Puasa Bagi Para Pemeluk
Agama
Puasa tidak hanya dilakukan oleh umat muslim saja, tetapi juga dilakukan oleh pemeluk agama lain. QS. Al-Baqarah: 183, “Yaa ayuhal ladziina aamanuu, kutiba ’alaikumush shiyaam - Kamaa kutiba ’alal ladzina min qablikum - La’allakum tattaquun” , artinya ”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.
Puasa yang
dilakukan umat Muslim adalah tidak makan dan minum serta tidak melepaskan
syahwat sejak pagi (subuh) hingga malam (maghrib). Waktu pelaksanaan puasa pun
telah ditentukan yaitu selama sebulan penuh di bulan Ramadhan.
Berbeda dengan umat
Muslim, maka pelaksanaan puasa yang dilakukan oleh umat Yahudi, Kristen,
Katolik, Hindu dan Budha mempunyai pola yang berbeda satu sama lain.
1. Yahudi.
Orang Yahudi diwajibkan berpuasa setiap tahunnya selama 6 hari. Pelaksanaannya
dilakukan pada hari-hari penting, seperti Yom Kippur.
2. Kristen. Bagi
umat Kristen berpuasa lebih ditekankan pada menahan diri dari keinginan
duniawi. Puasa ini biasa dikenal dengan istilah puasa daging (pertobatan
melawan keinginan duniawi). Waktu pelaksanaan puasa tidak tertentu dan
dirahasiakan. Umat ini mengajarkan, berpuasa sebisa mungkin tidak
memberitahukan, waktunya di rahasiakan, jadi tidak tentu kapan akan di lakukan
atau kapan akan memulai. Para penganut puasa ini menyamarkan agar tidak
terlihat berpuasa terhadap orang lain.
3. Kristen Protestan.
Sedangkan umat Kristen Protestan berpuasa menghindari kebiasaan apa saja yang
disukai, seperti puasa nonton tv, atau puasa mendengarkan lagu selama 1 minggu,
atau 1 bulan, atau dalam waktu tertentu. Dengan demikian puasa ini merupakan
puasa dalam segala hal, kemudian juga menjadi rutinitas para pemeluk
alirannya. Puasa dilaksanakan selama seminggu atau sebulan.
Sedangkan waktu pelaksanaan puasa agama Kristen Protestan secara
resmi tidak ada pengumuman resminya sehingga hanya di atur oleh pendeta
masing masing Gereja sebagai penggembalanya.
4. Katolik.
Bagi pemeluk Katolik berpuasa dengan makan kenyang sekali dalam sehari (24 jam)
tetapi boleh minum (tidak termasuk dalam rangkaian puasa), dan hanya diwajibkan
bagi yang berumur 18-59 tahun. Puasa bagi umat katolik, kini lebih
menekankan dalam soal menahan hal-hal dari keinginan duniawi, yaitu daging,
seperti halnya puasa umat kristen di atas. Lebih sepesifik umat katolik puasa
ini pantang tidak makan dan tidak minum, menahan nafsu, dan hal lain yang amat di
sukai selama 40 hari menjelang paskah atau di kenal masa pra paskah.
5. Hindu. Umat
Hindu berpuasa pada hari-hari tertentu yang tiap daerah berbeda. Bisa
jadi waktu puasa umat hindi di India dan Indonesia tidak sama, bahkan
masing-masing desa di Balipun juga berbeda.
6. Budha. Sementara
bagi umat Budha berpuasa dengan tidak makan setelah siang hari sampai esok
pagi. Waktu pelaksanaan tidak terikat, biasanya sesuai kebiasaan para
biksu dan bikuni. Puasa yang dilakukan oleh para biksu dan bikuni
ini akhirnya dikembangkan menjadi beberapa pola makan dan diet. Dalam dunia
kesehatan, puasa ini dikembangkan menjadi intermittent fasting dimana seseorang dibatasi
waktu makannya untuk memaksimalkan kesehatan tubuh secara menyeluruh.
Perintah Puasa Bagi Para Nabi
Kalau kita mengacu pada Alqur’an, maka puasa diperintahkan bagi orang-orang yang beriman. QS. Al-Baqarah: 183, “Yaa ayuhal ladziina aamanuu, kutiba ’alaikumush shiyaam - Kamaa kutiba ’alal ladzina min qablikum - La’allakum tattaquun” , artinya ”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.”
Ayat tadi menjelaskan bahwa bukan hanya kita, umat Nabi Muhammad saja yang diperintahkan berpuasa, tetapi umat Nabi lainpun (sebelum kedatangan Rasulullah Saw) juga diperintahkan berpuasa. Bahkan pelaksanaan puasa bagi umat sebelum nabi Muhammad lebih berat bila dibandingkan dengan puasa kita sekarang.
