Suatu hari nabi Musa alaihissalam berpesan pada Jibril : "Wahai Jibril, tolong sampaikan pada Allah, saya ingin melihat keadilan Allah."
Jibril menyampaikan dan kemudian berkata pada Musa : " engkau tak akan sabar melihat keadilan Allah ya Musa"
Musa berkata : "saya akan bersabar. Saya ingin sekali melihatnya"
Kemudian Jibril membawa Musa ke sebuah mata air yang deras. Musa diminta untuk diam dan menunggu disitu. Hanya melihat apa yang terjadi, tak boleh berbuat apa2.
Tak berapa lama datang penunggang kuda yang membawa sekantong uang dinar di pinggangnya. Ia berhenti dan minum dari mata air. Tanpa sengaja, kantong dinarnya terjatuh. Tanpa menyadari itu, si penunggang pergi meninggalkan mata air.
Beberapa waktu kemudian, datang anak remaja yang juga minum dari mata air tersebut. Tanpa sengaja, ia menemukan kantong dinar yang jatuh tadi. Ia pun mengambilnya dan pergi.
Selang kemudian, datang seorang kakek tua yang lemah dan buta. Dengan tertatih ia juga meminum air di tempat itu.
Tiba-tiba si penunggang kuda datang dan bertanya pada sang kakek, apakah dia menemukan kantong dinarnya. Sang kakek tentu saja tidak tau apa2. Si penunggang kuda tak percaya, karena belum lama ia meninggalkan tempat itu. Ia yakin si kakek yang mengambilnya. Karena si kakek tetap ngotot tak mengambilnya, kakek itu pun dibunuh oleh penunggang kuda.
Di mata Musa, rangkaian kisah itu tentu saja tidak adil .
Yang mengambil uang si penunggang adalah si anak remaja, tapi kakek tua yang akhirnya mati menjadi korbannya.
Ia kemudian bertanya, seperti apa keadilan Allah.
Jibril pun menjawab, Bahwa anak yang dianggap paling bersalah oleh Musa, justru adalah yang paling benar. Beginilah kisah sesungguhnya tiga orang ini... 👇🏻
Ayah dari anak remaja itu dulunya adalah pegawai dari si penunggang kuda. Si ayah mati dibunuh oleh seorang yang zalim.
Penunggang kuda ini dulunya lalai dalam membayar hak gaji si ayah, dan tak kunjung membayar hingga kematian si ayah. Qadarullah jumlah uang yang tak dibayarkan sama persis dengan jumlah dinar yang ada di kantongnya. Allah membuat sang ayah akhirnya menerima haknya, melalui ahli warisnya, yaitu si anak remaja itu. Jadi apesnya si penunggang kuda itu, sebenarnya adalah "bayaran" dari apa yang dilakukannya dulu.
Lalu, bagaimana dengan kakek itu?
Kakek ini adalah si pembunuh zalim yang sudah membunuh ayah si anak itu.... Allah membalaskannya dengan membuat ia terbunuh juga.
See..?
Keadilan Allah tak akan terlihat di mata manusia dengan cepat.
Untuk melihatnya, kita hanya butuh kesabaran yang luar biasa, karena adilnya Allah mungkin tak terlihat adil di mata manusia.
Tetaplah menjaga sabar sebagai penolong.
Kekuasaan tidak selamanya jadi anugerah. Mungkin itu justru ujian terberat yang diberikan oleh Allah.
Saat penguasa bisa mengembannya dengan amanah, ia ditinggikan. Sebaliknya saat lalai, ia dihinakan serendah2nya. Dibiarkan terlena dalam kekuasaan yang khianat hingga semakin berat pertanggung jawabannya, adalah sehancur-hancurnya keadaan.
Sebaliknya mereka yang tak diamanahi kekuasaan, bisa jadi karena belum dianggap mampu, tapi bisa jadi juga karena sedang diselamatkan dari kehancuran dan keterpurukan.
Percayakan saja pada Yang Maha Adil.
Bahkan daun jatuh pun atas campur tangan-Nya.
Kita fokus aja memperbaiki diri. Dan tetap sabar menanti keadilan yang hakiki dari-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar