Minggu, 27 September 2020

Badan Wakaf Indonesia (BWI)

Badan Wakaf Indonesia (BWI) adalah lembaga negara independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Badan ini dibentuk dalam rangka mengembangkan dan memajukan perwakafan di Indonesia.

BWI dibentuk bukan untuk mengambil alih aset-aset wakaf yang selama ini dikelola oleh nazhir (pengelola aset wakaf) yang sudah ada. BWI hadir untuk membina nazhir agar aset wakaf dikelola lebih baik dan lebih produktif sehingga bisa memberikan manfaat lebih besar kepada masyarakat, baik dalam bentuk pelayanan sosial, pemberdayaan ekonomi, maupun pembangunan infrastruktur publik.

 

BWI berkedudukan di ibukota Negara dan dapat membentuk perwakilan di provinsi, kabupaten, dan/atau kota sesuai dengan kebutuhan.

Anggota BWI diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Masa jabatannya selama 3 tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan. Jumlah anggota BWI 20 sampai dengan 30 orang yang berasal dari unsur masyarakat. Anggota BWI periode pertama diusulkan oleh Menteri Agama kepada Presiden. Periode berikutnya diusulkan oleh Panitia Seleksi yang dibentuk BWI. Adapun anggota perwakilan BWI diangkat dan diberhentikan oleh BWI.

Struktur kepengurusan BWI terdiri atas Dewan Pertimbangan dan Badan Pelaksana. Masing-masing dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih dari dan oleh para anggota. Badan Pelaksana merupakan unsur pelaksana tugas, sedangkan Dewan Pertimbangan adalah unsur pengawas.[]

 

BWI Wikipedia

 

Badan Wakaf Indonesia atau disingkat BWI adalah lembaga independen untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf.[1] Berkedudukan di ibu kota Indonesia, Jakarta dan mempunyai cabang di provinsi dan kabupaten/ kota. Dengan jumlah pengurus paling sedikit 20 orang dan paling banyak 30 orang dan di pusat diangkat oleh presiden, sedangkan keanggotaan BWI di daerah diangkat oleh BWI.

 


Sejarah BWI

Lembaga Badan Wakaf Indonesia dibentuk tidak terlepas dari aspirasi masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim yang sudah mengamalkan ajaran Islam yaitu wakaf dan menjadi adat di kalangan muslim seperti mewakafkan tanah untuk masjid dan fasilitas sosial lain. Merunut sejarah tentang praktik wakaf sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad ﷺ, yang menurut sejarah wakaf pertama adalah tanah Masjid Quba lalu Masjid Nabawi.

Struktur BWI

Kepengurusan Badan Wakaf Indonesia terdiri atas, Badan Pertimbangan (sebagai pengawas) dan Badan Pelaksana.

Badan Pelaksana BWI

Kepengurusan Badan Pelaksana BWI periode 2017-2020 diketuai oleh Prof. Dr. Muhammad Nuh menggantikan Dr. Slamet Riyanto, M.Si., dengan 27 anggota.



Ini Nama-Nama Anggota Badan Wakaf Indonesia yang Baru

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -Presiden Jokowi telah menetapkan Keputusan Presiden Nomor 74/M Tahun 2017 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan dalam Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia. Melalui Keppres tersebut Presiden mengangkat 27 orang warga negara Indonesia menjadi anggota Badan Wakaf Indonesia (BWI) masa jabatan tahun 2017-2020.


Dalam rapat pleno pertama hari ini, mantan Menteri Komunikasi dan Informasi Mohammad Nuh terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Badan Pelaksana BWI, menggantikan Slamet Riyanto. Dengan pengalamannya sebagai Menteri Komunikasi dan Informasi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Rektor Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, ia dinilai paling layak untuk menjadi ketua.

Mohammad Nuh menyampaikan beberapa hal, di antaranya perlunya menyadari bahwa potensi wakaf luar biasa besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam berbagai bidang dan mendukung perekonomian nasional.

"Namun, kita tidak boleh hanya berhenti sampai potensi. Tugas pengurus BWI yang baru adalah mentransformasi potensi itu menjadi kekuatan riil," ujarnya berdasarkan keterangan resmi yang diterima Republika.co.id di Jakarta, Rabu (29/11).

Menurutnya, potensi wakaf tersebut bagaikan danau yang luas dan debit airnya jutaan meter kubik.Tapi jikaair sebanyak itu tidak dialirkan untuk menggerakkan turbin, maka tidak akan menjadi energi listrik yang bisa menerangi kehidupan. "Demikian juga wakaf jika masih berupa potensi," ucapnya.

Kemudian, ia menyampaikan bahwa tidak semua orang bisa mendapat kesempatan untuk berkhidmat di dunia wakaf. "Amanat yang sekarang kita terima, sebagai anggota BWI, harus kita tunaikan dengan kinerja sebaik-baiknya untuk memajukan wakaf nasional sehingga wakaf bisa berkontribusi lebih besar untuk kesejahteraan masyarakat, bangsa, dan negara," ungkapnya.

Adapun beberapa langkah strategisnya diantaranya antara lain pemetaan potensi itu, lalu menetapkan langkah-langkah untuk mentransformasikannya menjadi kekuatan riil. "Kita akan perbesar input wakaf dan kita perkuat tata kelolanya," jelasnya.

Dalam melaksanakan kerja-kerja wakaf di BWI, harus mengedepankan kebersamaan dan menjauhi pertengkaran. Karena dengan kebersamaan bisa lebih kuat, tetapi dengan pertengkaran akan kehilangan tiga hal, yaitu keberkahan, energi, dan kesempatan.

"Jika transformasi potensi wakaf menjadi kekuatan riil berhasil kita lakukan bersama para nazhir, dampaknya besar sekali untuk mengangkat marwah Islam dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di berbagai bidang," ucapnya.

Keputusan tersebut Berdasarkan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, jumlah anggota BWI terdiri atas paling sedikit 20 (dua puluh) orang dan paling banyak 30 (tiga puluh) orang.

Struktur organisasi BWI, menurut Pasal 51 undang-undang wakaf tersebut, terdiri atas Dewan Pertimbangan dan Badan Pelaksana. Badan Pelaksana merupakan unsur pelaksana tugas BWI, sedangkan Dewan Pertimbangan merupakan unsur pengawas pelaksanaan tugas BWI.

Nama-nama yang diangkat oleh Presiden menjadi anggota BWI masa jabatan 2017-2020 ialah sebagai berikut

1. Prof. Dr. H. Mohammad Nuh;
2. Dr. H. Slamet Riyanto, M.Si.;
3. Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si.;
4. Prof. Dr. H. Muhammadiyah Amin, M.Ag.;
5. Muhammad Fuad Nasar, M.Sc.;
6. Prof. Dr. H.E. Syibli Syarjaya. LML, M.M.;
7. Dr. H. Muhammad Luthfi;
8. Ir. Jurist Efrida Robbyantono;
9. Ir. Iwan Agustiawan Fuad, M.Si.;
10. Siti Soraya Devi Zaeni, S.H., M.Kn.;
11. Ir. Rachmat Ari Kusumanto;
12. Dr. Imam Teguh Saptono;
13. A. Muhajir, S.H., M.H.;
14. Dr. Abdul Mutaali, M.A., M.I.P.;
15. Ahmad Wirawan Adnan, S.H., M.H.;
16. Dr. Atabik Luthfi;
17. Diba Anggraini Aris, M.E.;
18. Dr. Fahruroji, Lc., M.A.;
19. Dr. Hendri Tanjung;
20. Imam Nur Aziz, M.Sc.;
21. Drs. H. Zakaria Anshar;
22. H. Mochammad Sukron, S.E.;
23. Dr. H. Nurul Huda, S.E., M.M., M.Si.;
24. H. Nur Syamsuddin Buchori, S.E., S.Pd., M.Si., CIRBD;
25. H. Sarmidi Husna, M.A.;
26. Drs. H. Susono Yusuf;
27. Dr. Yuli Yasin, M.A.

