*CINTAKU ADA DIANTARA MEGA 31*
Bagas tertegun. Ia sangat
mengenali mobil itu, dan hatinya berdebar ketika pengemudi mobil itu turun,
menampakkan sesosok gadis cantik anggun, yang kemudian melangkah dengan manis
kearahnya.
"Bagaaas," tiba-tiba
panggilan itu terasa seperti alunan kidung indah yang entah dari mana
datangnya.
"Bagaaas, " panggilan
itu masih diucapkannya ketika ia berhenti dan berdiri sangat dekat dengan
dirinya.
"Mengapa.. pagi-pagi...
kemari?" tanya Bagas agak gugup.
"Aku tahu kamu akan pergi
hari ini."
"Lalu ?"
"Aku ingin melihatmu untuk
terakhir kalinya, dan mengucapkan selamat jalan."
Tiba-tiba Bagas terkejut mendengar
kata 'terakhirkalinya', tidakkah mereka bisa bertemu lain kali? Bagas menatap
wajah cantik bermata bintang itu lekat-lekat.
"Mengapa terakhir kalinya ?
"Apa?"
"Maksudku.. ucapanmu tadi,
bertemu untuk terakhir kalinya, memangnya kamu mau kemana? Mau menikah?"
Kristin tertawa lirih, menampakkan
sederet gigi putih bak mutiara, menyembul dibalik bibirnya yang tipis.
"Aku belum mau menikah, belum
ada yang mau."
"Ehem.." Bagas berdehem
pelan. Dalam hati dia bersyukur. Apakah tadi dia ketakutan kalau hal itu
benar terjadi? Ya Tuhan, Bagas menjadi bingung atas perasaannya sendiri. Hanya
mendengar kata 'terakhir kalinya' saja dia menjadi sedikit panik.
"Bagas, selamat jalan ya,
semoga sukses dalam semua tugas kamu," kata Kristin sambil menampakkan
mata yang berkaca.
"Terimakasih, Kris..."
"Aku akan sering pulang.
Bisakah bertemu ?" nah, Bagas mulai berani, habisnya kalau tidak
dikeluarkan juga pasti sangat menyesak terasa didada. Itu hanya sedikit
kata-kata yang keluar, dari beribu kata yang ingin diucapkan. Tampaknya Bagas
memang masih malu-malu.
"Tentu saja bisa, kalau kamu
memberi tahu sa'at kamu pulang."
Bagas menghela nafas lega. Entah
darimana datangnya keberanian itu, tiba-tiba Bagas meraih tangan Kristin dan
menggenggamnya erat.
"Semoga kamu juga sukses
mengendalikan perusahaan ayah kamu."
Kristin mengangguk, kedua tangan
yang bergenggaman terasa berkeringat. Ada kilat memercik dari debur jantung
yang semakin keras.
"Aku langsung ke kantor, kamu
hati-hati," kata Kristin sambil melepaskan genggaman itu.
"Terimakasih, kamu juga
hati-hati," kata Bagas lirih, lalu dipandanginya punggung Kristin sampai
kembali masuk kemobilnya, dan menjalankannya mundur, lalu mendapatkan lambaian
tangan, dan mobilnya menghilang dibalik pagar.
Bagas tersenyum. Ia membalikkan
tubuhnya, ingin berpamit lagi pada ayahnya dan simbok, tapi keduanya tak ada
lagi disana.
"Bapak..." Bagas kembali
kerumah, dilihatnya bapaknya duduk bersandar dikursi teras, sedangkan simbok
duduk dibalik pintu.
"Bapak sama simbok kok disini
? Bagas mau pergi nih."
Pak Darmono bangkit dan tersenyum.
"Kan baru ada adegan
romantis, ya bapak sama simbok memilih masuk rumah dulu, nanti kamu
sungkan."
"Aah, bapak ada-ada saja.
Bagas pamit ya," sekali lagi Bagas menyalami dan mencium tangan ayahnya,
lalu mereka berpelukan.
"Hati-hati ya le."
"Mohon do'a restu,
bapak."
Pak Darmono mengangguk, lalu
menepuk bahu Bagas dengan hangat.
"mBok, aku pergi, ingat ya,
hari Sabtu masak yang enak untuk aku." kata Bagas sambil memeluk simbok.
Tak urung simbok kembali meneteskan air mata.
***
Hari itu bu Sumini diajak kerumah
sakit. Basuki dan Mery mengantarkannya. Agak alot awalnya, takut disuruh kemo
oleh dokternya.
"Tidak bu, dokter tidak akan
memaksa, ibu tenang saja. Kalau memang ibu tidak mau ya tidak akan
dipaksa."
"Benarkah ?"
Dan setelah diyakinkan oleh Mery
berkali-kali, barulah bu Sumini mau berangkat. Sekarang mereka sedang menunggu
antrian untuk menemui dokternya.
Lalu ketika mereka benar-benar
sudah berada dihadapan dokter, apa yang kemudian dikatakan dokter, sungguh
mengejutkan mereka, terutama Basuki.
"Ini, perut ibu kok tidak ada
terasa apa-apa ya? Bagus, Benjolan yang semula mengeras disini, tidak ada lagi.
Hm.. ini aneh.. bagaimana perasaan ibu?"
"Baik-baik saja dok."
"Masih suka mengeluarkan
darah ?"
"Sudah dua hari ini
tidak."
"Bagus sekali. Dan ibu
kelihatan sehat."
Dokter membuka mata bu Sumini, dan
menyuruhnya duduk.
"Sudah bu, sudah cukup."
"Jangan menyuruh saya di kemo
lagi dokter," kata bu Sumini masih khawatir. Dokter itu tertawa.
"Tidak ada yang harus dikemo.
Tapi untuk meyakinkan, ibu harus cek darah dan USG lagi, saya ingin melihat hasilnya."
"Apakah maksud dokter... ibu
sudah sembuh ?" tanya Basuki.
"Saya belum mengatakan
begitu, tapi saya merasa bu Sumini baik-baik saja. Benjolan yang ada tidak
terasa lagi. Ini luar biasa."
"Oh, syukurlah.."
"Ibu dikasih minum apa?"
tanya dokter sambil menulis resep dan pengantar ke laborat.
"Saya minum jamunya mbah
Kliwon dokter.
"Jamu apa? mBah Kliwon
siapa?"
"Orang desa. Jamunya pahit
sekali, selama sepuluh hari saya minum terus setiap pagi."
"Oh ya?" dokter itu
menatap bu Sumini tak percaya.
"Seminggu setelah saya minum,
saya mengeluarkan darah dan ada benda seperti daging, bukan darah, keluar
bersamanya."
"Oo? Apakah benda itu
disimpan atau ..?"
"Dibuang dok, setelah itu
darah yang keluar semakin sedikit, perut saya tidak sakit lagi. Dan saya doyan
makan sangat banyak dok."
"Oh, sayang sekali ibu
membuang benda itu. Kalau tidak bisa diperiksa di laborat, apakah itu kanker
yang mengeram ditubuh ibu selama ini."
"Saya ketakutan. Saudara yang
membantu saya waktu itu langsung membuangnya. Waktu itu semua sibuk, karena ada
acara pernikahan anak saya ini." kata bu Sumini sambil menunjuk kearah
Basuki dan Mery yang ada disampingnya.
"Oh, pengantin baru rupanya,
selamat ya."
"Terimakasih dokter, kata
Mery dan Basuki bersama-sama.
"Ah, sayang sekali benda itu
dibuang.. Dan hebat jamunya siapa tadi itu bu..?."
"mBah Kliwon, begitu
orang-orang menyebutnya."
"Dia seorang dukun?"
"Bukan. Dia hanya seorang tua
yang suka minum jamu. Dia selalu minum ntuk dirinya sendiri, lalu ketika saya
mengeluh sakit, dia memberi saya jamu."
"Bukan main. Suatu ketika
saya harus bertemu dia dan menanyakan ramuannya itu."
"Ya dokter, silahkan,
dia tinggal di Sarangan."
"Tadinya saya khawatir ketika
ibu minum jamu-jamu itu, tapi saya biarkan karena ibu merasa lebih enak. Cuma
saya harus yakin bahwa ibu benar-benar sembuh," kata Basuki.
"Oh ya, baiklah,nanti akan
kita lihat setelah hasil dari laborat dibawa kembali kepada saya.. Baiklah ini
resep, isinya hanya vitamin, dan obat penambah darah. Yang ini surat untuk
periksa ke laboratorium ya bu."
"Terimakasih banyak
dokter," kata Mery yang tak bisa apa-apa karena bu Sumini sudah mengatakan
semuanya.
"Barangkali besok kalau hasil
labnya jadi akan banyak yang saya tanyakan, dokter."
"Baiklah, silahkan."
***
Pak Suryo masuk keruang kantor
Kristin, mendapati anaknya sedang melamun disofa. Pak Suryo segera duduk
dihadapannya, menatapnya tajam.
"Bagaimana direktris kita ini
bisa memajukan perusahaannya kalau setiap hari hanya melamun saja?"
"Papa, kenapa papa tidak bilang
kalau mau datang?"
"Apa ada peraturan disini
yang mengharuskan aku selalu harus mengabari setiap kali datang?"
"Bukan begitu pa, Kristin
cuma kaget."
"Ah, mengapa harus kaget
hanya karena papa datang?"
Kristin menghela nafas.
"Tampaknya kamu benar-benar
merasa kehilangan."
"Iya pa.." jawab Kristin
pilu.
"Kamu sudah ketemu ketika dia
mau berangkat kan?"
"Iya.."
"Apa dia tak tampak sedih
ketika harus berpisah dengan kamu?"
"Mana Kristin tahu pa, dia
tidak mengatakan kalau dia sedih."
"Orang sedih kan
kelihatan."
"Malah Kristin yang hampir
menangis, malu pa."
"Dia mengatakan apa ?"
" Dia bilang... apa boleh
ketemu kalau dia nanti pulang.. gitu."
"Itu pertanda baik."
"Benarkah ?"
"Berarti dia berharap bisa
bertemu kamu lagi."
"Apa berarti dia suka?"
"Suka lah.. kamu itu
terlalu bodoh dalam hal cinta."
"Papa...."
"Sudah, lanjutkan
pekerjaanmu, papa cuma mau menemani kamu." kata pak Suryo sambil meraih
koran yang ada datas meja.
***
Hampir seminggu Bagas menjalankan
tugas barunya. Ia mulai mempelajari semua data-data yang pernah ditunjukkan
Basuki. Tidak mudah memahami hal-hal baru, namun Bagas mulai dapat
menguasainya. Besok hari Sabtu, Bagas ingin pulang. Ia harus memenuhi janjinya,
pada simbok, tapi ada keinginan lain yang sangat mengusik perasaannya, yaitu
bertemu Kristin. Sungguh Bagas harus mengakui, ada rindu yang menghentak-hentak
dadanya,
"Benarkah aku jatuh
cinta? Dulu aku sangat kesal terhadapnya. Suaranya yang merengek-rengek,
dan selalu memaksakan kehendak, aku sangat membencinya. Tapi ketika suara itu
tak ada, lebih-lebih wajah cantik pintar ceroboh itu tak pernah aku lihat
lagi, tiba-tiba ada rasa rindu yang menggigit-gigit kalbu," gumam Bagas
"Kris... aku kangen sama
kamu," bisiknya lirih, sambil membenahi barang-barangnya. Kantor
sudah sepi, Bagas memang pulang agak belakangan karena semuanya baru
diselesaikan sore hari itu. Kemudian Bagas menutup ruangannya, lalu melangkah
kerumah, yang letaknya hanya disamping kantor.
Ketika ia memasuki rumah, Karso
sudah menyiapkan minuman hangat dimeja depan.
Bagas duduk, dan menikmati teh
panas diudara yang mulai terasa dingin. Tiba-tiba Karso muncul lagi dengan
sepiring pisang goreng.
"Kok ada pisang goreng
So?"
"Pisang dikebun belakang yang
saya unduh tiga hari lalu, sudah masak pak. Besok kalau bapak pulang bisa
membawanya."
"Oh, baguslah, nanti aku juga
akan mengirimkannya pada mas Basuki."
"Saya siapkan sekarang saja
pak, jadi besok tidak usah menata lagi, tinggal dimasukkan kedalam
Bagasi."
"Ya, terserah kamu
saja."
"Malam ini bapak mau makan
apa?"
"Tapi kok aku ingin pulang
sekarang ya So."
"Lho, katanya besok
pagi-pagi, harusnya pak Bagas istirahat dulu."
"Tadinya pengin istirahat
dulu, tapi kok sekarang ingin pulang. Ingin membuat kejutan orang rumah
So."
"Wah, pak Bagas ini kok ya
suka sekali bikin kejutan. Ya sudah, bisangnya saya potong-potong dulu, lalu
saya masukkan kedalam plastik, supaya getahnya tidak mengotori bagasi."
"Baiklah So."
Bagas tersenyum , membayangkan
betapa ayahnya dan simbok pasti akan terkejut ketika tiba-tiba dia muncul. Tapi
sesungguhnya Bagas lelah sekali. Benar anjuran Karso bahwa dia sebaiknya
istirahat saja dulu. Tapi tidak, wajah cantik centil itu mengganggunya, dia
akan mengejutkannya pagi-pagi sekali. Tak tahan lagi dia, Mengapa harus malu
mengakui kalau memang dia cinta? Besok dia akan mengatakannya. Janji Bagas
dalam hati.
Sambil menekan rindu itu Bagas
mencomot sepotong pisang goreng yang masih hangat.
"Pak, pisangnya sudah saya
masukkan ke bagasi, apa ada yang harus dibawa lagi pak?" tanya Karso.
"Tidak, sudah cukup So.
Mungkin saya akan kembali Minggu sore."
"Baiklah So. Saya pergi
dulu."
"Hati-hati pak, tidak usah
terlalu kencang mengendarainya, Biasanya kalau sore begini banyak
bersimpangan dengan bis-bis besar jurusan Jakarta."
"Iya So, aku tahu." kata
Bagas sambil masuk kedalam mobilnya, mentraternya dan membawanya melaju kejalan
raya.
***
Sore itu Kristin juga masih berada
dikantornya. Pak Suryo menunggu. Tapi Kristin malah berdiri dari tempat
duduknya, lalu duduk di sofa, dihadapan ayahnya.
"Kok malah duduk, kamu tidak
ingin pulang?"
"Ingin pa, tapi maukah sore
ini mampir ke warungnya mbak Mery?"
"Mau apa kamu kesana ?
Paling-paling Mery belum ada di warungnya, kan pengantin baru?"
"Kristin cuma ingin
makan pa, tadi siang Kritin cuma makan sedikit, nggak cocok lauknya."
"Haha.. tumben kamu
bilang nggak cocok, biasanya kamu juga makan disana kan ?"
"Nggak tahu deh pa, kayaknya
jauh lebih enak makan di warungnya mbak Mery."
"Apa masih buka, jam
segini."
"Coba aja lewat sana, siapa
tahu masih buka."
