Rabu, 23 Februari 2022

Tujuh Aliran dalam Islam

TERBAGINYA aliran-aliran dalam Islam merupakan salah satu bentuk dari beda pendapat para orang-orang terdahulu. Dalam islam sebenarnya banyak aliran, yang menyebarkan serta mengajarkan islam dengan berbagai versi.

Aliran dalam Islam mulai tampak pada saat perang Siffin (37 H) Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah.

Persoalan persoalan yang terjadi yang melahirkan aliran – aliran dalam islam baru tidak luput dari persoalan politik. Harun Nasution, Mantan Rektor UIN Jakarta sekaligus penulis buku “Teologi Islam, Aliran – Aliran Sejarah Analisa Perbandingan” mengatakan dalam bukunya bahwa yang legal menjabat sebagai Khilafah pada saat itu hanyalah Sayidina Ali bin Abi Thalib di Madinah, sedangkan Mu’awiyah hanyalah sebagai Gubernur Syam yang tidak mau tunduk pada Ali.

Pada saat itu golongan Ali bin Abi Thalib berperang dengan golongan Mu’awiyah. Ketika pihak Ali bin Abi Thalib berhasil menang dari golongan Mu’awiyah, maka golongan Mu’awiyah mengajak berdamai (tahkim) kepada Ali bin Abi Thalib. Orang-orang yang tergabung dalam golongan Sayidina Ali pun terpecah kembali, ada yang menyetujui perdamaian tersebut, serta ada juga yang tidak.

Maka kelompok yang tidak setuju Tahkim ini memisahkan diri dan melahirkan aliran islam baru yang dikenal dengan nama Khawarij. Kelompok ini berpendapat orang-orang yang mengikuti tahkim wajib dibunuh karena tidak menggunakan hukum Allah.

Karena hal tersebut, Akhir nya kelompok Ali mempunyai dua musuh, yaitu Khawarij, orang-orang yang tidak terima dengan keputusan Ali, dan juga golongan Mu’awiyah.

Kelompok Khawarij merupakan orang-orang yang taat beribadah, namun mereka sangat tekstualis dalam memaknai dalil-dalil agama. Khalifah Ali bin Abi Thalib dibunuh oleh pengikut Khawarij Abdurrahman bin Muljam. Ia hafal Qur’an, jika malam hari rajin shalat tahajud, dan siang harinya berpuasa. Hingga kini, pemikiran ala Khawarij tetap ada di dunia Muslim yang kemudian disebut sebagai neo Khawarij yang gampang sekali mengkafirkan orang-orang di luar kelompoknya, termasuk melakukan tindakan bom bunuh diri atas nama agama.

 

Perpecahan umat Islam di periode awal didasari oleh perbedaan politik, termasuk munculnya kelompok Syiah yang beranggapan bahwa yang berhak menjadi penerus Rasulullah adalah Ali bin Abi Thalib.

Pertentangan politik tersebut selanjutnya berdampak pada masalah doktrin-doktrin agama karena perbedaan rujukan dan metodologi. Syiah tidak mengakui hadits-hadits yang diriwayatkan oleh selain Ahlul Bait atau keluarga Nabi. Syiah sendiri kemudian terbagi-bagi dalam Syiah Ghulat, Zaidiyah, Ismailiyah, dan Itsna asyariyah.  

Selanjutnya, ketika wilayah kekuasaan kerajaan Islam meluas, terdapat persentuhan dengan budaya dan pemikiran lain termasuk filsafat Yunani yang sangat menghargai akal dan rasio. Ulama yang mempelajari filsafat kemudian menggunakan pendekatan rasional dalam memaknai ajaran-ajaran Islam. Kelompok yang mengedepankan akal ini disebut Mu'tazilah.    

Kelompok paling dominan dalam dunia Islam adalah Sunni atau Ahlusunnah wal Jama'ah yaitu orang-orang yang berpegang teguh pada ajaran Nabi Muhammad. Dalam sisi aqidah, kelompok Sunni mengikuti Imam Asy’ari dan Maturidi sedangkan dalam aspek fiqih, mengikuti pendapat empat mazhab, yaitu Maliki, Hambali, dan Hanafi.

Dalam satu mazhab pun, seperti Syafiiyah misalnya, terdapat perbedaan pendapat di antara ulama pengikutnya pada soal-soal tertentu.   Pengelompokan lain masih dapat dibuat atas berbagai kategori yang sangat beragam, namun jika dirunut lebih jauh, tetap memiliki akar dari kelompok besar yang sudah ada sebelumnya seperti Sunni, Syiah, Khawarij, Mu'tazilah, dan lainnya.

Dengan adanya berbagai aliran, mazhab, dan kelompok, menjadi sangat penting bagaimana menyikapi perbedaan itu. Upaya memaksakan kebenaran tunggal merupakan tindakan yang mustahil.

Kelompok radikal menganggap bahwa selain kelompoknya dianggap kafir dan sesat sehingga boleh dibunuh. Kelompok ini berpendapat hanya alirannya yang benar dan masuk surga. Di sisi ekstrem lain, terdapat kelompok liberal yang menganggap inovasi-inovasi baru yang menyimpang dari ajaran pokok Islam tetap diperbolehkan seperti kelompok Al-Qiyadah al-Islamiyah, Salamullah (Lia Eden), Inkarus Sunnah, dan lainnya. Bagi kelompok ini, kebenaran sifatnya relatif dan nisbi.  

Kelompok Islam moderat berpendapat, perbedaan dalam masalah furuiyah atau masalah cabang-cabang agama diterima, namun jika sudah menyangkut pokok-pokok ajaran Islam seperti mengaku sebagai nabi baru atau mendapat wahyu dari Jibril, dianggap sudah keluar dari ajaran Islam.  

Persoalan muncul terkait hubungan antara agama dan negara. Negara tidak mengurusi soal keyakinan seseorang mengingat hal tersebut dianggap sebagai persoalan pribadi. Masalah terjadi ketika satu kelompok mengklaim sebagai bagian dari agama Islam, tetapi kelompok mayoritas menilainya sudah menyimpang dari ajaran pokok seperti pada aliran Ahmadiyah, padahal negara melindungi kebebasan berserikat, berkumpul, dan memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut keyakinannya.  

Keberadaan kelompok seperti Ahmadiyah sampai sekarang belum menemukan titik temu dan menjadi persoalan sosial ketika ada kelompok konservatif yang kemudian membakar, melakukan tindakan kekerasan, atau  pengusiran pengikut Ahmadiyah atas nama Islam. Sayangnya negara masih bersikap ambigu dalam menyelesaikan persoalan tersebut.

Persoalan-persoalan khilafiyah yang sifatnya furuiyah pun kembali menjadi perdebatan seiring dengan munculnya internet dan media sosial. Kini semua orang merasa menjadi ahli dan bisa mengomentari masalah agama. Masalah ziarah kubur, doa qunut, shalawatan, memanjangkan jenggot, celana cingkrang, burqa, dan lainnya menjadi perdebatan panas antarwarganet.

Era Orde Lama, beberapa soal tersebut pernah menjadi diskusi yang sengit, tetapi kemudian muncul kesadaran untuk saling menghargai perbedaan pendapat dan pandangan. Sayangnya, beberapa ustadz baru kurang bijak  berdakwah dengan memperuncing perbedaan dalam pembahasan hal-hal yang sudah dianggap sebagai masalah khilafiyah yang mana seharusnya setiap Muslim dihargai pilihan pendapat yang dianutnya.  

Pada kelompok yang melakukan kekerasan atas nama agama atau ingin meruntuhkan bangunan negara kebangsaan Indonesia maka aparat pemerintah mesti bersikap tegas. Untuk dapat menjalankan ibadah dan hidup dengan baik, maka keamanan negara perlu terjamin. Kelompok-kelompok yang menggunakan kebebasan yang diberikan oleh negara untuk merongrong kebebasan itu sendiri tidak boleh dibiarkan.  

Dengan memahami berbagai aliran dalam Islam, kita dapat mengidentifikasi ideologi, ajaran, dan tindakan setiap kelompok. Mungkin ada derivasi-derivasi kecil yang terkait dengan konteks zaman dan lokalitas dari kelompok yang baru muncul, namun gambaran besarnya tetap tidak jauh berbeda dari kelompok besar yang sudah ada sebelumnya.

Dengan demikian kita dapat mengambil sikap dan kebijakan yang tepat.   Bagi umat Islam, pemahaman terhadap aliran-aliran agama menjadi dasar untuk menumbuhkan toleransi intraagama.

Nahdlatul Ulama meyakini bahwa ajaran-ajaran yang diyakini dan dijalani sangat otoritatif yang didasarkan pada Al-Qur'an, hadits ,ijma, dan qiyas. Namun demikian, NU tidak pernah memaksakan keyakinannya kepada kelompok lain. Dengan saling menghargai, maka akan muncul harmoni dalam ukhuwah Islamiyah. (Achmad Mukafi Niam)

Sumber: 
https://nu.or.id/risalah-redaksi/memahami-aliran-aliran-islam-untuk-toleransi-intraagama-5E7DH


&&&&&&

Ada beberapa aliran dalam islam yang mempunyai sejarahnya masing sejak dahulu hingga sekarang seperti :

 

1. Ahlus Sunnah wal Jamaah

Aliran Ahlussunnah wal Jama'ah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadis, dan ahli fikih. Merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi dan sunnah khulafaurrasyidin. Sebagian besar umat muslim di tanah air diajarkan dalam ideologi dari kelompok ini.

Pola pikir Ahlus Sunnah wal Jamaah yang mengambil jalan tengah antara Nash (Al Qur'an dan Hadits) dengan Akal (Ijma' dan Qiyas). Kelompok ini dikenal juga dengan julukan Penganut Islam Sunni.

 

2. Syiah

Aliran Syi'ah adalah cabang Islam terbesar kedua. Pandangan ini terutama kontras dengan Islam Sunni, yang penganutnya percaya bahwa Nabi Muhammad SAW tidak menunjuk seorang pengganti sebelum kematiannya.

Islam Syiah didasarkan pada sebuah hadits. Syiah percaya Ali seharusnya menjadi penerus Muhammad sebagai pemimpin spiritual dan politik Islam. Keyakinan ini kemudian berkembang menjadi konsep Imamah, gagasan bahwa keturunan tertentu Rasul SAW, disebut Ahl al-Bayt, adalah penguasa atau Imam yang sah.

 

3. Khawarij

Aliran Islam yang pertama adalah Kaum Khawarij. Sebagai sekte Islam pertama yang dapat diidentifikasi. Mereka muncul ketika para pengikut Nabi Muhammad SAW berusaha untuk menentukan sejauh mana seseorang dapat menyimpang dari norma-norma perilaku yang ideal dan tetap disebut Muslim.

Mereka adalah mantan pendukung Khalifah Ali yang memberontak sebagai protes. Mereka menegaskan bahwa "penghakiman hanya milik Tuhan", yang menjadi moto mereka. Ali dibunuh pada tahun 661 oleh seorang Khawarij yang berusaha membalas dendam.

Kaum Khawarij percaya bahwa setiap Muslim, terlepas dari keturunan atau etnisnya, memenuhi syarat untuk peran khalifah, asalkan mereka secara moral tidak tercela. Menurutnya, tugas umat Islam untuk memberontak dan menggulingkan para khalifah yang berdosa.

 

4. Muktazilah

Muktazilah disebut juga Ahl al-ʿAdl wa al-Tawḥīd, adalah kelompok Islam yang muncul pada awal sejarah dalam perselisihan tentang kepemimpinan Ali. Setelah wafatnya khalifah ketiga, Utsman bin Affan.

Mereka mengambil posisi tengah antara Khawarij dan Syiah. Pada abad ke-10 M, istilah ini juga merujuk pada aliran teologi spekulatif (kalām) Islam Sunni yang berkembang di Basra dan Baghdad (abad ke-8-10).

Aliran ini mengembangkan jenis rasionalisme Islam, sebagian dipengaruhi oleh filsafat Yunani Kuno, yang didasarkan pada tiga prinsip dasar: keesaan dan keadilan Tuhan, kebebasan bertindak manusia dan penciptaan Al-Qur'an. Kelompok yang terkenal karena menolak doktrin Alquran, sebagai tidak diciptakan dan sama-sama abadi dengan Tuhan.

 

5. Murjiah

Murji'ah berpendapat bahwa hanya Tuhan yang berhak menilai apakah seorang Muslim telah murtad atau tidak. Akibatnya umat Islam harus mempraktekkan penundaan penghakiman pada pelaku dosa besar dan tidak membuat tuduhan kafir.

Mereka juga percaya bahwa perbuatan baik atau kelalaian dari manusia tidak mempengaruhi iman seseorang. Lalu orang yang tidak melakukan tindakan ketaatan lain tidak akan dihukum di akhirat selama mereka berpegang pada iman yang murni.

 

6. Qadariyah

Qadariyah adalah istilah yang awalnya menghina para teolog Islam awal, yang menyatakan bahwa manusia memiliki kehendak bebas. Istilah ini berasal dari (qadar), "kekuatan".

Sumber-sumber abad pertengahan yang menjadi dasar informasi tentang Qadariya termasuk Risālat al-qadar ilā Abd al-Malik.

 

7. Jabariyah

Aliran dalam Islam selanjutnya yang berbanding terbalik dengan Qadariyah. Jabriyah adalah aliran filsafat Islam awal yang didasarkan pada keyakinan bahwa manusia dikendalikan oleh takdir, tanpa memiliki pilihan atau kehendak bebas.

Jabariyah berasal dari Dinasti Umayyah di Basra. Istilah ini berasal dari akar kata bahasa Arab j-b-r, dalam arti yang memberi arti seseorang yang dipaksa atau dipaksa oleh takdir. 

https://m.merdeka.com/trending/7-aliran-dalam-islam-dengan-pandangan-berbeda-umat-muslim-wajib-tahu.html?page=5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar