Minggu, 25 September 2016

Mengagumi Sang Istri; Sebuah Kontemplasi


Aku menatap istriku yang masih terlelap tidur disisiku. Matanya rapat terpejam,mulutnya menganga, dengkur nafasnya membawa aroma yang kurang sedap. Bunyi alarm hp tanda waktu shalat subuh tak dihiraukan. Baru kali ini aku bangun duluan, ia masih tertidur pulas.
 
Aku pandangi wajahnya dalam-dalam, ia tampak begitu lelah. Wajahnya tak secantik dulu, tubuhnyapun sudah tidak lagi langsing, perutnya juga sudah kendor, juga kulitnya sudah tidak kencang dan mulus lagi. Aku menahan untuk tidak membangunkan dari tidurnya.

Istriku sungguh sangat kelelahan. Biasanya, ia bangun duluan untuk menyiapkan sarapan pagi dan segala keperluan harian. Seperti biasa sehabis shalat subuh aku menikmati acara tv, tetapi ia sudah beraktivitas mencuci piring dan membersihkan perabotan kotor lainnya. Itu berlangsung hingga tiba waktu untuk berangkat kantor.   

Ketika sore hari, sepulang dari kantor ia sudah begitu sibuk mengurusi segala keperluan dan kerapihan rumah,  juga menyiapkan makan malam. Bahkan ia masih juga memikirkan keperluan anak-anak.  Rutinitas itu dilakukannya setiap hari. Ooo …betapa lelahnya.

Pernah suatu ketika aku sampai rumah duluan sepulang kantor. Kulihat tumpukan piring-piring dan peralatan dapur yang masih kotor berserakan di tempat cucian. Segera aku mencucinya untuk membantu meringankan tugas rumahnya. Sejakanak-anakku beranjak dewasa, ia memutuskan untuk tidak lagi mencari pembantuyang memang sudah sangat sulit didapat, kecuali tukang cuci baju yang datang dipagi hari. Ketika ia sampai rumah sepulang dari kantor, diraihnya tanganku dan dipeluk serta diciumnya diriku yang sedang nonton tv.   “Yeee… dapurnya sudah bersih. Siapa yang nyuci piring sayang? Trimakasih ya suamiku”. Sambil menciumku lagi ia berkata “Maaf tadi pagi tidak sempat nyuci, trima kasih ya…”.Aku hanya tersenyum meresponnya. Dalam hati aku tersenyum bangga, aku telah menunjukkan kasih sayang pada istriku.

Tetapi…. tak lama kemudian segera aku tersadar… Sesungguhnya kegiatan seperti itu telah dilakukan oleh istriku setiap hari... bahkan sejak dulu. Namun tak pernah sekalipun aku mengucapkan trimakasih padanya. Sedangkan aku baru sekali itu membantunya, namun ia tak henti-hentinya mengucapkan trimakasih sambil menciumi pipiku. Betapa tulus ikhlasnya dirimu sayang …

Urusan keperluan sekolah, buku, uang saku, serta transportasi, juga mencari sekolah lanjutan bagi anak-anak… istrikulah yang terus menerus memikirkan dan mengurusnya. Aku hanya sesekali membantunya, mengantarkannya ke sekolah yang dituju. Bahkan untuk bayar listrik, telepon, perpanjangan stnk mobilpun aku hampir tidak pernah memikirkan. Sehari-hari aku lebih sering menonton tv dan membaca buku, sementara ia sibuk di dapur.

Pantaslah bila ia kurang peduli dengan dirinya sendiri. Kurang peduli dengan penampilannya dan bahkan untuk merawat tubuhnya. Kalau saat ini badannya sudah tidak langsing lagi, di kening dan tepi matanya terdapat guratan kulit … itusemua karena rasa tanggung jawab dan kepeduliannya terhadap rumah, demi aku, dan demi keluarga. Kalau ia sering ngomel dan salah paham hingga terjadi perselisihan, itu karena ia telah begitu lelah hingga emosinya tak terkontrol.

Masih kutatap wajah istriku yang masih dalam lelapan tidurnya. Dalam hati aku berkata, "Istriku… engkau begitu tulus dan ikhlas… Sungguh mengagumkan. Maafkanlah aku selama ini." Lalu kubacakan shalawat nabi dan kutiupkan lembut diubun-ubunnya. Ya Allah… ampunilah dosa-dosanya, berilah pahala berlipat atas perbuatan baiknya, karuniakanlah kesehatan padanya, lembutkan hatinya, dan teguhkanlah selalu imannya. Amin… 

Kubisikkan lembut ke telinganya, trimakasih dan maafkan aku. Sambil kuciumi pipinya hingga ia terbangun dari tidurnya.