"Hm, sampai selera makan
anakku juga jadi berbeda setelah jatuh cinta," gumam pak Suryo lirih.
"Apa pa ?"
"Nggak apa-apa, ayo cepatlah,
keburu tutup nanti warungnya."
Keduanya bergegas keluar. Ketika
sampai di parkiran, pak Suryo segera masuk kedalam mobilnya, tapi
tiba-tiba dilihatnya Kristin mencari sesuatu di tasnya.
"Ada apa?" tanya pak
Suryo sambil melongok keluar jendela.
"Kunci mobil ketinggalan
dimeja pa.."
"Ya ampun, kebiasaan kamu nih
Kris, tledornya nggak sembuh-sembuh. Sudah tinggalkan saja mobilmu disini, naik
mobil papa saja."
Kristin jadi teringat Bagas. Sejak
dulu ia sering kelupaan masalah kunci. Kunci mobi, kunci rumah. Dan ketika itu
ada Bagas yang disuruhnya berlari-lari mengambilnya. Bahkan ketika ia pulang
bersama Bagas, kunci rumah ketinggalan, Bagas juga disuruhnya memutar
mobilnya kembali ke kantor, padahal sudah hampir sampai rumah. Kristin
tersenyum, dan tiba-tiba rasa rindunya pada Bagas menyesak dadanya.
"Kristin !! Ngapain kamu
melamun disitu ?"
Kristin sadar dari lamunan, dan
bergegas menuju mobil ayahnya, duduk disamping ayahnya yang sudah mulai
menstarter mobilnya.
"Mikirin apa kamu?" kata
pak Suryo dalam perjalanan menuju warung Mery.
"Pa, besok hari Sabtu kan
?"
"Iya, memangnya kenapa? Besok
liburan, kamu ingin jalan-jalan kemana ?"
"Apakah Bagas pulang dihari
Sabtu ini?"
"Tuh, ternyata mikirin
Bagas," kata pak Suryo sambil tersenyum.
"Pa, dulu itu Bagas bilang
bahwa dia akan pulang setiap minggu."
"Lalu..?"
"Semoga besok bisa
ketemu."
"Kamu itu ya, eh.. bukan cuma
kamu, kalian.. kamu dan Bagas, cuma mau bilang suka saja kok susahnya minta
ampun."
"Kok aku sih pa, aku itu
sudah baik-baikin dia, sudah menunjukkan perhatian sama dia, tapi dianya yang
entah suka apa tidak sama Kristin, sampai sekarang masih juga Kristin tidak
tahu." kata Kristin datar. Sesungguhnya dia meragukan perasaan Bagas.
Biarpun bilang ingin ketemu, apakah itu berarti cinta? Kristin tidak tahu
bahwa Bagas sudah merencanakan ingin mengucapkan itu esok hari.
***
"mBok, " panggil pak
Darmono setelah shalat Maghrib.
"Ya, pak.."
"Kamu suda sholat?"
"Sudah, ini tadi sedang
menyiapkan makan malam untuk bapak."
"Ya sudah, aku cuma mau
bilang, besok kan Bagas pulang, kamu mau masak apa?"
"Mas Bagas itu sukanya soto.
Tapi akhir-akhir ini suka timlo. Apa besok simbok masak timlo saja ya pak, sama
perkedel, tempe goreng, ayam goreng, begitu?"
"Ya sudah terserah kamu. Uang
untuk belanja masih cukup?"
"Masih pak, besok simbok mau
kepasar pagi-pagi sekali, supaya kalau mas Bagas sampai dirumah simbok sudah
selesai masak."
"Ya sudah, ini aku tambahin
uang untuk belanja besok."
"Masih cukup kok pak."
"Bawa saja, barangkali
kurang."
"Baik pak, saya melanjutkan
menyiapkan makan malam ya pak."
"Ya, bilang kalau sudah
siap."
Simbok beranjak kebelakang.
Pak Darmono menyandarkan tubuhnya,
dan wajahnya tampak berseri. Besok Bagas akan pulang, dia akan mengajaknya
jalan-jalan sama simbok juga. Lalu pak Darmono ingat bahwa ia berjanji
pada simbok akan mengajaknya ke Ungaran.
"Ah, besok sudah ketemu,
kapan-kapan saja," gumam pak Darmono.
Tiba-tiba ponsel pak Darmono
berdering. Nomor tak dikenal, tapi pak Darmono mengangkatnya, barangkali ada
yang penting.
"Hallo, benar, ini saya
sendiri. Apaa?"
***
besok lagi ya.
CINTAKU ADA DIANTARA MEGA 32
(Tien Kumalasari)
Pak Darmono terpaku ditempatnya,
gemetar tangannya yang masih memegang ponsel.
"Pak, makan malam sudah
siap."
"Ya.. ya.. sebentar, aku mau
pergi dulu," kata pak Darmono yang kemudian beranjak kebelakang untuk
mengambil kunci mobil.
"Bapak mau kemana?"
"Sebentar, ada perlu,"
kata pak Darmono sambil terus melangkah kearah garasi. Ia tak mau mengatakan
yang terjadi, khawatir simbok akan menangis menggerung-gerung.
"Mengapa dia pulang malam
ini, bukankah janjinya hari Sabtu? Pastinya dia sangat lelah, menyetir mobil
jarak jauh pula. Dan ini kan akhir pekan, pasti jalanan ramai," gumam pak
Darmono sambil terus memacu mobilnya ke rumah sakit di Salatiga.
Ketika ponselnya berdering
kembali, pak Darmono enggan membukanya, tapi ketika dilihatnya dari Basuki, pak
Darmono lalu mengangkatnya.
"Hallo Bas?"
"Ma'af om, saya menelon Bagas
kok nggak diangkat, cuma mau menanyakan apa kira-kira dia pulang ke Solo besok
pagi?"
"Bagas pulang sore ini
Bas."
"Oh, sudah dirumah?"
"Tidak, dia mengalami
kecelakaan."
"Apa ?"
"Mobilnya menabrak pohon,
sekarang aku lagi dalam perjalanan ke Salatiga."
"Ya ampun, baiklah, saya
segera menyusu,. om sampai mana ini?"
"Sudah di Boyolali Bas."
"Baiklah, om hati-hati,
tenang dan jangan panik, saya berangkat sekarang."
Pak Darmono merasa tenang karena
Basuki akan menyusulnya. Tadi ingin mengabari tapi belum jadi, karena panik
***
Pak Darmono tiba dirumah sakit,
mendapati Bagas sudah sadarkan diri. Tapi tubuhnya terbaring lemah.Ada perban
dikepala, ada bercak darah disana. Dan selang infus tersambung ke pergelangan
tangannya. Pilu pak Darmono menatap anaknya seperti itu.
"Mengapa kamu ini Gas?
Tergesa pulang, padahal harusnya istirahat dulu, ya kan?
"Ma'af, bapak.." jawab
Bagas lemah.
"Apa yang terjadi?"
"Bagas menabrak pohon, ketika
sebuah bis besar dari depan nyelonong menyalip mobil didepannya."
"Kamu lelah, harusnya
istirahat dulu."
"Ya.."
"Rasanya bagaimana?"
"Pusing, bapak.."
"Ya sudah, sabar dulu."
"Bapak, pak Bagas akan
dipindahkan ke ruang rawat inap. " kata perawat sambil mendekat.
"Baiklah, Pilihkan
kamar terbaik untuk anak saya ya sus," pesan pak Darmono.
Pak Darmono menemui dokter.
"Saudara Bagas mengalami
gegar otak. Dan beberapa luka dikepalanya. Ia harus tinggal beberapa hari untuk
memulihkannya."
"Apakah itu berbahaya
dokter?"
"Tidak, asalkan mematuhi
semua petunjuk. Ada resep yang akan diberikan suster ya pak."
"Baiklah, terimakasih banyak,
dokter."
***
Bagas sudah dipindahkan keruang
rawat inap. Lalu pak Darmono pergi ke apotik untuk mengambilkan obatnya..
Ketika itulah Basuki muncul.
"Bagaimana om?"
"Gegar otak dan ada beberapa
luka dikepala. Aku baru mau mengambil obatnya."
"Biar saya membayarnya
om."
"Sudah aku bayar Bas, tinggal
menunggu obatnya, terimakasih banyak."
"Mengapa om tidak menunggu
saya?"
"Aku bingung Bas, langsung
berangkat, untunglah aku membawa uang, dan cukup."
Keduanya duduk diruang tunggu.
"Apa yang sebenarnya terjadi
om? Bukankah Bagas akan pulang di hari Sabtunya?"
"Itulah, dia ingin cepat-cepat
pulang, pastinya kangen sama simboknya."
"Tabrakan dengan apa?"
"Tidak tabrakan, dia menabrak
pohon. Mungkin untuk menghindari sesuatu, Dia panik, ditambah tubuhnya yang
lelah. Yaah, sembrono dia, harusnya istirahat dulu, baru besoknya berangkat."
"Ya sudah om, tenangkan hati
om, yang penting Bagas selamat."
"Mobilnya diderek ke kantor
polisi, padahal itu mobil pemberian kamu, dan baru."
"Tidak apa-apa om, mobil itu
kan bisa beli lagi, kalau nyawa, dimana membelinya?"
Pak Darmono menghela nafas, penuh
sesal.
"Nanti biar saya yang
mengurus administrasinya om, ini tanggung jawab saya."
"Menyusahkan ya Bas?"
"Tidak, om jangan berfikir
begitu. Bagas itu kan seperti adik saya."
Ketika obat sudah diberikan,
keduanya masuk kedalam kamar inap Bagas. Dilihatnya Bagas memejamkan mata.
Basuki mendekat, memegang tangannya pelan. Bagas membuka matanya.
"Mas.. ma'af.." hanya
itu yang diucapkannya dengan lemah.
"Sudah, jangan fikirkan, yang
penting kamu selamat dan segeralah sehat."
Bagas hanya mengangguk, lalu
mengatupkan kembali kelopak matanya. Basuki menepuk-nepuk tangan Bagas,
kemudian duduk di sofa yang ada dikamar itu, berhadapan dengan pak Darmono yang
tampak lesu.
"Tenang om, Bagas tidak
apa-apa."
"Ya, simbok pasti bingung.
Aku akan mengabarinya dulu."
"Sebaiknya jangan dulu bilang
Bagas kecelakaan om, nanti dia panik."
"Ya, aku tahu," jawab
pak Darmono sambil membuka ponselnya.
"Hallo.." jawab simbok
dari seberang.
"mBok, aku jangan ditunggu
ya, kalau kamu mau makan, makan saja, dan tidur, aku tidak usah ditunggu."
"Memangnya bapak kemana
?"
"Ini mbok, mm... ada
pertemuan dengan kawan lama, mungkin sampai larut, Jadi simbok nggak usah
menunggu ya."
"Baiklah bapak."
"Kunci semua pintu dan tidur.
Ya."
"Baiklah."
Pak Darmono merasa lega. Belum
sa'atnya memberi tahu simbok. Besok saja dia akan mengajaknya kemari, tapi
harus bicara pelan-pelan, karena kalau tidak simbok bisa menangis
bergulung-gulung.
"Bas, kalau kamu mau pulang,
pulang saja, biar aku menungguinya disini."
"Apa bukan om saja yang
pulang, biar saya disini ?"
"Tidak Bas, aku harus melihat
perkembangan Bagas. Aku tidak bisa meninggalkannya sebelum yakin bahwa dia
baik-baik saja."
"Baiklah om, saya pergi dulu.
"
Tapi tak lama kemudian Basuki
kembali sambil membawa dua setel pakaian luar dalam, yang diberikannya kepada
pak Darmono.
"Bas, kamu membeli semua
ini?"
"Om tidak mungkin tidak
menggantikan pakaian om, pakai saja yang ini agar lebih nyaman."
"Terimakasih banyak Bas,
besok pagi saja aku ganti pakaian, aku tidur pakai ini tidak apa-apa."
"Baiklah, om tidur saja,
sementara Bagas juga biar istirahat. Bajunya yang satu untuk Bagas, ada juga
sarung, biar perawat menggantikannya."
"Terimakasih banyak ya
Bas."
***
"Bagaimana keadaan
Bagas?" tanya Mery ketika menjelang pagi Basuki sampai dirumah.
"Gegar otak dan luka-luka
dikepala.Tapi dia sadar, tampaknya tidak menghawatirkan."
"Ah, syukurlah. Lalu dimana
om Darmono sekarang ?
"Masih dirumah sakit, aku
suruh pulang nggak mau."
"Ya, maklumlah, mungkin menunggu
bagaimana keadaan Bagas dulu."
"Aku jadi mikir simbok."
"Kenapa simbok? Apa
hubungannya?"
"Bukan simbok kita, simboknya
Bagas. Dia tidak tahu kalau Bagas kecelakaan. Pak Darmono belum memberi tahu
karena takut simboknya nangis meraung-raung. Dia itu kan sayang sekali sama
Bagas."
"Tapi kan tetap saja harus
diberitahu. Lha om Darmono tidak pulang semalaman, pasti dia
bertanya-tanya."
"Kamu mau ikut membezoek
Bagas ?"
"Iya, aku mau..nggak apa-apa
aku ikut, sebenarnya sih aku mau ke warung, tapi aku ikut saja, aku akan
mengabari Mini bahwa aku harus membezoek Bagas. Tapi nanti agak siang
berangkatnya ya, supaya kamu beriatirahat dulu. Ini hampir pagi dan kamu belum
tidur kan?"
"Baiklah, mm.. senangnya ada
yang memperhatikan.."
"Iya lah, aku kan isteri
kamu."
"Terimakasih, isteriku
cantik," kata Basuki sambil memeluk isterinya.
"Iih, pagi-pagi ngegombal
!"
"Aku penginnya ngegombal
terus dong..."
"Sudah, itu minuman hangat
diminum dulu, lalu segera tidur."
"Temenin .."
"Manja.."
"Biarin."
"Oh ya Bas, bagaimana kalau
nanti kita berangkat ke rumah sakit sambil nyamperin simbok, simboknya Bagas
itu."
"Diajak kesana ?"
"Iyalah, pasti dia bingung
mengapa majikannya tidak pulang. Nanti aku akan memberi tahu secara perlahan
supaya dia tidak kaget."
"Baiklah, terserah kamu saja,
aku tidur nih.."
***
"Ini ada apa ya, kok bapak
nggak pulang semalaman, padahal nanti mas Bagas kan mau pulang," gumam
simbok setelah pulang dari pasar, dan mendapati mobil majikannya belum ada di
garasi, berarti majikannya belum pulang.
Simbok segera berkutat didapur.
Masakan harus segera selesai, sebelum Bagas datang.
"Bapak itu kemana ya? Katanya
menemui teman lama, kok sampai menginap, apa temannya ada diluar kota?"
gumamnya terus sambil terus memasak.
Dua jam lebih simbok sudah
menyelesaikan masakannya, ditata dengan apik dimeja. Kuahnya nanti tinggal
dipanaskan. Ayam goreng, perkedel, tempe goreng dan kerupuk siap ditata
termasuk kelengkapan timlo yang tidak dicampur dengan kuahnya.
Simbok lega ketika semuanya sudah
terhidang. Kemudian dia pergi mandi. Tapi sampai selesai mandi belum tampak pak
Darmono datang, apalagi Bagas.
"Perasaanku kok tidak enak
ya," gumam simbok sambil menuju kearah depan. Simbok hampir bersorak
ketika mendengar mobil masuk kehalaman. Tapi simbok kecewa. Mobil itu berwarna
abu-abu, bukan merah."
"Itu bukan mobilnya mas
Bagas, juga bukan mobilnya bapak," gumam simbok sambil melongok-longok.
Yang turun lebih dulu adalah
seorang wanita cantik, simbok lupa-lupa ingat, seperti pernah bertemu, tapi
lupa... dan belum juga teringat sampai si cantik itu sampai dihadapannya.
'Mbok, pangling sama saya ?"
"Iya itu, pangling bener,
sepertinya pernah bertemu ya bu.."
"Saya kan pernah mengirim
timlo kemari.. simbok yang menerima kan?"
"Owalaaah... iya.. iya..
simbok ingat.. aduuh.. sekarang tambah cantik..ya saya lupa. Tapi ini rumah
kosong tuh bu, bapak pergi sejak semalam."
"Iya mbok, bolehkah saya
masuk ?"
"Oh, mau menunggu, silahkan,
silahkan.." kata simbok yang mengira Mery akan menunggu.
"Terimakasih mbok."
"Saya buatkan minuman dulu ya
bu, sama itu.. sopirnya sekaliyan."
"Itu suami saya mbok."
"Oh, aduh.. ma'af.. ma'af..
habisnya tidak mau turun."
"mBok, tidak usah buat
minuman, duduk disini saja, saya mau ngomong."
Simbok kemudian duduk disitu
dengan heran, sepertinya ada sesuatu yang akan disampaikan tamunya ini.
"mBok, bukankah om Darmono
sedang pergi ?"
"Iya bu, saya juga heran,
semalam katanya menemui teman lama, kok sampai sekarang belum pulang. Saya juga
menunggu mas Bagas, sudah memasak timlo kesukaannya. Kok sampai sekarang juga
belum pulang."
"Begini saja mbok, simbok
bawa masakan simbok itu dengan rantang, pokoknya lengkap masakan simbok, nanti
kita antarkan ketempat Bagas."
"Lho, memangnya mas Bagas ada
dimana?"
"Nanti simbok akan tahu,
sudah, ayo kita bawa masakan simbok itu, pasti Bagas akan senang. Buruan ya
mbok."
"Simbok juga boleh
ikut?"
"Ya boleh mbok, kan Bagas
kangen sama simbok juga. Jangan lupa tolong bawakan baju Bagas sama bapak untuk
beberapa hari. Juga simbok jangan lupa membawa baju ganti."
"Memangnya akan
menginap?"
"Mungkin simbok akan diajak
menginap lebih lama."
"Aduh, apa lagi pada piknik
ya," gumam simbok seperti kepada dirinya sendiri.
"Ayo mbok, cepatlah, kita
sudah ditunggu lho."
"Oh, baiklah, simbok juga
harus ganti baju dulu ya bu.." kata simbok yang langsung beranjak
kebelakang, dengan benak masih dipenuhi tanda tanya. Mengapa Bagas tidak pulang
dan justru tamunya itu menyuruh membawa masakannya untuk menemui Bagas. Juga
harus membawa bekal baju-baju. Dimana mas Bagas kita-kira, bisik batin simbok.
Akhirnya simbok ikut bersama Mery
dan Basuki. Mery duduk dibelakang bersebelahan dengan simbok supaya mudah kalau
ingin mengatakan sesuatu nanti.
***
Simbok yang semula diam saja
disuruh ikut bersama Mery dan Basuki, lama-lama bingung juga. Mengapa jalannya
sampai jauh. Aduh, jangan-jangan aku ini diculik, pikir simbok. Tapi untuk apa
menculik aku, perempuan tua, tidak ada menarik-menariknya, harta juga
tidak punya. pikirnya terus.
"Ini kita mau kemana ya
bu?" tak tahan akhirnya simbok bertanya.
"Lho, simbok mau ketemu mas
Bagas tidak?"
"Iya bu, saya mau, apa mas
Bagas ada bersama bapak juga?"
"Iya mbok, nanti simbok juga
akan ketemu bapak Darmono juga."
"Ini kok aneh ya, sebenarnya
dimana mereka bu?"
"Simbok.. kalau saya kasih
tahu jangan kaget apalagi menangis.."
"Haduh.,. ada apa bu.. ada
apa?" belum-belum simbok mendadak ketakutan.
"Dengar mbok, simbok tidak
usah ketakutan. Pokoknya mereka baik-baik saja, dan pasti suka kalau nanti
simbok membawakan timlo pesanannya."
"Tapi kok kata-katanya..
jangan kaget.. jangan menangis... saya takut bu."
"Iya, simbok jangan kaget,
karena tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Bagas ada dirumah sakit."
"Apaa? Ada apa
momonganku?"
"Lho, kan tadi simbok sudah
saya beri tahu kalau Bagas pasti suka kalau simbok membawakan masakan yang
disukainya. Berarti Bagas baik-baik saja."
"Lha dirumah sakit itu dia
ngapain bu? Ada apa?"
"Ada kecelakaan kecil.."
"Aduh biyung,, kecelakaan?
Mas Bagas kecelakaan? Lalu bagaimana ?" kata simbok hampir menangis.
"Bagas tidak apa-apa mbok,
coba nanti simbok lihat, makanya saya bilang simbok jangan kaget jangan
menangis."
"Oalaaah.. ternyata ini
jawabannya. Mengapa bapak tiba-tiba pergi, katanya mau ketemu kenalan lama,
tidak usah ditunggu, suruh makan dan lalu tidur.. kunci semua pintu... Ini
sebabnya.. kok bapak tidak bilang terus terang kalau mas Bagas
kecelakaan."
"Lha bapak kan belum tahu
keadaannya mbok, nanti simbok belum-belum sudah nangis ..panik.. jadi simbok
tidak dikasih tahu lebih dulu."
"Tapi benarkah mas Bagas
tidak apa-apa?"
"Nanti kan simbok bisa
melihatnya. Tapi janji ya, tidak boleh menangis disana. Nanti kalau simbok
menangis, mas Bagas jadi sedih, lalu sakitnya nggak sembuh-sembuh."
"Iya.. iya.. kalau memang
tidak apa-apa.. simbok tidak akan menangis."
"Nah, gitu dong. Pasti dia
akan senang kalau simbok membawakan masakan pesanannya."
***
Tapi ternyata ketika sudah berada
disamping Bagas, simbok tidak bisa menyembunyikan tangisnya. Sambil berlinangan
air mata, dielusnya tangan Bagas, Diciuminya sampai basah tangannya.
"mBok, aku tidak
apa-apa."
"Seperti ini kok tidak
apa-apa... makanya kalau naik mobil itu hati-hati. Pasti mas Bagas ngebut. Ya
kan?"
"Iya mbok, habisnya, aku
kangen sama simbok."
"Ya ampuun... mas Bagas
jangan begitu. Cuma kangen saja kok membahayakan nyawa sendiri."
"Padahal simbok tadi sudah
masak buat aku?"
"Iya mas, itu.. sama bu Mery
masakannya disuruh bawa. Mau ya..simbok ambilkan."
"Simbok masak apa?"
"Masak timlo.. kan
akhir-akhir ini mas Bagas suka timlo."
"Iya mbok.. suapin
ya..."
