Jumat, 03 Februari 2017

Resume Deka

1.     Apakah islam itu ?
2.     Sumber Ajaran Islam
3.     Pilar agama Islam

4.     Aspek pokok ajaran islam (akidah, syariah, akhlak)
5.     Sumber Ajaran Islam
4.     Tujuan ibadah dalam Rukun Islam
5.     Ibadah mahdhah & ghair mahdhah
6.     Ibadah sosial
7.     Tingkat ketaqwaan / keimanan
8.     Iktilaf
9.     Aliran tekstual dan kontekstual
10.   Memahami teks perintah & larangan dalam alquran
11.   Ayat-ayat tentang akal
12.   Taqwa, kafir & munafik
13.  Tiga unsur ruhaniah
14.  Tasawuf
15.   Keajaiban al-Qur’an
16.   Puasa
17.   Empat sifat mulia Rasulullah
18.   Yang paling ...
19.   Hakekat kebahagiaan.
20.   Memaafkan
21.   Mencintai anak
22.   Filsafat dan Psikologi
23.   Lebah
24.  Kapita Selekta

----- ----- -----

1.  Apakah Islam  Itu?
Islam adalah agama yang mengimani Allah Swt sebagai satu-satunya tuhan pencipta dan pengatur seluruh alam semesta, dan Nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul Allah paling akhir, serta al-Qur’an sebagai kitab suci yang menjadi pedoman atau petunjuk hidup bagi seluruh manusia untuk menggapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Islam berasal dari kata Arab "aslama-yuslimu-islaman" yang secara kebahasaan berarti "menyelamatkan".   Kata islam sendiri terbentuk dari tiga huruf, yaitu S (sin), L (lam) dan M (mim) yang mempunyai makna kata dasar : “Salam” (selamat), “Salm” (damai), “Aslama” (tunduk), dan “Salim” (bersih/suci).   Jadi secara harfiah, Islam memiliki arti: selamat, damai, tunduk/patuh, dan bersih/suci.
Penyebutan bagi penganut ajaran agama Islam adalah muslim.
2.   Sumber Ajaran Islam.
Sumber pokok (primer) ajaran islam adalah Al-Quran dan Hadis (Sunah Rasul), serta Ijtihad sebagai sumber hukum sekunder.
a.     Al-Qur’an.
Al Qur’an adalah adalah kumpulan wahyu atau firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw melalui perantara malaikat Jibril, berisi ajaran tentang akidah (keimanan/tauhid), syariat (hukum/aturan ritual dan sosial), dan akhlak (moral/budi pekerti). 
Al-Quran adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw, bahkan terbesar pula dibandingkan mukjizat para nabi sebelumnya. Al-Quran membenarkan Kitab-Kitab sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkan sebelumnya, yang dijadikan sebagai acuan dan pedoman hidup bagi umat Islam.
b.    Hadis. 
Hadis atau As-Sunah adalah segala perkataan, perbuatan dan sikap Nabi Muhammad Saw.  Sunah merupakan sumber ajaran Islam yang kedua, setelah al-Qur’an.   Kedudukan As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam dijelaskan Al-Quran pada: Q.S. 4:65 dan Q.S. 59:7 
As-Sunnah berfungsi untuk memperjelas, menafsirkan isi atau kandungan dari ayat-ayat Al-Qur’an dan memperkuat pernyataan ayat-ayat Al-Qur’an serta mengembangkan segala sesuatu yang samar-samar atau bahkan tidak ada ketentuannya di dalam Al-Qur’an.
c.     Ijtihad. 
Ijtihad adalah “sarana ilmiah” untuk menetapkan hukum sebuah perkara yang tidak secara tegas ditetapkan Al-Quran dan As-Sunnah. Pelakunya disebut Mujtahid.  Kedudukan Ijtihad sebagai sumber hukum atau ajaran Islam ketiga setelah Al-Quran dan As-Sunnah.

3.  Dua Pilar Agama Islam.
Dalam agama Islam dikenal dua pilar penting yang menjadi pedoman hidup bagi pemeluknya, yaitu “Rukun Iman” dan “Rukun Islam”.
a.   Rukun Iman.
Rukun Iman merupakan 6 perkara yang wajib diimani oleh orang muslim, yaitu:
1. Iman kepada Allah (sebagai satu-satunya tuhan pencipta dan pengatur seluruh alam semesta).
2. Iman kepada para malaikat.
3. Iman kepada kitab-kitab Allah (Taurat, Zabur, Injil dan al-Qur’an)
4. Iman kepada Nabi dan Rasul
5. Iman kepada hari akhir (kiamat).
6. Iman kepada takdir Allah (yang baik maupun yang buruk).

b.   Rukun Islam.
Rukun Islam merupakan 5 perkara yang wajib dilakukan oleh orang-orang muslim, adalah:
1. Syahadat, yaitu menyatakan kalimat tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad itu rasul Allah
2. Shalat, yaitu ibadah ritual sembahyang lima waktu dalam sehari.
3. Zakat, yaitu memberikan 2,5% dari uang penghasilan kepada orang miskin atau yang membutuhkan .
4. Puasa, yaitu berpuasa mengendalikan diri dari makan, minum dan nafsu seksual selama bulan Ramadhan.

5. Haji, yaitu pergi beribadah ke Mekkah bagi mereka yang mampu. 
Karakteristik orang Mukmin :
a.   Menghormati tetangganya
b.   Menyambung tali persaudaraan
c.   Berbicara benar, atau bila tak mampu maka berdiam diri.
d.   Tidak bisa tidur dalam (keadaan kenyang) bila tetangganya  kelaparan

4.  Aspek pokok ajaran islam (akidah, syariah, akhlak)
Secara garis besar, ruang lingkup ajaran Islam menyangkut tiga aspek pokok, yaitu akidah (keyakinan), syariah (hukum-hukum), dan akhlak (tabiat dan prilaku).
a)   Akidah adalah keimanan atau keyakinan akan eksistensi Allah sebagai pencipta, pengatur dan penguasa seluruh alam semesta, serta meyakini kebenaran seluruh yang difirmankannya.  Akidah Islam dibangun atas dasar enam keimanan (rukun iman).
b)   Syariah merupakan sistem nilai dan merupakan inti ajaran Islam, yang mencakup aturan-aturan (hukum) Allah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, sesama manusia, dan alam selain manusia.
Sistem nilai Islam dibagi dalam dua dimensi, yang disebut dengan:    
·         Ibadah Mahdhah  (hubungan secara vertikal = ibadah berdimensi ritual), yaitu berupa kegiatan-kegiatan atau upacara-upacara dalam rangka menyembah Allah.                                                                     
·         Ibadah Ghair-mahdhah (hubungan secara horizontal = ibadah berdimensi sosial), yaitu berupa amal saleh dalam bentuk hubungan sesama manusia dan mahluk lainnya, disebut juga dengan muamalah.
c)   Akhlak adalah aspek perilaku, yaitu merupakan cerminan dari apa yang ada dalam jiwa.
Akhlak merupakan system etika Islam yang meliputi sikap terhadap Tuhan, sesama dan mahluk lainnya.   Rasulullah Muhammad Saw diutus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlak (innama bu’itstu  li utammima makaarimal akhlaq).
Akhlak merupakan puncak dari keimanan seseorang.  Nabi bersabda : ”Orang mukmin yang paling sempurna keimannya adalah orang yang sempurna akhlaknya”.

4.  Tujuan Ibadah dalam rukun Islam :
-   Shalat               :  mengingat Allah (QS. Toha 14)
-   Zakat                :  membersihkan dan mensucikan jiwa  (QS At-Taubah 103)
-   Puasa              :   membentuk manusia taqwa  (QS. Al-Baqarah 183)
-   Haji                  :   mengambil manfaat dari perjalanan hidup (QS. Al-Haj 27-32)

5.  Ibadah Mahdhah & Ghair Mahdhah
Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya, yaitu ibadah Mahdhah dan Ghair-mahdhah.
·      Ibadah Mahdhah. 
Merupakan ibadah berupa penghambaan yang murni hanya merupakan hubung an antara hamba dengan Allah secara langsung.  Misal : Shalat, Puasa, Haji, Umrah, Wudhu, I’tikaf, dsb.
Ibadah mahdhah berdimensi vertikal atau ritual,  yaitu berupa kegiatan-kegiatan atau upacara-upacara dalam rangka menyembah Allah.                              
Prinsip ibadah mahdhah :
a.  Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah (dari al-Quran maupun al- Sunnah).
b.  Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul Saw. Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil, maka dikategorikan bid’ah.
c.  Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu.
d.  A zasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan.
Rumusan Ibadah Mahdhah adalah : “KA + SS” (Karena Allah + Sesuai Syari’at)                     
·      Ibadah Ghair-Mahdhah. 
Merupakan ibadah yang di samping sebagai hubungan  hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya . 
Ibadah ghair-mahdhah berdimensi horizontal atau sosial,  yaitu berupa amal saleh dalam bentuk hubungan sesama manusia dan mahluk lainnya, disebut juga dengan muamalah.
Prinsip ibadah Ghair-mahdhah :
a.  Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diselenggarakan.
b.  Tatacaranya tidak harus berpola kepada contoh Rasul Saw. Maka dikenal adanya istilah bid’ah hasanah.
c.  Bersifat rasional,  ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika.  Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
d.  Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.
Rumusan Ibadah Ghairu Mahdhah: “BB + KA” (Berbuat Baik +  Karena Allah)

Ibadah dalam Islam dibagi dalam dua dimensi, yaitu : ibadah Mahghah  (ibadah berdimensi ritual) dan ibadah Ghair-mahdhah (ibadah berdimensi sosial). Kedua dimensi ibadah tersebut harus dilakukan secara keseluruhan oleh setiap Muslim. 
Allah SWT secara tegas memerintahkan kita agar masuk Islam secara kaffah (menyeluruh). “Udkhulu fis-silmi kaffah” (QS. Al Baqarah: 208), artinya “Masuklah ke dalam Islam secara kaffah (menyeluruh)”.   Tidak dibenarkan seseorang hanya melaksanakan ibadah ritual saja,  sementara mengabaikan ibadah sosial. Demikian pula sebaliknya.  Ibadah ritual dan sosial harus dilaksanakan secara keseluruhan dan berimbang.
Tidak dibenarkan seseorang hanya melaksanakan ibadah ritual saja, sementara mengabaikan ibadah sosial.   Allah SWT juga memerintahkan kita untuk berhubungan baik dengan sesama manusia (hablim minan naas).    “Dhuribat ‘alaihi mudh dhillatu ainamaa tsuqifuu  illaa  bi hablim minallahi   -  wa hablim minan naas”  (Ali Imran 112) : ditimpakan atas mereka ”kehinaan” dimana saja mereka berada, kecuali kalau mereka berhubungan baik dengan Allah (hablim minallah) dan berhubungan baik dengan sesama manusia (hablim minan naas).
Nilai Ibadah Sosial Lebih Besar daripada Ibadah Ritual.
Prof. Dr. Jalaluddin Rahmad, berpendapat bahwa, Islam menekankan ibadah dalam dimensi sosial jauh lebih besar daripada dimensi ritual.    Kalau kebetulan kegiatan ibadah ritual itu bersamaan dengan pekerjaan lain yang mengandung dimensi sosial, maka Islam memeberi pelajaran untuk mendahulukan yang sosial.
Ketika nabi sedang shalat di rumah, beliau berhenti dan membukakan pintu untuk tamu yang datang, kemudian beliau melanjutkan shalatnya kembali.
Seseorang datang kepada rasulullah, mengadukan ada seseorang perempuan yang shalatnya rajin tetapi dia selalu menyakiti tetangga dengan lidahnya.    Apa kata Rasulullah?, ”Perempuan itu di neraka”. (HR. Ahmad, Hakim).
Tidak beriman kamu, kalau kamu tidur dalam keadaan kenyang, sementara tetanggamu kelaparan. (HR. Al-Bukhary) 
Orang bodoh yang dermawan lebih dicintai Allah ketimbang ahli ibadah yang pelit. (HR. Al-Tirmidzi dari Abu Hurairah)
Dalam suatu riwayat, Nabi pernah menjelaskan kepada sahabat-sahabatnya tentang bangkrut.  Rasulullah menjelaskan, sesungguhnya orang yang bangkrut adalah orang yang rajin menjalankan ritus-ritus ibadah (shalat, shaum, zakat, dan lain sebaginya), tetapi dia tidak memiliki akhlak yang baik, dia sering merampas hak orang lain, sering menyakiti hati orang, sering berbuat zalim, dsb.    Sehingga pahala amalnya habis berpindah ke orang lain dan dosanya bertambah banyak

Akhlak Ukuran Tingkat Ketaqwaan
Tingkat keimanan seseorang diukur dari akhlaknya (prilaku sosial), bukan dari ibadah mahdhah semata. 
Pendusta Agama.   Dalam al-Qur’an Al-Ma’un: 1-3, Allah SWT mencap bagi orang-orang yang tidak peduli terhadap nasib fakir miskin sebagai  pendusta agama”.   Prof. Dr. Hamkamemaknai “pendusta agama”  adalah orang yang mendustai agama, yaitu mendustai shalatnya, mendustai zakatnya, mendustai puasanya, juga mendustai ibadah hajinya. Karena ibadah spiritual yang ia lakukan (shalat, zakat, puasa, dan haji) tidak berdampak baik pada ibadah sosialnya, yaitu tidak peduli terhadap nasib anak yatim dan  orang miskin.
Manusia yang paling baik.  Banyak hadis yang menyatakan bahwa untuk mengukur keimanan seseorang itu adalah dari akhlaknya (prilaku sosial).  Rasulullah bersabda, khairunnas anfa’uhum linnas ”Manusia yang paling baik (dicintai Allah Ta’ala),  ialah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain.  (HR. Ibnu Hajar Al-Asqalani)
Amal yang paling utama. Ketika Rasulullah ditanya, ”Amal apa yang paling utama?”.  Nabi yang mulia menjawab, ”Seutama-utama amal ialah memasukkan rasa bahagia pada hati orang yang beriman, yaitu melepaskannya dari rasa lapar, membebaskannya dari kesulitan, dan membayarkan hutang-hutangnya.”  (HR. Ibnu Hajar Al-Asqalani)
Sedekah ciri orang bertaqwa. Salah satu ciri orang yang bertaqwa antara lain adalah menafkahkan sebagian rizki.  ”Hudallil muttaqiin – alladziina yu’minuuna bil ghaibi - wa yuqiimuunash shalaata- wa mim maa razaqnaahum yunfiquun”  (QS. Al-Baqarah: 2-3), artinya: ”(Al Qur’an) merupakan petunjuk bagi  mereka yang bertaqwa, yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka.”
 > 
Shalat dan zakat. Di dalam Al-Quran, kata “shalatpada umumnya digandengkan dengan kata “zakat”.   “Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.” (QS. Al-Baqarah: 83).
Iman dan amal shaleh. Di dalam Al-Quran, kata “iman” pada umumnya digandengkan dengan kata “amal saleh”.  
(1) QS. Al-Baqarah: 82 ; “Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya”.
(2) QS. Thaha: 75 ; “Dan barang siapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal saleh, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia)”.
Jadi tingkat keimanan seseorang itu, justru diukur dari akhlaknya (prilaku sosial), bukan dari ibadah mahdhah semata.  Namun kita sering mengukur ketaqwaan seseorang dari ritualnya ketimbang sosialnya.   Prof.  Mukti Ali : Orang-orang Muslim banyak yang lebih peka terhadap masalah-masalah ritual keagamaan, daripada masalah-masalah sosial. Padahal Allah memerintahkan untuk Hablu minallah wa habluminannnas secara seimbang.

7.  Tingkat Ketaqwaan / Keimanan

Dalam ajaran Islam dikenal ada tiga prinsip Islam yang pokok, yang bisa dipandang sebagai tingkatan keimanan, yaitu Islam, Iman dan Ihsan .
-       Tingkatan  Islam, seseorang telah mempunyai akidah atau keimanan/kepercayaan yang diajarkan oleh agama Islam (rukun iman).  Ia disebut sebagai muslim, yang keyakinannya terhadap ajaran Ilahi masih tipis. 
-       Tingkatan Iman, seseorang yang telah mempunyai keyakinan cukup baik terhadap ajaran Islam, sehingga ia melaksanakan aturan (perintah dan larangan) yang disyariatkan oleh agama Islam.  Ia disebut sebagai mu’min
-       Tingkatan Ihsan, seseorang telah mempunyai kepercayaan/keyakinan sangat tinggi terhadap ajaran Islam, sehingga mempunyai akhlak mulia dan telah mencapai derajat ketaqwaan tertinggi. Ia disebut sebagai muhsin.
Menurut ahli Tasawuf, bahwa Islam tidak sebatas melaksanakan ibadah sesuai syariat saja, melainkan ada tingkatan-tingkatan yang wajib ditempuh.  Tingkatan peribadatan itu adalah : Syariat, Tarikat, Hakikat dan Makrifat
       Syariat : Berkaitan dengan penguasaan ilmu (hukum atau aturan) yang diajarkan secara tersurat/ lugas oleh Al Quran dan hadis
Tarikat  : Berkaitan dengan ilmu tentang cara-cara mendekatkan diri kepada Allah Swt, dengan melakukan amalan-amalan tambahan yang bersifat sunah.
Hakikat : Berkaitan dengan ilmu yang berkenaan dengan isyarat dan rahasia yang terkandung di balik hukum syari’at  yang diperoleh melalui pengalaman ruhaniah.
Makrifat:  Berkaitan dengan “rasa” bahwa jiwa seseorang telah berada pada kehadirat Allah Swt. (Manunggaling Kawula Gusti).
Tiga dimensi agama Islam adalah :

SYARIAT
 

HAKIKAT

 

MA’RIFAT
 
 




Sejajar dengan dimensi:

  IKHSAN
 

ISLAM
 

IMAN
 
 





8.   Iktilaf
Timbulnya  Iktilaf (perbedaan pendapat) diantara para ulama dalam memahami AQ dan hadist disebabkan oleh :
a.     Ayat AQ dapat mengandung banyak makna. 
b.     Hadis beredar dari mulut ke mulut selama hampir dua ratus tahun di antara perawi hadis, sehingga dalam penulisannya memungkinkan terjadinya ketidaksempurnaan.
c.     Kecerdasan, pengalaman dan sosio-kultural para ulama yang berbeda, menyebabkan berbeda dalam menafsirkan ayat AQ dan hadis, serta berbeda dalam menyusun metode Ijtihad.
Contoh :
1)    Huruf dalam AQ yang mengandung banyak arti/fungsi dan tergantung konteksnya, antara lain huruf "fa", "waw", "aw", "illa" dan "hatta" .  Sebagai contoh, huruf "fa" mengandung dua fungsi, yaitu berfungsi "li tartib dzikri" (susunan dalam tutur kata) dan berfungsi "li tartib haqiqi" (susunan menurut kenyataan).
2)   Perbedaan dalam memahami lafaz perintah dan larangan
·         Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu” (QS17;79). Para ulama ada yg memandang bahwa itu adalah wajib (mazhab Zhahiri), dan ada yg memandang sunnah (jumhur ulama).
·          “Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (QS.62:10)
3)  Perbedaan dalam memahami hadis
·         Potong tangan bagi pencuri
·         Cara membersihkan najis di badan.
·         Syarat shalat di Jama’ dan qashar.
·         jari bergerak ketika tahiyat.
Jalan sufi hanya mengungkapkan bahwa di balik perbedaan syariat itu, terdapat persamaan tarekat dan hakekat.
Ikhtilaf tidak dapat dihindarkan. Yang dapat dihindarkan adalah khilaf.
Jika paradigma fiqih memandang ikhtilaf sebagai pertentangan antara kebenaran dan kebatilan, paradigma akhlak melihat ikhtilaf sebagai peluang untuk memberikan kemudahan dalam menjalankan agama.
QS.Al-Baqarah 185 : Allah menghendaki kemudahan, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.
QS.Al-Hajj 78 :  Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
Jangan menilai keimanan seseorang dari mazhab yang dianut, tapi lihatlah akhlak dan amalnya, serta seberapa besar konstribusinya bagi kemaslahatan umat.

9.   Aliran Tekstual dan Kontekstual
Di kalangan para sahabat, ada dua aliran, yaitu aliran tekstual dan aliran kontekstual.  Aliran tekstual adalah memahami teks-teks agama sesuai dengan yang tertulis dalam teks tersebut, sementara aliran kontekstual adalah memahami agama dengan melihat kepada makna dan tujuan daripada teks-teks tersebut.
Dengan kata lain, aliran tekstual adalah memahami apa yang tersurat, sementara aliran kontekstual adalah memahami apa yang tersirat.
Tokoh aliran tekstual di kalangan sahabat Nabi SAW adalah Sayyidina Abdullah bin Umarra, Sementara tokoh aliran kontekstual adalah istri Nabi Muhammad SAW, Ummul Munin Aisyah, dan muazin Nabi, Bilal bin Rabah RA.
Abdullah bin Umar selalu melakukan apa yang dilakukan Rasulullah SAW, bahkan apabila Nabi SAW berteduh di bawah pohon atau duduk di atas sebuah batu. Pengikut aliran tekstual cenderung ingin mengikuti perilaku Rasulullah SAW sesuai apa adanya tanpa mencari maksud dan makna filosofisnya.
Sementara, pengikut aliran kontekstual cenderung lebih mengembangkan perintah-perintah agama itu dengan konteks kekinian.

10.  Memahami Teks Perintah & Larangan Dalam Alquran Maupun Hadis
Memahami Alqur'an maupun hadis tidak bisa hanya secara tekstual (harfiah), tapi harus kontekstual (maknawiah). Serta memahami ilmu tata bhs Arab (Nahwu, Shorof, Balaghoh), Asbabul Nuzul/Wurud, dsb.
Terkait PERINTAH (al-Amr) maupun LARANGAN (al-Nahyu) dalam teks-teks AQ maupun hadis, penting untuk tahu hakekatnya.  Krn banyak lafal2 yang Mujmal (pengertian blm tegas) atau bersifat Musytafak (pengertian global).  
Tidak Semua Fiil Amr (Kata Perintah) Itu Wajib Mutlak Hukumnya
Dlm ilmu Bahasa Arab,  Tidak semua kata perintah itu wajib mutlak hukumnya. Dilihat dari segi bentuknya, maka kalimat perintah (shiyagh al-Amr) dapat dibagi empat, yakni:
a.  Fi’il Amr ; Bersifat mutlak. (mis: Dirikanlah shalat…, Diwajibkan atas kamu berpuasa…)
b.  Fi’il Mudhari’ : Ini anjuran.  (mis: Hendaklah ada diantara kamu)
c.  Isim Mashdar : Bersifat informasi ttg perintah (mis: Dan Tuhanmu telah Memerintahkan…)
d.  Isim fi’il al-Amr, maksudnya adalah lafal yang berbentuk isim, namun diartikan dengan fi’il
Tingkatan Kata Perintah
Ada banyak kata kerja perintah (fiil amr) di dlm AQ dan hadis, tapi tingkatannya berbeda.  Macam2 makna kalimat perintah (al-Amr ) :
a.  Bersifat ancaman (tahdid). Misal: Diwajibkan atas kamu …
b.  Bersifat menganjurkan (nadb). Misal : Hendaklah kamu …
c.  Bersifat petunjuk (irsyad). Misal:  Apabila kamu … maka hendaklah …
d.  Bersifat kebolehan (ibahah). Misal : …Makanlah kamu dan minumlah kamu…
e.  Mempersilahkan (takrim). Misal: Masuklah ke dalam surga
f.  Untuk melemahkan (ta’jiz).  Misal:  Maka datangkanlah satu surat yang seperti …
g.  Untuk mendustakan (takzib). Misal: Tunjukkanlah bukti …
h.  Untuk permohonan. Misal: Berikanlah kami …
Jadi tidak semua kata perintah (fiil amr) itu wajib mutlak hukumnya.

11.  Ayat-ayat tentang AKAL
Al-Qur’an mengajak akal manusia untuk bertafakkur (memikirkan) dan bertadzakkur (mengingat) akan ciptaan Allah. Dengan adanya akal dan ilmu yang dimilikinya, manusia dapat dibedakan atas golongan yang berilmu dan golongan yang bodoh.
Allah Swt dalam Quran-Nya lebih dari 300 kali mengajak manusia untuk menggunakan, memanfaatkan sumber daya ini (akal) yang telah Allah berikan (untuk manusia).  Beberapa ayat Al Quran tentang akal antara lain :
Al-Baqarah (2):197. “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.”
Al-Baqarah (2):269. “Allah menganugrahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).”

12.  Taqwa, Kafir & Munafik
Surat Al Baqarah bercerita tentang tiga kelompok manusia, yaitu Al-Muttaqin (orang-orang taqwa), Al-Kafaru (orang-orang kafir) dan Al- Munafiqin (orang-orang munafik). Dari ketiga kelompok tersebut, yang paling banyak diceritakan dalam Al-Qur’an adalah kelompok orang munafik.
·         Taqwa.
Ketaqwaan adalah prestasi tertinggi yang diraih oleh seorang mukmin dalam pengabdiannya kepada Allah SWT.       Hanya dengan taqwa-lah seorang mukmin dapat memperoleh kemuliaan di sisi Allah, yakni surga.  Taqwa merupakan tingkatan tertinggi dalam ibadah.
Inna Akramakum ‘Indallaahi Atqaakum ( ‘’...sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa ‘’) 

Akmalul Mu’miniina Imaanan Ahsanuhum Khuluqan (Orang mukmin yang paling sempurna keimannya adalah orang yang sempurna akhlaknya  (HR. Tarmidzi)

Ciri-ciri orang yang bertaqwa, antara lain adalah :
a.   Suka shalat malam dan banyak ber istighfar. (QS. 51:18 ; 3:17)
b.   Sabar dalam penderitaan dan kesempitan (QS.2: 177)
c.   Menahan amarah, mudah memaafkan dan suka minta maaf. (QS. 3:134)
d.   Dermawan, yaitu suka menginfakkan apa saja yang paling disukainya kepada orang yang membutuhkannya, baik dalam keadaan lapang maupun susah. (QS. 2:3,177 ;  3:17,134 ; 51:19)

·            Kafir

Dalam teologi Islam, semua orang non-Muslim adalah kafir.  Karena menurut syariat Islam, istilah kafir tertuju bagi orang yang mengingkari risalah Islam, yaitu mengingkari Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah dan mengingkari nabi Muhammad SAW sebagai rasul-Nya.
Menurut syariat Islam (sesuai yg dicontohkan nabi Muhammad), sikap orang muslim terhadap orang non-muslim (kafir) secara umum harus berinteraksi sosial secara baik. Kecuali terhadap Kafir Harbi (yg memusuhi/memerangi Islam).  Perhatikan negara2 yang warganya mayoritas muslim, disana warga non muslim hidup tenang damai tanpa gangguan.
Sesuai syariat Islam, Orang kafir terbagi menjadi empat macam, yaitu:
a.   Kafir Dzimi, yaitu orang kafir yang berada di mayoritas Muslim dan mengikuti aturan penguasa islam.
b.   Kafir Muahad, yaitu orang kafir yang tinggal di negara kafir, yang ada perjanjian damai dengan negara Islam.
c.   Kafir Musta’man, yaitu orang kafir yang masuk ke negara Islam, dan mendapatkan jaminan keamanan dari pemerintah Islam.
d.   Kafir Harbi, yaitu orang kafir yang memusuhi/memerangi Islam.
Dari keempat macam orang kafir tersebut, hanya “Kafir Harbi” yang boleh diperangi dan halal darahnya untuk ditumpahan.

