Selasa, 02 Maret 2021

Islam Kejawen DK

Sejak dahulu kala beratus tahun sebelum penanggalan Masehi (SM), masyarakat Jawa kuno dikenal mempunyai kepercayaan animisme dan dinamisme, yaitu percaya adanya kekuatan roh-roh nenek moyang dan kekuatan ghaib pada benda-benda tertentu, seperti batu besar, pohon beringin, dan sebagainya.

Namun sebenarnya sebagian masyarakat Jawa lainnya juga ada yang mempunyai kepercayaan tentang ketuhanan, bahwa seluruh jagat alam semesta ini ada yang menciptakan, menguasai dan mengaturnya.

Dzat atau sesuatu kekuatan yang dipercaya sebagai pencipta, penguasa dan pengatur seluruh jagat alam, termasuk manusia ini mereka namai dengan sebutan Gusti Kang Murbeng Dumadi yang berarti Tuhan yang menciptakan segala sesuatu dari yang tiada menjadi ada)

Konsep ketuhanan Gusti Kang Murbeng Dumadi bagi masyarakat Jawa kuno itu mendasari tiga keyakinan, yaitu: Pertama, manusia bisa hidup karena ada yang menghidupkan dan memberi hidup, dialah Gusti Kang Murbeng Dumadi atau Tuhan Yang Maha Esa.

Kedua, Gusti Kang Murben Dumadi iku “ora sare” (tidak tidur), maksudnya Tuhan YME mengetahui segala hal yang terjadi di dunia termasuk segala perbuatan manusia, tak ada satupun yang luput dari pengawasan dan campur tanganNya.

Ketiga,Manungso urip ngunduh wohe pakartine dhewe” maksudnya manusia hidup akan menuai buah (hasil) dari apa yang ditanamnya (diperbuatnya). Setiap perbuatan baik maupun buruk manusia akan dia terima balasan dan akibatnya.

Konsep kepercayaan masyarakat Jawa terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu bukan disebut sebagai agama tetapi dikenal sebagai kepercayaan Kejawen.

Konsep ketuhanan itu tentu diciptakan oleh orang ‘bijak’ yang mempunyai daya cipta, daya rasa dan daya karsa yang sangat tinggi. Dia bisa dikatakan sebagai seorang filsuf seperti Socrates, filsuf Yunani yang hidup 400 tahun SM, atau Lao Tse, filsuf Cina yang hidup juga hidup sekitar 400 tahun SM.

Sebagian orang mempercayai bahwa para filsuf yang mengajarkan nilai-nilai kebajikan pada masyarakat adalah seorang nabi. Dalam Islam, sebagaimana disebutkan dalam hadis nabi Muhammad bahwa jumlah seluruh nabi yang ada diseluruh dunia adalah 124 ribu orang, mereka hidup dan berada di setiap zaman dan setiap wilayah. Dengan begitu maka filsuf Jawa yang mengajarkan konsep “Gusti Kang Murben Dumadi” itu juga dipercaya sebagai seorang nabi.

Konsep ketuhanan Kejawen itu kemudian menjadi landasan bagi para filsuf Jawa dalam mengajarkan “Tatanan Paugeraning Urip” yaitu tata laku manusia dalam menjalani kehidupan, seperti: “Mamayu hayuning bhawana ambrato dur hangkara” artinya keharusan menjaga kelestarian alam dan mencegah kerusakan; “Ngunduh wohing pakarti,” maksudnya anjuran untuk selalu berbuat baik dalam kehidupan masyarakat; “Lembah manah lan Andhap asor,” artinya bersikap rendah hati; “Aja adigang, adigung, adiguna,”  artinya jangan bersikap sombong, dan sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar