Pemikiran hukum Islam sebagai
produk pemahaman dari pesan-pesan teks al-Quran dan Hadits selalu mengalami
perkembangan. Problematika mengenai uang kertas di kalangan muslim menjadi
sangat krusial.
Uang merupakan inovasi besar
dalam peradaban perekonomian dunia. Posisi uang sangat strategis dalam sebuah
perekonomian. Bisa dikatakan uang merupakan bagian yang terintregasi dalam
suatu sistem ekonomi. Tapi ada yang perlu dikaji ulang mengenai uang, yakni Dinar
Dirham sebagai mata uang sejak zaman Nabi.
Zaim Saidi mengartikan uang
yang sah dan dapat dijadikan alat transaksi hanyalah Dinar dan Dirham, bahkan
ia menyatakan bahwa uang kertas adalah riba karena tidak memiliki
nilai keseimbangan antara nilai intrinsik dan nilai nominal.
Dinar Dirham sebagai alat
pembayaran didasarkan pada al-Qur’an dan al-Hadits. Dinar dan Dirham sendiri adalah
mata uang yang berasal dari Romawi dan Persia, setelah
Islam datang kemudian mata uang tersebut diadopsi dan di gunakan sebagai mata
uang sejak zaman Nabi saw sampai runtuhnya kekhalifahan Ustmaniyah pada tahun
1924.
Adapun masalah penelitian ini
adalah (1) Bagaimana pendapat Zaim Saidi tentang Dinar dan Dirham?, (2) Apa
alasan alasan Zaim Saidi kembali ke Dinar dan Dirham dari yang semula
menggunakan Rupiah?, (3) Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap pendapat Zaim
Saidi?.
Metode Penelitian yang digunakan
(1) jenis penelitian kualitatif, yang bersifat kepustakaan atau Library
Research, (2) Sumber data dari data primer dan sekunder, (3) metode analisis
data yang digunakan adalah metode deskriptif .
Hasil penelitian menunjukkan
Pertama, Dinar dan Dirham sebagai alat pembayaran yang sah dan uang kertas
adalah haram menurut Zaim Saidi merupakan hasil pemikiran Zaim Saidi,
yang dimaksudkan agar sistem keuangan dunia kembali seperti zaman Rasul dan
Khalifah agar tidak terjadi inflasi dan krisis moneter.
Namun dalam menggagas
pemikiranya tersebut, Zaim Saidi perlu memperhatikan Masyaqqah
dari hasil pemikirannya tersebut, dengan mengharamkan uang kertas maka akan
menimbulkan konsekuensi hukum haramnya segala aktifitas muamalah maupun ibadah
yang melibatkan uang kertas. Sedangkan menurut beberapa ulama’, masalah
uang merupakan Urf’ yang disepakati oleh masyarakat bukan masalah syariah
seperti yang digagas oleh Zaim Saidi.
Kedua, terdapat beberapa
alasan yang mendasari kenapa Zaim Saidi ingin kembali pada sistem bimetalik
ini, di antara alasannya adalah uang ketas menyebabkan krisis moneter, namun kekuatan
ekonomi pada dasarnya bukan sumber nilai uang kertas.
Kekuatan ekonomi tidak memberikan faedah kecuali pada dua sisi yaitu, menjaga
cadangan devisa.
Negara yang impornya
lebih sedikit dari ekspornya akan mendorong nilai mata uangnya
tetap kuat dari sudut kekuatan nilai tukar. Selanjutnya, menambah devisa berupa
emas dan valuta asing, yaitu ketika nilai ekspor lebih besar dari nilai
impornya.
Demikian juga, volume emas
saja tidak memberikan manfaat pada kekuatan nilai tukar uang kertas apabila
ekonomi tidak kuat, karena volume impor yang membuat banyak cadangan menyusut.
Ketiga, Islam adalah agama
Allah, penutup seluruh agama yang akan selalu relevan pada setiap masa dan
tempat, karenanya ia hadir dengan dalil-dalil elastis yang selalu dapat
memecahkan persoalan baru.
Dalam hal ini hukum Islam
memandang bahwa persoalan uang adalah persoalan kebiasaan (‘Urf)
yang ditentukan oleh pasar, sehingga apa pun istilah dalam pasar
yang digunakan dapat disebut sebagai uang, tidak hanya terbatas pada emas dan
perak saja.
Dengan demikian umat muslim tidak akan terjebak pada kesulitan dan kesempitan akibat mengatakan uang kertas tidak sah.
---- ----- -----
http://eprints.walisongo.ac.id/621/
https://www.liputan6.com/bisnis/read/4469856/tidak-di-indonesia-ini-deretan-negara-yang-akui-dinar-dan-dirham-sebagai-alat-transaksi
Dalam kajian Islam tidak ada anjuran atau larangan penggunaan emas dan perak atau dinar dan dirham sebagai mata uang. Karena alat tukar pada masa Rasulullah hanya ada pilihan emas, perak atau bahkan dengan barter barang lain. Belum ada mata uang kertas seperti sekarang.
Namun dijadikannya emas dan perak sebagai mata uang dikatakannya memiliki keunggulan dibanding uang kertas. Nilai emas cenderung stabil dibanding uang kertas yang nilainya fluktuatif.
"Kelebihan
dinar-dirham ada di kepastian harga. Harga barang diketahui secara pasti dan
sama di mana-mana, karena nilainya jelas. Kalau ada pertambahan harga bukan
terjadi karena nilai mata uangnya yang turun, tapi karena ada pertambahan nilai
dari barang,"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar