Jumat, 30 April 2021

Mengingat Kematian

1. Manusia Paling Cerdas

Pada kesempatan ini perkenankan saya untuk mengangkat topik masalah kematian. Mengingat kematian adalah satu hal yang pasti dan sangat penting yang seharusnya dipersiapkan oleh orang-orang beriman.  Dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw bersabda: ”

Manusia yang paling cerdas ialah yang paling banyak mengingat kematian, Dan yang paling hebat persiapannya untuk menghadapi kematian itu.” (HR. Ibnu Majah)

Jadi manusia yang paling cerdas itu bukan yang IQ nya tinggi hingga diatas 160 seperti Albert Einstein atau siapapun, tetapi yang paling cerdas adalah orang yang banyak mengingat kematian dan tentu menyiapkan bekal untuk mati.

2. Syakaratul Maut Nabi Musa

Peristiwa yang paling dahsyat dalam kehidupan manusia hingga kematian adalah syakaratul maut. Istilah syakaratul maut adalah ungkapan untuk menggambarkan betapa sakitnya saat malaikat izrail mencabut nyawa dari tubuh manusia.

Dalam sebuah kitab dikisahkan peristiwa syakaratul maut Nabiyullah Musa As. Pada suatu hari, malaikat Maut datang mendekati nabi Musa As.

Nabi Musa bertanya:  ”Wahai Izrail, ada apa engkau datang kemari? Untuk mengunjungiku atau untuk mencabut nyawaku?.  

Izrail menjawab : ”Mengambil nyawamu”

”Bisakah engkau beri kesempatan kepadaku untuk melakukan perpisahan dengan keluargaku?”

”Tidak ada waktu lagi untuk itu”

Musa bertanya lagi : ”Dari mana engkau akan mengambil nyawaku?”

Dari mulutmu

”Apakah engkau tega mengambil nyawa lewat mulut yang selalu berdzikir kepada Rabb?”

”Kalau begitu lewat tanganmu

”Apakah engkau akan mencabut nyawaku melalui tangan yang pernah membawa lembaran2 Taurat?”

”Kalau begitu lewat kakimu

”Apakah engkau akan mengambil nyawa lewat kaki yang pernah berjalan ke bukit Thursina untuk bermunajat kepada Tuhan?”

Kemudian malaikat Izrail memberikan buah jeruk yang harum kepada nabi Musa untuk dihirup, dan nabipun kemudian menghembuskan nafas yang terakhir.

Para malaikat kagum menyaksikan peristiwa syakaratul maut nabi Musa. Ketika nyawa nabi Musa terbang menuju alam barzah, para malaikat mendekat dan bertanya.

Ya ahwanal anbiya’ mautan - kaifa wajadta al maut ?

Wahai nabi yang paling ringan matinya, bagaimana rasanya syakaratul maut?

Musa menjawab :

Kasyatin Tuslaku  Wahiya Hayatun

Seperti kambing yang dikuliti hidup-hidup.

Bisa kita bayangkan bagaimana rasanya saat sakaratul maut.  Nabi Musa yang tergolong manusia pilihan merasakannya sakaratul mautnya bagaikan kambing yang dikuliti hidup-hidup.

Mengingat betapa sakitnya saat syakaratul maut, maka orang-orang shalihin selalu berdoa di sela-sela dzikirnya, dengan do’a :

Allahumma hawwin ‘alaina fii sakaratil maut,  Wal ‘afwa ‘indal hisaab. Wan najaata minan naar.

Ya Allah mudahkanlah kami pada waktu menjelang sakaratul maut, Dan kami mohon ampunan di hari penghisaban, Serta selamatkanlah kami dari siksa api neraka. 

3. Kematian adalah Keniscayaan

Syakaratul maut adalah peristiwa dahsyat yang sangat menyakitkan. Meski demikian tak seorangpun dapat menghindar dari kematian. Karena kematian adalah keniscayaan. 

Allah berfirman, ”Kullu Nafsin Dzaa ‘Iqatul Maut,” artinya, ”Tiap-tiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati.” (QS. Al-Anbiyaa 35).

Waktu kematian itu sudah ditetapkan oleh Allah Swt, dan tak ada satupun yang tahu kapan datangnya kematian. Bila tiba saat kematian maka tak ada satupun yang mampu menangguhkan atau mendahulukannya meski hanya sesaat. (QS. Yunus 49).

Kematian tidak pandang umur maupun kondisi. Tua atau muda, miskin atau kaya, sehat maupun sakit, siap atau tidak, bila sudah tiba saatnya maka kematian akan datang tepat waktu sesuai yang ditentukan oleh Allah Swt. 

4. Apakah kematian itu ?

Menurut para filosof Islam, kematian adalah berpisahnya ruh meninggalkan jasad manusia. Setelah mati maka jasad manusia akan hancur dan kembali ke unsur alam yang membentuknya, yaitu tanah, air, api dan udara. Sedangkan Ruh akan hidup terus dan kembali menuju Sang Pencipta, Allah Swt.

Dengan demikian maka kematian itu bukanlah akhir dari kehidupan.  Tetapi kematian justru awal dari suatu kehidupan yang abadi.  Setelah kematian, manusia akan menjalani suatu kehidupan yang sangat panjang (kekal) di akhirat.        

Justru kehidupan di akhirat itulah merupakan kehidupan yang sesungguhnya, sementara kehidupan di dunia hanya bersifat sangat sementara.

5. Empat Fase Kehidupan

Manusia hidup dalam 4 fase (alam), yaitu (1) alam ruh, (2) alam dunia, (3) alam barzah, dan (4) alam akhirat.

a.  Alam Arwah.

Sebelum manusia terlahir ke dunia, Allah mengambil kesaksian ruh-ruh manusia yang berada di alam arwah.

Dalam QS. Al-A’raf 172, Allah bertanya, A lastu birabbikum, (bukankah Aku ini Tuhanmu?). Qaalụ balaa syahidnaa (mereka menjawab, betul Engkau Tuhan kami). “An taqụlụ yaumal-qiyaaqmati innaa kunnaa 'an haażaa gaafiliin”, (agar di hari kiamat nanti kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap kesaksian ini)".

b. Alam Dunia.

Di alam dunia inilah manusia mendapat tugas untuk beribadah sebagai modal untuk bekal ke perjalanan berikutnya. Dunia dengan segala kesenangan ini merupakan ujian manusia yang akan dinilai oleh Allah SWT.

c. Alam Barzah (kubur). 

Di fase alam kubur ini ruh manusia akan hidup dengan amal perbuatannya selama di dunia. Ruh akan merasakan bahagia bila terus memperoleh pahala dari anaknya, ilmunya dan amal jariyahnya. Sementara ada ruh yang tersiksa dengan amal buruknya di dunia, sehingga ia tahubahwa ia akan ke neraka. Itulah siksa kubur.

d. Alam Akhirat.

Di alam akhirat inilah manusia akan hidup kekal. Apakah ia akan hidup bahagia di surga, ataukah di neraka terlebih dahulu sebagai pembersihan terhadap dosa-dosa yang diperbuatnya di dunia.

6. Menyikapi Datangnya Kematian

Dalam beberapa hadits dan riwayat disebutkan bahwa proses kematian atau sakaratul maut itu sangat-sangat menyakitkan. Meski demikian semua orang tidak bisa menghindari kematian dan pasti akan mengalaminya.

Para ulama menasehatkan, tidaklah terlalu penting memikirkan kapan kematian itu datang, dimana malaikat maut menjemput, dan bagaimana kita waktu mati.  Tetapi yang terpenting adalah, apa yang harus persiapkan agar kematian datang secara membahagiakan.

Kebanyakan manusia menyikapi akan datangnya hari kematian dengan sikap ”bagaimana nanti”,   sedangkan orang beriman menyikapinya dengan ”nanti bagaimana”, agar kematian itu membawa kebahagiaan.

Agar kematian datang secara membahagiakan, maka diperlukan bekal yang cukup untuk menghadapi kematian.  Apabila bekal kematian banyak maka kita bisa mati dengan tersenyum.

Mengumpulkan bekal untuk menyambut kematian haruslah sesegera mungkin, jangan ditunda-tunda, tidak bisa menunggu nanti.  Karena hari kematian adalah rahasia Illahi, dan tidak ada seorangpun yang tahu kapan kematian akan datang.  Kematian bisa datang secara tiba-tiba dan mendadak, nanti atau besok, tanpa gejala dan peringatan

7. Memperbanyak Bekal Kematian

Bekal untuk menghadapi kematian adalah taqwa.  Allah berfirman, ”Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa. (maka) bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (Qs. Al-Baqarah 197).

Selain shalat dan puasa, amalan taqwa sebagai bekal kematian yang paling hebat adalah sedekah.

Setiap hamba Allah pada saat menghadapi kematian, yang sedang sakaratul maut, maka ia akan sangat menyesali satu hal. Apa itu?

Dalam QS. Al Munafiqun ayat 10, digambarkan bahwa seorang hamba Allah yang tengah menghadapi kematian ia memohon kepada Allah Swt agar waktu kematiannya ditunda.  Untuk apa?  

“Rabbi lau laa akhortanii ilaa ajalin qarib Fa ash shadaqa” , artinya : “Ya Tuhan-ku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian) ku sedikit waktu lagi, maka aku akan bersedekah.”

Ia ingin waktu kematiannya ditangguhkan bukan untuk mengerjakan shalat, bukan untuk puasa, dan bukan pula untuk berhaji, melainkan untuk bersedekah.

Shalat, puasa, dan haji merupakan ibadah mulia yang pahalanya sangat besar. Namun pahalanya hanya diberikan oleh Allah hanya saat itu, saat ia masih hidup.  Berbeda dengan  sedekah.  Sedekah jariyah akan dibalas dengan pahala yang terus mengalir meskipun ia sudah meninggal.

8. Empat Macam Sedekah

Dengan demikian maka marilah kita memperbanyak sedekah sebagai bekal kematian, agar tidak menyesal saat sakaratul maut.

Sedekah ada 4 macam. Sedekah yang paling utama adalah sedekah harta. Bagaimana kalau dia miskin? Maka ia bisa bersedekah dengan tenaga. Bagaimana kalau ia lemah, karena tua? Maka ia bisa bersedekah dengan ilmu atau nasehat. Bagaimana kalau dia tidak berilmu? Maka ia bisa bersedekah dengan senyum, yaitu bersikap ramah kepada sesama.

 

*****

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar