Sejak dahulu kala beratus tahun sebelum penanggalan
Masehi (SM), masyarakat Jawa kuno dikenal mempunyai kepercayaan animisme dan dinamisme, yaitu percaya adanya kekuatan roh-roh
nenek moyang dan kekuatan ghaib pada benda-benda tertentu, seperti batu besar, pohon
beringin, dan sebagainya.
Namun sebenarnya sebagian masyarakat Jawa
lainnya juga ada yang mempunyai kepercayaan tentang ketuhanan, bahwa seluruh jagat
alam semesta ini ada yang menciptakan, menguasai dan mengaturnya.
Dzat atau sesuatu kekuatan yang dipercaya sebagai pencipta,
penguasa dan pengatur seluruh jagat alam, termasuk manusia ini mereka namai
dengan sebutan Gusti Kang Murbeng Dumadi yang berarti Tuhan yang menciptakan segala sesuatu dari yang tiada
menjadi ada)
Konsep
ketuhanan Gusti
Kang Murbeng Dumadi bagi masyarakat Jawa kuno itu mendasari tiga keyakinan,
yaitu: Pertama, manusia bisa hidup karena ada yang menghidupkan dan memberi
hidup, dialah Gusti Kang Murbeng Dumadi atau Tuhan Yang Maha Esa.
Kedua, Gusti Kang Murben Dumadi iku “ora sare” (tidak
tidur), maksudnya Tuhan YME mengetahui segala hal yang terjadi di dunia
termasuk segala perbuatan manusia, tak ada satupun yang luput dari pengawasan
dan campur tanganNya.
Ketiga, “Manungso urip
ngunduh wohe pakartine dhewe” maksudnya manusia hidup akan menuai buah (hasil)
dari apa yang ditanamnya (diperbuatnya). Setiap perbuatan baik maupun buruk manusia
akan dia terima balasan dan akibatnya.
Konsep
kepercayaan masyarakat Jawa terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu bukan disebut
sebagai agama tetapi dikenal sebagai kepercayaan Kejawen.
Konsep ketuhanan
itu tentu diciptakan oleh orang ‘bijak’ yang mempunyai daya cipta, daya rasa
dan daya karsa yang sangat tinggi. Dia bisa dikatakan sebagai seorang filsuf
seperti Socrates, filsuf
Yunani yang hidup 400 tahun SM, atau Lao Tse, filsuf Cina yang hidup juga hidup sekitar 400
tahun SM.
Sebagian
orang mempercayai bahwa para filsuf yang mengajarkan nilai-nilai kebajikan pada
masyarakat adalah seorang nabi. Dalam Islam, sebagaimana disebutkan dalam hadis
nabi Muhammad bahwa jumlah seluruh nabi yang ada diseluruh dunia adalah 124
ribu orang, mereka hidup dan berada di setiap zaman dan setiap wilayah. Dengan
begitu maka filsuf Jawa yang mengajarkan konsep “Gusti Kang Murben Dumadi”
itu juga dipercaya sebagai seorang nabi.
Konsep ketuhanan Kejawen itu kemudian menjadi landasan bagi para filsuf Jawa dalam mengajarkan “Tatanan Paugeraning Urip” yaitu tata laku manusia dalam menjalani kehidupan, seperti: “Mamayu hayuning bhawana ambrato dur hangkara” artinya keharusan menjaga kelestarian alam dan mencegah kerusakan; “Ngunduh wohing pakarti,” maksudnya anjuran untuk selalu berbuat baik dalam kehidupan masyarakat; “Lembah manah lan Andhap asor,” artinya bersikap rendah hati; “Aja adigang, adigung, adiguna,” artinya jangan bersikap sombong, dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar