Rabu, 26 September 2018

Qodaran

Sebuah kontemplasi kehidupan rakyat kecil yang nggak mengenal gaji ke-13, THR, dsb..
*****
‘Wah…pisangnya bagus-bagus Mbah…’
Kataku sembari berjongkok di depan perempuan sepuh yang berjualan di pinggir jalan depan pasar..’
‘Lha monggo dipundut....… " kata perempuan itu riang.
Sungguh sudah sangat sepuh, rautnya penuh kerut, kulitnya hitam, kurus badannya...
Tapi suaranya cemengkling riang, giginya terlihat masih utuh....
‘Ini kepok kuning… bagus dikolak.
Ini kepok putih… kalau digoreng sangat manis’
Lha kalau itu… pisang pista, kulit tipis… harum manis.
Tapi jangan dibeli karena belum mateng…...’
Aku hanya diam memperhatikan gerak tangannya yang cekatan, meskipun telah ndredheg (gemetar.)
‘Sudah lama jualan, Mbah…?’
'Belum, ini ngejar rejeki buat lebaran ?’
‘Putranya berapa Mbah?’
‘Kathah , banyak ..… pada glidik/kerja…’
‘Kok nggak rehat aja to Mbah… siyam-siyam kok jualan’
‘Lha nggih, ini karena siyam niku to , nggak boleh rehat…
Mumpung Gusti Allah paring sehat…’
Aku tercenung dengan jawaban perempuan sepuh itu....
Kulihat tangannya ngelap kening dan dahinya
yang dlèwèran keringat dengan selendang lusuhnya....
Diantara para penjual ‘liar’ dipinggir jalan depan pasar itu, perempuan sepuh ini satu diantaranya yang menggelar dagangan tanpa iyup iyup/ peneduh.
Padahal hari itu panas luar biasa. . . . .
‘Kalau pulang jam berapa Mbah?’
‘Jam tiga sudah pulang ..…, lha ada kewajiban nyiapkan wedang buat anak-anak TPA’
‘Kok kewajiban, yang mewajibkan siapa Mbah ?’
‘Nggih kula, ya saya sendiri …’
‘Ooo…begitu…. Setiap hari, selama puasa?’
“Inggih… wong cuma anak limapuluhan..’
‘Wah panjenengan hebat nggih Mbah…’
‘Halah cuma wedang sama penganan kecil-kecil..’
‘Yang penting bocah-bocah rajin ngaji…, mbah sudah seneng.
Jangan bodoh kaya Mbahe yang cuma bisa Fathikah…’ . . . . .
Aku makin tercekat.
Kumasukkan semua pisang yang ditawarkan ke dalam tas kresek.
‘Kok banyak banget ...... mau buat apa?’ tanya si mbah heran.
Aku hanya tersenyum.
'Semua berapa Mbah?’
Perempuan sepuh itu menyebutkan nominal yang membuatku tercengang....
‘Kok murah banget Mbah…’
‘Mboten… itu sudah pas, ini bukan pisang kulakan, panen kebun sendiri...’
‘Nggih…matur nuwun…’ kataku sembari mengulurkan uang....
‘Aduh… nggak ada kembalian , belum kepayon/laku…’
‘Saya tukar dulu Mbah…’
Aku sengaja meninggalkan perempuan sepuh itu.
Pisang telah kuletakkan di motor. Mesin motor pun kunyalakan....
Agak menjauh dari perempuan sepuh itu.. Kumasukkan beberapa lembar uang lima ribuan yang masih baru, ke dalam amplop, Cukup dibagi satu satu untuk anak TPA yang katanya cah limapuluhan tadi.
Penutup lem ampop kubuka lalu kurapatkan.
‘Niki mbah, sudah saya tukar, sudah pas nggih…’
Perempuan sepuh itu menerima amplop masih dengan tangan dredheg gemetar.
Tanpa menunggu jawaban, aku segera pergi. . . .
Esoknya aku mampir lagi…tapi kosong
Berikutnya aku mampir lagi…kosong juga.
Penasaran kutanyakan pada ibu pedangang sebelahnya.
‘Mbahe kok nggak jualan Mbak?,
‘Oh nggak, beliau … jualan kalau panen pisang aja, .…’ ‘Sampyean to yang kemarin ngasih amplop ..…
Walah Mbahe nangis ngguguk ..…jare bejo, dapet qodaran.' . . . . .
Qodaran barangkali yang dimaksudkan adalah lailatul qodar.
Malam yang konon lebih baik dari 1000 bulan.
Para malaikat turun dari langit. Langit hati kita.
Allah melapangkan rejeki dan kemuliannya bagi yang dikehendaki,
Pun mempersempit bagi yang dikehendaki pula....
Rejeki sesuai kapasitas kita.
Lantas siapakah yang mendapatkannya ??
………………..
Barangkali perempuan sepuh inilah yang mendapatkannya.
Bukan karena ia ahli ibadah....
Bukan pula karena I’tikafnya yang kuat di masjid.
Tapi dialah pelaksana dari yang katanya ‘hanya’ bisa *fathikah* itu.
Kesungguhan I’tikaf yang luar biasa.
Bertindak, berlaku, dan berpasrah dalam keriangan rasa.
I’tikaf di masjid yang digelar dalam keluasan yang maha.
Bukan masjid yang sekadar bangunan ibadah.
Kecintaannya yang sederhana dengan penyiapan wedang dan penganan bagi limpuluhan bocah selama puasa, sungguh bukan perkara mudah.
Hanya cinta tuluslah yang bisa.
……………..
Aku jadi teringat pertanyaan teman,
tentang pencapaian Lailatul Qodar.
Benarkah memang ia turun di 10 hari terakhir malam ganjil?
Maka …malam terbaik dari 1000 bulan bukanlah instan...
Tak bisa dijujug dengan akhiran,
semua butuh proses….karena karunia terindah butuh wadah.
Yang dibangun dengan menapis kebaikan sebelum, selama dan sesudah Ramadhan.
Itulah sesungguhnya _*QODARAN*_
Rezeki tak terduga ..... Subhanallah, semoga terinspirasi.. 🍃🍃
* Copas dr artikel kiriman kawan lama.

Kekuatan Air

Sewaktu saya masih kecil dulu, saya heran kenapa dulu orang tua saya selalu meminta saya utk membawa air putih didalam teko ketika ada acara pengajian atau acara Sholawatan di Masjid dekat rumah?

Yang lebih mengherankan lagi "Air Putih" tsb harus saya minum bersama saudara2 saya? Katanya biar "Berkah". Apa hubunganya? Pikirku waktu itu? "Pengajian dan Sholawatan dgn Air Putih? tapi karena perintah orang tua... yah... sudah diikutin saja... biar Beliau senang hati... he..he..

Nah... ada satu hal lagi yg agak aneh,... kalau badan saya agak panas, tdk jarang ibu membawa saya ke Guru Ngaji setempat, dan minta air putih utk di do'a kan dan saya diminta utk segera meminum air tsb.... he..he.. ngalahin dokter aja saya pikir?...

Tapi kini... setelah beberapa puluh tahun kemudian, baru tersingkap secara ilmiah bhw perintah orang tua tsb ternyata bukan tanpa dasar, ada kandungan Hikmah dan Rahasia besar yg terkandung didalamnya...

Adalah Dr. Masaru Emoto dalam bukunya The Hidden Message in Water menguraikan bahwa air ternyata bersifat bisa merekam pesan, seperti pita magnetik atau compact disk.

Semakin kuat konsentrasi pemberi pesan, semakin dalam pesan tercetak di air. Air bisa mentransfer pesan tadi melalui molekul air yang lain.

Barangkali temuan ini bisa menjelaskan, kenapa air putih yang di do'a kan bisa menyembuhkan si sakit. Dulu ini kita anggap musyrik, atau paling sedikit kita anggap sekadar sugesti, tetapi ternyata molekul air itu menangkap pesan do'a kesembuhan, menyimpannya, lalu vibrasinya merambat kepada molekul air lain yang ada di tubuh si sakit dan tubuh manusia memang 75% terdiri atas air. Otak 74,5% air. Darah 82% air. Tulang yang keras pun mengandung 22% air.

Dr. Emoto akhirnya berkeliling dunia melakukan percobaan dengan air di Swiss, Berlin, Prancis, Palestina, dan ia kemudian diundang ke Markas Besar PBB di New York untuk mempresentasikan temuannya pada bulan Maret 2005 lalu. Ternyata air bisa “mendengar” kata-kata, bisa “membaca” tulisan, dan bisa “mengerti” pesan.

Air putih galon dirumah, bila setiap hari di do'a kan dengan khusyu kepada Allah, agar anak yang meminumnya saleh, sehat dan cerdas dan agar suami yang meminum tetap setia. Air tadi akan berproses di tubuh meneruskan pesan kepada air di otak dan pembuluh darah. Dengan izin Allah, pesan tadi akan dilaksanakan tubuh tanpa kita sadari.

Rasulullah SAW. bersabda, “Zamzam lima syuriba lahu”, “Air Zamzam akan melaksanakan pesan dan niat yang meminumnya”. Barangsiapa minum supaya kenyang, dia akan kenyang. Barangsiapa minum untuk menyembuhkan sakit, dia akan sembuh. Subhanallah !..... Pantaslah air Zamzam begitu berkhasiat karena dia menyimpan pesan do'a jutaan manusia selama ribuan tahun sejak Nabi Ibrahim A.S.

Hasil penelitian Dr. Masaru Emoto tsb terus dicoba diulangi dengan misalnya membacakan kata, “Arigato (terima kasih dalam bahasa Jepang)” didepan botol air tadi. Kristal kembali membentuk sangat indah. Lalu dicoba dengan menghadapkan tulisan huruf Jepang, “Arigato”. Kristal membentuk dengan keindahan yang sama.

Selanjutnya ditunjukkan kata “setan”, kristal berbentuk buruk.

Diputarkan musik Symphony Mozart, kristal muncul berbentuk bunga, tapi ketika musik heavy metal diperdengarkan, kristalnya jadi hancur.

Ketika 500 orang berkonsentrasi memusatkan pesan “peace” di depan sebotol air, kristal air tadi mengembang bercabang-cabang dengan indahnya.

Dan ketika dicoba dibacakan do'a Islam, kristal bersegi enam dengan lima cabang daun muncul berkilauan sedemikian indahnya.... Subhanallah…..

Bila kita renungkan berpuluh ayat Al Qur'an tentang air, kita akan tersentak bahwa Allah rupanya selalu menarik perhatian kita kepada air. Bahwa air tidak sekadar benda mati. Dia menyimpan kekuatan, daya rekam, daya penyembuh, dan sifat-sifat aneh lagi yang menunggu disingkap manusia.

Islam adalah agama yang paling melekat dengan air. Shalat wajib perlu air Wudhu 5 kali sehari. Habis bercampur, suami istri wajib mandi. Mati pun wajib dimandikan. Tidak ada agama lain yang menyuruh memandikan jenazah, malahan ada yang dibakar.

Kita masih perlakukan air tanpa respek. Kita buang secara mubazir, bahkan kita cemari. Astaghfirullah...

“Jadi, jika kita ingin air terasa manis, masukkan gula, jika ingin air berwarna maka masukan pewarna dan jika ingin air itu mulia, maka masukanlah ayat-ayat yang mulia kedalamnya”

Subhanallah…

Senin, 24 September 2018

Pengangkatan Ali bin Abu Thalib Sebagai Khalifah

Ketika khalifah ustman bin affan terbunuh, maka orang-orang berlari kecil untuk mendatangi Ali sambil berkata,"kita harus mengangkat Amir. Ulurkan tanganmu,kami baiat. Ali menjawab,"Urusan ini bukan hak kalian, tetapi hak para pejuang Badar.Siapa yang di setujui oleh para pejuang Badar, maka dialah yang berhak untuk menjadi khalifah.
Pada tahun ke 33 H peristiwa pembai'atan Ali sebagai khalifah terjadi. Masa kepemerintahannya Khalifah Ali bin Abu Thalib merupakan masa yang sangat sulit . Dimana berbagai fitnah telah menyebar ke berbagai wilayah , yakni berbagai pemberontakan dan peperangan terjadi . Pemberontakan yang terjadi pada zaman Ali bin Abu Thalib yakni perang unta kemudian perang Shiffin. Fitnah kaum khawarij yang berakhir dengan kejahatan mereka yang terburuk yaitu melakukan pembunuhan.
Menurut para ahli sejarah sepakat bahwa Khalifah Ali membenci kaum pemberontakan yang membunuh Ustman. Bahkan Khalifah Ali bin Abu Thalib sangat berharap dapat melakukan secepat mungkin untuk dilakukannya qishash terdapat pada para pembunuh Ustman. Akan tetapi, Khalifah Ali mempunyai pertimbangan lain yaitu sampai segala urusannya beres , atau sampai Khalifa dapat mewujudkan apa yang dinilainya sebagai pendahuluan dharuri dan menjauhkan sebab timbulnya fitnah.
Akan tetapi, sahabat-sahabat mempunyai pandangan lain. Yang lainnya berpendapat agar Khalifah segera menangkap dan mendeksekusi mereka. Para sahabat yang berbeda tersebut seperti Thalhah dan Zubair.
Akhirnya para sahabat yang menuntut untuk segera dilakukannya qishash berkumpul di Bashrah, mereka adalah Ummul Mu'minin Aisyah, Thalhah, Zubair dan para pembesar sahabat lainnya. Tujuan para sahabat ini berkumpul tidak lain adalah untuk mengingatkan masyarakat Bashrah agar menjalin kerja sama dalam penangkap pembunuh Ustman. Untuk mengetahui para sahabat kumpul di Bashrah, Khalifah langsung menuju kesana bersama pasukannya guna mencapai ishlah dan menyatukan pendapat. Diantara kedua kubu tidak ada yang berniat untuk berperang  atau menyulut api fitnah. Semuanya berjalan atas ijtihaj masing-masing.
Khalifah Ali mengirim utusannya yaitu Al-Qa'qa bin Amr untuk menemui Ummul Mu'minin Aisyah. Utusan tersebut  berkata, ''wahai ibunda, ada maksut apa ibunda sehingga jauh-jauh datang ke negeri ini ?'',Ummul Mu'minin menjawab ''Ishlah diantara manusia.'' Kemudian utusan tersebut menemui Thalhah dan Zubair untuk menyakan hal yang sama dan mendapatkan jawaban yang sama. Akhirnya semua sepakat untuk menyerahkan urusannya pada Khalifah dan mendesak supaya ditegakkannya hukum Allah terhadap para pembunuh  Utsman.
Setelah semua sepakat, Khalifah pun berpidato dihadapan khalayak dengan terlebih dahulu memanjatkan puji kepada Allah SWT atas nikmat perdamaian dan kesepakatan yang telah dicapai. Khalifah pun mengumumkan bahwa besok ia akan kembali pulang.
Syekh Said Ramadhan Al Buthy dalam kitabnya fiqhus Sirah menjelaskan, bahwa tak lama setelah kesepakatan tersebut dicapai, para gembong pembuat fitnah mengadakan pertemuan. Mereka tidak senang dengan kesepakatan yang dicapai oleh Khalifah. Mereka para pembuat fitnah tersebut adalah Asytar An-Nakha'i . Syuraih bin Aufa, Abdullah bin Saba, Salim bin Tsa'labah, dan Ghulam Ibnul Haitsam. Tak ada dari golongan sahabat yang masuk dalam golongan mereka seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Katsir. Para pembuat fitnah ini berkonspirasi untuk mengobarkan peperangan ditengah masyarakat.
Dihari kedua Khalifah berangkat yang kemudian disusul oleh Thalhah dan Zubair. Sedangkan orang-orang pembuat fitnah ini bergerak sebelum fajar. Mereka membawa pasukan yang berjumlah sekitar dua ribu orang dengan licik mereka mendatangi kerabat lalu menyerbu dengan menggunakan pedang mereka. Akhirnya, orang-orang bangun dari tidur mereka dengan membawa pedang sambil berkata, ''Orang-orang Kufah menyerang kita pada malam hari dan berkhianat pada kita.'' Mereka mengira bahwa perbuatan tersebut dilakukan oleh Khalifah setelah mendengar berita ini Khalifah berkata,''Apa yang terjadi pada masyarakat?'' orang-orang yang berada disekitar Khalifah berteriak nahwa penduduk Bashrah menyerang mereka. Spontan saja kedua belah pihak langsung memakai baju perang mereka sambil membawa senjata lengkap.
Kedua kelompok ini telah di fitnah dan di adu domba untuk maju dalam medan pertempuran tanpa mengetahui hakikat sebenarnya yang terjadi. Akhirnya kedua pasukan bertemu, Khalifah membawa sekitar dua puluh ribu pasukan sedangkan Ummul Mu'minin Aisyah membawa tiga puluh ribu pasukan. Ketika kedua pasukan bertemu, sahabat bertemu dengan sahabat, orang beriman bertemu dengan orang beriman, tapi dalam pertempuran kali ini mereka seakan akan dipaksa untuk jadi musuh. Akhirnya ketika mereka bertemu, mereka saling menghindar, saling menahan diri dan tak ingin membunuh sahabatnya tersebut.
Imam Baihaqi meriwayatkan, ia berkata,''telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Muhammad Ibnul Hasan Al-Qodhi, ia meriwayatkan dengan sanatnyadari Harb Ibnul Aswad Da'uli. Ia berkata,''ketika Khalifah beserta  sahabatnya mendekati Thalhah dan Zubair, dan barisan keduanya pun saling mendekat keluarlah Khalifah sambil menunggang baghal Rasulullah kemudian berseru, ''Panggilkan saya Zubair.'' Setelah Zubair dipanggil, ia datang sampai tengkuk kedua tunggangannya bersentuhan. Khalifah berkata, ''wahai Zubair, demi Allah apakah engkau ingat ketika Rasulullah melewatimu, sedangkan kami berada di tempat ini dn itu? Beliau kemudian bertanya, ''Wahai Zubair, apakah kamu mencintai Ali?'' lalu kamu menjawab, ''Mengapa aku tidak mencintai anak bibiku dan anak pamanku, bahkan seagama denganku? ''Nabi saw kemudian bersabda, Wahai Zubair, demi Allah suatu saat nanti engkau akan memeranginya dan mendzaliminya.''
Zubair menjawab,''demi Allah aku telah lupa akan peristiwa tersebut semenjak aku mendengarnya dari Rasulullah. Akan tetapi, sekarang aku baru teringat lagi. Demi Allah, aku tidak akan memerangimu untuk selama-lamanya.'' Zubair kemudian kembali dengan menggunakan kuda membelah pasukannya.
Ketika unta Ummul Mu'minin Aisyah jatuh ke tanah kemudian sekejap dibawa jauh dari medan pertempuran, Khalifah datang kepadanya seraya mengucapkan salam dan menanyakan keadaannya sambil berkata,''wahai ibunda, bagaimana keadaanmu?'' Ummul Mu'minin menjawab,''baik.'' Ali berkata,''semoga Allah mengampunimu.'' Selanjutnya orang-orang dan para sahabat datang seraya mengucapkan salam kepadanya dan menyakan keselamatannya.
Sumber : https://www.kompasiana.com/e20182025/5ba9ad68aeebe105e76ede14/pengankatan-ali-bin-abu-thalib-sebagai-khalifah

Mental, Moral & Intelektual


Mental             : untuk menjawab pertanyaan berani atau tidak
Moral               : untuk menjawab pertanyaan baik atau buruk
Intelektual        : untuk menjawab pertanyaan benar atau salah
Perasaan / hati : untuk menjawab pertanyaan enak atau tak enak

Tidak tepat bila disebut Revplusi Mental – Revolusi Harga Diri atau Karakter

Sabtu, 22 September 2018

Yang Berjubah Belum Tentu Salih


Tatkala Nabi Daud sedang memberikan pelajaran akhlak kepada murid-muridnya, masuklah seorang laki-laki memakai jubbah dan menyebarkan bau wangi. Laki-laki berjenggot itu mengucapkan salam kepada Nabi Daud tetapi Nabi Daud tidak peduli, apalagi menjawab salamnya. Ia terus menyampaikan pelajarannya tanpa melirik sedikit pun kepada tamu yang baru tiba itu.

Laki-laki tersebut lantas mengerjakan sembahyang yang sesuai syariat yang berlaku waktu itu. Setelah melaksanakan rukuk dan sujud, lelaki itu mengangkat tangannya dan berdoa.

Nabi Daud tetap melanjutkan wejangan-wejangannya tanpa memberikan kesempatan kepada tamu itu untuk berkenalan, atau para muridnya mengambil perhatian kepadaya. Semua murid-murid Nabi Daud merasa tidak enak di depan laki-laki asing tadi dan menganggap Nabi daud tidak memberikan contoh yang baik.

Pria berjubah bersih terdengar menangis tersedu-sedu ketika berdoa. Sesudah itu ia berdiri, lalu ke luar dari sinagog tempat peribadatan mereka setelah meminta diri dengan memberikan salam. Namun Nabi Daud tetap tidak menaruh hormat sama sekali. Semua murid Nabi Daud sangat iba melihat nasib tamu yang malang barusan.

Maka setelah Nabi Daud mengakhiri pelajaran tentang akhlak yang baik, salah seorang dari mereka mengajukan pertanyaan.

“Wahai nabiyullah, Saya ingin bertanya.”

‘Tanyalah,” jawab Nabi

“Bukankah engkau mengajarkan kepada kami cara menghormati tamu?”

“Betul”

“Tetapi mengapa engkau tadi tidak memperlihatkan akhlak terpuji kepada Tamu?”

“Sebab dia tidak tahu budi pekerti. Apakah kalian tidak ingat bagaimana cara caranya memeasuki majelis tatkala guru sedang mengajar? Mula-mula kaki kanan melangkah lebih dahulu sebagai tanda menghormati sinagog kita. Kemudian tidak seharusnya dia mengucapkan salam melainkan langsung duduk dan ikut mendengarkan.”

“Barangkali dia belum tahu tata caranya?”

“tapi jubah dan surbannya menunjukkan seolah-olah dia orang alim, bukan? Apakah pantas kalau dia orang alim tidak mengetahui sopan santun memasuki tempat peribadatan dan tempat mengajar?” sanggah Nabi Daud.

“Orang seperti itulah yang akan menjatuhkan agama kita, karena tidak sesuai antara penampilan dan sikapnya.”

“Tetapi tadi ia sembahyang lama sekali,” sahut si murid.

“Itulah tanda kepalsuannya. Ia hanya memamerkan kesalihannya, padahal dia bukan orang baik. Ia sembahyang buat kita, tidak buat Tuhan.”

“Ia berdoa panjang sambil menangis.”

“Apakah doa panjang menjamin keikhlasan? Bukankah Tuhan lebih menyukai doa yang khusyuk dan yakin?

Kalau ia ingin menangis , tidak selayaknya di depan kita. Menangislah yang sedih di depan Tuhan ketika sendirian dalam sembahyang malam pada saat orang lain tengah lelap dan tidak melihat tangisnya.’

“Wajahnya mulus sekali seperti orang yang ikhlas. Pakaiannya serba putih melambangkan warna hatinya. Apakah ia bukan orang yang takwa?”

“ Takwa tidak dilihat dari rupanya, juga tidak dilihat dari pakaiannya. Tuhan hanya melihat hati manusia, dan dinilai dari perbuatannya, sesuai atau tidak dengan syariat dan adab agama.

Manusia tidak dihargai dari bungkusnya, melainkan dari isinya, dari mutu kemanusiannya.”

Dengan penjelasan tersebut mengertilah murid-murid Nabi Daud bagaimana seharusnya menghayati agama dengan menjalankan semua ketentuannya, tidak sekedar membangga-banggakan melalui ucapan dan pernyataan.


(KH Abdurrahman Arroisi,  30 Kisah Tauladan, Buku ke-2, cetakan keduapuluh 2005)

Kamis, 20 September 2018

Hidup di Generasi Transisi (1940 – 1960)


Seorang anak muda bertanya kepada kakeknya :
 "Kakek! Bagaimana orang-orang zaman kakek tinggal sebelumnya dengan :

Tidak ada teknologi
Tidak ada pesawat
Tidak ada internet
Tidak ada komputer
Tidak ada TV
Tidak ada AC
Tidak ada mobil
Tidak ada ponsel ? "

Kakeknya menjawab:

"Seperti bagaimana generasimu hidup hari ini

Tidak ada doa
Tidak ada belas kasihan
Tidak ada kehormatan
Tidak ada hormat
Tidak ada karakter
Tidak malu
Tidak sopan santun "

Kami, orang-orang yang lahir antara tahun 1940-1968 adalah orang-orang yang beruntung ...
Hidup kita adalah bukti hidup.

Sementara bermain dan mengendarai sepeda, kami tidak pernah memakai helm.

Setelah sekolah, kami bermain sampai senja; Kami tidak pernah menonton TV.

Kami bermain dengan teman sejati, bukan teman internet.
       
Jika kita merasa haus, kita minum air kendi bukan air kemasan.
          
 Kita tidak pernah sakit berbagi segelas minuman dengan 4 teman.
          
Kita tidak pernah mikir bobot makan nasi tiap hari.
            
Tidak ada yang terjadi pada kaki kita meski bertelanjang kaki tanpa alas kaki.

Kami tidak pernah menggunakan suplemen untuk menjaga kesehatan diri.
            
Kami biasa membuat mainan sendiri dan bermain dengan mereka.
            
Orang tua kita tidak kaya. Mereka memberi cinta .. bukan kuota.
            
Kami tidak pernah memiliki ponsel, DVD, stasiun bermain, Xbox, video game, komputer pribadi, internet, chatting - tapi kami punya teman sejati.

 Kami mengunjungi rumah teman kami tanpa diundang dan menikmati makanan bersama mereka.
          
 Relatif tinggal di dekat keluarga sehingga waktu dinikmati.
          
Kita mungkin ada di foto hitam putih tapi engkau bisa menemukan kenangan berwarna-warni di foto-foto itu.

Kami adalah generasi yang unik dan paling mengerti, karena kami adalah Generasi terakhir yang mendengarkan orang tuanya ....
dan juga Generasi yang pertama yang harus mendengarkan anaknya.

Kami adalah edisi TERBATAS !

Senin, 17 September 2018

Tingkat Kemakmuran Bangsa

EMPAT PARAMETER UNTUK MENILAI TINGKAT KEMAKMURAN BANGSA
yaitu: (1) pendapatan perkapita, (2) koefisien gini (3) data kemiskinan, serta (4) indek pembangunan manusia (IPM).

1. Pendapatan Per Kapita.
·         Pendapatan per kapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk selama satu tahun.  
·         Besaran pendapatan per kapita dihitung dengan cara membagi besarnya pendapatan nasional atau Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dengan jumlah penduduk. 
·         Pendapatan per kapita merupakan ukuran paling sederhana untuk merepresentasikan tingkat kesejahteraan dan tingkat pembangunan sebuah negara. Semakin besar pendapatan per kapitanya, semakin makmur negara tersebut. 
·         BPS : PDB tahun 2016 = Rp 12.406,8 triliun ; Pendapatan per Kapita = Rp 47,96 juta/tahun (senilai US$ 3.605).   Jadi pendapatan rata-rata penduduk Indonesia per bulan di tahun 2016 sebesar Rp 4 juta.
·         International Monetary Fund : Pendapatan perkapita Indonesia per Oktober 2017 sebesar US$ 13.120 jauh berada dibawah Singapura (US$ 93.680), Brunei (US$ 77.700), dan Malaysia (US$ 30.430). Namun sedikit diatas Filipina (US$ 8.780) dan Vietnam (US$ 7.380).

2. Koefisien Gini
·         Koefisien Gini atau Gini Ratio merupakan indeks yang digunakan untuk mengukur ketimpangan pendapatan antara penduduk miskin dan penduk kaya pada sebuah negara.  
·         Gini ratio dikembangkan oleh statistikus Italia, Corrado Gin th. 1912, yg didasarkan pada kurva Lorenz.
·         Besaran angka koefisien gini berkisar antara 0 hingga 1. Angka 0 berarti menunjukkan pemerataan sempurna, sedangkan angka 1 berarti menunjukkan ketimpangan yang sempurna.
·         Di seluruh dunia, angka koefisien kesenjangan pendapatan ini bervariasi dari 0.25 (Denmark) hingga 0.70 (Namibia).
·         BPS per Maret 2016: Indek Gini Ratio di Indonesia = 0,397.
·         Dana bank di Indonesia didominasi oleh pemilik rekening di atas Rp 2 miliar. Hampir 98 persen jumlah rekening di bank dimiliki oleh nasabah dengan jumlah tabungan di bawah Rp 100 juta.
·         Ketimpangan kekayaan antara orang kaya dan miskin di Indonesia termasuk paling buruk di dunia.
·         Secara teori ekonomi, bahwa 80% kekayaan di seluruh negeri hanya dikuasai oleh tak lebih dari 20% penduduknya saja.
·         Ketua MPR, Zulkifli Hasan : Kesenjangan sosial di Indonesia sangat tinggi sekali. Separuh lebih (85%) kekayaan bangsa Indonesia hanya dikuasai dan dikendalikan oleh segelintir orang (23 konglomerat) yang masing-masing memiliki perusahaan raksasa di Indonesia.
·         Helmy Faishal Zaini : Jjumlah dana yang berputar di Indonesia sekitar 9 triliun. Namun perputaran uang terbesar (85%) hanya dikuasai oleh segelintir orang saja (35 konglomerat) yang masing-masing memiliki perusahaan raksasa di Indonesia.

3. Data Kemiskinan
·         BPS : Sejak 2007 sd 2016, data statistic penurunan angka lemiskinan.
·         Pemerintah mendefinisikan garis kemiskinan dengan perdapatan per bulannya (per kapita) kurang dari Rp. 325.000,- (atau sekitar USD $25) = standar hidup sangat rendah.
·         Standar Bank Dunia, penduduk miskin penghasilannya kurang dari USD $2 per hari ($60 perbulan = Rp. 900 ribu per bulan.
·         Sekitar seperempat jumlah penduduk Indonesia (sekitar 65 juta jiwa) hidup hanya sedikit saja di atas garis kemiskinan nasional.

4. Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
·         Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan sebuah negara dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk).
·         Tiga dimensi utama IPM: Standar Hidup Layak (PDB per kapita), Pendidikan, dan Kesehatan.  
·         IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah Negara maju, Negara berkembang atau Negara terbelakang
·         UNDP menempatkan IPM Indonesia masuk kategori sangat rendah di dunia, berada di peringkat 113 dari 188 negara di dunia.
·         Dengan peringkat itu Indonesia masih berada dalam kelompok negara menengah, sedangkan negara tetangga Malaysia masuk kategori tinggi.
·         Bahkan yang memprihatinkan lagi peringkat IPM Indonesia mengalami penurunan dari peringkat 110 (tahun 2014) turun menjadi peringkat 113 (tahun 2015).

*********

LIMA AKAR PERMASALAHAN BANGSA

 1.  Demokrasi berjalan sangat liberal.

·         Demokrasi tidak terarah untuk kepentingan masyarakat luas.  
·         Sistem pemilihan secara langsung cenderung menghasilkan parlemen dan pemimpin terpilih karena popularitasnya, bukan kompetensi dan kridibilitasnya.
·         Sedikit Kepala Daerah yang benar-benar bekerja untuk rakyat dan memajukan daerahnya
·         Data ICW, sejak KPK didirikan tahun 2003 hingga saat ini sudah 392 Kepala Daerah (dari 549 Prov/Kab/Kodya) telah menjadi terpidana dan terdakwa kasus korupsi.

2.  Ketidak-adilan dan kesenjangan sosial makin tajam
·         Pembagian hasil pembangunan tidak dirasakan oleh sebagian besar masyarakat
·         Pembangunan infrastruktur lebih banyak dinikmati oleh masyarakat kelas menengah keatas.
·         Ketimpangan kekayaan antara orang kaya dan miskin di Indonesia termasuk paling buruk di dunia.  BPS : Indek gini ratio Indonesia 0,397.
·         Survei lembaga keuangan Swiss, Credit Suisse, 1 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 49,3 persen kekayaan nasional .  

3.  Pemberantasan korupsi tidak serius.
·         KPK hanya berhasil menangkap tidak lebih dari 5 % pelaku korupsi, selebihnya dengan modus yang tidak dijangkau KPK mereka berhasil menikmati hasil korupsi.
·         Pejabat negara dan pegawai negeri mempunyai rekening gendut
·         Pemberlakukan Asas Pembuktian Terbalik (Burden Shifting of Proof Principle) seperti yang telah dilakukan oleh Malaysia, Singapura dan Hongkong.  
·         Survei Lembaga Transparency International (TI)  : Tingkat  indeks persepsi korupsi Indonesia yang berada di peringkat 90 dunia.

4. Kesalahan Sistem Pendidikan
·         Rendahnya kualitas hidup bangsa Indonesia (IPM peringkat 113 dari 188 negara dunia) karena "kesalahan" sistem pendidikan kita.
·         Pola dan metode pendidikan tidak tepat, kurikulum padat dan melelahkan menjadikan pelajar kita seperti robot.
·         Kurikulum kita berorientasi pada kemampuan kognitif dan  mengabaikan kemampuan afektif maupun psikomotoris.
·         Negara2 maju menerapkan pola Multiple Intelligence (kecerdaan majemuk), yang lebih berorientasi pada aspek afektif dan psikomotoris (Finlandia, sistem pendidikannya dinilai terbaik di dunia).
·         Konten pada bbrp pelajaran dinilai masih banyak yang tidak memberi manfaat dikemudian hari (matematika, fisika, kimia, biologi, dsb).  
·         Apa tujuan dan manfaat belajar logaritma, integral, menghafal unsur kimia, dan nama sendi anatomi tubuh ?
·         Penyusun kurikulum terpaku pada Output , tetapi tidak memperhatikan Outcome .
·         Anak didik kita tidak dibekali dengan ketrampilan yang memadai sehingga bisa berkarya dan produktif. Mereka kurang mendapat pembekalan nilai-nilai moralitas dan integritas.

5. Pertumbuhan Penduduk tak Terkendali
·         BKKBN : Rata-rata LPP tergolong tinggi mencapai 1,49% per tahun (idealnya 0,5 persen)
·         Setiap tahun penduduk Indonesia bertambah sekitar 4,5 juta (= penduduk Singapura).
·         Pemerintah tak mampu kendalikan pertumbuhan penduduk, berpotensi terjadi ledakan penduduk.  Ledakan penduduk adalah salah satu ancaman paling serius bagi suatu bangsa.
·         Peningkatan jumlah penduduk berpengaruh : (1) berkurangnya lahan perumahan dan pertanian, (2) berkurangnya ketersediaan pangan, serta (3) meningkatnya jumlah pengangguran dan kemiskinan.
·         Tingginya angka kemiskinan berpotensi menimbulkan terjadinya kriminalitas dan gejolak sosial.

&&&&&&&&&&&&&&&&&&&