkan ulama Ahlul Bait diakui sebagai ulama yang paling otoritatif dalam menafsirkan Qur’an dan hadist.

Pendapat tersebut disepakati mayoritas ulama. Maklumlah ahlul bait adalah orang-orang yang punya keturunan langsung dari Rasulullah melalui putrinya Fatimah Az-Zahra, istri Ali Bin Abi Thalib. Kita tahu, Rasulullah pernah bersabda: “Aku adalah gudang ilmu, sedangkan Ali adalah pintunya.” Hadist ini menjelaskan bahwa keluarga Nabi, Ahlul Bait, adalah orang-orang yang paling otoritatif dalam menjelaskan ilmu-ilmu agama. Yaitu ilmu-ilmu yang berdasarkan Qur’an dan hadist. Imam Ja’far As-Shadiq, misalnya, salah seorang Ulama Ahlul Bait adalah gurunya para imam pendiri empat mazhab (Syafi’i, Hambali, Maliki, dan Hanafi).

Empat mazhab inilah yang paling banyak diikuti di Asia dan Afrika. Di Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, dan Brunai kaum muslim kebanyakan menganut mazhab Syafi’i. Sedangkan di Saudi Arabia dan sekitarnya kebanyakan mazhab Hambali. Sementara di Hindustan (India dan Pakistan) memakai mazhab Hanafi dan di Magribi (Afrika Utara) kebanyakan mazhab Maliki. Menariknya, semua imam mazhab tersebut adalah murid Imam Ja’far As-Shadiq, seorang ulama Ahlul Bait yang bermazhab Syiah!