Dengan penuh semangat simbok
menyuapi Bagas.
Pak Darmono berterimakasih pada
Mery dan Basuki karena telah membawa simbok kemari, dan tidak terjadi ada
tangis berguling-guling ketika mengetahui keadaan Bagas.
"Pelan-pelan saya beri tahu
dia, tidak sekaligus om."
"Kamu pintar Mery."
"Om mau pulang dulu atau
bagaimana ?" tanya Basuki pada pak Darmono.
"Aku kira aku akan disini
dulu Bas, sampai Bagas benar-benar baik. Dan kebetulan juga ada simbok, nanti
bisa meladeni Bagas, dan pasti simbok akan senang."
"Jadi om sama simbok akan
disini dulu beberapa hari?"
"Iya Bas. Pekara baju ganti
nanti gampang."
"Simbok membawa baju ganti
untuk Bagas juga, gampang nanti om, kalau masalah baju."
"Sudah aku duga om sama
simbok akan menginap disini, itulah sebabnya saya menyuruh dia membawa baju
ganti om," kata Mery.
"Terimakasih banyak Mery,
Bas, kalau tidak ada kalian betapa akan bingungnya aku."
"Tidak apa-apa om, bukankah
saya ini putera om juga? Tapi saya lihat Bagas lebih segar."
"Iya, hanya kadang-kadang
masih merasa pusing."
"Tidak apa-apa om, lama-lama
pasti juga akan sembuh. Om sabar ya."
***
Siang hari itu Kristin sudah duduk
dimeja warung, menikmati makan siangnya, semangkuk nasi timlo. Sambil makan itu
Kristin beberapa kali menoleh kebelakang.
"Tampaknya mbak Mery belum
datang ke warung ya?" tanya Kristin pada pelayan yang melayaninya.
"Sebetulnya tadi mau kesini
mbak, tapi katanya harus membezoek ke Salatiga."
"Siapa yang sakit ?"
"Katanya mas yang sering
kemari dengan mobil merah itu."
"Bagas ?"
"Ya mbak."
"Mengapa sakitnya di
Salatiga?"
"Katanya kecelakaan."
Kristin terpana, sesa'at ia
seperti tak bisa bersuara. Gemetar diambilnya ponselnya.
***
besok lagi ya
*CINTAKU ADA DIANTARA MEGA 32*
Pak Darmono terpaku ditempatnya,
gemetar tangannya yang masih memegang ponsel.
"Pak, makan malam sudah
siap."
"Ya.. ya.. sebentar, aku mau
pergi dulu," kata pak Darmono yang kemudian beranjak kebelakang untuk
mengambil kunci mobil.
"Bapak mau kemana?"
"Sebentar, ada perlu,"
kata pak Darmono sambil terus melangkah kearah garasi. Ia tak mau mengatakan
yang terjadi, khawatir simbok akan menangis menggerung-gerung.
"Mengapa dia pulang malam
ini, bukankah janjinya hari Sabtu? Pastinya dia sangat lelah, menyetir mobil
jarak jauh pula. Dan ini kan akhir pekan, pasti jalanan ramai," gumam pak
Darmono sambil terus memacu mobilnya ke rumah sakit di Salatiga.
Ketika ponselnya berdering
kembali, pak Darmono enggan membukanya, tapi ketika dilihatnya dari Basuki, pak
Darmono lalu mengangkatnya.
"Hallo Bas?"
"Ma'af om, saya menelon Bagas
kok nggak diangkat, cuma mau menanyakan apa kira-kira dia pulang ke Solo besok
pagi?"
"Bagas pulang sore ini
Bas."
"Oh, sudah dirumah?"
"Tidak, dia mengalami
kecelakaan."
"Apa ?"
"Mobilnya menabrak pohon,
sekarang aku lagi dalam perjalanan ke Salatiga."
"Ya ampun, baiklah, saya
segera menyusu,. om sampai mana ini?"
"Sudah di Boyolali Bas."
"Baiklah, om hati-hati,
tenang dan jangan panik, saya berangkat sekarang."
Pak Darmono merasa tenang karena
Basuki akan menyusulnya. Tadi ingin mengabari tapi belum jadi, karena panik
***
Pak Darmono tiba dirumah sakit,
mendapati Bagas sudah sadarkan diri. Tapi tubuhnya terbaring lemah.Ada perban
dikepala, ada bercak darah disana. Dan selang infus tersambung ke pergelangan
tangannya. Pilu pak Darmono menatap anaknya seperti itu.
"Mengapa kamu ini Gas?
Tergesa pulang, padahal harusnya istirahat dulu, ya kan?
"Ma'af, bapak.." jawab
Bagas lemah.
"Apa yang terjadi?"
"Bagas menabrak pohon, ketika
sebuah bis besar dari depan nyelonong menyalip mobil didepannya."
"Kamu lelah, harusnya
istirahat dulu."
"Ya.."
"Rasanya bagaimana?"
"Pusing, bapak.."
"Ya sudah, sabar dulu."
"Bapak, pak Bagas akan
dipindahkan ke ruang rawat inap. " kata perawat sambil mendekat.
"Baiklah, Pilihkan
kamar terbaik untuk anak saya ya sus," pesan pak Darmono.
Pak Darmono menemui dokter.
"Saudara Bagas mengalami
gegar otak. Dan beberapa luka dikepalanya. Ia harus tinggal beberapa hari untuk
memulihkannya."
"Apakah itu berbahaya
dokter?"
"Tidak, asalkan mematuhi
semua petunjuk. Ada resep yang akan diberikan suster ya pak."
"Baiklah, terimakasih banyak,
dokter."
***
Bagas sudah dipindahkan keruang
rawat inap. Lalu pak Darmono pergi ke apotik untuk mengambilkan obatnya..
Ketika itulah Basuki muncul.
"Bagaimana om?"
"Gegar otak dan ada beberapa
luka dikepala. Aku baru mau mengambil obatnya."
"Biar saya membayarnya
om."
"Sudah aku bayar Bas, tinggal
menunggu obatnya, terimakasih banyak."
"Mengapa om tidak menunggu
saya?"
"Aku bingung Bas, langsung
berangkat, untunglah aku membawa uang, dan cukup."
Keduanya duduk diruang tunggu.
"Apa yang sebenarnya terjadi
om? Bukankah Bagas akan pulang di hari Sabtunya?"
"Itulah, dia ingin
cepat-cepat pulang, pastinya kangen sama simboknya."
"Tabrakan dengan apa?"
"Tidak tabrakan, dia menabrak
pohon. Mungkin untuk menghindari sesuatu, Dia panik, ditambah tubuhnya yang
lelah. Yaah, sembrono dia, harusnya istirahat dulu, baru besoknya
berangkat."
"Ya sudah om, tenangkan hati
om, yang penting Bagas selamat."
"Mobilnya diderek ke kantor
polisi, padahal itu mobil pemberian kamu, dan baru."
"Tidak apa-apa om, mobil itu
kan bisa beli lagi, kalau nyawa, dimana membelinya?"
Pak Darmono menghela nafas, penuh
sesal.
"Nanti biar saya yang
mengurus administrasinya om, ini tanggung jawab saya."
"Menyusahkan ya Bas?"
"Tidak, om jangan berfikir
begitu. Bagas itu kan seperti adik saya."
Ketika obat sudah diberikan,
keduanya masuk kedalam kamar inap Bagas. Dilihatnya Bagas memejamkan mata.
Basuki mendekat, memegang tangannya pelan. Bagas membuka matanya.
"Mas.. ma'af.." hanya
itu yang diucapkannya dengan lemah.
"Sudah, jangan fikirkan, yang
penting kamu selamat dan segeralah sehat."
Bagas hanya mengangguk, lalu
mengatupkan kembali kelopak matanya. Basuki menepuk-nepuk tangan Bagas,
kemudian duduk di sofa yang ada dikamar itu, berhadapan dengan pak Darmono yang
tampak lesu.
"Tenang om, Bagas tidak
apa-apa."
"Ya, simbok pasti bingung.
Aku akan mengabarinya dulu."
"Sebaiknya jangan dulu bilang
Bagas kecelakaan om, nanti dia panik."
"Ya, aku tahu," jawab
pak Darmono sambil membuka ponselnya.
"Hallo.." jawab simbok
dari seberang.
"mBok, aku jangan ditunggu
ya, kalau kamu mau makan, makan saja, dan tidur, aku tidak usah ditunggu."
"Memangnya bapak kemana
?"
"Ini mbok, mm... ada
pertemuan dengan kawan lama, mungkin sampai larut, Jadi simbok nggak usah
menunggu ya."
"Baiklah bapak."
"Kunci semua pintu dan tidur.
Ya."
"Baiklah."
Pak Darmono merasa lega. Belum
sa'atnya memberi tahu simbok. Besok saja dia akan mengajaknya kemari, tapi
harus bicara pelan-pelan, karena kalau tidak simbok bisa menangis
bergulung-gulung.
"Bas, kalau kamu mau pulang,
pulang saja, biar aku menungguinya disini."
"Apa bukan om saja yang
pulang, biar saya disini ?"
"Tidak Bas, aku harus melihat
perkembangan Bagas. Aku tidak bisa meninggalkannya sebelum yakin bahwa dia
baik-baik saja."
"Baiklah om, saya pergi dulu.
"
Tapi tak lama kemudian Basuki
kembali sambil membawa dua setel pakaian luar dalam, yang diberikannya kepada pak
Darmono.
"Bas, kamu membeli semua
ini?"
"Om tidak mungkin tidak
menggantikan pakaian om, pakai saja yang ini agar lebih nyaman."
"Terimakasih banyak Bas,
besok pagi saja aku ganti pakaian, aku tidur pakai ini tidak apa-apa."
"Baiklah, om tidur saja,
sementara Bagas juga biar istirahat. Bajunya yang satu untuk Bagas, ada juga
sarung, biar perawat menggantikannya."
"Terimakasih banyak ya
Bas."
***
"Bagaimana keadaan
Bagas?" tanya Mery ketika menjelang pagi Basuki sampai dirumah.
"Gegar otak dan luka-luka
dikepala.Tapi dia sadar, tampaknya tidak menghawatirkan."
"Ah, syukurlah. Lalu dimana
om Darmono sekarang ?
"Masih dirumah sakit, aku
suruh pulang nggak mau."
"Ya, maklumlah, mungkin
menunggu bagaimana keadaan Bagas dulu."
"Aku jadi mikir simbok."
"Kenapa simbok? Apa
hubungannya?"
"Bukan simbok kita, simboknya
Bagas. Dia tidak tahu kalau Bagas kecelakaan. Pak Darmono belum memberi tahu
karena takut simboknya nangis meraung-raung. Dia itu kan sayang sekali sama
Bagas."
"Tapi kan tetap saja harus
diberitahu. Lha om Darmono tidak pulang semalaman, pasti dia
bertanya-tanya."
"Kamu mau ikut membezoek
Bagas ?"
"Iya, aku mau..nggak apa-apa
aku ikut, sebenarnya sih aku mau ke warung, tapi aku ikut saja, aku akan
mengabari Mini bahwa aku harus membezoek Bagas. Tapi nanti agak siang
berangkatnya ya, supaya kamu beriatirahat dulu. Ini hampir pagi dan kamu belum
tidur kan?"
"Baiklah, mm.. senangnya ada
yang memperhatikan.."
"Iya lah, aku kan isteri
kamu."
"Terimakasih, isteriku
cantik," kata Basuki sambil memeluk isterinya.
"Iih, pagi-pagi ngegombal
!"
"Aku penginnya ngegombal
terus dong..."
"Sudah, itu minuman hangat
diminum dulu, lalu segera tidur."
"Temenin .."
"Manja.."
"Biarin."
"Oh ya Bas, bagaimana kalau
nanti kita berangkat ke rumah sakit sambil nyamperin simbok, simboknya Bagas
itu."
"Diajak kesana ?"
"Iyalah, pasti dia bingung
mengapa majikannya tidak pulang. Nanti aku akan memberi tahu secara perlahan
supaya dia tidak kaget."
"Baiklah, terserah kamu saja,
aku tidur nih.."
***
"Ini ada apa ya, kok bapak
nggak pulang semalaman, padahal nanti mas Bagas kan mau pulang," gumam
simbok setelah pulang dari pasar, dan mendapati mobil majikannya belum ada di
garasi, berarti majikannya belum pulang.
Simbok segera berkutat didapur.
Masakan harus segera selesai, sebelum Bagas datang.
"Bapak itu kemana ya? Katanya
menemui teman lama, kok sampai menginap, apa temannya ada diluar kota?"
gumamnya terus sambil terus memasak.
Dua jam lebih simbok sudah menyelesaikan
masakannya, ditata dengan apik dimeja. Kuahnya nanti tinggal dipanaskan. Ayam
goreng, perkedel, tempe goreng dan kerupuk siap ditata termasuk kelengkapan
timlo yang tidak dicampur dengan kuahnya.
Simbok lega ketika semuanya sudah
terhidang. Kemudian dia pergi mandi. Tapi sampai selesai mandi belum tampak pak
Darmono datang, apalagi Bagas.
"Perasaanku kok tidak enak
ya," gumam simbok sambil menuju kearah depan. Simbok hampir bersorak
ketika mendengar mobil masuk kehalaman. Tapi simbok kecewa. Mobil itu berwarna
abu-abu, bukan merah."
"Itu bukan mobilnya mas
Bagas, juga bukan mobilnya bapak," gumam simbok sambil melongok-longok.
Yang turun lebih dulu adalah
seorang wanita cantik, simbok lupa-lupa ingat, seperti pernah bertemu, tapi
lupa... dan belum juga teringat sampai si cantik itu sampai dihadapannya.
'Mbok, pangling sama saya ?"
"Iya itu, pangling bener,
sepertinya pernah bertemu ya bu.."
"Saya kan pernah mengirim
timlo kemari.. simbok yang menerima kan?"
"Owalaaah... iya.. iya..
simbok ingat.. aduuh.. sekarang tambah cantik..ya saya lupa. Tapi ini rumah
kosong tuh bu, bapak pergi sejak semalam."
"Iya mbok, bolehkah saya
masuk ?"
"Oh, mau menunggu, silahkan,
silahkan.." kata simbok yang mengira Mery akan menunggu.
"Terimakasih mbok."
"Saya buatkan minuman dulu ya
bu, sama itu.. sopirnya sekaliyan."
"Itu suami saya mbok."
"Oh, aduh.. ma'af.. ma'af..
habisnya tidak mau turun."
"mBok, tidak usah buat
minuman, duduk disini saja, saya mau ngomong."
Simbok kemudian duduk disitu
dengan heran, sepertinya ada sesuatu yang akan disampaikan tamunya ini.
"mBok, bukankah om Darmono
sedang pergi ?"
"Iya bu, saya juga heran,
semalam katanya menemui teman lama, kok sampai sekarang belum pulang. Saya juga
menunggu mas Bagas, sudah memasak timlo kesukaannya. Kok sampai sekarang juga
belum pulang."
"Begini saja mbok, simbok
bawa masakan simbok itu dengan rantang, pokoknya lengkap masakan simbok, nanti
kita antarkan ketempat Bagas."
"Lho, memangnya mas Bagas ada
dimana?"
"Nanti simbok akan tahu,
sudah, ayo kita bawa masakan simbok itu, pasti Bagas akan senang. Buruan ya
mbok."
"Simbok juga boleh ikut?"
"Ya boleh mbok, kan Bagas
kangen sama simbok juga. Jangan lupa tolong bawakan baju Bagas sama bapak untuk
beberapa hari. Juga simbok jangan lupa membawa baju ganti."
"Memangnya akan
menginap?"
"Mungkin simbok akan diajak
menginap lebih lama."
"Aduh, apa lagi pada piknik
ya," gumam simbok seperti kepada dirinya sendiri.
"Ayo mbok, cepatlah, kita
sudah ditunggu lho."
"Oh, baiklah, simbok juga
harus ganti baju dulu ya bu.." kata simbok yang langsung beranjak
kebelakang, dengan benak masih dipenuhi tanda tanya. Mengapa Bagas tidak pulang
dan justru tamunya itu menyuruh membawa masakannya untuk menemui Bagas. Juga
harus membawa bekal baju-baju. Dimana mas Bagas kita-kira, bisik batin simbok.
Akhirnya simbok ikut bersama Mery
dan Basuki. Mery duduk dibelakang bersebelahan dengan simbok supaya mudah kalau
ingin mengatakan sesuatu nanti.
***
Simbok yang semula diam saja
disuruh ikut bersama Mery dan Basuki, lama-lama bingung juga. Mengapa jalannya
sampai jauh. Aduh, jangan-jangan aku ini diculik, pikir simbok. Tapi untuk apa
menculik aku, perempuan tua, tidak ada menarik-menariknya, harta juga
tidak punya. pikirnya terus.
"Ini kita mau kemana ya
bu?" tak tahan akhirnya simbok bertanya.
"Lho, simbok mau ketemu mas
Bagas tidak?"
"Iya bu, saya mau, apa mas
Bagas ada bersama bapak juga?"
"Iya mbok, nanti simbok juga
akan ketemu bapak Darmono juga."
"Ini kok aneh ya, sebenarnya
dimana mereka bu?"
"Simbok.. kalau saya kasih
tahu jangan kaget apalagi menangis.."
"Haduh.,. ada apa bu.. ada
apa?" belum-belum simbok mendadak ketakutan.
"Dengar mbok, simbok tidak
usah ketakutan. Pokoknya mereka baik-baik saja, dan pasti suka kalau nanti
simbok membawakan timlo pesanannya."
"Tapi kok kata-katanya..
jangan kaget.. jangan menangis... saya takut bu."
"Iya, simbok jangan kaget,
karena tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Bagas ada dirumah sakit."
"Apaa? Ada apa
momonganku?"
"Lho, kan tadi simbok sudah
saya beri tahu kalau Bagas pasti suka kalau simbok membawakan masakan yang
disukainya. Berarti Bagas baik-baik saja."
"Lha dirumah sakit itu dia
ngapain bu? Ada apa?"
"Ada kecelakaan kecil.."
"Aduh biyung,, kecelakaan?
Mas Bagas kecelakaan? Lalu bagaimana ?" kata simbok hampir menangis.
"Bagas tidak apa-apa mbok,
coba nanti simbok lihat, makanya saya bilang simbok jangan kaget jangan
menangis."
"Oalaaah.. ternyata ini
jawabannya. Mengapa bapak tiba-tiba pergi, katanya mau ketemu kenalan lama,
tidak usah ditunggu, suruh makan dan lalu tidur.. kunci semua pintu... Ini
sebabnya.. kok bapak tidak bilang terus terang kalau mas Bagas
kecelakaan."
"Lha bapak kan belum tahu
keadaannya mbok, nanti simbok belum-belum sudah nangis ..panik.. jadi simbok
tidak dikasih tahu lebih dulu."
"Tapi benarkah mas Bagas
tidak apa-apa?"
"Nanti kan simbok bisa
melihatnya. Tapi janji ya, tidak boleh menangis disana. Nanti kalau simbok
menangis, mas Bagas jadi sedih, lalu sakitnya nggak sembuh-sembuh."
"Iya.. iya.. kalau memang
tidak apa-apa.. simbok tidak akan menangis."
"Nah, gitu dong. Pasti dia
akan senang kalau simbok membawakan masakan pesanannya."
***
Tapi ternyata ketika sudah berada
disamping Bagas, simbok tidak bisa menyembunyikan tangisnya. Sambil berlinangan
air mata, dielusnya tangan Bagas, Diciuminya sampai basah tangannya.
"mBok, aku tidak
apa-apa."
"Seperti ini kok tidak
apa-apa... makanya kalau naik mobil itu hati-hati. Pasti mas Bagas ngebut. Ya
kan?"
"Iya mbok, habisnya, aku
kangen sama simbok."
"Ya ampuun... mas Bagas
jangan begitu. Cuma kangen saja kok membahayakan nyawa sendiri."
"Padahal simbok tadi sudah
masak buat aku?"
"Iya mas, itu.. sama bu Mery
masakannya disuruh bawa. Mau ya..simbok ambilkan."
"Simbok masak apa?"
"Masak timlo.. kan
akhir-akhir ini mas Bagas suka timlo."
"Iya mbok.. suapin
ya..."
Dengan penuh semangat simbok
menyuapi Bagas.
Pak Darmono berterimakasih pada
Mery dan Basuki karena telah membawa simbok kemari, dan tidak terjadi ada
tangis berguling-guling ketika mengetahui keadaan Bagas.
"Pelan-pelan saya beri tahu
dia, tidak sekaligus om."
"Kamu pintar Mery."
"Om mau pulang dulu atau
bagaimana ?" tanya Basuki pada pak Darmono.
"Aku kira aku akan disini
dulu Bas, sampai Bagas benar-benar baik. Dan kebetulan juga ada simbok, nanti
bisa meladeni Bagas, dan pasti simbok akan senang."
"Jadi om sama simbok akan disini
dulu beberapa hari?"
"Iya Bas. Pekara baju ganti
nanti gampang."
"Simbok membawa baju ganti
untuk Bagas juga, gampang nanti om, kalau masalah baju."
"Sudah aku duga om sama
simbok akan menginap disini, itulah sebabnya saya menyuruh dia membawa baju
ganti om," kata Mery.
"Terimakasih banyak Mery,
Bas, kalau tidak ada kalian betapa akan bingungnya aku."
"Tidak apa-apa om, bukankah
saya ini putera om juga? Tapi saya lihat Bagas lebih segar."
"Iya, hanya kadang-kadang
masih merasa pusing."
"Tidak apa-apa om, lama-lama
pasti juga akan sembuh. Om sabar ya."
***
Siang hari itu Kristin sudah duduk
dimeja warung, menikmati makan siangnya, semangkuk nasi timlo. Sambil makan itu
Kristin beberapa kali menoleh kebelakang.
"Tampaknya mbak Mery belum
datang ke warung ya?" tanya Kristin pada pelayan yang melayaninya.
"Sebetulnya tadi mau kesini
mbak, tapi katanya harus membezoek ke Salatiga."
"Siapa yang sakit ?"
"Katanya mas yang sering
kemari dengan mobil merah itu."
"Bagas ?"
"Ya mbak."
"Mengapa sakitnya di
Salatiga?"
"Katanya kecelakaan."
Kristin terpana, sesa'at ia
seperti tak bisa bersuara. Gemetar diambilnya ponselnya.
***
besok lagi ya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar