Sabtu, 14 Agustus 2021

Piagam Madinah, Konstitusi Pertama di Dunia

Piagam Madinah atau Perjanjian Madinah adalah sebuah dokumen formal yang berisi peraturan-peraturan tentang berkehidupan secara adil dan bermartabat antar penduduk di kota Madinah, yang terdiri dari berbagai suku, ras, dan agama.

Piagam Madinah, yang disusun oleh Nabi Muhammad pada tahun 622 Masehi (1 Hijriah), menjadi dasar hukum bagi kehidupan bermasyarakat di Madinah. Untuk itu Piagam Madinah juga terkadang disebut sebagai Konstitusi Madinah.

Ahli hukum Islam Inggris berdarah India, Muhammad Hamidullah menyebut Piagam Madinah sebagai konstitusi demokratis pertama di dunia, lantaran ketika itu belum ada satu negara pun yang memiliki peraturan tertulis tentang bagaimana cara mengatur hubungan antara umat beragama. Isinya memberikan perlindungan hak hak semua orang untuk hidup dalam satu atap tanpa merasa takut menjalankan keyakinan mereka masing masing. 

Ketika Piagam Madinah ditetapkan tahun 622 M (1 Hijriah), saat itu belum ada satu negara pun yang memiliki peraturan bagaimana cara mengatur hubungan antara umat beragama. Piagam Madinah, dalam beberapa pasalnya, sudah jelas mengatur hubungan tersebut.

Piagam Madinah, berisi aturan aturan perlindungan Konstitusi terhadap bangsa dan agama lain, mengatur hubungan antar sesama umat berkeyakinan dan perlindungan hak haka hidup bangsa dan agama lain dalam sebuah negara. Dengan Piagam Madinah itu penduduk Madinah yang terdiri dari berbagai suku, ras dan agama hidup berdampingan secara rukun dan damai.

Piagam Madinah sejatinya merupakan kontitusi negara tertulis pertama di dunia. Kehadiran Piagam Madinah nyaris 6 abad mendahului Magna Charta (dokumen HAM pertama yang membatasi monarki Inggris tahun 1215), dan hampir 12 abad mendahului konstitusi Amerika Serikat ataupun Prancis. Juga jauh sebelum PBB mencanangkan Declaration of Human Rights tahun 1948 di Paris.

 

Kandungan Piagam Madinah

Piagam Madinah terdiri daripada 47 pasal, dimana 23 pasal membicarakan tentang hubungan antara umat Islam yaitu; antara kaum Anshar dan kaum Muhajirin, dan 24 pasal lain membicarakan tentang hubungan umat Islam dengan umat lain, termasuk Yahudi.

Kandungan Piagam Madinah berisi hal Mukadimah, dilanjutkan oleh hal-hal seputar pembentukan umat, persatuan seagama, persatuan segenap warga negara, golongan minoritas, tugas warga negara, perlindungan negara, pimpinan negara, politik perdamaian dan Penutup. 

Bentuk toleransi "Antar Umat Beragama" dalam Piagam Madinah ini tertulis dalam Pasal 24 yang berisi: "Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf adalah satu umat dengan mukminin. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarga".

Melalui Piagam Madinah inilah bisa dilihat bagaimana peran dan fungsi dari seorang manusia yang bernama: Muhammad, dalam meletakkan dasar-dasar toleransi antar umat manusia.

Piagam Madinah dapat juga disebut sebagai konstitusi suatu negara, sebab Piagam Madina telah memuat prinsip-prinsip minimal suatu  pemberintahan yang bersifat fundamental. 

 

Prinsip Toleransi dalam Islam.

Prinsip toleransi dalam hubungan antar umat beragama diatur dalam Islam melalui ayat-ayat kitab suci Al Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad. Setidaknya ada lima poin ketentuan toleransi, yakni : 

PertamaTidak ada paksaan dalam agama. Q.S. Al-Baqarah 256: "Tidak ada paksaan dalam agama (karena) sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang salah.

KeduaMengakui eksistensi agama lain serta menjamin adanya kebebasan beragama.  Q.S. Al-Kafirun 1-6: “Katakanlah : Wahai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah dan kalian bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kalian sembah, dan kalian tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untuk kalian agama kalian dan untukku agamaku.

KetigaTidak boleh mencela atau memaki sesembahan mereka. Q.S. Al-An'am : 108:  “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.

KeempatTetap berbuat baik dan berlaku adil selama mereka tidak memusuhi.  Q.S. Al-Mumtahanah 8-9: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.  Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” Dan Q.S. Fushshilat : 34: “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.”   

KelimaMemberi perlindungan atau jaminan keselamatan. Sabda Nabi (diriwayatkan oleh Imam Thabrani):  " Barangsiapa yang menyakiti orang dzimmi (non muslim yang berinteraksi secara baik), berarti dia telah menyakiti diriku dan barangsiapa menyakiti diriku berarti dia menyakiti Allah’"

Dari ayat-ayat Al qur’an dan hadits Nabi di atas, jelaslah bahwa toleransi yang diajarkan Islam bukanlah toleransi yang pasif, yang sekedar "menenggang, lapang dada dan hidup berdampingan secara damai", tetapi lebih luas lagi; bersifat aktif dan positif, yakni untuk berbuat baik dan berlaku adil.

Agama Islam juga mengakui adanya orang-orang ahli kitab yang baik dan perlunya perlindungan tempat-tempat ibadah agama lain (Q.S. Al-Ma'idah: 82; Q.S. Al-Hajj : 40). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar