Kebanyakan
dari kita sudah terpola untuk berpikir ingin hidup
tenang di hari tua, duduk-duduk tanpa beban, hanya bermain dengan cucu,
reunian jalan-jalan ke sana ke mari.
Kita ingin hidup di zona nyaman...
Atau kita hanya berpikir menghabiskan masa tua hanya dengan shalat dan membaca Quran dari waktu ke waktu, tanpa kegiatan lain...
Itulah mindset kita.
Setidaknya
itulah fenomena yang terjadi di sekitar kita.
Ketika kita belum memasuki usia pensiun pun, kita kerap sudah merasa bukan saatnya untuk aktif.
Kita kehilangan gairah.
Bahkan
mungkin kehilangan arah,
mau apa..?
mau ke
mana..?
untuk
apa...?
Hanya ingin hidup tenang di zona nyaman.
Hanya ingin
bersenang-senang, tak ingin bergerak.
Kita bahkan cenderung hanya ingin memikirkan diri sendiri. Makin tak peduli dengan sesama.
Kita merasa sudah saatnya istirahat...
Bukankah begitu??
Seperti itu
pula dulu saya berfikir.
Sebenarnya, adakah Islam mengajarkan pola pikir semacam itu tentang hari tua..?
Alhamdulillah… Allah memberi jawaban dg mempertemukan aku pada seseorang,, sambil membaca Al Qur'an Surah Al-Insyirah: 7-8.
"Maka apabila engkau sudah selesai mengerjakan satu urusan, maka kerjakanlah dengan sungguh sungguh urusan yang lain."
"Dan
kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap."
Lalu saya teringat,, kitab Sirah Nabawiyah
Rasulullah memulai hidup baru di usia 40 tahun.
Demikian
pula sahabat-sahabat beliau, seperti :
Abu Bakar
Siddiq yang lebih muda 2 tahun enam bulan dibanding Rasulullah
Di usia itu,
Rasulullah
dan para sahabat memasuki perjuangan baru,
meninggalkan kenyamanan yang selama ini mereka rasakan...
Harta, mereka infaqkan.
Martabat
manusia mereka perjuangkan.
Bukannya bersantai dan stagnan, tapi mereka makin aktif dan dinamis.
Di usia tua Rasulullah
tidak sibuk
dengan shalat dan membaca al Quran saja.
Mulai usia 53 tahun justru beliau makin aktif membina hubungan dengan sesama manusia.
Membangun
masyarakat madani (civil society) di Madinah.
Tidak hanya hubungan dengan Allah, tapi juga hubungan dengan manusia.
Beliau makin bermasyarakat, makin terlibat dalam kehidupan sosial.
Artinya,
memasuki
usia pensiun bukan alasan kita untuk melepaskan diri dari kehidupan sosial dan
hanya sibuk dengan diri sendiri.
Hingga akhir hayat, Rasulullah tidak pernah diam dan tidak juga ingin beristirahat.
Beliau juga tidak meninggal dalam keadaan kaya,
tidak juga
dalam keadaan pensiun karena beliau tetap memimpin umatnya.
Pensiun beliau Saw adalah kematian...
Begitu juga sahabat-sahabat Rasulullah yang lain.
Mereka
pensiunnya setelah wafat.
Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, contohnya.
Bahkan Abu Ayyub al-Anshari berangkat berperang menghadapi Byzantium pada usia 93 tahun.
Konsep pensiun yang umum dipahami masyarakat membuat kita lupa bahwa bertambah usia itu berarti kesempatan hidup kita makin berkurang.
Manusia sukses versi Islam itu menurut hadist adalah:
“Manusia
terbaik di antaramu adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.”
Bertambah usia, justru kita harus makin merambah dunia. Berbagi dan menjadi sosok bermanfaat.
Bukan
berpikir untuk hidup santai dan sekadar menghabiskan waktu dengan hal-hal tak
jelas.
Lagipula, makin pasif seseorang, makin cepat pikunlah ia.
Alhasil, jika memang kita ingin mempersiapkan hari tua, selain menyiapkan uang agar tidak berkekurangan, yang lebih penting adalah menyiapkan apa yang bisa kita lakukan agar kita bisa bermanfaat bagi sesama di hari tua, sampai saatnya menutup mata..
Tak ada kata terlambat untuk memulai hidup baru.
Tua bukan alasan untuk putus asa dan berhenti. Merasa tua dan berpikir "bukan saatnya lagi untuk hidup aktif dan dinamis adalah bukan pilihan yang tepat"
Justru, kita harus lebih hidup dan bersemangat.
Tidak ada kata pensiun untuk menjadi manusia sukses di mata Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar