Jumat, 23 Desember 2016

Salah Kaprah Memahami Istilah Kafir

Nama Dwi Estiningsih mendadak ramai diperbincangkan, terkait cuitannya di Twitter yang menyebut bahwa 5 dari 11 pahlawan nasional di mata uang rupiah terbaru sebagai kafir. Cuitan Dwi itu pun ramai direspons netizen dengan nada kritik, ada yang protes bahkan tidak sedikit yang marah.  Beberapa orang menyatakan bahwa orang Kristen bukanlah kafir melainkan orang yang sudah beriman

Atas perbuatannya, Dwi telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh Forum Komunikasi Anak Pejuang Republik Indonesia (Forkapri) dan tengah diproses. Forkapri melaporkan ke Polisi dengan tuduhan menyebarkan rasa kebencian atau permusuhan individu (SARA) melalui media elektronik. Namun Dwi membantah, bahwa tidak ada yang salah dengan penyebutan kafir pada cuitannya itu.

Bagaimana nasib Dwi Estiningsih di penyidik Polri? Bisakah ia lolos dari jeratan hukum yang menuduhnya menyebarkan rasa kebencian atau permusuhan individu?

Memang, istilah "kafir" tidak asing di telinga masyarakat kita. Namun kebanyakan masyarakat memahami kata “kafir” sebagai sebutan terhadap seseorang yang menolak Tuhan dan ajaran-Nya, atau dengan kata lain sebagai sebutan untuk orang yang tidak mempercayai ajaran agama.  Padahal bagi orang yang tidak mempercayai ajaran agama ada istilah lain dalam pandangan filosofi, yaitu “atheis”.  Ateisme adalah sebuah pandangan yang tidak memercayai keberadaan Tuhan dan dewa-dewi ataupun penolakan terhadap teisme. 

Konon menurut sejarah, kata kafir masuk ke dalam kosa kata bahasa Indonesia berasal dari orang-orang Indonesia yang memeluk agama islam.  Kafir (bahasa Arab: ر ف ك) berasal dari kata kufur yang berarti: menutup; ingkar; atau menolak.  Kafir secara harfiah berarti orang yang menyembunyikan atau mengingkari kebenaran (risalah Islam).
  
Sehingga Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka 1997) mendefinisikan kafir sebagai orang yang tidak percaya kepada Allah dan rasul-Nya.  Demikian pula menurut Ensiklopedi Islam Indonesia, dalam teologi Islam, sebutan kafir diberikan kepada siapa saja yang mengingkari atau tidak percaya kepada kerasulan nabi Muhammad Saw. atau dengan kata lain tidak percaya bahwa agama yang diajarkan oleh nabi Muhammad berasal dari Allah SWT. 

Kendati orang Yahudi atau Kristen meyakini adanya Tuhan, mengakui adanya wahyu, membenarkan adanya hari akhirat dan lain-lain, mereka (dalam teologi Islam) tetap saja diberi predikat kafir, karena mereka menolak kerasulan nabi Muhammad dan agama wahyu yang dibawanya.

Bagi umat Islam, semua orang non-Muslim adalah kafir.  Karena menurut syariat Islam, istilah kafir tertuju bagi orang yang mengingkari risalah Islam, yaitu mengingkari Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah dan mengingkari nabi Muhammad SAW sebagai rasul-Nya.

Dengan demikian maka cukup beralasan bagi Dwi Estiningsih bahwa tidak ada yang salah dengan penyebutan kafir pada cuitannya itu.  Orang yang beragama lain jangan tersinggung dan hendaknya menghargai keyakinan orang Islam yang menyebut kafir bagi non-Muslim.  Karena itu merupakan keyakinan bagi kaum Muslimin.

Demikian pula sebaliknya, hendaknya orang Muslim jangan marah dengan keyakinan orang Kristen yang menyebut untuk kalangan non Kristen dengan istilah domba yang hilang atau domba yang tersesat.

Lalu apa ada yang salah dalam istilah kafir dalam masyarakat kita?.  Yang salah barangkali adalah pemahaman yang salah kaprah tentang istilah kafir selama ini.  Kafir dipahami sebagai sebutan terhadap seseorang yang tidak mempercayai ajaran agama.  Padahal kafir adalah istilah dalam ajaran agama Islam sebagai penyebutan terhadap setiap orang non-Muslim.

Patut disesalkan Dwi Estiningsih menggunakan istilah kafir dalam cuitannya di twitter disaat masyarakat kita masih mempunyai pemahaman yang salah kaprah terhadap istilah itu.  Dan dapat dimaklumi pula bila masyarakat non Muslim geram dengan cuitan Dwi akibat kesalah pahamannya.  


------------------------------


Komentar :

Herry Van: Ya menurut Islam kafir halal darahnyan ditumpahkan!  Begitu kan? 
Jangan seenaknya mengkafir2kan orang, apalagi yg telah berjasa pada Bangsa ini. Lebih tau mereka atau negara ini kepahlawanan pak Kaisefo? 
Ibu ini semakin menegaskan bahwa orang2 Pks sapi inilah sumber berita hoax dan berita plintiran yg mengganggu ketertiban umum. Mohon Negara menunjukkan ketegasannya karena produk negara telah dihina seenaknya!

------------------------------
  
Bung Herry… menurut syariat Islam (sesuai yg dicontohkan nabi Muhammad), sikap orang muslim terhadap orang non Muslim (kafir) secara umum harus berinteraksi sosial secara baik. Kecuali terhadap Kafir Harbi (yg memusuhi/memerangi Islam).  Perhatikan negara2 yang warganya mayoritas muslim, disana warga non muslim hidup tenang damai tanpa gangguan.

Sesuai syariat Islam, Orang kafir terbagi menjadi empat macam, yaitu:
1. Kafir Dzimi, yaitu orang kafir yang berada di mayoritas Muslim dan mengikuti aturan penguasa islam.
2. Kafir Muahad, yaitu orang kafir yang tinggal di negara kafir, yang ada perjanjian damai dengan negara Islam.
3. Kafir Musta’man, yaitu orang kafir yang masuk ke negara Islam, dan mendapatkan jaminan keamanan dari pemerintah Islam.
4. Kafir harbi, yaitu orang kafir yang memusuhi/memerangi Islam.

Dari keempat macam orang kafir tersebut, hanya “Kafir Harbi” yang boleh diperangi dan halal darahnya untuk ditumpahan.


Salam …

Tidak ada komentar:

Posting Komentar