(salam, De Kalimana)

Ketulusan hati Nabi

Ketika nabi Muhammad meninggal, Abu Bakar mendatangi Aisyah (putrinya yang menjadi istri nabi) dan bertanya, “Anakku, amalan apa yang sudah dilakukan nabi tapi belum kulakukan?”. Aisyah bercerita, bahwa setiap hari nabi selalu menyantuni seorang nenek buta yang mengemis di sudut pasar Madinah. Nabi selalu menyisihkan makanan untuk nenek, tanpa sang nenek tahu siapa yang memberinya makanan.
Abu Bakar bertanya lagi, ”Mengesankan nabikah perempuan tua itu, sehingga Rasulullah menaruh perhatian padanya?” Aisyah menjawab, ”Sama sekali tidak. Nenek itu adalah seorang keturunan Yahudi yang justru sering mengumpat dan menyumpahi dirinya. Tapi, Nabi tetap memberi makanan, tanpa pernah sedikitpun mengatakan bahwa dialah Muhammad yang sering dijelek-jelekkan si nenek pada banyak orang.”
Kemudian Abu Bakar meneruskan kebiasaan nabi memberi makan kepada si nenek buta. Namun ketika menyuapi, si nenek merasakan makanan dan cara menyuapi yang diberikan Abu Bakar tak sama dengan yang biasa ia terima. ”Biasanya engkau menyuaoiku dengan begitu lembut, makanan yang kau berikanpun renyah, dan enak rasanya. Kenapa kali ini lain?” ungkap si nenek.
Abu Bakar menjelaskan, bahwa orang yang biasa memberinya makan kepadanya telah meninggal. Si nenek bertanya, ”siapakah orang yang biasa memberikan makanan padaku?” dengan bergetar menahan rasa , Abu Bakar menjawab, ”dialah Muhammad utusan Allah.”
Si nenek buta terdiam seketika. Ia terpaku. Entah mengapa hatinya mengharu biru. Betapa selama ini dia sering menjelek-jelekkan dan mancaci maki Nabi Muhammad pada orang-orang. Tapi, justru nabilah yang paling peduli padanya, terus, tak pernah putus, sekotor apapun fitnah dari mulut si nenek. Serta merta dia mengikrarkan diri untuk masuk Islam.
Dari kisah ini, kita dapat bayangkan, seandainya kita yang bertemu dengan nenek ini, mungkinkah kita sudi menolehnya. Sudah buta, jelek, miskin, suka menghina lagi. Berat memberikan sedekah padanya. Rasanya masih banyak orang yang lebih pantas menerimanya.
Tapi, nabi memilih sikap yang berbeda. Beliau memberi tanpa harap balas jasa. Meskipun sering dihina, nabi tak pernah memberitahukan pada si nenek dialah Muhammad, orang yang dihinanya. Dengan ikhlas nabi memberi. Saat ajal menjemput, barulah buahnya terlihat.

Kisah diatas bukan satu-satunya contoh kemuliaan hati Rasulullah SAW. Pada masa-masa awal penyebaran Islam, beliau kerap diludahi, dilempari batu, bahkan dilempari kotoran ketika sedang beribadah. Marahkah Rasulullah? Tidak. Beliau tetap tersenyum, seraya mengucapkan doa bagi yang mendzoliminya. Hanya doa, dan bukan serapah, umpatan, atau kutukan.
Sungguh teladan yang indah dari utusan Allah yang berhati mulia.

KARAKTER LEBAH. Tidak makan kecuali yang baik; Tidak menghasilkan kecuali yang bermanfaat; dan Tidak merusak

Lebah merupakan hewan kecil yang hebat dan mengagumkan. Selain menghasilkan madu yang sangat bermanfaat bagi manusia, lebah mempunyai karakter yang sarat hikmah, serta penuh rahasia dan keajaiban dalam penciptaannya.

a. Lebah meghasilkan cairan madu lezat yang menjadi obat bagi bermacam-macam penyakit (karena mengandung anti oksidan dan anti mikroba). Madu juga dapat digunakan untuk merawat kecantikan kulit, pengawet makanan, dan sebagai obat luka.

b. Lebah mempunyai karakter yang sangat baik dan ideal. Dia selalu hinggap di tempat-tempat yang bersih (berbeda dengan laler ijo), hanya memakan makanan yang baik (sari bunga), menghasilkan sesuatu yang bermanfaat (madu), dan dimanapun hinggap ia tidak pernah merusak.
Rasulullah SAW bersabda : “Seorang mukmin itu diumpamakan seperti lebah, tidak makan kecuali yang baik, tidak menghasilkan kecuali yang bermanfaat, dan ia tidak bersifat merusak” (HR. Ibnu Umar)

c. Pola kehidupan lebah menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi manusia, yaitu :

(1) Lebah hidup secara berkoloni (berjamaah), bersatu padu dan tidak bercerai berai.
  (2) Koloni Lebah memiliki imam/pemimpin yang ditaati, yaitu lebah ratu. 
  (3) Koloni lebah bekerja secara profesional dan fungsional. Didalam koloni lebah terdapat pembagian tugas sesuai keahlian dan bertanggung jawab penuh pada masing-masing tugasnya. Lebah ratu bertugas bertelur dan menjaga keutuhan koloni. Lebah jantan menjaga dan mengawini ratu, sedangkan lebah pekerja mengumpulkan nektar, polen, air, membersihkan sarang, dan menjaga koloni dari invasi musuh.
  (4) Lebah merupakan pekerja keras. Mereka mengumpulkan nektar secara tekun, ikhlas dan tidak mengenal lelah.
  (5) Rela berkorban dan siap mati (syahid) bila diganggu. Pada musim pakan kurang, lebah jantan harus rela dieksekusi mati demi keutuhan koloni. Lebah jantan yang mengawini ratu harus rela organ reproduksinya lepas dari tubuh, yang berujung pada kematiannya. Bila ada gangguan atau serangan dari musuh, ia bertempur sampai mati demi kehormatan koloni. 

Demikianlah, lebah merupakan salah satu hewan kecil yang namanya diabadikan menjadi nama sebuah surat dalam kitab suci Al-Quran yaitu An-Nahl. 
“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah, buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia, kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).” (QS. An-Nahl : 68).
“Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.” (QS. An-Nahl (16) : 69).

Tentu terkandung maksud yang signifikan bila Tuhan menceritakan tentang lebah dalam Al-Quran. Bahkan Tuhan mempergunakan perkataan ”wahyu” bukan ”perintah” kepada lebah agar berperilaku dalam kehidupannya. Dalam firman Allah itu tidak dikatakan ”Tuhan memerintahkan lebah ...”, melainkan ”Tuhan wahyukan kepada lebah ...”, ini mengandung makna bahwa Tuhan memposisikan lebah bukan obyek, tetapi sebagai subyek dalam fenomena yang luar biasa ini.

Rasulullah SAW menggambarkan profil mukmin yang ideal mempunyai karakter seperti yang ditunjukkan oleh lebah : “Seorang mukmin itu diumpamakan seperti lebah, tidak makan kecuali yang baik, tidak menghasilkan kecuali yang bermanfaat, dan ia tidak bersifat merusak” (HR. Ibnu Umar)

Jadi karakter orang mukmin itu tabiatnya laksana lebah, dia tidak hinggap kecuali di tempat-tempat yang bersih. Berbeda dengan laler ijo, yang meskipun secara biologis dan anatomis mirip lebah namun sifatnya jauh berbeda. Ia tak mau hinggap di tempat yang bersih, justru sebaliknya senang dengan yang kotor, juga makanan yang kotor. Sedangkan lebah tak mau memasukkan ke dalam tubuhnya kecuali yang bersih. Ia hanya memasukkan sari bunga ke dalam tubuhnya yang kemudian diolah menjadi madu, yang dalam Al-Quran disebut sebagai obat bagi manusia.

Imam Ja’far As-Shadiq menerangkan, bahwa nabi Muhammad SAW sangat gemar minum madu yang dicampur dengan segelas air setiap pagi ketika perut kosong. Madu merupakan obat penyembuh berbagai ragam penyakit. Nabi SAW bersabda: “Hendaklah kalian menyembuhkan penyakit dengan madu dan Al-Quran.”

LA TAHZAN - Jangan Bersedih

Dalam kondisi apa pun, anda jangan pernah bersedih. SENANGKANLAH HATIMU !!!
·         JIKA ENGKAU KAYA, tentu hatimu senang! Karena engkau dapat membantu kesulitan-kesulitan orang lain melalui hartamu, namum ...
·         JIKA ENGKAU FAKIR MISKIN. Janganlah bersedih. Senangkan pulalah hatimu! Karena engkau telah terlepas dari penyakit tuhibbud dun’ya (cinta dunia) yang sering menimpa orang-orang kaya, yang akan membekukan qalbu. Maka Allah telah mengambil sebagian sikap sombong dan angkuh darimu
·         JIKA ENGKAU SEDANG SEHAT, senangkanlah hatimu!. Karena dengan kesehatanmu itu engkau dapat menikmati karunia Allah di dunia, serta dapat menjalankan ibadah dengan baik, namun ...
·         JIKA ENGKAU SEDANG SAKIT, senangkan pulalah hatimu! Karena dengan penyakit itu sesungguhnya Allah tengah memperhatikanmu. Dosa-dosamu sedang digugurkan seperti gugurnya daun kering dari pepohonan.
·         JIKALAU ENGKAU SEDANG MENGALAMI KEGAGALAN. Janganlah bersedih, senangkanlah hatimu!. Yakinlah bahwa sesungguhya Allah sedang memilihkan jalan terbaik bagimu.
·         JIKA ENGKAU DIZALIMI. Janganlah bersedih, senangkan pulalah hatimu!. Karena dengan kesabaranmu, sesungguhnya si-zalim tengah mengambil dosa-dosa darimu, dan memindahkan pahalanya kepadamu.
·         KALAU ENGKAU DILUPAKAN ORANG - DAN KURANG MASYHUR, Senangkanlah hatimu! Karena lidah tidak banyak yang mencelamu, mulut tak banyak mencacimu, lisan-lisanpun tidak banyak yang menggunjingkanmu ........
·         JIKA ENGKAU SUDAH BEKERJA KERAS, NAMUN HASIL YANG ENGKAU PEROLEH SUNGGUH KECIL.... Janganlah bersedih, senangkanlah hatimu!. Karena Allah yang Maha Melihat dan Maha Adil pasti akan mengganti setiap kekurangan itu dengan pahala yang lebih baik bagimu.

·         JIKA ENGKAU TERTIMPA MUSIBAH, Janganlah bersedih..., senangkanlah hatimu!. Karena dengan musibah itu sesungguhnya Allah sedang menguji kesabaranmu untuk meningkatkan kualitas keimananmu. ”


JANGAN BERSEDIH
Bisa jadi orang yang paling mulia diantara kita di mata Allah SWT adalah …
orang yang paling banyak diuji dalam hidupnya.
Diuji dengan ditinggalkan oleh orang2 kesayangannya, kehilangan pekerjaannya, dimusibahi dengan sakitnya, dirugikan dalam jual belinya.
Maka jangan bersedih …
Ketika itu terjadi dalam kehidupan kita, berarti Allah sedang memberi kesempatan kita untuk merasakan pahit getirnya kehidupan kekasih2 Allah.
Pahit getir kehidupan Siti Asiyah istri Firaun, pahit getir kehudupan nabi Ayub AS, nabi Ibrahim AS, Siti Hajar dan masih banyak lagi kekasih2 Allah lainnya
Jangan bersedih …
Karena itu berarti Allah sedang perhatian sama kita

--- Ust. Tengku Hanan Attaki

Mengenal Ilmu Tasawuf

Pengertian Tasawuf
Para ahli memberikan banyak definisi mengenai tasawuf, sehingga sulit mendifinisikan tasawuf secara lengkap. Dari banyak definisi itu pengertian tasawuf yang mudah dipahami oleh masyarakat awam adalah definisi dari Imam al-Ghazali.

Tasawuf, menurut Imam al-Ghazali adalah ilmu yang mempelajari cara-cara membersihkan hati (qalbun salim) dan menyucikan jiwa (tazkiyatun nafs) dalam upaya untuk mencapai Makrifat, yakni kedekatan dengan Sang Khalik, Allah Swt.

Ilmu tasawuf mengajarkan bagaimana cara bersyukur, sabar, ikhlas, tawadhu', qana'ah, zuhud, dan taubat, serta membersihkan hati dari sifat-sifat buruk, seperti takabur, riya', 'ujub, kikir, sum'ah, orientasi pada kemegahan duniawi, dan seterusnya.  Ilmu tasawuf mengajarkan nilai, etika, moral, dan akhlak.

Tasawuf juga dapat diartikan sebagai cara atau adab batiniah untuk mencapai Makrifat, yaitu memperoleh hubungan langsung dengan Tuhan, sehingga merasa dan sadar bahwa dirinya berada di hadirat Tuhan (Wahdatul Wujud = Manunggaling Kawula Gusti).   


Istilah tasawuf 

Istilah tasawuf sebenarnya tidak dikenal pada zaman Rasulullah saw. tetapi pada masa itu, dikenal istilah-istilah seperti zuhud, wara’, dan beberapa kata kunci lain dalam tasawuf. 

Istilah tasawuf muncul setelah generasi yang ke tiga, yaitu setelah generasi sahabat Nabi, generasi Tabi'in, dan generasi Itabi'in.  

Setelah kegenerasi ketiga itulah munculnya para sufi pada Abad ke 11 (5 H).  Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi) dalam Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan tradisi mistisme Islam. 

Abu Hasan al-Fusyandi mengatakan, ”Hari ini tasawuf hanya sekedar nama, tetapi tidak ada buktinya. Dahulu di zaman Rasulullah, tasawuf ada buktinya, tetapi tidak ada namanya.” 

Menurut Jalaluddin Rakhmad, tasawuf sering dipahami sebagai akhlak untuk mendekati Tuhan, artinya, apabila seseorang berkeinginan mendekati Tuhan, maka serangkaian akhlak yang harus dikerjakan itu dinamakan tasawuf. 

Ajaran-ajaran tasawuf lebih berorientasi pada aspek inner (jiwa terdalam).  Ajaran ini mengarahkan kehidupan manusia kepada cara hidup yang mengutamakan rasa. Tujuan terpenting dalam tasawuf adalah memperoleh hubungan langsung dengan Tuhan, sehingga merasa dan sadar bahwa dirinya berada di hadirat Tuhan (Ma’rifatullah).


Tarekat Tasawuf

Semua ulama tasawuf sependapat bahwa satu-satunya jalan yang dapat mengantarkan seseorang mencapai Makrifat adalah melalui kesucian jiwa (Tazkiyatun Nafs) dan kebersihan hati (Qalbun Salim). 

Untuk memperoleh kesucian jiwa dan kebersihan hati secara efektif,  seseorang perlu menjalani serangkaian proses pendidikan (tarbiyah) dan latihan (riyadhah)  mental yang panjang, dengan menjalani amalan-amalan spiritual (Tarekat) yang dibimbing oleh seorang Mursyid dalam sebuah lembaga spiritual (Zawiyah).  

Dalam ketasawufan, terdapat 4 unsur tarekat, yaitu:
a. Mursyid/Syaikh (guru tarekat)
b. Salik (murid tarekat)
c. Suluk (wirid dan amalan yang harus dilakukan salik)
d. Zawiyah (majelis tempat para salik mengamalkan sulk)

Pada tahap awal, teori dan amalan tasawuf selalu diformulasikan kepada pengaturan sikap mental dan pendisiplinan tingkah laku yang ketat.
Dalam rangkaian metode pembersihan hati untuk mencapai makrifat, para sufi menetapkan dengan tiga tahap yaitu Takhalli,Tahalli, dan Tajalli.
(1) Takhalli, merupakan tahap pengosongan atau membersihkan hati dari keterikatan pada dunia. (untuk mengisi botol dengan air mineral maka hrs dikosongkan lebih dulu)
(2) Tahalli, merupakan tahap pengisian hati yang telah dikosongkan dengan akhlak Tuhan, yaitu disibukkan dengan dzikir dan mengingat Allah. Pada tahap ini, hati akan merasai ketenangan. Hatinya sedih jika tidak mengingat Allah dalam setiap detik.
(3) Tajalli, merupakan tahap “penampakan” Tuhan secara metafisik. Disitu kebahagian sejati telah datang, Ia lebur bersama Allah dalam kenikmatan yang tidak bisa dilukiskan. Pada tahap ini, para sufi menyebutnya sebagai Ma'rifah, orang yang sempurna sebagai manusia luhur. 
Dalam tarekat, seorang salik (calon sufi), dengan bimbingan seorang syaikh mursyid (guru tarekat), harus menjalani tarekat (amalan spiritual) sesuai tahapan spiritual (maqam).  Sebagai contoh, maqam pertama adalah Tobat, kemudian Sabar, Tawadhu (rendah hati) Zuhud (menjauhi keduniawian), Tawakal, dan seterusnya hingga Makrifat.

Seseorang tidak dapat melewati sebuah maqam tertentu kecuali dengan menyempurnakan seluruh kewajiban yang harus dijalankan pada maqam tersebut. 

Prinsip Maqam Ketasawufan :

a. Zikrullah, artinya mengingat Allah dengan cara menyebut nama-nama Allah (asma’ al-husna).
b. Muraqabah: kesadaran bahwa seseorang tidak lepas dari pengawasan Allah,
c. Zuhud: membebaskan diri dari pengaruh dan godaan keduniawian.

Amalan Tasawuf

Tasawuf memiliki beberapa amalan, antara lain:

- Taubatan: Taubat yang sungguh-sungguh dan penyesalan atas dosa-dosa yang telah dilakukan.

- Zuhud: Meninggalkan hal-hal duniawi yang tidak perlu dan fokus pada hal-hal spiritual.

- Wara': Menjauhkan diri dari perbuatan yang syubhat (meragukan).

- Qana'ah: Merasa puas dengan apa yang dimiliki dan tidak serakah.

- Sabr: Bersabar dalam menghadapi cobaan dan kesulitan.

- Syukur: Bersyukur atas nikmat dan karunia Allah SWT.

- Rida: Menerima segala ketentuan Allah SWT dengan lapang dada.

- Tawwakal: Berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT.


Tingkatan PecintaTasawuf

Pecinta atau pengamal tasawuf memiliki beberapa tingkatan, antara lain:

1) Mubtadi': Tingkatan awal, di mana Muslim mulai mempelajari dasar-dasar tasawuf dan melatih diri dengan amalan-amalan spiritual.

2) Salik: Tingkatan pencari, di mana Muslim berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan tasawuf.

3) Arifin: Tingkatan orang yang mengetahui, di mana Muslim telah mencapai tingkat kejernihan hati dan memiliki pemahaman yang mendalam tentang Allah SWT.

4) Kamil: Tingkatan orang yang sempurna, di mana Muslim telah mencapai tingkat tertinggi dalam tasawuf dan telah mencapai kedekatan yang sempurna dengan Allah SWT.

Tokoh-Tokoh Tasawuf Terkemuka:

Sejarah Islam dihiasi dengan banyak tokoh tasawuf yang terkenal, antara lain:

- Rabi'ah Al-Adawiyah: Seorang sufi wanita yang terkenal dengan kezuhudan dan kecintaannya kepada Allah SWT.

- Al-Ghazali: Seorang filsuf dan teolog Islam yang terkenal dengan karyanya "Ihya' Ulumuddin" yang membahas tentang tasawuf.

- Jalaluddin Rumi: Seorang penyair sufi yang terkenal dengan karyanya "Masnawi" yang merupakan salah satu karya sastra sufi teragung.

- Ibnu Hajar Al-Asqalani: Seorang ulama Islam yang terkenal dengan karyanya "Fathul Bari" yang merupakan salah satu buku hadis ternama.

- Ibnu Arabi: Seorang sufi yang terkenal dengan pemikirannya tentang kesatuan wujud (wahdatul wujud).



Tokoh Tarekat

Tokoh tarekat pertama yang terkenal adalah: Syekh Abdul Qadir Jaelani (Bagdad); Syekh Ahmad Riva’i (Mesir); dan Syekh Jalaluddin Rumi (Parsi)



Empat Tingkatan Tasawuf.

Dalam tasawuf (sufisme Islam), dikenal ada 3 tingkatan perjalanan spiritual yaitu Syari’at (syari’ah),Tarekat (thariqah), dan Hakikat (haqiqah), yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah the Law, the Way and the truth.  Namun masih ada satu lagi satu tahapan puncak yang menjadi tujuan akhir yaitu Makrifat (ma’rifah), yang sebenarnya adalah inti dari wilayah hakikat, dan sebagai esensi dari keempat tingkatan spiritual tersebut.

Secara umum kita mengenal ada tiga tingkatan keimanan, yaitu Islam, Iman dan Ihsan.  Tingkatan keimanan ini searah dengan tingkatan perjalanan spiritual dalam ilmu tasawuf  yaitu Syariat, Hakekat dan Ma’rifat.

Penjelasan singkat mengenai keempat tingkatan tersebut adalah sbb:

1. Syariat.  Syariat adalah aturan atau hukum yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim, baik yang berkenaan dengan ibadah ritual (hablum minallah) maupun hubungan sosial (hablum minan nas). Ilmu yang membahas masalah syariat disebut Fiqih.

2. Tarekat. Tarekat adalah jalan atau cara yang ditempuh untuk mendekatkan diri kepada Allah yang sedekat-dekatnya (ma’rifat).  Berbagai amalan tarekat  yang dilakukan oleh seorang Salik (murid) atas panduan seorang mursyid (guru spiritual) berupa dzikir, wirid (riyadhah), puasa dan prilaku spiritual lainnya (seperti tidak bicara kalau tidak bermanfaat). Istilah tarekat juga menjadi nama lain dari aliran tasawuf.

3. Hakikat. Hakekat adalah isyarat dan rahasia kebenaran (al-haqq) yang terkandung di balik suatu keadaan (syariat). Hakikat juga disebut Lubb yang berarti esensi atau inti sari atau kebenaran yang esensial.  Hakikat adalah bentuk batin dari syariat, sedangkan syariat adalah bentuk lahir dari hakikat.  Dalam khasanah tasawuf, Hakikat adalah kemampuan seseorang dalam merasakan dan melihat kehadiran Allah di dalam syari’at itu, sehingga hakikat adalah aspek yang paling penting dalam setiap amal.  Inti dan rahasia dari syari’at yang merupakan tujuan perjalanan salik.

Untuk menjelaskan hubungan antara Syariat dan Hakikat, ulama Sufi memberi contoh pada shalat; Semua gerakan fisik  shalat yang bersifat lahiriyah dengan memenuhi semua rukun dan syarat fiqih merupakan sisi syariah.

Sedangkan hadirnya hati bersama Allah dalam shalat (khusyuk) merupakan sisi hakikat,  Ia adalah ruh shalat.

4. Makrifat. Makrifat adalah kemampuan mengenal Allah secara sangat dekat, karena telah tersingkapnya rahasia-rahasia ketuhanan.  Intinya makrifat sangat terkait dengan keterbukaan mata batin, sehingga ma’rifat bisa dipahami sebagai kemampuan melihat Allah dengan mata hati.  Ma’rifat  merupakan inti dari wilayah hakikat yang 'tak terlihat'.  Ma’rifat dicapai ketika Shufi mencapai maqam tertinggi dalam Tasawuf.

Hasil gambar



SALAH PAHAM TERHADAP TASAWUF

Sebagian ulama dan umat Islam ada yang memandang negatif terhadap ilmu tasawuf, hal ini tiada lain karena mereka telah terhasut oleh pemikiran Barat yang melakukan penelitian secara subjektif  terhadap amal zahir para Sufi. 

Kesimpulan dari penelitian mereka antara lain sebagai berikut:
-   Praktek tasawuf banyak menyimpang dari ajaran Rasulullah.
-   Tasawuf lebih berorientasi pada kesalehan individual
-   Mengutamakan kehinaan dari kemuliaan (menyukai kesusahan dari kesenangan). 
-   Tasawuf sebagai penyebab keterbelakangan kehidupan kaum Muslim.
-   Dua istilah yang sering disebut-sebut oleh orang-orang sufi adalah Syari’at dan Hakikat. Apabila sudah sampai pada tahap hakekat maka menjalankan syari’at bukan lagi suatu keharusan

Golongan Tasawuf.
Secara garis besar para kaum Sufi dalam memahami dan menjalani praktik tasawuf dibagi dalam tiga golongan, yaitu:

1. Kaum Sufi KonfensionaL. Mereka memahami hakekat dari apa yang ada pada ketetapan syari’at, dengan menjalani serangkaian proses tarekat (amalan spiritual) untuk mencapai tingkat makrifat.  Kalau di kalangan ahli fiqih dikenal mana sunnah dan mana yang bid’ah, maka di kalangan para sufi tidak dikenal hal seperti itu. Yang dipersoalkan para sufi adalah apakah hati kita semakin dekat kepada Allah atau tidak.

2. Kaum Sufi Ekstrim.  Mereka memahami apa yang ada di balik ketetapan syari’at, sehingga bilamana hal itu telah dapat diselami, maka menjalankan syari’at bukan lagi suatu keharusan.

3. Kaum Sufi Modern.  Tasawuf bukan metode pelarian sufi dari urusan dunia. Tasawuf yang sebenarnya adalah gaya hidup yang meliputi sikap, pandangan dan tingkah laku. Mereka tetap berpijak pada syariat untuk menjalani tarekat (jalan spiritual) agar mencapai hakekat. Tasawuf sering dipahami sebagai akhlak untuk mendekati Tuhan.

Tiga dimensi dalam tasawuf yaitu  syariat, hakekat dan makrifat itu sejajar dengan tiga dimensi lain yang secara umum dikenal dalam Islam yaitu Islam, Iman dan Ihsan. Ihsan adalah dimensi tertinggi dalam Islam untuk menuju Tuhan, itulah makrifat.


TASAWUF MODERN 

Tasawuf sering disalah pahami oleh masyarakat awam sebagai metode sufi untuk mencapai makrifat dengan cara menjauhi kesibukan dunia dan meninggalkan kesenangan duniawi.

Bahkan ada pula orang yang memahami tasawuf dengan sangat keliru, misal dengan tasawuf seseorang akan memperoleh karamah dari Allah SWT (seperti mukjizat yang diberikan kepada para Nabi/Rasul). Dengan tasawuf ia akan memiliki kekuatan gaib, kebal senjata, dapat menundukkan hati wanita dll.  Sesungguhnya yang mereka ketahui bukan tasawuf, melainkan Pseudo Sufism (tasawuf bohongan).

Seorang ulama besar dan tokoh Muhammadiyah, Prof. DR. H. Abdul Malik Karim Amrullah yang popular dengan sapaan Buya Hamka kemudian memberi pemahaman tentang hakekat tasawuf kepada kaum muslimin Indonesia.  

Bagi Buya, tasawuf bukanlah cara-cara hidup seperti yang pernah diajarkan oleh para Sufi jaman dulu, yang harus hidup menyepi, menyendiri dan menjauhi dunia secara normal, apalagi meninggalkan syariat agama. Tetapi sesungguhnya tasawuf  adalah cara hidup yang lebih menekankan pada aspek akhlak (akhlakul karimah) dengan tidak melupakan aspek syariahnya. 

Tiga dimensi dalam tasawuf yaitu Syariat, Hakekat dan Makrifat itu sejajar dengan tiga dimensi lain yaitu Islam, Iman dan Ihsan. Ihsan adalah dimensi tertinggi dalam Islam untuk menuju Tuhan, itulah Makrifat dalam ilmu tasawuf.

Buya Hamka kemudian mencoba menginterpretasikan tasawuf murni sesuai dengan kehidupan masyarakat modern, yang dikenal dengan istilah "Tasawuf Modern".  Secara singkat pengertian tasawuf modern adalah tasawuf murni yang relevan untuk diterapkan pada zaman modern.

Dengan begitu maka tasawuf modern adalah penerapan sifat ikhlas, syukur, sabar, tawadhu', qana'ah, dan zuhud oleh seorang mukmin dalam kehidupan modern, yang harus tetap semangat dalam bekerja sesuai profesinya, seperti dokter, insinyur, pengacara, ekonom, pengusaha, maupun militer. 

Kalau di kalangan ahli fiqih dikenal mana sunnah dan mana yang bid’ah, maka di kalangan para sufi tidak dikenal hal seperti itu. Yang dipersoalkan para sufi adalah apakah hati kita semakin dekat kepada Allah atau tidak.

Pada masyarakat dengan pola moderen (peradaban barat), solusi yang ditawarkan untuk mengatasi problem kejiwaan dilakukan dengan pendekatan psikologi, dalam hal ini kesehatan mental (mental health). Sedangkan pada masyrakat Islam maka solusi yang ditawarkan lebih bersifat religius spiritual, yaitu dengan pendekatan tasawuf.

Beberapa ahli tasawuf di Indonesia yang banyak dikenal antara lain: Prof. Hamka, Prof. Jalaluddin Rakhmad, Dr. Luqman Hakim, Haidar Baqir, Kautsar Azhari Noer, Hisain Shahab, dan Umar Shahab.

****

Tasawuf Menurut Imam Al-Ghazali dan Tujuannya,
https://www.konfrontasi.com/content/khazanah/tasawuf-menurut-imam-al-ghzali-dan-tujuannya
https://hidrosita.wordpress.com/2013/12/14/syariat-tarekat-hakikat-dan-makrifat/
https://www.kompasiana.com/kalimana/59ec83b3f13344047e6f1052/mengenal-tasawuf?page=all

*****

Syariat, Hakikat, Tarekat & Makrifat.

Ajaran-ajaran tasawuf lebih berorientasi pada aspek inner (jiwa terdalam).  Ajaran ini mengarahkan kehidupan manusia kepada cara hidup yang mengutamakan rasa.  Esensi ajaran ilmu tasawuf adalah mengolah qalbu dan jiwa.

Dalam pemahaman ilmu tasawuf ada 3 tingkatan keimanan, yaitu Syariat, Hakikat dan Makrifat (seirama dengan Islam, Iman, dan Ikhsan). Sedangkat Tarekat merupakan cara untuk bisa mendapatkan hakikat guna memperoleh Makrifat.

Shalat:
a.  Syariat        : Pelaksanaan shalat secara fisik
b.  Hakikat       : Jiwa menghadap Allah (dzikrullah)
c.  Tarekat       : Khusu’
d.  Makrifat      : Wahdatul wujud.

Puasa:
a.  Syariat        : Tidak makan & minum
b.  Hakikat       : Mengendalikan diri (muraqabah)
c.  Tarekat       : Ikhlas & sabar
d.  Makrifat      : Taqwa

Zakat:
a.  Syariat        : Keluarkan 2,5 %
b.  Hakikat       : Membersihkan harta (zuhud)
c.  Tarekat       : Banyak sedekah
d.  Makrifat      : Mencintai Allah, bukan dunia.

Jilbab :
a.  Syariat        : Menutup aurat dengan kain
b.  Hakikat       : Mencegah syahwat birahi kaum laki-laki
c.  Tarekat       : Menutupi pandangan mata hati laki2 yang membangkitkan birahi

d.  Makrifat      : Mengendalikan syahwat

Prinsip maqam Tasawuf :
a. Zikrullah, artinya mengingat Allah dengan cara dzikir atau shalat.
b. Muraqabah: kesadaran bahwa seseorang tidak lepas dari pengawasan Allah,
c. Zuhud: membebaskan diri dari pengaruh dan godaan keduniawian.

Pelaksanaan Tarekat :
a.  Shalat dilaksanakan dengan prinsip zikrullah (khusu’)
b.  Puasa dilaksanakan dengan prinsip muraqabah (Allah selalu mengawasi)
c.  Zakat dilaksanakan dengan prinsip zuhud, tidak terlalu mencintai dunia.
-----------   

Pengertian Tasawuf.
Samsul Munir mengutip pendapat beberapa para ahli adalah seperti berikut ini: 
a. Syaikh Ahmad Zarruq, tasawuf adalah ilmu yang dapat memperbaiki hati dan menjadikannya semata karena Allah. 
b. Syekh Islam Zakaria Al-Anshari. Tasawuf adalah ilmu yang menerangkan cara-cara mencuci bersih jiwa, memperbaiki akhlak, dan membina kesejahteraan lahir serta batin untuk mencapai kebahagiaan yang abadi 
c. Sayyed Hussein Nasr, tasawuf adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan manusia dari pengaruh kehidupan duniawi dan mendekatkan diri kepada Allah sehingga jiwa bersih serta memancarkan akhlak yang mulia. 
d. H. M. Amin Sykur, tasawuf adalah sistem latihan dengan kesungguhan untuk membersihkan, mempertinggi, dan memperdalam aspek kerohanian dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah sehingga segala perhatiannya hanya terpusat pada sang khaliq.
e. Dalam naskahnya Ri‟ayah al-himmah, Ahmad Rifa‟i sebagaimana yang dikutip oleh Nasrudin bahwa tasawuf adalah pengetahuan untuk menghayati sifat-sifat yang terpuji serta menghindari sifatsifat yang tercela sebagai jalan menuju akhlak yang sempurna.
f. Ulama Ahlussunnah, tasawuf adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihkan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi. 
g. Shaikh Rashad Rida, tasawuf adalah salah satu dari pilar agama. Tujuannya adalah untuk membersihkan diri dan mempertanggungjawabkan perilaku sehari-hari dan menaikkan manusia menuju maqam spiritual yang tinggi.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan, bahwa tasawuf adalah upaya melatih diri dengan berbagai kegiatan-kegiatan yang dapat mengantarkan dirinya lebih dekat dengan Tuhannya sehingga memancarkan akhlak yang mulia. 

Imam Al-Ghazali memberikan penjelasan pendek yang menjadi pokok-pokok dalam tasawuf. Penjelasan pendek ini cukup memadai. Ia menyebutkan hablum minallah dan hablum minan nas sebagai ajaran pokok dalam tasawuf.

Dua pilar utama tasawuf ini disebutkan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad untuk mengenalkan dunia tasawuf dan sufi kepada masyarakat awam. Dua ajaran pokok dalam tasawuf ini disampaikan dengan bahasa singkat dan sederhana agar mudah dimengerti kalangan masyarakat awam.

Sumber: 
https://islam.nu.or.id/tasawuf-akhlak/penjelasan-imam-al-ghazali-tentang-tasawuf-dan-sufi-WAUd3