TERBAGINYA aliran-aliran dalam Islam merupakan
salah satu bentuk dari beda pendapat para orang-orang terdahulu. Dalam islam
sebenarnya banyak aliran, yang menyebarkan serta mengajarkan islam dengan
berbagai versi.
Aliran dalam Islam mulai tampak pada saat
perang
Siffin (37 H) Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah.
Persoalan persoalan yang terjadi yang
melahirkan aliran – aliran dalam islam baru
tidak luput dari persoalan politik. Harun Nasution, Mantan Rektor UIN Jakarta
sekaligus penulis buku “Teologi Islam, Aliran – Aliran Sejarah Analisa
Perbandingan” mengatakan dalam bukunya bahwa yang legal menjabat sebagai
Khilafah pada saat itu hanyalah Sayidina Ali bin Abi Thalib di Madinah,
sedangkan Mu’awiyah hanyalah sebagai Gubernur Syam
yang tidak mau tunduk pada Ali.
Pada saat itu golongan Ali bin Abi Thalib
berperang dengan golongan Mu’awiyah. Ketika pihak Ali bin Abi Thalib berhasil
menang dari golongan Mu’awiyah, maka golongan
Mu’awiyah mengajak berdamai (tahkim) kepada Ali
bin Abi Thalib. Orang-orang yang tergabung dalam golongan Sayidina Ali pun
terpecah kembali, ada yang menyetujui perdamaian tersebut, serta ada juga yang
tidak.
Maka kelompok yang tidak
setuju Tahkim ini memisahkan diri dan melahirkan aliran
islam baru yang dikenal dengan nama Khawarij. Kelompok ini berpendapat orang-orang yang mengikuti tahkim wajib dibunuh karena tidak menggunakan hukum Allah.
Karena hal tersebut, Akhir nya kelompok
Ali mempunyai dua musuh, yaitu Khawarij, orang-orang yang tidak
terima dengan keputusan Ali, dan juga golongan Mu’awiyah.
Kelompok Khawarij merupakan orang-orang yang taat
beribadah, namun mereka sangat tekstualis dalam memaknai dalil-dalil agama.
Khalifah Ali bin Abi Thalib dibunuh oleh pengikut Khawarij Abdurrahman
bin Muljam. Ia hafal Qur’an, jika malam hari rajin shalat tahajud, dan siang
harinya berpuasa. Hingga kini, pemikiran ala Khawarij tetap ada di dunia Muslim
yang kemudian disebut sebagai neo Khawarij yang gampang sekali mengkafirkan
orang-orang di luar kelompoknya, termasuk melakukan tindakan bom bunuh diri
atas nama agama.
Perpecahan umat Islam di periode awal didasari oleh perbedaan politik, termasuk munculnya
kelompok Syiah yang beranggapan bahwa yang berhak menjadi penerus Rasulullah
adalah Ali bin Abi Thalib.
Pertentangan politik tersebut selanjutnya berdampak pada
masalah doktrin-doktrin agama karena perbedaan rujukan dan metodologi. Syiah
tidak mengakui hadits-hadits yang diriwayatkan oleh selain Ahlul Bait atau
keluarga Nabi. Syiah sendiri kemudian terbagi-bagi dalam Syiah Ghulat, Zaidiyah, Ismailiyah, dan Itsna asyariyah.
Selanjutnya, ketika wilayah kekuasaan kerajaan Islam
meluas, terdapat persentuhan dengan budaya dan pemikiran lain termasuk filsafat
Yunani yang sangat menghargai akal dan rasio. Ulama
yang mempelajari filsafat kemudian menggunakan pendekatan rasional dalam
memaknai ajaran-ajaran Islam. Kelompok yang mengedepankan akal ini disebut Mu'tazilah.
Kelompok paling dominan dalam dunia Islam adalah Sunni atau
Ahlusunnah wal Jama'ah yaitu orang-orang yang berpegang teguh pada ajaran Nabi
Muhammad. Dalam sisi aqidah, kelompok Sunni mengikuti Imam Asy’ari dan
Maturidi sedangkan dalam aspek fiqih, mengikuti pendapat empat mazhab, yaitu
Maliki, Hambali, dan Hanafi.
Dalam satu mazhab pun, seperti Syafiiyah misalnya,
terdapat perbedaan pendapat di antara ulama pengikutnya pada soal-soal tertentu.
Pengelompokan lain masih dapat dibuat atas berbagai kategori yang sangat
beragam, namun jika dirunut lebih jauh, tetap memiliki akar dari kelompok besar
yang sudah ada sebelumnya seperti Sunni, Syiah, Khawarij, Mu'tazilah, dan
lainnya.
Dengan adanya
berbagai aliran, mazhab, dan kelompok, menjadi sangat penting bagaimana
menyikapi perbedaan itu. Upaya memaksakan kebenaran tunggal merupakan tindakan
yang mustahil.
Kelompok radikal menganggap bahwa selain kelompoknya dianggap kafir dan
sesat sehingga boleh dibunuh. Kelompok ini berpendapat hanya alirannya yang
benar dan masuk surga. Di sisi ekstrem lain, terdapat kelompok
liberal yang menganggap inovasi-inovasi baru yang menyimpang dari ajaran
pokok Islam tetap diperbolehkan seperti kelompok Al-Qiyadah al-Islamiyah, Salamullah (Lia
Eden), Inkarus Sunnah, dan lainnya. Bagi kelompok ini, kebenaran sifatnya relatif dan nisbi.
Kelompok Islam moderat berpendapat, perbedaan dalam
masalah furuiyah atau masalah cabang-cabang agama diterima, namun
jika sudah menyangkut pokok-pokok ajaran Islam seperti mengaku sebagai nabi
baru atau mendapat wahyu dari Jibril, dianggap sudah keluar dari ajaran Islam.
Persoalan muncul terkait hubungan antara agama dan
negara. Negara tidak mengurusi soal keyakinan seseorang mengingat hal tersebut
dianggap sebagai persoalan pribadi. Masalah terjadi ketika satu kelompok
mengklaim sebagai bagian dari agama Islam, tetapi kelompok mayoritas menilainya
sudah menyimpang dari ajaran pokok seperti pada aliran Ahmadiyah, padahal
negara melindungi kebebasan berserikat, berkumpul, dan memeluk agama
masing-masing dan beribadah menurut keyakinannya.
Keberadaan kelompok seperti Ahmadiyah sampai sekarang belum
menemukan titik temu dan menjadi persoalan sosial ketika ada kelompok
konservatif yang kemudian membakar, melakukan tindakan kekerasan,
atau pengusiran pengikut Ahmadiyah atas nama Islam. Sayangnya negara
masih bersikap ambigu dalam
menyelesaikan persoalan tersebut.
Persoalan-persoalan khilafiyah yang sifatnya furuiyah
pun kembali menjadi perdebatan seiring dengan munculnya internet dan media
sosial. Kini semua orang merasa menjadi ahli dan bisa mengomentari masalah
agama. Masalah ziarah kubur, doa qunut, shalawatan, memanjangkan jenggot,
celana cingkrang, burqa, dan lainnya menjadi perdebatan panas antarwarganet.
Era Orde Lama, beberapa soal tersebut pernah menjadi
diskusi yang sengit, tetapi kemudian muncul kesadaran untuk saling menghargai
perbedaan pendapat dan pandangan. Sayangnya, beberapa ustadz baru kurang
bijak berdakwah dengan memperuncing perbedaan dalam pembahasan hal-hal
yang sudah dianggap sebagai masalah khilafiyah yang mana seharusnya
setiap Muslim dihargai pilihan pendapat yang dianutnya.
Pada kelompok yang melakukan kekerasan atas nama agama atau ingin
meruntuhkan bangunan negara kebangsaan Indonesia maka aparat pemerintah mesti
bersikap tegas. Untuk dapat menjalankan ibadah dan hidup dengan baik, maka
keamanan negara perlu terjamin. Kelompok-kelompok yang menggunakan kebebasan
yang diberikan oleh negara untuk merongrong kebebasan itu sendiri tidak boleh
dibiarkan.
Dengan memahami berbagai aliran dalam Islam, kita
dapat mengidentifikasi ideologi, ajaran, dan tindakan setiap kelompok. Mungkin
ada derivasi-derivasi kecil yang terkait dengan konteks zaman dan
lokalitas dari kelompok yang baru muncul, namun gambaran besarnya tetap
tidak jauh berbeda dari kelompok besar yang sudah ada sebelumnya.
Dengan demikian kita dapat mengambil sikap dan
kebijakan yang tepat. Bagi umat Islam, pemahaman terhadap aliran-aliran
agama menjadi dasar untuk menumbuhkan toleransi intraagama.
Nahdlatul Ulama meyakini bahwa ajaran-ajaran yang
diyakini dan dijalani sangat otoritatif yang didasarkan pada Al-Qur'an,
hadits ,ijma, dan qiyas. Namun demikian, NU tidak pernah memaksakan keyakinannya kepada
kelompok lain. Dengan saling menghargai, maka akan muncul harmoni dalam ukhuwah
Islamiyah. (Achmad Mukafi Niam)
Sumber: https://nu.or.id/risalah-redaksi/memahami-aliran-aliran-islam-untuk-toleransi-intraagama-5E7DH
&&&&&&
Ada beberapa aliran dalam islam yang
mempunyai sejarahnya masing sejak dahulu hingga sekarang seperti :
1. Ahlus Sunnah wal Jamaah
Aliran Ahlussunnah wal Jama'ah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadis,
dan ahli fikih. Merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh
dengan sunnah Nabi dan sunnah khulafaurrasyidin. Sebagian
besar umat muslim di tanah air diajarkan dalam ideologi dari kelompok ini.
Pola pikir Ahlus Sunnah wal Jamaah yang mengambil jalan
tengah antara Nash (Al Qur'an dan Hadits) dengan Akal (Ijma' dan Qiyas). Kelompok ini dikenal juga dengan julukan Penganut Islam
Sunni.
2. Syiah
Aliran Syi'ah adalah cabang Islam terbesar kedua. Pandangan ini terutama
kontras dengan Islam Sunni, yang penganutnya percaya bahwa Nabi Muhammad SAW
tidak menunjuk seorang pengganti sebelum kematiannya.
Islam Syiah didasarkan pada sebuah hadits. Syiah
percaya Ali seharusnya menjadi penerus Muhammad sebagai
pemimpin spiritual dan politik Islam. Keyakinan ini kemudian berkembang menjadi
konsep Imamah, gagasan bahwa keturunan tertentu Rasul SAW, disebut Ahl
al-Bayt, adalah penguasa atau Imam yang sah.
3. Khawarij
Aliran Islam yang pertama adalah Kaum Khawarij. Sebagai sekte Islam
pertama yang dapat diidentifikasi. Mereka muncul ketika para pengikut Nabi
Muhammad SAW berusaha untuk menentukan sejauh mana seseorang dapat menyimpang
dari norma-norma perilaku yang ideal dan tetap disebut Muslim.
Mereka adalah mantan pendukung Khalifah Ali yang memberontak
sebagai protes. Mereka menegaskan bahwa "penghakiman hanya
milik Tuhan", yang menjadi moto mereka. Ali dibunuh pada tahun 661 oleh seorang Khawarij yang berusaha membalas dendam.
Kaum Khawarij percaya bahwa setiap Muslim, terlepas dari keturunan atau
etnisnya, memenuhi syarat untuk peran khalifah, asalkan mereka secara moral
tidak tercela. Menurutnya, tugas umat Islam untuk memberontak dan menggulingkan
para khalifah yang berdosa.
4. Muktazilah
Muktazilah disebut juga Ahl al-ʿAdl wa al-Tawḥīd, adalah kelompok Islam
yang muncul pada awal sejarah dalam perselisihan tentang kepemimpinan Ali.
Setelah wafatnya khalifah ketiga, Utsman bin Affan.
Mereka mengambil posisi tengah antara Khawarij dan Syiah. Pada abad ke-10 M, istilah ini juga merujuk pada aliran teologi
spekulatif (kalām) Islam Sunni yang berkembang di Basra dan Baghdad (abad
ke-8-10).
Aliran ini mengembangkan jenis rasionalisme
Islam, sebagian dipengaruhi oleh filsafat Yunani Kuno,
yang didasarkan pada tiga prinsip dasar: keesaan dan keadilan Tuhan, kebebasan
bertindak manusia dan penciptaan Al-Qur'an. Kelompok yang terkenal karena
menolak doktrin Alquran, sebagai tidak diciptakan dan sama-sama abadi dengan
Tuhan.
5. Murjiah
Murji'ah berpendapat bahwa hanya Tuhan yang berhak menilai apakah
seorang Muslim telah murtad atau tidak. Akibatnya umat Islam harus
mempraktekkan penundaan penghakiman pada pelaku dosa besar dan tidak
membuat tuduhan kafir.
Mereka juga percaya bahwa perbuatan baik atau kelalaian dari manusia
tidak mempengaruhi iman seseorang. Lalu orang yang tidak melakukan tindakan
ketaatan lain tidak akan dihukum di akhirat selama mereka berpegang pada iman
yang murni.
6. Qadariyah
Qadariyah adalah istilah yang awalnya menghina para teolog Islam awal,
yang menyatakan bahwa manusia memiliki kehendak bebas. Istilah ini berasal dari (qadar), "kekuatan".
Sumber-sumber abad pertengahan yang menjadi dasar informasi tentang
Qadariya termasuk Risālat al-qadar ilā Abd al-Malik.
7. Jabariyah
Aliran dalam Islam selanjutnya yang berbanding terbalik dengan
Qadariyah. Jabriyah adalah aliran filsafat Islam awal yang didasarkan pada
keyakinan bahwa manusia dikendalikan oleh takdir, tanpa memiliki pilihan atau kehendak bebas.
Jabariyah berasal dari Dinasti Umayyah di Basra. Istilah ini berasal dari akar kata bahasa Arab j-b-r, dalam arti yang memberi arti seseorang yang dipaksa atau dipaksa oleh takdir.
https://m.merdeka.com/trending/7-aliran-dalam-islam-dengan-pandangan-berbeda-umat-muslim-wajib-tahu.html?page=5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar