(Oleh: Prof DR Iswandi
Syahputra, Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
Perlahan,
perdebatan seputar penanganan penularan virus Corona (Covid-19) memasuki
halaman depan rumah keyakinan dan keimanan umat beragama (khususnya Islam).
Dalam perspektif ini, setidaknya ada 2 perdebatan yang muncul terkait virus
Corona:
Pertama,
Takutlah pada Allah SWT jangan takut pada
Corona.
Pernyataan
ini benar tapi cacat logika/nalar. Benar karena sangat jelas takut hanya pada
Allah SWT. Salah, karena Allah tidak bisa (tidak boleh) dibandingkan dengan
Corona. Logika ini sama dengan ungkapan orang tua pada anaknya, "Sudah
besar koq tidak bisa berenang, kalah sama ikan teri".
Tapi
logika ini bukan tanpa dasar teologis. Logika bepikir ini masuk pada paham
Jabariyah dalam teologi Islam. Intinya, paham ini memiliki keyakinan semua
sudah diatur oleh Allah SWT sehingga tidak ada ruang ikhtiar bagi manusia.
Manusia hanya menjalani nasib.
Kedua,
Virus Corona
sangat berbahaya, manusia harus berikhtiar/usaha mencegah penularannya.
Pernyataan
ini benar, kemudian banyak yang berikhtiar gunakan masker (walau tidak sakit),
pakai hand sanitizer, salam siku, dll.
Ikhtiar
ini juga sebenarnya bersandar pada paham teologi Qadariyah. Paham ini pada prinsipnya berkeyakinan bahwa manusia memiliki
kebebasan menentukan jalan hidupnya sendiri.
Tapi
saat paham ini dipraktikkan dalam ibadah keagamaan, misalnya menghentikan
sholat Jum'at atau sholat jama'ah dengan jarak aman 2 meter setiap jamaah,
mulai muncul perdebatan. Yang kadang, (maaf) tidak berguna bagi pencegahan
penularan virus Corona.
Agar
perdebatan ini tidak berlarut dan kita kembali fokus pada penangkalan
penyebaran virus Corona, saya ingin menyampaikan pemikiran jalan tengah.
Pemikiran ini berawal dari pertanyaan, Bagaimana sikap seorang muslim sebagai
umat beriman terhadap penyebaran virus Corona?
Ada
3 konsep penting dalam keyakinan Islam yang saling berelasi dan
dapat digunakan secara simultan (bersamaan) bukan parsial (terpisah, dikotomi)
saat umat beriman khususnya muslim dalam mengahadapi penyebaran virus Corona,
yaitu:
Ikhtiar,
Sabar dan Tawakkal
Ketiganya
seperti tiga orang sahabat karib dalam setiap perjalanan kehidupan. Tidak boleh
dipisahkan saat kita menghadapi penyebaran virus Corana. Relasi tiga konsep tersebut
dapat dijelaskan sbb:
1.
Sabar dan tawakkal itu ada dalam ikhtiar, bukan di luar ikhtiar. Sabar dan tawakkal tanpa ikhtiar akan
menghilangkan fungsi manusia sebagai khalifah kehidupan.
2.
Tawakkal dan ikhtiar itu harus dengan kesabaran, bukan di luar kesabaran. Tawakkal dan ikhtiar tanpa sabar,
menjadikan kita manusia tidak lulus ujian.
3.
Ikhtiar dan sabar itu harus dibalut tawakkal, bukan di luar tawakkal. Ikhtiar dan sabar tanpa tawakkal akan
membuat kita manusia menjadi sombong.
Beberapa
firman Allah SWT dalam Al-Qur'an ini dapat diacu untuk menjelaskan tiga relasi
tersebut:
>
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka
mengubah keadaan diri mereka sendiri.”(QS ar-Ra’d [13]: 11)
>
“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat.” (QS
al-Baqarah [2]: 45).
>
“Dan betapa banyak Nabi yang berperang didampingi sejumlah besar dari
pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak (menjadi) lemah karena bencana yang
menimpanya di jalan Allah, tidak patah semangat dan tidak (pula) menyerah
(kepada musuh). Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.” (QS Ali ‘Imran
[3]: 146).
>
“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada
Allah”. (QS Ali Imran [3]: 159)
Sebagai
penutup, untuk menggambarkan hal tersebut saya kirim kisah dari seorang teman
sebagai berikut:
*****
Suatu
hari banjir besar melanda sebuah daerah. Air naik makin tinggi hingga hampir
menenggelamkan rumah.
Orang-orang
pergi mengungsi. Seorang pemuka agama memilih bertahan di atas genteng rumah
ibadah. Dia amat percaya bahwa Tuhanlah yang mendatangkan banjir dan Tuhan juga
yang akan menolongnya. Tidak ada yang perlu ditakuti kecuali Tuhan.
Sebuah
perahu regu penolong datang menghampiri pemuka agama itu. "Bapak, ikutlah
naik perahu ke tempat aman," seru regu penolong.
“Jangan
pikirkan aku. Tuhan sendiri yang akan menolongku," kata pemuka agama itu.
Air
terus naik. Pemuka agama itu pun naik lagi lebih tinggi ke menara rumah ibadah.
Regu
penolong kembali datang sampai dua kali untuk membujuk pemuka agama itu naik ke
perahu.
Namun
selalu ditolak. "Tuhan sendiri yang akan menolongku," begitu selalu
jawab pemuka agama itu.
Banjir
makin besar dan menenggelamkan rumah ibadah. Pemuka agama yang nangkring di
atas menara pun menemui ajalnya.
Di
akhirat ia bergegas mencari Tuhan dan protes.
"Tuhan,
aku ini kurang setia apa pada-Mu. Hidupku kudedikasikan pada-Mu. Tapi kok di
saat banjir besar Kamu tak datang menolongku," kata dia dengan sangat
emosi kepada Tuhan.
"Aku
sudah mengirim tiga perahu dan kau menolak untuk mengungsi," jawab Tuhan.
******
Itu
sebabnya (sepertinya), dalam Al-Qur'an ayat berpikir lebih banyak dari ayat
tawakkal dan ayat sabar.
Artinya, ikhtiar, sabar dan tawakkal selain masuk wilayah keimanan juga harus pakai pikiran. Maka, saat kita berikhtiar, bersabar dan bertawakkal sebaiknya menggunakan pikiran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar