Rabu, 03 Februari 2021

Kritik terhadap Pendapat Zaim Saidi tentang Dinar dan Dirham

Pemikiran hukum Islam sebagai produk pemahaman dari pesan-pesan teks al-Quran dan Hadits selalu mengalami perkembangan. Problematika mengenai uang kertas di kalangan muslim menjadi sangat krusial.

Uang merupakan inovasi besar dalam peradaban perekonomian dunia. Posisi uang sangat strategis dalam sebuah perekonomian. Bisa dikatakan uang merupakan bagian yang terintregasi dalam suatu sistem ekonomi. Tapi ada yang perlu dikaji ulang mengenai uang, yakni Dinar Dirham sebagai mata uang sejak zaman Nabi.

Zaim Saidi mengartikan uang yang sah dan dapat dijadikan alat transaksi hanyalah Dinar dan Dirham, bahkan ia menyatakan bahwa uang kertas adalah riba karena tidak memiliki nilai keseimbangan antara nilai intrinsik dan nilai nominal.

Dinar Dirham sebagai alat pembayaran didasarkan pada al-Qur’an dan al-Hadits. Dinar dan Dirham sendiri adalah mata uang yang berasal dari Romawi dan Persia, setelah Islam datang kemudian mata uang tersebut diadopsi dan di gunakan sebagai mata uang sejak zaman Nabi saw sampai runtuhnya kekhalifahan Ustmaniyah pada tahun 1924.

Adapun masalah penelitian ini adalah (1) Bagaimana pendapat Zaim Saidi tentang Dinar dan Dirham?, (2) Apa alasan alasan Zaim Saidi kembali ke Dinar dan Dirham dari yang semula menggunakan Rupiah?, (3) Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap pendapat Zaim Saidi?.

Metode Penelitian yang digunakan (1) jenis penelitian kualitatif, yang bersifat kepustakaan atau Library Research, (2) Sumber data dari data primer dan sekunder, (3) metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif .

Hasil penelitian menunjukkan Pertama, Dinar dan Dirham sebagai alat pembayaran yang sah dan uang kertas adalah haram menurut Zaim Saidi merupakan hasil pemikiran Zaim Saidi, yang dimaksudkan agar sistem keuangan dunia kembali seperti zaman Rasul dan Khalifah agar tidak terjadi inflasi dan krisis moneter.

Namun dalam menggagas pemikiranya tersebut, Zaim Saidi perlu memperhatikan Masyaqqah dari hasil pemikirannya tersebut, dengan mengharamkan uang kertas maka akan menimbulkan konsekuensi hukum haramnya segala aktifitas muamalah maupun ibadah yang melibatkan uang kertas. Sedangkan menurut beberapa ulama’, masalah uang merupakan Urf’ yang disepakati oleh masyarakat bukan masalah syariah seperti yang digagas oleh Zaim Saidi.

Kedua, terdapat beberapa alasan yang mendasari kenapa Zaim Saidi ingin kembali pada sistem bimetalik ini, di antara alasannya adalah uang ketas menyebabkan krisis moneter, namun kekuatan ekonomi pada dasarnya bukan sumber nilai uang kertas. Kekuatan ekonomi tidak memberikan faedah kecuali pada dua sisi yaitu, menjaga cadangan devisa.

Negara yang impornya lebih sedikit dari ekspornya akan mendorong nilai mata uangnya tetap kuat dari sudut kekuatan nilai tukar. Selanjutnya, menambah devisa berupa emas dan valuta asing, yaitu ketika nilai ekspor lebih besar dari nilai impornya.

Demikian juga, volume emas saja tidak memberikan manfaat pada kekuatan nilai tukar uang kertas apabila ekonomi tidak kuat, karena volume impor yang membuat banyak cadangan menyusut.

Ketiga, Islam adalah agama Allah, penutup seluruh agama yang akan selalu relevan pada setiap masa dan tempat, karenanya ia hadir dengan dalil-dalil elastis yang selalu dapat memecahkan persoalan baru.

Dalam hal ini hukum Islam memandang bahwa persoalan uang adalah persoalan kebiasaan (‘Urf) yang ditentukan oleh pasar, sehingga apa pun istilah dalam pasar yang digunakan dapat disebut sebagai uang, tidak hanya terbatas pada emas dan perak saja.

Dengan demikian umat muslim tidak akan terjebak pada kesulitan dan kesempitan akibat mengatakan uang kertas tidak sah. 

---- ----- -----

http://eprints.walisongo.ac.id/621/

https://www.liputan6.com/bisnis/read/4469856/tidak-di-indonesia-ini-deretan-negara-yang-akui-dinar-dan-dirham-sebagai-alat-transaksi

 

Dalam kajian Islam tidak ada anjuran atau larangan penggunaan emas dan perak atau dinar dan dirham sebagai mata uang. Karena alat tukar pada masa Rasulullah hanya ada pilihan emas, perak atau bahkan dengan barter barang lain. Belum ada mata uang kertas seperti sekarang.  

Namun dijadikannya emas dan perak sebagai mata uang dikatakannya memiliki keunggulan dibanding uang kertas. Nilai emas cenderung stabil dibanding uang kertas yang nilainya fluktuatif. 

"Kelebihan dinar-dirham ada di kepastian harga. Harga barang diketahui secara pasti dan sama di mana-mana, karena nilainya jelas. Kalau ada pertambahan harga bukan terjadi karena nilai mata uangnya yang turun, tapi karena ada pertambahan nilai dari barang,"


Tidak ada komentar:

Posting Komentar