1. Manusia Paling Cerdas
Pada
kesempatan ini perkenankan saya untuk mengangkat topik masalah kematian.
Mengingat kematian adalah satu hal yang pasti dan sangat penting yang
seharusnya dipersiapkan oleh orang-orang beriman. Dalam sebuah hadits,
Rasulullah Saw bersabda: ”
”Manusia
yang paling cerdas ialah yang paling banyak mengingat kematian, Dan yang paling
hebat persiapannya untuk menghadapi kematian itu.” (HR.
Ibnu Majah)
Jadi
manusia yang paling cerdas itu bukan yang IQ nya tinggi hingga diatas 160
seperti Albert Einstein atau siapapun, tetapi yang paling cerdas adalah orang
yang banyak mengingat kematian dan tentu menyiapkan bekal untuk mati.
2. Syakaratul Maut
Nabi Musa
Peristiwa
yang paling dahsyat dalam kehidupan
manusia hingga kematian adalah syakaratul maut. Istilah syakaratul maut adalah
ungkapan untuk menggambarkan betapa sakitnya saat malaikat izrail mencabut
nyawa dari tubuh manusia.
Dalam
sebuah kitab dikisahkan peristiwa syakaratul
maut Nabiyullah Musa As. Pada suatu hari,
malaikat Maut datang mendekati nabi Musa As.
Nabi Musa
bertanya: ”Wahai Izrail, ada apa engkau datang kemari? Untuk
mengunjungiku atau untuk mencabut nyawaku?.
Izrail menjawab : ”Mengambil
nyawamu”
”Bisakah engkau
beri kesempatan kepadaku untuk melakukan perpisahan dengan keluargaku?”
”Tidak ada waktu
lagi untuk itu”
Musa bertanya
lagi : ”Dari mana engkau akan mengambil nyawaku?”
”Dari
mulutmu”
”Apakah engkau
tega mengambil nyawa lewat mulut yang selalu berdzikir kepada Rabb?”
”Kalau begitu
lewat tanganmu”
”Apakah engkau
akan mencabut nyawaku melalui tangan yang pernah membawa lembaran2 Taurat?”
”Kalau begitu
lewat kakimu”
”Apakah engkau
akan mengambil nyawa lewat kaki yang pernah berjalan ke bukit Thursina untuk
bermunajat kepada Tuhan?”
Kemudian
malaikat Izrail memberikan buah jeruk yang
harum kepada nabi Musa untuk dihirup, dan nabipun
kemudian menghembuskan nafas yang terakhir.
Para
malaikat kagum menyaksikan peristiwa syakaratul maut nabi Musa. Ketika nyawa
nabi Musa terbang menuju alam barzah, para malaikat mendekat dan bertanya.
Ya ahwanal anbiya’ mautan
- kaifa wajadta al maut ?
Wahai nabi yang
paling ringan matinya, bagaimana rasanya syakaratul maut?
Musa
menjawab :
Kasyatin
Tuslaku Wahiya Hayatun
Seperti kambing
yang dikuliti hidup-hidup.
Bisa
kita bayangkan bagaimana rasanya saat sakaratul maut. Nabi Musa yang
tergolong manusia pilihan merasakannya sakaratul mautnya bagaikan kambing yang
dikuliti hidup-hidup.
Mengingat
betapa sakitnya saat syakaratul maut, maka orang-orang shalihin selalu berdoa
di sela-sela dzikirnya, dengan do’a :
Allahumma hawwin ‘alaina fii sakaratil
maut, Wal ‘afwa ‘indal hisaab. Wan najaata minan naar.
Ya Allah mudahkanlah kami pada waktu
menjelang sakaratul maut, Dan kami mohon ampunan di hari penghisaban, Serta
selamatkanlah kami dari siksa api neraka.
3.
Kematian adalah Keniscayaan
Syakaratul
maut adalah peristiwa dahsyat yang sangat menyakitkan. Meski demikian tak
seorangpun dapat menghindar dari kematian. Karena kematian adalah keniscayaan.
Allah
berfirman, ”Kullu Nafsin Dzaa ‘Iqatul
Maut,” artinya,
”Tiap-tiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati.” (QS. Al-Anbiyaa 35).
Waktu
kematian itu sudah ditetapkan oleh Allah Swt, dan tak ada satupun yang tahu
kapan datangnya kematian. Bila tiba saat kematian maka tak
ada satupun yang mampu menangguhkan atau
mendahulukannya meski hanya sesaat. (QS. Yunus 49).
Kematian
tidak pandang umur maupun kondisi. Tua atau muda, miskin atau kaya, sehat
maupun sakit, siap atau tidak, bila sudah tiba saatnya maka kematian akan
datang tepat waktu sesuai yang ditentukan oleh Allah Swt.
4.
Apakah kematian itu ?
Menurut
para filosof Islam, kematian adalah berpisahnya ruh
meninggalkan jasad manusia. Setelah
mati maka jasad manusia akan hancur dan kembali ke unsur alam yang
membentuknya, yaitu tanah, air, api dan udara. Sedangkan Ruh akan hidup terus
dan kembali menuju Sang Pencipta, Allah Swt.
Dengan
demikian maka kematian itu bukanlah akhir dari kehidupan. Tetapi kematian
justru awal dari suatu kehidupan yang abadi. Setelah
kematian, manusia akan menjalani suatu kehidupan yang sangat panjang (kekal) di
akhirat.
Justru
kehidupan di akhirat itulah merupakan kehidupan
yang sesungguhnya, sementara kehidupan di dunia hanya bersifat
sangat sementara.
5.
Empat Fase Kehidupan
Manusia
hidup dalam 4 fase (alam), yaitu (1) alam ruh, (2) alam dunia, (3) alam barzah,
dan (4) alam akhirat.
a. Alam
Arwah.
Sebelum
manusia terlahir ke dunia, Allah mengambil kesaksian ruh-ruh manusia yang
berada di alam arwah.
Dalam QS. Al-A’raf
172, Allah bertanya, “A lastu birabbikum”,
(bukankah Aku ini Tuhanmu?). “Qaalụ balaa syahidnaa” (mereka
menjawab, betul Engkau Tuhan kami). “An taqụlụ
yaumal-qiyaaqmati innaa kunnaa 'an haażaa gaafiliin”, (agar
di hari kiamat nanti kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam)
adalah orang-orang yang lengah terhadap kesaksian ini)".
b. Alam
Dunia.
Di alam dunia inilah
manusia mendapat tugas untuk beribadah sebagai modal untuk bekal ke perjalanan
berikutnya. Dunia dengan segala kesenangan ini merupakan ujian manusia yang
akan dinilai oleh Allah SWT.
c. Alam
Barzah (kubur).
Di fase alam kubur ini
ruh manusia akan hidup dengan amal perbuatannya selama
di dunia. Ruh akan merasakan bahagia bila terus memperoleh pahala dari anaknya,
ilmunya dan amal jariyahnya. Sementara ada ruh yang tersiksa dengan amal
buruknya di dunia, sehingga ia tahubahwa ia akan ke neraka. Itulah siksa kubur.
d. Alam
Akhirat.
Di alam akhirat inilah
manusia akan hidup kekal. Apakah ia akan hidup bahagia di surga, ataukah di
neraka terlebih dahulu sebagai pembersihan terhadap dosa-dosa yang diperbuatnya
di dunia.
6. Menyikapi
Datangnya Kematian
Dalam
beberapa hadits dan riwayat disebutkan bahwa proses kematian atau sakaratul
maut itu sangat-sangat menyakitkan. Meski demikian
semua orang tidak bisa menghindari kematian dan pasti akan mengalaminya.
Para
ulama menasehatkan, tidaklah terlalu penting memikirkan kapan kematian itu
datang, dimana malaikat maut menjemput, dan bagaimana kita waktu mati.
Tetapi yang terpenting adalah, apa yang harus persiapkan agar kematian
datang secara membahagiakan.
Kebanyakan
manusia menyikapi akan datangnya hari kematian dengan sikap ”bagaimana
nanti”, sedangkan orang beriman menyikapinya
dengan ”nanti bagaimana”,
agar kematian itu membawa kebahagiaan.
Agar
kematian datang secara membahagiakan, maka diperlukan bekal
yang cukup untuk menghadapi kematian. Apabila bekal
kematian banyak maka kita bisa mati dengan tersenyum.
Mengumpulkan
bekal untuk menyambut kematian haruslah sesegera mungkin, jangan
ditunda-tunda, tidak bisa menunggu
nanti. Karena hari kematian adalah rahasia
Illahi, dan tidak ada seorangpun yang tahu kapan kematian
akan datang. Kematian bisa datang secara tiba-tiba dan mendadak, nanti
atau besok, tanpa gejala dan peringatan.
7.
Memperbanyak Bekal Kematian
Bekal
untuk menghadapi kematian adalah taqwa. Allah berfirman, ”Sesungguhnya
sebaik-baik bekal adalah taqwa. (maka) bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang
yang berakal.” (Qs. Al-Baqarah 197).
Selain shalat dan
puasa, amalan taqwa sebagai bekal kematian yang paling hebat adalah sedekah.
Setiap hamba Allah
pada saat menghadapi kematian, yang sedang sakaratul maut, maka ia akan
sangat menyesali
satu hal. Apa itu?
Dalam QS.
Al Munafiqun ayat 10, digambarkan bahwa seorang hamba Allah yang tengah
menghadapi kematian ia memohon kepada Allah Swt agar waktu kematiannya
ditunda. Untuk apa?
“Rabbi
lau laa akhortanii ilaa ajalin qarib Fa ash shadaqa” , artinya : “Ya
Tuhan-ku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian) ku sedikit waktu
lagi, maka aku akan bersedekah.”
Ia ingin waktu
kematiannya ditangguhkan bukan untuk mengerjakan shalat, bukan untuk puasa, dan
bukan pula untuk berhaji, melainkan untuk bersedekah.
Shalat, puasa, dan
haji merupakan ibadah mulia yang pahalanya sangat besar. Namun pahalanya hanya
diberikan oleh Allah hanya saat itu, saat ia masih hidup. Berbeda
dengan sedekah. Sedekah jariyah akan dibalas dengan
pahala yang terus mengalir meskipun ia sudah meninggal.
8. Empat Macam Sedekah
Dengan demikian
maka marilah kita memperbanyak
sedekah sebagai bekal kematian, agar tidak menyesal saat sakaratul maut.
Sedekah ada 4
macam. Sedekah yang paling utama adalah sedekah harta. Bagaimana kalau
dia miskin? Maka ia bisa bersedekah dengan tenaga. Bagaimana kalau ia lemah, karena
tua? Maka ia bisa bersedekah dengan ilmu atau nasehat. Bagaimana kalau
dia tidak berilmu? Maka ia bisa bersedekah dengan senyum, yaitu bersikap
ramah kepada sesama.
*****