> Nabi Daud melaksanakan puasa yang paling
berat, yaitu sehari berpuasa dan sehari berbuka dalam satu tahun.
> Nabi Musa bersama kaumnya diwajibkan
berpuasa empat puluh hari setiap tahun.
> Nabi Isa menjalankan puasa wajib tiga
hari setiap bulannya.
> Sedangkan Nabi Adam diperintahkan
untuk tidak mendekati (dan memakan) buah khuldi selamanya, yang ditafsirkan
sebagai bentuk puasa pada masa itu. Puasa semacam ini jangan dianggap
enteng, karena kita belum tahu apa itu buah khuldi, seberapa besar menggodanya,
apalagi jangka waktunya tak terbatas (selamanya). Sampai-sampai seorang
nabipun jatuh tergoda.
> Nabi Sulaiman hingga Nabi Isa
Ibnu Katsir dalam tafsirnya
mengatakan, sejak Nabi Sulaiman hingga Nabi Isa diperintahkan Allah
untuk berpuasa tiga hari setiap bulannya. Nabi Muhammad saw.
sebelum diangkat menjadi Rasul telah mengamalkan puasa tiga hari setiap
bulan. Nabi Muhammad juga mengamalkan puasa Asyura (yang jatuh pada hari
ke 10 bulan Muharram) bersama masyarakat Quraisy yang lain.
MANFAAT PUASA
Tujuan utama diperintahkan manusia untuk puasa
adalah agar mencapai derajat taqwa.
Namun selain memperoleh derajat taqwa, puasa mempunyai manfaat lain, yaitu
kesehatan badan dan kesehatan jiwa (kepribadian)
(1) Manfaat puasa
bagi Kesehatan badan.
Menurut
statistik ilmu kesehatan, 60% penyakit berasal
dari perut. Apabila perut tidak dikendalikan, maka
banyak penyakit akan muncul. Makanan yang berlebihan gizi
belum tentu baik bagi kesehatan seseorang. Kelebihan gizi (overnutrisi)
dapat menimbulkan penyakit seperti kolesterol, hipertensi, asam urat, jantung
koroner, dan kencing manis (diabetes mellitus).
Berbagai
penelitian ilmiah dan terperinci terhadap organ tubuh manusia, puasa bisa
membantu dalam membuang sel-sel yang rusak, sekaligus membuang
hormon ataupun zat-zat yang melebihi jumlah yang dibutuhkan tubuh (detoksifikasi).
Dengan puasa maka berbagai jenis penyakit dapat dikendalikan, seperti diabetes,
hipertensi, kolesterol tinggi, maag hingga kegemukan.
Puasa,
sebagaimana dituntunkan oleh Islam adalah rata-rata
14 jam, kemudian makan untuk durasi waktu beberapa
jam, hal itu merupakan metode yang bagus untuk membangun kembali
sel-sel baru. Sehingga puasa merupakan cara yang baik untuk menjaga
kesehatan tubuh, dengan cara peremajaan terhadap sel-sel yang
tua. Rasulullah SAW bersabda, ”Berpuasalah,
niscaya kalian akan sehat.”
Di
Jerman ada lembaga yang bernama Fasten Institut (Lembaga
Puasa), yang menggunakan puasa sebagai terapi untuk
menyembuhkan penyakit-penyakit tertentu yang menurut pengobatan moderen belum
dapat disembuhkan.
(2) Manfaat puasa terhadap kesehatan
jiwa / kepribadian,
Bila
dikaji secara mendalam, inti dari puasa adalah pengendalian
diri (self control). Pengendalian
diri terhadap hawa nafsu. Nabi Muhammad SAW bersabda, ”Puasa itu
bukanlah sekadar menahan diri dari makan dan minum, akan tetapi sesungguhnya
puasa itu adalah meninggalkan segala perbuatan sia-sia serta menjauhi perbuatan
yang kotor dan keji.” (HR.
Al-Hakim). Dalam hadis lain,
Rasulullah SAW menyebutkan pengendalian hawa nafsu ini sebagai peperangan
besar. Nabi SAW bersabda, ”Sesungguhnya
peperangan terbesar (di muka bumi) adalah peperangan melawan hawa nafsu dirinya
sendiri .” (HR.Thabrani
al Baihaqi).
Pengendalian
diri ketika berhadapan dengan orang-orang yang berbeda pendapat dengan
kita. Nabi SAW bersabda, “Jika ada seseorang yang menghinamu
(menantangmu), membodoh-bodohkanmu, maka katakanlah bahwa,
aku sedang berpuasa, aku sedang berpuasa (tiga kali).”
Pengendalian
diri ketika menyintai dan membenci sesuatu supaya tidak berlebih lebihan.
Rasulullah bersabda, ”Batasi kecintaanmu terhadap
sesuatu, karena boleh jadi engkau akan membencinya suatu ketika.
Dan batasi kebencianmu terhadap sesuatu, karena boleh jadi engkau akan
membutuhkannya (mencintainya) suatu ketika.” (HR. Imam Tarmidzi)
Dengan
berpuasa kita dilatih untuk mampu menguasai dan mengendalikan diri terhadap
dorongan-dorongan yang datang dari dalam diri maupun dari luar, yaitu:
Pengendalian diri untuk tidak marah, untuk tidak bicara kotor, juga
pengendalian diri untuk bersabar. Puasa merupakan sarana
untuk membentuk pribadi berakhlak mulia.
Selain
itu puasa juga dapat menumbuhkan rasa empati. Puasa
mengajarkan pada seseorang untuk merasakan betapa beratnya lapar dan haus
itu, sebagaimana yang dialami oleh orang-orang miskin setiap hari.
Puasa menempa
jiwa supaya memiliki kekuatan dan daya tahan menanggung penderitaan, mengurangi
hawa nafsu keduniawian serta menggerakkan hati
orang-orang kaya supaya menyantuni kaum dhuafa.
Setelah
kita mengetahui hakekat dan filosofi dari puasa, maka kita bisa merasakan
ternyata puasa itu sangat komprehensif.
Puasa bisa dikatakan berat bila kita tidak mempunyai ilmu yang cukup
tentangnya, dan sebaliknya, puasa akan dirasakan ringan dan menyenangkan
bila kita mempunyai pengetahuan dan kesadaran akan makna puasa itu sendiri.
Selain
berpengaruh positif terhadap aspek ruhaniah yaitu taqwa, ternyata
ada hikmah lain (efek positif) yang terkandung dari puasa itu sendiri, yaitu
untuk kesehatan badan dan kesehatan jiwa.
MELAKSANAKAN PUASA DENGAN BENAR
Melaksanakan puasa bukanlah sekedar tidak makan dan
tidak minum, puasa tidaklah sekedar menahan lapar dan dahaga saja, akan
tetapi puasa yang sesungguhnya adalah menahan hawa
nafsu. Nabi Muhammad SAW bersabda, ”Puasa itu bukanlah
sekadar menahan diri dari makan dan minum, akan tetapi sesungguhnya puasa itu
adalah mencegah diri dari segala perbuatan sia-sia serta menjauhi perbuatan
yang kotor dan keji.” (HR.
Al-Hakim)
Rasulullah juga menjelaskan, ”Kam
Min Shaa-Imin Laisa Lahu Min Shiyaamihi Illal
Ju-’U Wal ’Athasyu”
, Betapa banyak orang yang puasa akan tetapi tidak
mendapatkan apa-apa dari puasanya, kecuali lapar dan dahaga. (HR. An Nasa’I dan
Ibnu Majjah)
Agar kita mendapatkan apa yang menjadi tujuan
puasa, yaitu taqwa, maka puasa hendaklah dilakukan secara benar. Imam
Al-Ghazali mengingatkan agar kita menjaga
empat hal untuk memenuhi
syarat berpuasa, agar puasa kita diterima oleh Allah SWT, yaitu menjaga lisan,
menjaga pendengaran, menjaga perbuatan, dan menjaga penglihatan.
(1)
Menjaga lisan.
Yaitu menjaga lisan dari perkataan dusta, fitnah, mengunjing, berkata kotor,
dsb.
(2) Menjaga
pendengaran. Apa saja yang
dilarang diucapkan, Allah juga melarang kita untuk mendengarkannya.
(3) Menjaga
perbuatan dari kegiatan
sia-sia, serta dari perbuatan yang keji dan kotor (melamun, bergunjing,
main judi, dsb)
(4) Menjaga
penglihatan. Menjaga
penglihatan agar tidak melihat sesuatu yang tidak disukai
Allah. Apa saja yang dilarang untuk
dikerjakan, seperti judi, mabok, dsb, maka kita dilarang pula
melihatnya.
Bila
kita mampu melaksanakan keempat syarat ini, kata Al-Ghazali, puasa kita
tidak akan sia-sia, bahkan bermanfaat bagi kehidupan kita dan akan mengantar
kita kepada derajat taqwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar