Prof. KH Said Aqil Siroj (alumnus Universitas Ummul Qurra’,
Mekah, Arab Saudi) :
Bagi umat Islam, menjalankan ibadah tak cukup jika hanya berpedoman
pada Al-Quran dan Hadist. Sebab, kedua sumber hukum Islam itu hanya memberikan tuntunan pokok beribadah secara umum, tidak secara terinci.
Mengenai panduan praktisnya, umat Islam harus mengikuti ijma’ (pendapat para ulama) dan qiyas (padanan). Keduanya merupakan hasil penjabaran Al-Quran dan Hadist yang dilakukan para ulama, misal; Imam Syafii, Imam Hanbali, Imam Hanafi dan Imam dan Imam Maliki.
Mengenai panduan praktisnya, umat Islam harus mengikuti ijma’ (pendapat para ulama) dan qiyas (padanan). Keduanya merupakan hasil penjabaran Al-Quran dan Hadist yang dilakukan para ulama, misal; Imam Syafii, Imam Hanbali, Imam Hanafi dan Imam dan Imam Maliki.
Tuntunan dan tata cara salat yang baik dan benar, katanya,
tak akan ditemukan dalam Al-Quran dan Hadist. Umat Islam mesti mengikuti
pendapat salah satu dari keempat imam tersebut.
Kalau ada orang belum pernah shalat, ada orang belum bisa
shalat, belajar shalat, hanya baca Qur’an dan hadits, potong
leher saya kalau (orang itu) bisa shalat,
Ibadah lain, misal haji. Juga tak bakal ditemukan pedoman praktisnya dalam Al-Quran dan Hadist. “Apalagi haji itu berkaitan dengan lokus, berkaitan dengan tempat. Tidak ada petunjuk, misalnya, Arafah itu di mana. Mina itu di mana. Enggak bakal ketemu kalau dicari di Al-Quran dan Hadist,” pungkasnya.
Ibadah lain, misal haji. Juga tak bakal ditemukan pedoman praktisnya dalam Al-Quran dan Hadist. “Apalagi haji itu berkaitan dengan lokus, berkaitan dengan tempat. Tidak ada petunjuk, misalnya, Arafah itu di mana. Mina itu di mana. Enggak bakal ketemu kalau dicari di Al-Quran dan Hadist,” pungkasnya.
Qur’an berulang kali perintah shalat, aqimush
shalah, aqimush shalah, tapi Qur’an tidak menjelaskan berapa
kali shalat yang wajib sehari-semalam, tidak ada di Qur’an. Namanya
shalat itu, apa namanya, tidak ada di Qur’an.
Nah, dihadits ada.. furidlot alaikum khomsu maktuban, kata Rasulullah “diwajibkan kepadamu sekalian shalat sehari semalam 5 kali”. (ini dalam) hadits, bukan (dalam) Qur’an, namanya Ad-Dhuhr, wal Ashr wal maghrib wal isya’ wal fajr, (ini dalam) hadits bukan (dalam) Qur’an.
Nah tetapi… , hadits pun tidak menjelaskan syarat-syarat sahnya shalat ada 6 (harus Islam, baligh aqil, suci dari hadats, suci dari najis, dst.) gak ada didalam hadits se-urut itu. Rukunnya shalat 14: , Urut-urutan shalat: (Niat berdiri bagi yang mampu, Takbiratul Ihram, baca Fatihah, dst ..), gak ada didalam hadits (se-urut) itu.
Terus darimana kita tahu, syaratnya shalat ada 6, rukunnya shalat (ada) 14, darimana itu? dari Ijm’ul Ulama. darimana Bu..?!! itu baru shalat, baru satu itu contohnya.
Nah, dihadits ada.. furidlot alaikum khomsu maktuban, kata Rasulullah “diwajibkan kepadamu sekalian shalat sehari semalam 5 kali”. (ini dalam) hadits, bukan (dalam) Qur’an, namanya Ad-Dhuhr, wal Ashr wal maghrib wal isya’ wal fajr, (ini dalam) hadits bukan (dalam) Qur’an.
Nah tetapi… , hadits pun tidak menjelaskan syarat-syarat sahnya shalat ada 6 (harus Islam, baligh aqil, suci dari hadats, suci dari najis, dst.) gak ada didalam hadits se-urut itu. Rukunnya shalat 14: , Urut-urutan shalat: (Niat berdiri bagi yang mampu, Takbiratul Ihram, baca Fatihah, dst ..), gak ada didalam hadits (se-urut) itu.
Terus darimana kita tahu, syaratnya shalat ada 6, rukunnya shalat (ada) 14, darimana itu? dari Ijm’ul Ulama. darimana Bu..?!! itu baru shalat, baru satu itu contohnya.
Jadi, kalau ada orang pidato, ceramah khutbah, mari kita kembal ke Qur’an, semua ada di Qur’an, … itu
goblok (Wahhabi).
Kalau ada orang belum pernah shalat, ada orang belum bisa shalat, belajar shalat, hanya baca Qur’an dan hadits, potong leher saya kalau (orang itu) bisa shalat. Itu baru contoh shalat, belum haji, belum masalah lain-lain, tidak bisa kalau tanpa mengikuti ijmaul ulama.
Kalau ada orang belum pernah shalat, ada orang belum bisa shalat, belajar shalat, hanya baca Qur’an dan hadits, potong leher saya kalau (orang itu) bisa shalat. Itu baru contoh shalat, belum haji, belum masalah lain-lain, tidak bisa kalau tanpa mengikuti ijmaul ulama.
Hanya beda-beda dikit, kalau Imam Hanafi takbir santai, “Allahu Akbar.. (posisi
tangan santai)”, kalau Imam Malik malah tidak
sedekap (membiarkan tangannya kebawah), kalau Imam
Syafi’i tengah-tengah, kalau Imam Hanbali
rodo nyekek, kayak wahabi-wahabi itu.. yang kalau shalat takbire ngene
(mempraktekkan) terus kakinya harus ketemu satu sama lain, gak boleh ada ruang
antara kaki, kenapa? nanti iblis disitu tempatnya, kalau saya Alhamdulillah
iblis bisa ikut shalat…
Sumber
: http://www.muslimoderat.net/2015/09/kiai-said-aqil-siradj-mau-shalat-dengan.html#ixzz5qJfDhgnU
Rukun-rukun Shalat (tidak menjelaskan rinci urutannya) https://muslim.or.id/6361-rukun-rukun-shalat.html
BalasHapus