Minggu, 02 Agustus 2020

Cinta Diantara Mega 31-32


*CINTAKU ADA DIANTARA MEGA  31*

Bagas tertegun. Ia sangat mengenali mobil itu, dan hatinya berdebar ketika pengemudi mobil itu turun, menampakkan sesosok gadis cantik anggun, yang kemudian melangkah dengan manis kearahnya.

"Bagaaas," tiba-tiba panggilan itu terasa seperti alunan kidung indah yang entah dari mana datangnya.

"Bagaaas, " panggilan itu masih diucapkannya ketika ia berhenti dan berdiri sangat dekat dengan dirinya.

"Mengapa.. pagi-pagi... kemari?" tanya Bagas agak gugup.
"Aku tahu kamu akan pergi hari ini."
"Lalu ?"
"Aku ingin melihatmu untuk terakhir kalinya, dan mengucapkan selamat jalan."

Tiba-tiba Bagas terkejut mendengar kata 'terakhirkalinya', tidakkah mereka bisa bertemu lain kali? Bagas menatap wajah cantik bermata bintang itu lekat-lekat.

"Mengapa terakhir kalinya ?
"Apa?"

"Maksudku.. ucapanmu tadi, bertemu untuk terakhir kalinya, memangnya kamu mau kemana? Mau menikah?"

Kristin tertawa lirih, menampakkan sederet gigi putih bak mutiara, menyembul dibalik bibirnya yang tipis.

"Aku belum mau menikah, belum ada yang mau."
"Ehem.." Bagas berdehem pelan.  Dalam hati dia bersyukur. Apakah tadi dia ketakutan kalau hal itu benar terjadi? Ya Tuhan, Bagas menjadi bingung atas perasaannya sendiri. Hanya mendengar kata 'terakhir kalinya' saja dia menjadi sedikit panik.

"Bagas, selamat jalan ya, semoga sukses dalam semua tugas kamu," kata Kristin sambil menampakkan mata yang berkaca.
"Terimakasih, Kris..."

"Aku akan sering pulang. Bisakah bertemu ?" nah, Bagas mulai berani, habisnya kalau tidak dikeluarkan juga pasti sangat menyesak terasa didada. Itu hanya sedikit kata-kata yang keluar, dari beribu kata yang ingin diucapkan. Tampaknya Bagas memang masih malu-malu.

"Tentu saja bisa, kalau kamu memberi tahu sa'at kamu pulang."

Bagas menghela nafas lega. Entah darimana datangnya keberanian itu, tiba-tiba Bagas meraih tangan Kristin dan menggenggamnya erat.

"Semoga kamu juga sukses mengendalikan perusahaan ayah kamu."

Kristin mengangguk, kedua tangan yang bergenggaman terasa berkeringat. Ada kilat memercik dari debur jantung yang semakin keras.

"Aku langsung ke kantor, kamu hati-hati," kata Kristin sambil melepaskan genggaman itu.

"Terimakasih, kamu juga hati-hati," kata Bagas lirih, lalu dipandanginya punggung Kristin sampai kembali masuk kemobilnya, dan menjalankannya mundur, lalu mendapatkan lambaian tangan, dan mobilnya menghilang dibalik pagar.

Bagas tersenyum. Ia membalikkan tubuhnya, ingin berpamit lagi pada ayahnya dan simbok, tapi keduanya tak ada lagi disana.

"Bapak..." Bagas kembali kerumah, dilihatnya bapaknya duduk bersandar dikursi teras, sedangkan simbok duduk dibalik pintu.

"Bapak sama simbok kok disini ? Bagas mau pergi nih."

Pak Darmono bangkit dan tersenyum.

"Kan baru ada adegan romantis, ya bapak sama simbok memilih masuk rumah dulu, nanti kamu sungkan."

"Aah, bapak ada-ada saja. Bagas pamit ya," sekali lagi Bagas menyalami dan mencium tangan ayahnya, lalu mereka berpelukan.

"Hati-hati ya le."
"Mohon do'a restu, bapak."

Pak Darmono mengangguk, lalu menepuk bahu Bagas dengan hangat.

"mBok, aku pergi, ingat ya, hari Sabtu masak yang enak untuk aku." kata Bagas sambil memeluk simbok. Tak urung simbok kembali meneteskan air mata.


***

Hari itu bu Sumini diajak kerumah sakit. Basuki dan Mery mengantarkannya. Agak alot awalnya, takut disuruh kemo oleh dokternya.

"Tidak bu, dokter tidak akan memaksa, ibu tenang saja. Kalau memang ibu tidak mau ya tidak akan dipaksa."
"Benarkah ?"

Dan setelah diyakinkan oleh Mery berkali-kali, barulah bu Sumini mau berangkat. Sekarang mereka sedang menunggu antrian untuk menemui dokternya.

Lalu ketika mereka benar-benar sudah berada dihadapan dokter, apa yang kemudian dikatakan dokter, sungguh mengejutkan mereka, terutama Basuki.

"Ini, perut ibu kok tidak ada terasa apa-apa ya? Bagus, Benjolan yang semula mengeras disini, tidak ada lagi. Hm.. ini aneh.. bagaimana perasaan ibu?"
"Baik-baik saja dok."

"Masih suka mengeluarkan darah ?"
"Sudah dua hari ini tidak."
"Bagus sekali. Dan ibu kelihatan sehat."

Dokter membuka mata bu Sumini, dan menyuruhnya duduk.

"Sudah bu, sudah cukup."
"Jangan menyuruh saya di kemo lagi dokter," kata bu Sumini masih khawatir. Dokter itu tertawa.

"Tidak ada yang harus dikemo. Tapi untuk meyakinkan, ibu harus cek darah dan USG lagi, saya ingin melihat hasilnya."
"Apakah maksud dokter... ibu sudah sembuh ?" tanya Basuki.

"Saya belum mengatakan begitu, tapi saya merasa bu Sumini baik-baik saja. Benjolan yang ada tidak terasa lagi. Ini luar biasa."
"Oh, syukurlah.."

"Ibu dikasih minum apa?" tanya dokter sambil menulis resep dan pengantar ke laborat.
"Saya minum jamunya mbah Kliwon dokter.

"Jamu apa? mBah Kliwon siapa?"
"Orang desa. Jamunya pahit sekali, selama sepuluh hari saya minum terus setiap pagi."
"Oh ya?" dokter itu menatap bu Sumini tak percaya.

"Seminggu setelah saya minum, saya mengeluarkan darah dan ada benda seperti daging, bukan darah, keluar bersamanya."
"Oo? Apakah benda itu disimpan atau ..?"

"Dibuang dok, setelah itu darah yang keluar semakin sedikit, perut saya tidak sakit lagi. Dan saya doyan makan sangat banyak dok."

"Oh, sayang sekali ibu membuang benda itu. Kalau tidak bisa diperiksa di laborat, apakah itu kanker yang mengeram ditubuh ibu selama ini."

"Saya ketakutan. Saudara yang membantu saya waktu itu langsung membuangnya. Waktu itu semua sibuk, karena ada acara pernikahan anak saya ini." kata bu Sumini sambil menunjuk kearah Basuki dan Mery yang ada disampingnya.

"Oh, pengantin baru rupanya, selamat ya."
"Terimakasih dokter, kata Mery dan Basuki bersama-sama.

"Ah, sayang sekali benda itu dibuang.. Dan hebat jamunya siapa tadi  itu bu..?."
"mBah Kliwon, begitu orang-orang menyebutnya."

"Dia seorang dukun?"
"Bukan. Dia hanya seorang tua yang suka minum jamu. Dia selalu minum ntuk dirinya sendiri, lalu ketika saya mengeluh sakit, dia memberi saya jamu."

"Bukan main. Suatu ketika saya harus bertemu dia dan menanyakan ramuannya itu."
"Ya dokter, silahkan,  dia tinggal di Sarangan."

"Tadinya saya khawatir ketika ibu minum jamu-jamu itu, tapi saya biarkan karena ibu merasa lebih enak. Cuma saya harus yakin bahwa ibu benar-benar sembuh," kata Basuki.

"Oh ya, baiklah,nanti akan kita lihat setelah hasil dari laborat dibawa kembali kepada saya.. Baiklah ini resep, isinya hanya vitamin, dan obat penambah darah. Yang ini surat untuk periksa ke laboratorium ya bu."

"Terimakasih banyak dokter," kata Mery yang tak bisa apa-apa karena bu Sumini sudah mengatakan semuanya.

"Barangkali besok kalau hasil labnya jadi akan banyak yang saya tanyakan, dokter."
"Baiklah, silahkan."

***

Pak Suryo masuk keruang kantor Kristin, mendapati anaknya sedang melamun disofa. Pak Suryo segera duduk dihadapannya, menatapnya tajam.

"Bagaimana direktris kita ini bisa memajukan perusahaannya kalau setiap hari hanya melamun saja?"

"Papa, kenapa papa tidak bilang kalau mau datang?"
"Apa ada peraturan disini yang mengharuskan aku selalu harus mengabari setiap kali datang?"

"Bukan begitu pa, Kristin cuma kaget."
"Ah, mengapa harus kaget hanya karena papa datang?"

Kristin menghela nafas.

"Tampaknya kamu benar-benar merasa kehilangan."
"Iya pa.." jawab Kristin pilu.

"Kamu sudah ketemu ketika dia mau berangkat kan?"
"Iya.."

"Apa dia tak tampak sedih ketika harus berpisah dengan kamu?"
"Mana Kristin tahu pa, dia tidak mengatakan kalau dia sedih."

"Orang sedih kan kelihatan."
"Malah Kristin yang hampir menangis, malu pa."

"Dia mengatakan apa ?"
" Dia bilang... apa boleh ketemu kalau dia nanti pulang.. gitu."
"Itu pertanda baik."
"Benarkah ?"

"Berarti dia berharap bisa bertemu kamu lagi."
"Apa berarti dia suka?"

"Suka lah..  kamu itu terlalu bodoh dalam hal cinta."
"Papa...."

"Sudah, lanjutkan pekerjaanmu, papa cuma mau menemani kamu." kata pak Suryo sambil meraih koran yang ada datas meja.

***

Hampir seminggu Bagas menjalankan tugas barunya. Ia mulai mempelajari semua data-data yang pernah ditunjukkan Basuki. Tidak mudah memahami hal-hal baru, namun Bagas mulai dapat menguasainya. Besok hari Sabtu, Bagas ingin pulang. Ia harus memenuhi janjinya, pada simbok, tapi ada keinginan lain yang sangat mengusik perasaannya, yaitu bertemu Kristin. Sungguh Bagas harus mengakui, ada rindu yang menghentak-hentak dadanya,

"Benarkah aku jatuh cinta?  Dulu aku sangat kesal terhadapnya. Suaranya yang merengek-rengek, dan selalu memaksakan kehendak, aku sangat membencinya. Tapi ketika suara itu tak ada, lebih-lebih wajah cantik pintar ceroboh itu tak pernah  aku lihat lagi, tiba-tiba ada rasa rindu yang menggigit-gigit kalbu," gumam Bagas

"Kris... aku kangen sama kamu," bisiknya lirih, sambil membenahi  barang-barangnya. Kantor sudah sepi, Bagas memang pulang agak belakangan karena semuanya baru diselesaikan sore hari itu. Kemudian Bagas menutup ruangannya, lalu melangkah kerumah, yang letaknya hanya disamping kantor.

Ketika ia memasuki rumah, Karso sudah menyiapkan minuman hangat dimeja depan.
Bagas duduk, dan menikmati teh panas diudara yang mulai terasa dingin. Tiba-tiba Karso muncul lagi dengan sepiring pisang goreng.

"Kok ada pisang goreng So?"
"Pisang dikebun belakang yang saya unduh tiga hari lalu, sudah masak pak. Besok kalau bapak pulang bisa membawanya."

"Oh, baguslah, nanti aku juga akan mengirimkannya pada mas Basuki."
"Saya siapkan sekarang saja pak, jadi besok tidak usah menata lagi, tinggal dimasukkan kedalam Bagasi."

"Ya, terserah kamu saja."
"Malam ini bapak mau makan apa?"

"Tapi kok aku ingin pulang sekarang ya So."
"Lho, katanya besok pagi-pagi, harusnya pak Bagas  istirahat dulu."

"Tadinya pengin istirahat dulu, tapi kok sekarang ingin pulang. Ingin membuat kejutan orang rumah So."

"Wah, pak Bagas ini kok ya suka sekali bikin kejutan. Ya sudah, bisangnya saya potong-potong dulu, lalu saya masukkan kedalam plastik, supaya getahnya tidak mengotori bagasi."

"Baiklah So."

Bagas tersenyum , membayangkan betapa ayahnya dan simbok pasti akan terkejut ketika tiba-tiba dia muncul. Tapi sesungguhnya Bagas lelah sekali. Benar anjuran Karso bahwa dia sebaiknya istirahat saja dulu. Tapi tidak, wajah cantik centil itu mengganggunya, dia akan mengejutkannya pagi-pagi sekali. Tak tahan lagi dia, Mengapa harus malu mengakui kalau memang dia cinta? Besok dia akan mengatakannya. Janji Bagas dalam hati.

Sambil menekan rindu itu Bagas mencomot sepotong pisang goreng yang masih hangat.

"Pak, pisangnya sudah saya masukkan ke bagasi, apa ada yang harus dibawa lagi pak?" tanya Karso.

"Tidak, sudah cukup So. Mungkin saya akan kembali Minggu sore."

"Baiklah So. Saya pergi dulu."

"Hati-hati pak, tidak usah terlalu kencang mengendarainya,  Biasanya kalau sore begini banyak bersimpangan dengan bis-bis besar jurusan Jakarta."

"Iya So, aku tahu." kata Bagas sambil masuk kedalam mobilnya, mentraternya dan membawanya melaju kejalan raya.

***

Sore itu Kristin juga masih berada dikantornya. Pak Suryo menunggu. Tapi Kristin malah berdiri dari tempat duduknya, lalu duduk di sofa, dihadapan ayahnya.

"Kok malah duduk, kamu tidak ingin pulang?"
"Ingin pa, tapi maukah sore ini mampir ke warungnya mbak Mery?"

"Mau apa kamu kesana ? Paling-paling Mery belum ada di warungnya, kan pengantin baru?"
"Kristin cuma ingin  makan pa, tadi siang Kritin cuma makan sedikit, nggak cocok lauknya."

"Haha.. tumben kamu  bilang nggak cocok, biasanya kamu juga makan disana kan ?"
"Nggak tahu deh pa, kayaknya jauh lebih enak makan di warungnya mbak Mery."

"Apa masih buka, jam segini."
"Coba aja lewat sana, siapa tahu masih buka."

"Hm, sampai selera makan anakku juga jadi berbeda setelah jatuh cinta," gumam pak Suryo lirih.
"Apa pa ?"
"Nggak apa-apa, ayo cepatlah, keburu tutup nanti warungnya."

Keduanya bergegas keluar. Ketika sampai di  parkiran, pak Suryo segera masuk kedalam mobilnya, tapi tiba-tiba dilihatnya Kristin mencari sesuatu di tasnya.

"Ada apa?" tanya pak Suryo sambil melongok keluar jendela.
"Kunci mobil ketinggalan  dimeja pa.."

"Ya ampun, kebiasaan kamu nih Kris, tledornya nggak sembuh-sembuh. Sudah tinggalkan saja mobilmu disini, naik mobil papa saja."

Kristin jadi teringat Bagas. Sejak dulu ia sering kelupaan masalah kunci. Kunci mobi, kunci rumah. Dan ketika itu ada Bagas yang disuruhnya berlari-lari mengambilnya. Bahkan ketika ia pulang bersama Bagas,  kunci rumah ketinggalan, Bagas juga disuruhnya memutar mobilnya kembali ke kantor, padahal sudah hampir sampai rumah. Kristin tersenyum, dan tiba-tiba rasa rindunya pada Bagas  menyesak dadanya.

"Kristin !! Ngapain kamu melamun disitu ?"

Kristin sadar dari lamunan, dan bergegas menuju mobil ayahnya, duduk disamping ayahnya yang sudah mulai menstarter mobilnya.

"Mikirin apa kamu?" kata pak Suryo dalam perjalanan menuju warung Mery.
"Pa, besok hari Sabtu kan ?"

"Iya, memangnya kenapa? Besok liburan, kamu ingin jalan-jalan kemana ?"
"Apakah Bagas pulang dihari Sabtu ini?"

"Tuh, ternyata mikirin Bagas," kata pak Suryo sambil tersenyum.
"Pa,  dulu itu Bagas bilang bahwa dia akan pulang setiap minggu."

"Lalu..?"
"Semoga besok bisa ketemu."

"Kamu itu ya, eh.. bukan cuma kamu, kalian.. kamu dan Bagas, cuma mau bilang suka saja kok susahnya minta ampun."

"Kok aku sih pa, aku itu sudah baik-baikin dia, sudah menunjukkan perhatian sama dia, tapi dianya yang entah suka apa tidak sama Kristin, sampai sekarang masih juga Kristin tidak tahu." kata Kristin datar. Sesungguhnya dia meragukan perasaan Bagas. Biarpun bilang ingin ketemu, apakah itu berarti cinta? Kristin  tidak tahu bahwa Bagas sudah merencanakan ingin mengucapkan itu esok hari.

***

"mBok, " panggil pak Darmono setelah shalat Maghrib.
"Ya, pak.."

"Kamu suda sholat?"
"Sudah, ini tadi sedang menyiapkan makan malam untuk bapak."

"Ya sudah, aku cuma mau bilang, besok kan Bagas pulang, kamu mau masak apa?"
"Mas Bagas itu sukanya soto. Tapi akhir-akhir ini suka timlo. Apa besok simbok masak timlo saja ya pak, sama perkedel, tempe goreng, ayam goreng, begitu?"

"Ya sudah terserah kamu. Uang untuk belanja masih cukup?"
"Masih pak, besok simbok mau kepasar pagi-pagi sekali, supaya kalau mas Bagas sampai dirumah simbok sudah selesai masak."

"Ya sudah, ini aku tambahin uang untuk belanja besok."
"Masih cukup kok pak."

"Bawa saja, barangkali kurang."
"Baik pak, saya melanjutkan menyiapkan makan malam ya pak."
"Ya, bilang kalau sudah siap."

Simbok beranjak kebelakang.

Pak Darmono menyandarkan tubuhnya, dan wajahnya tampak berseri. Besok Bagas akan pulang, dia akan mengajaknya jalan-jalan sama simbok juga. Lalu pak Darmono ingat bahwa  ia berjanji pada simbok akan mengajaknya ke Ungaran.

"Ah, besok sudah ketemu, kapan-kapan saja," gumam pak Darmono.

Tiba-tiba ponsel pak Darmono berdering. Nomor tak dikenal, tapi pak Darmono mengangkatnya, barangkali ada yang penting.

"Hallo, benar, ini saya sendiri. Apaa?"

***

besok lagi ya.


CINTAKU ADA DIANTARA MEGA  32

(Tien Kumalasari)


Pak Darmono terpaku ditempatnya, gemetar tangannya yang masih memegang ponsel.

"Pak, makan malam sudah siap."

"Ya.. ya.. sebentar, aku mau pergi dulu," kata pak Darmono yang kemudian beranjak kebelakang untuk mengambil kunci mobil.

"Bapak mau kemana?"

"Sebentar, ada perlu," kata pak Darmono sambil terus melangkah kearah garasi. Ia tak mau mengatakan yang terjadi, khawatir simbok akan menangis menggerung-gerung.

"Mengapa dia pulang malam ini, bukankah janjinya hari Sabtu? Pastinya dia sangat lelah, menyetir mobil jarak jauh pula. Dan ini kan akhir pekan, pasti jalanan ramai," gumam pak Darmono sambil terus memacu mobilnya ke rumah sakit di Salatiga.

Ketika ponselnya berdering kembali, pak Darmono enggan membukanya, tapi ketika dilihatnya dari Basuki, pak Darmono lalu mengangkatnya.

"Hallo Bas?"

"Ma'af om, saya menelon Bagas kok nggak diangkat, cuma mau menanyakan apa kira-kira dia pulang ke Solo besok pagi?"

"Bagas pulang sore ini Bas."

"Oh, sudah dirumah?"

"Tidak, dia mengalami kecelakaan."

"Apa ?"

"Mobilnya menabrak pohon, sekarang aku lagi dalam perjalanan ke Salatiga."

"Ya ampun, baiklah, saya segera menyusu,. om sampai mana ini?"

"Sudah di Boyolali Bas."

"Baiklah, om hati-hati, tenang dan jangan panik, saya berangkat sekarang."

Pak Darmono merasa tenang karena Basuki akan menyusulnya. Tadi ingin mengabari tapi belum jadi, karena panik

***

Pak Darmono tiba dirumah sakit, mendapati Bagas sudah sadarkan diri. Tapi tubuhnya terbaring lemah.Ada perban dikepala, ada bercak darah disana. Dan selang infus tersambung ke pergelangan tangannya. Pilu pak Darmono menatap anaknya seperti itu.

"Mengapa kamu ini Gas? Tergesa pulang, padahal harusnya istirahat dulu, ya kan?

"Ma'af, bapak.." jawab Bagas lemah.

"Apa yang terjadi?"

"Bagas menabrak pohon, ketika sebuah bis besar dari depan nyelonong menyalip mobil didepannya."

"Kamu lelah, harusnya istirahat dulu."

"Ya.."

"Rasanya bagaimana?"

"Pusing, bapak.."

"Ya sudah, sabar dulu."

"Bapak, pak Bagas akan dipindahkan ke ruang rawat inap. " kata perawat sambil mendekat.

"Baiklah,  Pilihkan kamar terbaik untuk anak saya ya sus," pesan pak Darmono.

Pak Darmono menemui dokter.

"Saudara Bagas mengalami gegar otak. Dan beberapa luka dikepalanya. Ia harus tinggal beberapa hari untuk memulihkannya."

"Apakah itu berbahaya dokter?"

"Tidak, asalkan mematuhi semua petunjuk. Ada resep yang akan diberikan suster ya pak."

"Baiklah, terimakasih banyak, dokter."

***

Bagas sudah dipindahkan keruang rawat inap. Lalu pak Darmono pergi ke apotik untuk mengambilkan obatnya..

Ketika itulah Basuki muncul.

"Bagaimana om?"

"Gegar otak dan ada beberapa luka dikepala. Aku baru mau mengambil obatnya."

"Biar saya membayarnya om."

"Sudah aku bayar Bas, tinggal menunggu obatnya, terimakasih banyak."

"Mengapa om tidak menunggu saya?"

"Aku bingung Bas, langsung berangkat, untunglah aku membawa uang, dan cukup."

Keduanya duduk diruang tunggu.

"Apa yang sebenarnya terjadi om? Bukankah Bagas akan pulang di hari Sabtunya?"

"Itulah, dia ingin cepat-cepat pulang, pastinya kangen sama simboknya."

"Tabrakan dengan apa?"

"Tidak tabrakan, dia menabrak pohon. Mungkin untuk menghindari sesuatu, Dia panik, ditambah tubuhnya yang lelah. Yaah, sembrono dia, harusnya istirahat dulu, baru besoknya berangkat."

"Ya sudah om, tenangkan hati om, yang penting Bagas selamat."

"Mobilnya diderek ke kantor polisi, padahal itu mobil pemberian kamu, dan baru."

"Tidak apa-apa om, mobil itu kan bisa beli lagi, kalau nyawa, dimana membelinya?"

Pak Darmono menghela nafas, penuh sesal.

"Nanti biar saya yang mengurus administrasinya om, ini tanggung jawab saya."

"Menyusahkan ya Bas?"

"Tidak, om jangan berfikir begitu. Bagas itu kan seperti adik saya."

Ketika obat sudah diberikan, keduanya masuk kedalam kamar inap Bagas. Dilihatnya Bagas memejamkan mata. Basuki mendekat, memegang tangannya pelan. Bagas membuka matanya.

"Mas.. ma'af.." hanya itu yang diucapkannya dengan lemah.

"Sudah, jangan fikirkan, yang penting kamu selamat dan segeralah sehat."

Bagas hanya mengangguk, lalu mengatupkan kembali kelopak matanya. Basuki menepuk-nepuk tangan Bagas, kemudian duduk di sofa yang ada dikamar itu, berhadapan dengan pak Darmono yang tampak lesu.

"Tenang om, Bagas tidak apa-apa."

"Ya, simbok pasti bingung. Aku akan mengabarinya dulu."

"Sebaiknya jangan dulu bilang Bagas kecelakaan om, nanti dia panik."

"Ya, aku tahu," jawab pak Darmono sambil membuka ponselnya.

"Hallo.." jawab simbok dari seberang.

"mBok, aku jangan ditunggu ya, kalau kamu mau makan, makan saja, dan tidur, aku tidak usah ditunggu."

"Memangnya bapak kemana ?"

"Ini mbok, mm... ada pertemuan dengan kawan lama, mungkin sampai larut, Jadi simbok nggak usah menunggu ya."

"Baiklah bapak."

"Kunci semua pintu dan tidur. Ya."

"Baiklah."

Pak Darmono merasa lega. Belum sa'atnya memberi tahu simbok. Besok saja dia akan mengajaknya kemari, tapi harus bicara pelan-pelan, karena kalau tidak simbok bisa menangis bergulung-gulung.

"Bas, kalau kamu mau pulang, pulang saja, biar aku menungguinya disini."

"Apa bukan om saja yang pulang, biar saya disini ?"

"Tidak Bas, aku harus melihat perkembangan Bagas. Aku tidak bisa meninggalkannya sebelum yakin bahwa dia baik-baik saja."

"Baiklah om, saya pergi dulu. "

Tapi tak lama kemudian Basuki kembali sambil membawa dua setel pakaian luar dalam, yang diberikannya kepada pak Darmono.

"Bas, kamu membeli semua ini?"

"Om tidak mungkin tidak menggantikan pakaian om, pakai saja yang ini agar lebih nyaman."

"Terimakasih banyak Bas, besok pagi saja aku ganti pakaian, aku tidur pakai ini tidak apa-apa."

"Baiklah, om tidur saja, sementara Bagas juga biar istirahat. Bajunya yang satu untuk Bagas, ada juga sarung, biar perawat menggantikannya."

"Terimakasih banyak ya Bas."

***

"Bagaimana keadaan Bagas?" tanya Mery ketika menjelang pagi Basuki sampai dirumah.

"Gegar otak dan luka-luka dikepala.Tapi dia sadar, tampaknya tidak menghawatirkan."

"Ah, syukurlah. Lalu dimana om Darmono sekarang ?

"Masih dirumah sakit, aku suruh pulang nggak mau."

"Ya, maklumlah, mungkin menunggu bagaimana keadaan Bagas dulu."

"Aku jadi mikir simbok."

"Kenapa simbok? Apa hubungannya?"

"Bukan simbok kita, simboknya Bagas. Dia tidak tahu kalau Bagas kecelakaan. Pak Darmono belum memberi tahu karena takut simboknya nangis meraung-raung. Dia itu kan sayang sekali sama Bagas."

"Tapi kan tetap saja harus diberitahu. Lha om Darmono tidak pulang semalaman, pasti dia bertanya-tanya."

"Kamu mau ikut membezoek Bagas ?"

"Iya, aku mau..nggak apa-apa aku ikut, sebenarnya sih aku mau ke warung, tapi aku ikut saja, aku akan mengabari Mini bahwa aku harus membezoek Bagas. Tapi  nanti agak siang berangkatnya ya, supaya kamu beriatirahat dulu. Ini hampir pagi dan kamu belum tidur kan?"

"Baiklah, mm.. senangnya ada yang memperhatikan.."

"Iya lah, aku kan isteri kamu."

"Terimakasih, isteriku cantik," kata Basuki sambil memeluk isterinya.

"Iih, pagi-pagi ngegombal !"

"Aku penginnya ngegombal terus dong..."

"Sudah, itu minuman hangat diminum dulu, lalu segera tidur."

"Temenin .."

"Manja.."

"Biarin."

"Oh ya Bas, bagaimana kalau nanti kita berangkat ke rumah sakit sambil nyamperin simbok, simboknya Bagas itu."

"Diajak kesana ?"

"Iyalah, pasti dia bingung mengapa majikannya tidak pulang. Nanti aku akan memberi tahu secara perlahan supaya dia tidak kaget."

"Baiklah, terserah kamu saja, aku tidur nih.."

***

"Ini ada apa ya, kok bapak nggak pulang semalaman, padahal nanti mas Bagas kan mau pulang," gumam simbok setelah pulang dari pasar, dan mendapati mobil majikannya belum ada di garasi, berarti majikannya belum pulang.

Simbok segera berkutat didapur. Masakan harus segera selesai, sebelum Bagas datang.

"Bapak itu kemana ya? Katanya menemui teman lama, kok sampai menginap, apa temannya ada diluar kota?" gumamnya terus sambil terus memasak.

Dua jam lebih simbok sudah menyelesaikan masakannya, ditata dengan apik dimeja. Kuahnya nanti tinggal dipanaskan. Ayam goreng, perkedel, tempe goreng dan kerupuk siap ditata termasuk kelengkapan timlo yang tidak dicampur dengan kuahnya.

Simbok lega ketika semuanya sudah terhidang. Kemudian dia pergi mandi. Tapi sampai selesai mandi belum tampak pak Darmono datang, apalagi Bagas.

"Perasaanku kok tidak enak ya," gumam simbok sambil menuju kearah depan. Simbok hampir bersorak ketika mendengar mobil masuk kehalaman. Tapi simbok kecewa. Mobil itu berwarna abu-abu, bukan merah."

"Itu bukan mobilnya mas Bagas, juga bukan mobilnya bapak," gumam simbok sambil melongok-longok.

Yang turun lebih dulu adalah seorang wanita cantik, simbok lupa-lupa ingat, seperti pernah bertemu, tapi lupa... dan belum juga teringat sampai si cantik itu sampai dihadapannya.

'Mbok, pangling sama saya ?"

"Iya itu, pangling bener, sepertinya pernah bertemu ya bu.."

"Saya kan pernah mengirim timlo kemari.. simbok yang menerima kan?"

"Owalaaah... iya.. iya.. simbok ingat.. aduuh.. sekarang tambah cantik..ya saya lupa. Tapi ini rumah kosong tuh bu, bapak pergi sejak semalam."

"Iya mbok, bolehkah saya masuk ?"

"Oh, mau menunggu, silahkan, silahkan.." kata simbok yang mengira Mery akan menunggu.

"Terimakasih mbok."

"Saya buatkan minuman dulu ya bu, sama itu.. sopirnya sekaliyan."

"Itu suami saya mbok."

"Oh, aduh.. ma'af.. ma'af.. habisnya tidak mau turun."

"mBok, tidak usah buat minuman, duduk disini saja, saya mau ngomong."

Simbok kemudian duduk disitu dengan heran, sepertinya ada sesuatu yang akan disampaikan tamunya ini.

"mBok, bukankah om Darmono sedang pergi ?"

"Iya bu, saya juga heran, semalam katanya menemui teman lama, kok sampai sekarang belum pulang. Saya juga menunggu mas Bagas, sudah memasak timlo kesukaannya. Kok sampai sekarang juga belum pulang."

"Begini saja mbok, simbok bawa masakan simbok itu dengan rantang, pokoknya lengkap masakan simbok, nanti kita antarkan ketempat Bagas."

"Lho, memangnya mas Bagas ada dimana?"

"Nanti simbok akan tahu, sudah, ayo kita bawa masakan simbok itu, pasti Bagas akan senang. Buruan ya mbok."

"Simbok juga boleh ikut?"

"Ya boleh mbok, kan Bagas kangen sama simbok juga. Jangan lupa tolong bawakan baju Bagas sama bapak untuk beberapa hari. Juga simbok jangan lupa membawa baju ganti."

"Memangnya akan menginap?"

"Mungkin simbok akan diajak menginap lebih lama."

"Aduh, apa lagi pada piknik ya," gumam simbok seperti kepada dirinya sendiri.

"Ayo mbok, cepatlah, kita sudah ditunggu lho."

"Oh, baiklah, simbok juga harus ganti baju dulu ya bu.." kata simbok yang langsung beranjak kebelakang, dengan benak masih dipenuhi tanda tanya. Mengapa Bagas tidak pulang dan justru tamunya itu menyuruh membawa masakannya untuk menemui Bagas. Juga harus membawa bekal baju-baju. Dimana mas Bagas kita-kira, bisik batin simbok.

Akhirnya simbok ikut bersama Mery dan Basuki. Mery duduk dibelakang bersebelahan dengan simbok supaya mudah kalau ingin mengatakan sesuatu nanti.

***

Simbok yang semula diam saja disuruh ikut bersama Mery dan Basuki, lama-lama bingung juga. Mengapa jalannya sampai jauh. Aduh, jangan-jangan aku ini diculik, pikir simbok. Tapi untuk apa menculik aku, perempuan tua, tidak ada menarik-menariknya, harta juga  tidak punya. pikirnya terus.

"Ini kita mau kemana ya bu?" tak tahan akhirnya simbok bertanya.

"Lho, simbok mau ketemu mas Bagas tidak?"

"Iya bu, saya mau, apa mas Bagas ada bersama bapak juga?"

"Iya mbok, nanti simbok juga akan ketemu bapak Darmono juga."

"Ini kok aneh ya, sebenarnya dimana mereka bu?"

"Simbok.. kalau saya kasih tahu jangan kaget apalagi menangis.."

"Haduh.,. ada apa bu.. ada apa?" belum-belum simbok mendadak ketakutan.

"Dengar mbok, simbok tidak usah ketakutan. Pokoknya mereka baik-baik saja, dan pasti suka kalau nanti simbok membawakan timlo pesanannya."

"Tapi kok kata-katanya.. jangan kaget.. jangan menangis... saya takut bu."

"Iya, simbok jangan kaget, karena tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Bagas ada dirumah sakit."

"Apaa? Ada apa momonganku?"

"Lho, kan tadi simbok sudah saya beri tahu kalau Bagas pasti suka kalau simbok membawakan masakan yang disukainya. Berarti Bagas baik-baik saja."

"Lha dirumah sakit itu dia ngapain bu? Ada apa?"

"Ada kecelakaan kecil.."

"Aduh biyung,, kecelakaan? Mas Bagas kecelakaan? Lalu bagaimana ?" kata simbok hampir menangis.

"Bagas tidak apa-apa mbok, coba nanti simbok lihat,  makanya saya bilang simbok jangan kaget jangan menangis."

"Oalaaah..  ternyata ini jawabannya. Mengapa bapak tiba-tiba pergi, katanya mau ketemu kenalan lama, tidak usah ditunggu, suruh makan dan lalu tidur.. kunci semua pintu... Ini sebabnya.. kok bapak tidak bilang terus terang kalau mas Bagas kecelakaan."

"Lha bapak kan belum tahu keadaannya mbok, nanti simbok belum-belum sudah nangis ..panik.. jadi simbok tidak dikasih tahu lebih dulu."

"Tapi benarkah mas Bagas tidak apa-apa?"

"Nanti kan simbok bisa melihatnya. Tapi janji ya, tidak boleh menangis disana. Nanti kalau simbok menangis, mas Bagas jadi sedih, lalu sakitnya nggak sembuh-sembuh."

"Iya.. iya.. kalau memang tidak apa-apa.. simbok tidak akan menangis."

"Nah, gitu dong. Pasti dia akan senang kalau simbok membawakan masakan pesanannya."

***

Tapi ternyata ketika sudah berada disamping Bagas, simbok tidak bisa menyembunyikan tangisnya. Sambil berlinangan air mata, dielusnya tangan Bagas, Diciuminya sampai basah tangannya.

"mBok, aku tidak apa-apa."

"Seperti ini kok tidak apa-apa... makanya kalau naik mobil itu hati-hati. Pasti mas Bagas ngebut. Ya kan?"

"Iya mbok, habisnya, aku kangen sama simbok."

"Ya ampuun... mas Bagas jangan begitu. Cuma kangen saja kok membahayakan nyawa sendiri."

"Padahal simbok tadi sudah masak buat aku?"

"Iya mas, itu.. sama bu Mery masakannya disuruh bawa. Mau ya..simbok ambilkan."

"Simbok masak apa?"

"Masak timlo.. kan akhir-akhir ini mas Bagas suka timlo."

"Iya mbok.. suapin ya..."

Dengan penuh semangat simbok menyuapi Bagas.

Pak Darmono berterimakasih pada Mery dan Basuki karena telah membawa simbok kemari, dan tidak terjadi ada tangis berguling-guling ketika mengetahui keadaan Bagas.

"Pelan-pelan saya beri tahu dia, tidak sekaligus om."

"Kamu pintar Mery."

"Om mau pulang dulu atau bagaimana ?" tanya Basuki pada pak Darmono.

"Aku kira aku akan disini dulu Bas, sampai Bagas benar-benar baik. Dan kebetulan juga ada simbok, nanti bisa meladeni Bagas, dan pasti simbok akan senang."

"Jadi om sama simbok akan disini dulu beberapa hari?"

"Iya Bas. Pekara baju ganti nanti gampang."

"Simbok membawa baju ganti untuk Bagas juga, gampang nanti om, kalau masalah baju."

"Sudah aku duga om sama simbok akan menginap disini, itulah sebabnya saya menyuruh dia membawa baju ganti om," kata Mery.

"Terimakasih banyak Mery, Bas, kalau tidak ada kalian betapa akan bingungnya aku."

"Tidak apa-apa om, bukankah saya ini putera om juga? Tapi saya lihat Bagas lebih segar."

"Iya, hanya kadang-kadang masih merasa pusing."

"Tidak apa-apa om, lama-lama pasti juga akan sembuh. Om sabar ya."

***

Siang hari itu Kristin sudah duduk dimeja warung, menikmati makan siangnya, semangkuk nasi timlo. Sambil makan itu Kristin beberapa kali menoleh kebelakang.

"Tampaknya mbak Mery belum datang ke warung ya?" tanya Kristin pada pelayan yang melayaninya.

"Sebetulnya tadi mau kesini mbak, tapi katanya harus membezoek ke Salatiga."

"Siapa yang sakit ?"

"Katanya mas yang sering kemari dengan mobil merah itu."

"Bagas ?"

"Ya mbak."

"Mengapa sakitnya di Salatiga?"

"Katanya kecelakaan."

Kristin terpana, sesa'at ia seperti tak bisa bersuara. Gemetar diambilnya ponselnya.

***

besok lagi ya


*CINTAKU ADA DIANTARA MEGA  32*

Pak Darmono terpaku ditempatnya, gemetar tangannya yang masih memegang ponsel.

"Pak, makan malam sudah siap."

"Ya.. ya.. sebentar, aku mau pergi dulu," kata pak Darmono yang kemudian beranjak kebelakang untuk mengambil kunci mobil.

"Bapak mau kemana?"

"Sebentar, ada perlu," kata pak Darmono sambil terus melangkah kearah garasi. Ia tak mau mengatakan yang terjadi, khawatir simbok akan menangis menggerung-gerung.

"Mengapa dia pulang malam ini, bukankah janjinya hari Sabtu? Pastinya dia sangat lelah, menyetir mobil jarak jauh pula. Dan ini kan akhir pekan, pasti jalanan ramai," gumam pak Darmono sambil terus memacu mobilnya ke rumah sakit di Salatiga.

Ketika ponselnya berdering kembali, pak Darmono enggan membukanya, tapi ketika dilihatnya dari Basuki, pak Darmono lalu mengangkatnya.

"Hallo Bas?"

"Ma'af om, saya menelon Bagas kok nggak diangkat, cuma mau menanyakan apa kira-kira dia pulang ke Solo besok pagi?"

"Bagas pulang sore ini Bas."

"Oh, sudah dirumah?"

"Tidak, dia mengalami kecelakaan."

"Apa ?"

"Mobilnya menabrak pohon, sekarang aku lagi dalam perjalanan ke Salatiga."

"Ya ampun, baiklah, saya segera menyusu,. om sampai mana ini?"

"Sudah di Boyolali Bas."

"Baiklah, om hati-hati, tenang dan jangan panik, saya berangkat sekarang."

Pak Darmono merasa tenang karena Basuki akan menyusulnya. Tadi ingin mengabari tapi belum jadi, karena panik

***

Pak Darmono tiba dirumah sakit, mendapati Bagas sudah sadarkan diri. Tapi tubuhnya terbaring lemah.Ada perban dikepala, ada bercak darah disana. Dan selang infus tersambung ke pergelangan tangannya. Pilu pak Darmono menatap anaknya seperti itu.

"Mengapa kamu ini Gas? Tergesa pulang, padahal harusnya istirahat dulu, ya kan?

"Ma'af, bapak.." jawab Bagas lemah.

"Apa yang terjadi?"

"Bagas menabrak pohon, ketika sebuah bis besar dari depan nyelonong menyalip mobil didepannya."

"Kamu lelah, harusnya istirahat dulu."

"Ya.."

"Rasanya bagaimana?"

"Pusing, bapak.."

"Ya sudah, sabar dulu."

"Bapak, pak Bagas akan dipindahkan ke ruang rawat inap. " kata perawat sambil mendekat.

"Baiklah,  Pilihkan kamar terbaik untuk anak saya ya sus," pesan pak Darmono.

Pak Darmono menemui dokter.

"Saudara Bagas mengalami gegar otak. Dan beberapa luka dikepalanya. Ia harus tinggal beberapa hari untuk memulihkannya."

"Apakah itu berbahaya dokter?"

"Tidak, asalkan mematuhi semua petunjuk. Ada resep yang akan diberikan suster ya pak."

"Baiklah, terimakasih banyak, dokter."

***

Bagas sudah dipindahkan keruang rawat inap. Lalu pak Darmono pergi ke apotik untuk mengambilkan obatnya..

Ketika itulah Basuki muncul.

"Bagaimana om?"

"Gegar otak dan ada beberapa luka dikepala. Aku baru mau mengambil obatnya."

"Biar saya membayarnya om."

"Sudah aku bayar Bas, tinggal menunggu obatnya, terimakasih banyak."

"Mengapa om tidak menunggu saya?"

"Aku bingung Bas, langsung berangkat, untunglah aku membawa uang, dan cukup."

Keduanya duduk diruang tunggu.

"Apa yang sebenarnya terjadi om? Bukankah Bagas akan pulang di hari Sabtunya?"

"Itulah, dia ingin cepat-cepat pulang, pastinya kangen sama simboknya."

"Tabrakan dengan apa?"

"Tidak tabrakan, dia menabrak pohon. Mungkin untuk menghindari sesuatu, Dia panik, ditambah tubuhnya yang lelah. Yaah, sembrono dia, harusnya istirahat dulu, baru besoknya berangkat."

"Ya sudah om, tenangkan hati om, yang penting Bagas selamat."

"Mobilnya diderek ke kantor polisi, padahal itu mobil pemberian kamu, dan baru."

"Tidak apa-apa om, mobil itu kan bisa beli lagi, kalau nyawa, dimana membelinya?"

Pak Darmono menghela nafas, penuh sesal.

"Nanti biar saya yang mengurus administrasinya om, ini tanggung jawab saya."

"Menyusahkan ya Bas?"

"Tidak, om jangan berfikir begitu. Bagas itu kan seperti adik saya."

Ketika obat sudah diberikan, keduanya masuk kedalam kamar inap Bagas. Dilihatnya Bagas memejamkan mata. Basuki mendekat, memegang tangannya pelan. Bagas membuka matanya.

"Mas.. ma'af.." hanya itu yang diucapkannya dengan lemah.

"Sudah, jangan fikirkan, yang penting kamu selamat dan segeralah sehat."

Bagas hanya mengangguk, lalu mengatupkan kembali kelopak matanya. Basuki menepuk-nepuk tangan Bagas, kemudian duduk di sofa yang ada dikamar itu, berhadapan dengan pak Darmono yang tampak lesu.

"Tenang om, Bagas tidak apa-apa."

"Ya, simbok pasti bingung. Aku akan mengabarinya dulu."

"Sebaiknya jangan dulu bilang Bagas kecelakaan om, nanti dia panik."

"Ya, aku tahu," jawab pak Darmono sambil membuka ponselnya.

"Hallo.." jawab simbok dari seberang.

"mBok, aku jangan ditunggu ya, kalau kamu mau makan, makan saja, dan tidur, aku tidak usah ditunggu."

"Memangnya bapak kemana ?"

"Ini mbok, mm... ada pertemuan dengan kawan lama, mungkin sampai larut, Jadi simbok nggak usah menunggu ya."

"Baiklah bapak."

"Kunci semua pintu dan tidur. Ya."

"Baiklah."

Pak Darmono merasa lega. Belum sa'atnya memberi tahu simbok. Besok saja dia akan mengajaknya kemari, tapi harus bicara pelan-pelan, karena kalau tidak simbok bisa menangis bergulung-gulung.

"Bas, kalau kamu mau pulang, pulang saja, biar aku menungguinya disini."

"Apa bukan om saja yang pulang, biar saya disini ?"

"Tidak Bas, aku harus melihat perkembangan Bagas. Aku tidak bisa meninggalkannya sebelum yakin bahwa dia baik-baik saja."

"Baiklah om, saya pergi dulu. "

Tapi tak lama kemudian Basuki kembali sambil membawa dua setel pakaian luar dalam, yang diberikannya kepada pak Darmono.

"Bas, kamu membeli semua ini?"

"Om tidak mungkin tidak menggantikan pakaian om, pakai saja yang ini agar lebih nyaman."

"Terimakasih banyak Bas, besok pagi saja aku ganti pakaian, aku tidur pakai ini tidak apa-apa."

"Baiklah, om tidur saja, sementara Bagas juga biar istirahat. Bajunya yang satu untuk Bagas, ada juga sarung, biar perawat menggantikannya."

"Terimakasih banyak ya Bas."

***

"Bagaimana keadaan Bagas?" tanya Mery ketika menjelang pagi Basuki sampai dirumah.

"Gegar otak dan luka-luka dikepala.Tapi dia sadar, tampaknya tidak menghawatirkan."

"Ah, syukurlah. Lalu dimana om Darmono sekarang ?

"Masih dirumah sakit, aku suruh pulang nggak mau."

"Ya, maklumlah, mungkin menunggu bagaimana keadaan Bagas dulu."

"Aku jadi mikir simbok."

"Kenapa simbok? Apa hubungannya?"

"Bukan simbok kita, simboknya Bagas. Dia tidak tahu kalau Bagas kecelakaan. Pak Darmono belum memberi tahu karena takut simboknya nangis meraung-raung. Dia itu kan sayang sekali sama Bagas."

"Tapi kan tetap saja harus diberitahu. Lha om Darmono tidak pulang semalaman, pasti dia bertanya-tanya."

"Kamu mau ikut membezoek Bagas ?"

"Iya, aku mau..nggak apa-apa aku ikut, sebenarnya sih aku mau ke warung, tapi aku ikut saja, aku akan mengabari Mini bahwa aku harus membezoek Bagas. Tapi  nanti agak siang berangkatnya ya, supaya kamu beriatirahat dulu. Ini hampir pagi dan kamu belum tidur kan?"

"Baiklah, mm.. senangnya ada yang memperhatikan.."

"Iya lah, aku kan isteri kamu."

"Terimakasih, isteriku cantik," kata Basuki sambil memeluk isterinya.

"Iih, pagi-pagi ngegombal !"

"Aku penginnya ngegombal terus dong..."

"Sudah, itu minuman hangat diminum dulu, lalu segera tidur."

"Temenin .."

"Manja.."

"Biarin."

"Oh ya Bas, bagaimana kalau nanti kita berangkat ke rumah sakit sambil nyamperin simbok, simboknya Bagas itu."

"Diajak kesana ?"

"Iyalah, pasti dia bingung mengapa majikannya tidak pulang. Nanti aku akan memberi tahu secara perlahan supaya dia tidak kaget."

"Baiklah, terserah kamu saja, aku tidur nih.."

***

"Ini ada apa ya, kok bapak nggak pulang semalaman, padahal nanti mas Bagas kan mau pulang," gumam simbok setelah pulang dari pasar, dan mendapati mobil majikannya belum ada di garasi, berarti majikannya belum pulang.

Simbok segera berkutat didapur. Masakan harus segera selesai, sebelum Bagas datang.

"Bapak itu kemana ya? Katanya menemui teman lama, kok sampai menginap, apa temannya ada diluar kota?" gumamnya terus sambil terus memasak.

Dua jam lebih simbok sudah menyelesaikan masakannya, ditata dengan apik dimeja. Kuahnya nanti tinggal dipanaskan. Ayam goreng, perkedel, tempe goreng dan kerupuk siap ditata termasuk kelengkapan timlo yang tidak dicampur dengan kuahnya.

Simbok lega ketika semuanya sudah terhidang. Kemudian dia pergi mandi. Tapi sampai selesai mandi belum tampak pak Darmono datang, apalagi Bagas.

"Perasaanku kok tidak enak ya," gumam simbok sambil menuju kearah depan. Simbok hampir bersorak ketika mendengar mobil masuk kehalaman. Tapi simbok kecewa. Mobil itu berwarna abu-abu, bukan merah."

"Itu bukan mobilnya mas Bagas, juga bukan mobilnya bapak," gumam simbok sambil melongok-longok.

Yang turun lebih dulu adalah seorang wanita cantik, simbok lupa-lupa ingat, seperti pernah bertemu, tapi lupa... dan belum juga teringat sampai si cantik itu sampai dihadapannya.

'Mbok, pangling sama saya ?"

"Iya itu, pangling bener, sepertinya pernah bertemu ya bu.."

"Saya kan pernah mengirim timlo kemari.. simbok yang menerima kan?"

"Owalaaah... iya.. iya.. simbok ingat.. aduuh.. sekarang tambah cantik..ya saya lupa. Tapi ini rumah kosong tuh bu, bapak pergi sejak semalam."

"Iya mbok, bolehkah saya masuk ?"

"Oh, mau menunggu, silahkan, silahkan.." kata simbok yang mengira Mery akan menunggu.

"Terimakasih mbok."

"Saya buatkan minuman dulu ya bu, sama itu.. sopirnya sekaliyan."

"Itu suami saya mbok."

"Oh, aduh.. ma'af.. ma'af.. habisnya tidak mau turun."

"mBok, tidak usah buat minuman, duduk disini saja, saya mau ngomong."

Simbok kemudian duduk disitu dengan heran, sepertinya ada sesuatu yang akan disampaikan tamunya ini.

"mBok, bukankah om Darmono sedang pergi ?"

"Iya bu, saya juga heran, semalam katanya menemui teman lama, kok sampai sekarang belum pulang. Saya juga menunggu mas Bagas, sudah memasak timlo kesukaannya. Kok sampai sekarang juga belum pulang."

"Begini saja mbok, simbok bawa masakan simbok itu dengan rantang, pokoknya lengkap masakan simbok, nanti kita antarkan ketempat Bagas."

"Lho, memangnya mas Bagas ada dimana?"

"Nanti simbok akan tahu, sudah, ayo kita bawa masakan simbok itu, pasti Bagas akan senang. Buruan ya mbok."

"Simbok juga boleh ikut?"

"Ya boleh mbok, kan Bagas kangen sama simbok juga. Jangan lupa tolong bawakan baju Bagas sama bapak untuk beberapa hari. Juga simbok jangan lupa membawa baju ganti."

"Memangnya akan menginap?"

"Mungkin simbok akan diajak menginap lebih lama."

"Aduh, apa lagi pada piknik ya," gumam simbok seperti kepada dirinya sendiri.

"Ayo mbok, cepatlah, kita sudah ditunggu lho."

"Oh, baiklah, simbok juga harus ganti baju dulu ya bu.." kata simbok yang langsung beranjak kebelakang, dengan benak masih dipenuhi tanda tanya. Mengapa Bagas tidak pulang dan justru tamunya itu menyuruh membawa masakannya untuk menemui Bagas. Juga harus membawa bekal baju-baju. Dimana mas Bagas kita-kira, bisik batin simbok.

Akhirnya simbok ikut bersama Mery dan Basuki. Mery duduk dibelakang bersebelahan dengan simbok supaya mudah kalau ingin mengatakan sesuatu nanti.

***

Simbok yang semula diam saja disuruh ikut bersama Mery dan Basuki, lama-lama bingung juga. Mengapa jalannya sampai jauh. Aduh, jangan-jangan aku ini diculik, pikir simbok. Tapi untuk apa menculik aku, perempuan tua, tidak ada menarik-menariknya, harta juga  tidak punya. pikirnya terus.

"Ini kita mau kemana ya bu?" tak tahan akhirnya simbok bertanya.

"Lho, simbok mau ketemu mas Bagas tidak?"

"Iya bu, saya mau, apa mas Bagas ada bersama bapak juga?"

"Iya mbok, nanti simbok juga akan ketemu bapak Darmono juga."

"Ini kok aneh ya, sebenarnya dimana mereka bu?"

"Simbok.. kalau saya kasih tahu jangan kaget apalagi menangis.."

"Haduh.,. ada apa bu.. ada apa?" belum-belum simbok mendadak ketakutan.

"Dengar mbok, simbok tidak usah ketakutan. Pokoknya mereka baik-baik saja, dan pasti suka kalau nanti simbok membawakan timlo pesanannya."

"Tapi kok kata-katanya.. jangan kaget.. jangan menangis... saya takut bu."

"Iya, simbok jangan kaget, karena tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Bagas ada dirumah sakit."

"Apaa? Ada apa momonganku?"

"Lho, kan tadi simbok sudah saya beri tahu kalau Bagas pasti suka kalau simbok membawakan masakan yang disukainya. Berarti Bagas baik-baik saja."

"Lha dirumah sakit itu dia ngapain bu? Ada apa?"

"Ada kecelakaan kecil.."

"Aduh biyung,, kecelakaan? Mas Bagas kecelakaan? Lalu bagaimana ?" kata simbok hampir menangis.

"Bagas tidak apa-apa mbok, coba nanti simbok lihat,  makanya saya bilang simbok jangan kaget jangan menangis."

"Oalaaah..  ternyata ini jawabannya. Mengapa bapak tiba-tiba pergi, katanya mau ketemu kenalan lama, tidak usah ditunggu, suruh makan dan lalu tidur.. kunci semua pintu... Ini sebabnya.. kok bapak tidak bilang terus terang kalau mas Bagas kecelakaan."

"Lha bapak kan belum tahu keadaannya mbok, nanti simbok belum-belum sudah nangis ..panik.. jadi simbok tidak dikasih tahu lebih dulu."

"Tapi benarkah mas Bagas tidak apa-apa?"

"Nanti kan simbok bisa melihatnya. Tapi janji ya, tidak boleh menangis disana. Nanti kalau simbok menangis, mas Bagas jadi sedih, lalu sakitnya nggak sembuh-sembuh."

"Iya.. iya.. kalau memang tidak apa-apa.. simbok tidak akan menangis."

"Nah, gitu dong. Pasti dia akan senang kalau simbok membawakan masakan pesanannya."

***

Tapi ternyata ketika sudah berada disamping Bagas, simbok tidak bisa menyembunyikan tangisnya. Sambil berlinangan air mata, dielusnya tangan Bagas, Diciuminya sampai basah tangannya.

"mBok, aku tidak apa-apa."

"Seperti ini kok tidak apa-apa... makanya kalau naik mobil itu hati-hati. Pasti mas Bagas ngebut. Ya kan?"

"Iya mbok, habisnya, aku kangen sama simbok."

"Ya ampuun... mas Bagas jangan begitu. Cuma kangen saja kok membahayakan nyawa sendiri."

"Padahal simbok tadi sudah masak buat aku?"

"Iya mas, itu.. sama bu Mery masakannya disuruh bawa. Mau ya..simbok ambilkan."

"Simbok masak apa?"

"Masak timlo.. kan akhir-akhir ini mas Bagas suka timlo."

"Iya mbok.. suapin ya..."

Dengan penuh semangat simbok menyuapi Bagas.

Pak Darmono berterimakasih pada Mery dan Basuki karena telah membawa simbok kemari, dan tidak terjadi ada tangis berguling-guling ketika mengetahui keadaan Bagas.

"Pelan-pelan saya beri tahu dia, tidak sekaligus om."

"Kamu pintar Mery."

"Om mau pulang dulu atau bagaimana ?" tanya Basuki pada pak Darmono.

"Aku kira aku akan disini dulu Bas, sampai Bagas benar-benar baik. Dan kebetulan juga ada simbok, nanti bisa meladeni Bagas, dan pasti simbok akan senang."

"Jadi om sama simbok akan disini dulu beberapa hari?"

"Iya Bas. Pekara baju ganti nanti gampang."

"Simbok membawa baju ganti untuk Bagas juga, gampang nanti om, kalau masalah baju."

"Sudah aku duga om sama simbok akan menginap disini, itulah sebabnya saya menyuruh dia membawa baju ganti om," kata Mery.

"Terimakasih banyak Mery, Bas, kalau tidak ada kalian betapa akan bingungnya aku."

"Tidak apa-apa om, bukankah saya ini putera om juga? Tapi saya lihat Bagas lebih segar."

"Iya, hanya kadang-kadang masih merasa pusing."

"Tidak apa-apa om, lama-lama pasti juga akan sembuh. Om sabar ya."

***

Siang hari itu Kristin sudah duduk dimeja warung, menikmati makan siangnya, semangkuk nasi timlo. Sambil makan itu Kristin beberapa kali menoleh kebelakang.

"Tampaknya mbak Mery belum datang ke warung ya?" tanya Kristin pada pelayan yang melayaninya.

"Sebetulnya tadi mau kesini mbak, tapi katanya harus membezoek ke Salatiga."

"Siapa yang sakit ?"

"Katanya mas yang sering kemari dengan mobil merah itu."

"Bagas ?"

"Ya mbak."

"Mengapa sakitnya di Salatiga?"

"Katanya kecelakaan."

Kristin terpana, sesa'at ia seperti tak bisa bersuara. Gemetar diambilnya ponselnya.

***

besok lagi ya



Tidak ada komentar:

Posting Komentar