Pandangan Muhammadiyah Tentang LDII

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum w. w. 

Saya warga Muhammadiyah, saya ingin bertanya mengenai hal yang menurut saya sangat penting, karena sebentar lagi saya mau menikah dengan wanita LDII. Bagaimana pandangan Muhammadiyah terhadap ajaran LDII? Terima kasih atas jawabannya. 

Pertanyaan dari:
Saudara Dwi Purwanto, e-mail: dwipurwant@gmail.com
(disidangkan pada hari Jum’at, 1 Rajab 1432 H / 3 Juni 2011 M)

Jawaban:

Wa’alaikumussalam w. w.

Pertama, kami mengucapkan selamat kepada saudara Dwi Purwanto karena telah menemukan wanita pilihannya untuk dinikahi. Kedua, karena kebetulan wanita pilihan saudara berasal dari kelompok Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), dan sesuai dengan pertanyaan saudara di atas, maka ada beberapa hal yang perlu perhatian.

Bahwa LDII pernah ditetapkan sebagai aliran sesat, karena dianggap reinkarnasi dari Islam Jamaah. Butir kesesatannya adalah karena di antara paham yang dikembangkan oleh LDII ini adalah paham takfir, yakni menganggap semua orang Islam yang tidak bergabung ke dalam barisannya dianggap sebagai orang kafir.

LDII yang didirikan oleh  mendiang Nur Hasan Ubaidah Lubis, awalnya bernama Darul Hadis, kemudian berganti nama menjadi Islam Jama’ah, setelah dinyatakan terlarang oleh Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM) – Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.

Karena kembali meresahkan masyarakat, akhirnya dilarang melalui SK Jaksa Agung RI No. Kep.-08/D.A/10. 1971. setelah itu berganti nama LEMKARI (Lembaga Karyawan Dakwah Islam), pada tahun 1990 dalam Mubes di Asrama Haji Pondok Gede berganti nama menjadi LDII.

Untuk diketahui, Pokok-pokok Ajaran Islam Jama’ah / LDII adalah sebagai berikut:

1.    Orang Islam di luar kelompok mereka adalah kafir dan najis, termasuk kedua orang tua sekalipun.

2.    Kalau ada orang di luar kelompok mereka yang melakukan shalat di masjid mereka, maka bekas tempat shalatnya dicuci karena dianggap sudah terkena najis.

3.    Wajib taat pada amir atau imam mereka.

4.    Mati dalam keadaan belum baiat kepada Amir/Imam LDII maka akan mati jahiliyah (kafir).

5.    Al-Quran dan Hadis yang boleh diterima adalah yang manqul (yang keluar dari mulut Imam/Amir mereka) selain itu haram diikuti.

6.    Haram mengaji al-Quran dan Hadis kecuali kepada Imam/Amir mereka.

7.    Dosa bisa ditebus kepada sang Amir atau Imam dan besarnya tebusan tergantung besar   kecilnya dosa yang diperbuat dan ditentukan oleh Amir/Imam.

8.    Harus rajin membayar infaq, shadaqah dan zakat kepada Amir/Imam mereka. Selain kepada mereka adalah haram.

9.    Harta, zakat, infaq dan shadaqah yang sudah diberikan kepada Amir/Imam haram ditanyakan catatannya atau penggunaannya.

10.  Haram membagikan daging Qurban/Zakat Fitrah kepada orang Islam di luar kelompoknya.

11.  Haram shalat di belakang Imam yang bukan dari kelompok mereka, kalaupun terpaksa    tidak perlu wudhu dan harus diulang.

12.  Haram menikahi orang di luar kelompoknya.

13.  Perempuan LDII kalau mau bertamu di rumah orang selain kelompoknya harus memilih waktu haid (dalam keadaan kotor).

14.  Kalau ada orang di luar kelompok mereka bertamu ke rumah mereka maka bekas tempat duduknya harus dicuci karena dianggap najis.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan sepuluh kriteria suatu aliran dapat digolongkan tersesat. Namun, tidak semua orang dapat memberikan penilaian suatu aliran dinyatakan keluar dari nilai-nilai dasar Islam. ”Suatu paham atau aliran keagamaan dapat dinyatakan sesat bila memenuhi salah satu dari sepuluh kriteria,” kata Ketua Panitia Pengarah Rakernas MUI Tahun 2007, Yunahar Ilyas, di Jakarta.

Sepuluh Kriteria Aliran Sesat tersebut adalah:

1.    Mengingkari rukun iman dan rukun Islam

2.    Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar`i (al-Quran dan as-Sunnah)

3.    Meyakini turunnya wahyu setelah al-Quran

4.    Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi al-Quran

5.    Melakukan penafsiran al-Quran yang tidak berdasarkan kaidah tafsir

6.    Mengingkari kedudukan hadis Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai sumber ajaran Islam

7.    Melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul

8.    Mengingkari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai nabi dan rasul terakhir

9.    Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah

10.  Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar’i

Yang menarik, sebagaimana hasil Rakernas LDII 2007, organisasi kemasyarakatan berbasis keagamaan ini tidak mengkafirkan atau menajiskan seseorang, dan masjid yang dikelolanya terbuka untuk umum. Dalam LDII juga tidak ada keamiran dan mau diimami oleh orang lain, dengan mengikuti ijtima’ ulama untuk melaksanakan taswiyah al-manhaj dan tansiq al-harakah. “Kami punya paradigma baru,” kata Ketua Wanhat DPD LDII Kota Cirebon, Drs. H. Mansyur MS.

Namun ketua MUI KH Ma’ruf Amin menyatakan bahwa memang saat ini LDII sedang berusaha untuk berada di dalam jajaran umat Islam dan ormas Islam lainnya, dan sudah mulai mau menyatu. Tetapi MUI belum merehabilitasinya. MUI akan membuka diri, jika LDII berkeinginan kembali bergabung bersama ormas Islam lain, asalkan bersedia menyampaikan surat pernyataan secara resmi, tidak akan berperilaku seperti yang dituduhkan selama ini, salah satunya menganggap orang di luar mereka kafir.

Sebenarnya itikad baik LDII untuk keluar dari eksklusifisme sudah mulai terlihat, di mana sebagian dari mereka sudah mulai mau bersalaman, dan tidak mencuci tangannya lagi setelah bersalaman. Namun, untuk batin mereka hanya Allah yang mengetahuinya.

Oleh karena itu, apabila sudah tidak lagi mengamalkan pokok-pokok ajaran yang 14 butir di atas, dan tidak ada indikasi ke arah aliran sesat, maka umat Islam dapat membuka diri termasuk Muhammadiyah, dalam rangka tawashaw bil-haq wa tawashau bish-shabr.

Wallahu a’lam bisshawab

Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah: No. 17, 2011

 

 

 

Kamis, 17 September 2020

Wakaf

Tidak seperti zakat, infaq dan sedekah (ZIS), istilah wakaf memang belum begitu populer ditelinga masyarakat. Apalagi jika dikaitkan dengan literasi wakaf yang masih minim.

Bagi sebagian masyarakat, wakaf diidentikkan sebagai ibadahnya orang kaya dan hanya bisa ditunaikan dalam jumlah yang besar (seperti tanah, bangunan, dsb). Sehingga membuat masyarakat menunda untuk menunaikan wakaf.

Walaupun sama-sama memberikan sebagian harta untuk kepentingan umat islam, zakat dan wakaf memiliki perbedaan. Secara hukum syar’i, zakat bersifat wajib sedangkan wakaf bersifat sunnah.

 

Pengertian Wakaf

Secara hukum, wakaf adalah perbuatan menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum sesuai syariah.  (sesuai  UU Nomor 41 Tahun 2004, tentang Wakaf).

Pengertian secara umum, wakaf adalah salah satu bagian dari sedekah. Wakaf termasuk dalam sedekah jariah yaitu sedekah yang memiliki tujuan memberikan harta untuk kepentingan umat.

Dalam aspek status, harta wakaf tidak boleh dijual, bersifat kekal, tidak boleh diwariskan serta nilainya tidak boleh berkurang. Menurut Imam Nawawi, bahwa wakaf adalah benda yang memiliki tujuan untuk memberi manfaat kepada banyak orang dengan status benda atau barang wakaf masih menjadi milik orang yang mewakafkan.

 

Keistimewaan Wakaf

Wakaf merupakan salah satu amalan ibadah yang istimewa, dimana pahala wakaf tidak terbatas waktu. Artinya, pahala akan terus mengalir selama wakaf tersebut masih digunakan dan bermanfaat bagi orang lain.

Dilihat dari tujuannya, wakaf memang tidak berbeda dengan amal jariah, yaitu menyedekahkan harta benda pribadi untuk kepentingan umum. Namun, jika dilihat dari sifatnya, wakaf tidak sekadar berbagi harta seperti kegiatan amal pada umumnya. Wakaf memiliki nilai manfaat yang lebih tinggi dan mampu menjangkau lebih banyak orang.

 

Unsur Wakaf

Dalam hal perwakafan, setidaknya ada enam unsur yang harus diketahui, yaitu :

1) Wakif (pewakaf)

2) Nazhir (pengelola harta wakaf)

3) Harta wakaf

4) Peruntukan wakaf

5) Akad wakaf

6) Jangka waktu wakaf.

 

Wakif (Pewakaf)

Wakif atau pihak yang mewakafkan hartanya harus cakap bertindak dalam memakai hartanya. Yang dimaksud dengan cakap bertindak antara lain merdeka, berakal sehat, dewasa, dan tidak dalam keadaan bangkrut.

 

Nazhir (Penerima Wakaf)

Nazhir adalah pihak penerima atau pengelola harta wakaf.  Secara umum tata cara pewakafan adalah sebagai berikut:

a. Wakif atau pewakaf bersama nadzir menghadap Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), yaitu pejabat yang berwenang untuk membuat Akta Ikrar Wakaf (AIW).

b. Ikrar wakaf dilaksanakan oleh wakif kepada nadzir di hadapan PPAIW dengan membawa dua orang sebagai saksi dan dituangkan dalam AIW.

c. PPAIW menyampaikan AIW kepada Kementerian Agama melalui Badan Wakaf Indonesia (BWI) untuk dimuat dalam register umum wakaf BWI.

 

Harta Wakaf

Berdasarkan jenis hartanya, wakaf dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu :

a. Benda tidak bergerak, seperti tanah dan bangunan untuk masjid, madrasah dan makam

b. Benda bergerak selain uang, seperti kendaraan bermotor, kapal/perahu, mesin atau peralatan industry, logam atau batu mulia, dan sebagainya.  

c. Benda bergerak berupa uang.

 

Penggunaan Harta Wakaf

Berdasarkan penggunaan harta, wakaf dibedakan menjadi dua macam, yakni :

a. Ubasyir atau dzati adalah obyek wakaf yang bermanfaat bagi pelayanan masyarakat dan bisa digunakan secara langsung, contohnya masjid, madrasah, pesantren, dan rumah sakit.

b.    adalah obyek wakaf yang ditujukan untuk penanaman modal dalam produksi barang-barang dan pelayanan yang dibolehkan syara’ dalam bentuk apapun, kemudian hasilnya diwakafkan sesuai keinginan pewakaf.

Syaikh Umairah mengatakan bahwa wakaf adalah kegiatan sedekah untuk memberikan sebagian harta benda kepada golongan yang membutuhkan dan dapat dipergunakan sesuai izin yang telah diberikan pemiliknya. Pemakaian wakaf hanya bisa dilakukan sesuai dengan yang telah diberikan sang pemilik.

 

Durasi Waktu

Berdasarkan waktu, wakaf dibedakan menjadi dua, yakni:

a. Wakaf muabbad diberikan untuk selamanya,

b. Wakaf Mu’aqqot diberikan dalam jangka waktu tertentu.

 

Kedudukan Wakaf

Kedudukan wakaf sebagai sebahagian daripada amalan yang dianjurkan oleh syariah sebagaimana firman Allah SWT dan sabda Nabi Muhammad :

“Bandingan (pahala) orang yang membelanjakan harta mereka pada jalan Allah seperti sebiji benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, dan pada tiap-tiap tangkai itu pula terdapat seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi setiap yang Dia kehendaki dan Allah Mahaluas (Kurniaannya) lagi Maha Mengetahui” (QS, Al-Baqarah 261)

“Apabila mati anak Adam, terputus amalannya kecuali tiga perkara; sedekah jariah (wakaf), ilmu yang bermanfaat dan anak soleh yang mendoakan kepadanya” (HR. Muslim no.1631).

 

Wakaf Produktif

Hingga kini wakaf masih dipandang oleh masyarakat sebagai sebuah ibadah yang identik dengan 3M (masjid, madrasah dan makam). Hal itu dimungkinkan karena seringkali harta berupa tanah wakaf dipergunakan untuk kepentingan pembuatan masjid, madrasah atau makam.

Sayangnya hingga saat ini banyak institusi yang bergerak di bidang ini tidak mengelolanya dengan baik dan tidak efektif. Maka dari itu, perlu ada perubahan yang dilakukan di dalam institusi yang bergerak di bidang ini, dengan tujuan menjadikan sebuah lembaga yang dibangun oleh orang-orang professional, dikelola dengan manajemen yang baik, dan digunakan untuk hal-hal yang produktif (Sadeq, 2002).

Terutama bisnis yang mampu menciptakan peluang besar lapangan kerja bagi masyarakat sekitar dan mengurangi angka kemiskinan.

Institusi yang sangat terkenal di dunia Islam yang telah menjalankan fungsi wakaf dengan baik adalah Universitas Al Azhar Kairo Mesir. Lembaga ini telah memberikan pelayanan pendidikan gratis kepada dunia Islam. Dari beberapa sejarah menyatakan bahwasanya Lembaga Al Azhar telah menyelamatkan ekonomi Mesir dan membantu pemerintah ketika mengalami permasalahan ekonomi.

Di Inggris (UK), Islamic Relief telah berhasil mengelola dana wakaf yang dikumpulkan melalui program wakaf tunai. Lembaga ini menggunakan cara dengan menjual saham wakaf yang sahamnya bernilai 890 setiap lembarnya. Pemegang saham memiliki hak yang tidak tertulis untuk menentukan ke mana dana ini akan disalurkan. Meskipun Islamic Relief sendiri menyukai dana yang dimasukkan dalam wakaf secara general, agar dana tersebut dapat digunakan untuk berbagai keperluan.

Di Indonesia, pada umumnya, konsep wakaf dibangun dengan paradigma bahwasanya wakaf dapat digunakan untuk masjid dan aktifitas ibadah lainnya. Namun pada kenyataannya tidak berdampak banyak terhadap kemajuan sosial dan ekonomi daerah tersebut.

Dari data yang kita miliki, ada 330 hektar tanah wakaf yang ada di Indonesia, 68% diantaranya digunakan untuk pembangunan masjid, 9% untuk pendidikan, 8% untuk kuburan, dan 15% lainnya digunakan untuk hal yang lain.

Dan perlu diketahui bahwa wakaf bisa dilakukan dengan nilai yang tidak besar, hanya dengan Rp 10.000 saja ketika satu juta orang di Indonesia memiliki komitmen berwakaf, maka 10 milliar akan diperoleh setiap bulannya.

Perlu kita camkan hadist riwayat Muslim: “Bukankah harta itu hanyalah tiga : yang ia makan dan akan sirna,  yang ia kenakan dan akan usang, yang ia beri yang sebenarnya harta yang ia kumpulkan. Harta selain itu, akan sirna dan diberi pada orang-orang yang ia tinggalkan”