·      Munafik
Secara etimologi kata munafik berasal dari kata “nifak” yang berarti berpura-pura, atau menampakkan yang baik dan menyembunyikan yang buruk.   Secara sederhana istilah munafik mempunyai pengertian bermuka dua, atau adanya perbedaan sikap antara lahiriah dan batiniah.
Rasulullah SAW menyebut orang yang bermuka dua (al wajhain) adalah manusia yang paling buruk, seperti disebutkan di dalam hadits: “Manusia yang paling buruk adalah orang yang bermuka dua, yang mendatangi kaum dengan muka tertentu dan mendatangi lainnya dengan muka yang lain.” (H.R. Bukhari dari Abu Hurairah).
Orang munafik lebih bahaya ketimbang orang-orang kafir. Bila orang kafir menentang dan melawan perjuangan Islam dengan terang-terangan, maka orang-orang munafik menggerogoti Islam dari dalam tubuh sendiri. Mereka adalah musuh dalam selimut. Oleh karenanya, siksa mereka di akhirat lebih pedih ketimbang orang-orang kafir.
Segala bentuk aktifitas orang-orang munafik sangat membahayakan dan merugikan umat Islam, karena secara langsung maupun tak langsung ia mendukung perjuangan orang-orang kafir.  Dalam sejarah peradaban Islam, peran orang-orang munafik sangat signifikan dalam meruntuhkan kejayaan Islam.
Ciri-ciri orang munafik.  
Orang munafik adalah orang yang bermuka dua dan bermulut dua, yaitu adanya perbedaan antara sikap lahir dan sikap batin.   Dalam keseharian Nabi Muhammad memberikan ciri-ciri orang munafik, seperti yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, yaitu:
1) Apabila dipercaya ia berkhianat;
2) Apabila berkata ia berdusta; dan
3) Apabila berjanji ia ingkar.
Prilaku orang munafik
1) Bersekutu dengan orang-orang kafir;
2) Mengangkat orang kafir sebagai aulia (penolong/pemimpin);
3) Membantu orang-orang Kafir yang menentang Islam;
4) Tidak mau berperang karena takut mati; dan
5) Tidak mau membela kepentingan umat Islam.
Sebab orang menjadi munafik,
Sebab utama orang menjadi munafik adalah karena lemahnya iman, yang bisa membuat dirinya: melacurkan akidah demi memperoleh keuntungan,  takut kehilangan kedudukan, takut kehilangan harga diri, menghindari rasa malu dan mencari muka atau pujian.

13.  Tiga Unsur Ruhaniah
Allah menciptakan manusia selain berupa jasmani, manusia dilengkapi pula dengan tiga unsur ruhaniah yaitu akal, nafsu dan qalbu/perasaan.  Tiga unsur ruhaniah itu merupakan komponen dasar kehidupan manusia.
a.  Nafsu.  Dalam setiap diri manusia terdapat apa yang disebut sebagai motive /drive.   Motive atau drive ini merupakan suatu kekuatan yang mendorong manusia untuk berbuat sesuatu.   Tanpa adanya motive atau drive, manusia tidak mempunyai kemauan untuk berbuat sesuatu. 
Dalam khasanah Islam, nafsu ada dua, yaitu quwwah syaitaniah (nafsu setan) adalah nafsu yang cenderung mendorong kearah kesesatan, dan quwwah rabbaniyah (nafsu ketuhanan) adalah nafsu yang cenderung mendorong kearah kebajikan.
Nafsu itu ibarat api.  Ia sangat berguna manakala kita dapat mengendalikannya, namun akan menjadi malapetaka apa bila kita tidak dapat mempergunakan dan mengendalikannya dengan baik
b.  Otak atau akal.  Otak atau akal berfungsi untuk berfikir untuk memecahkan suatu masalah , serta mengingat dan memahami suatu peristiwa atau kejadian.   Otak mampu menciptakan konsep-konsep atau keinginan-keinginan untuk mencapai sesuatu.     Otak/akal inilah yang mampu menggerakkan jasmani untuk melakukan suatu perbuatan.
c.   Hati berfungsi menyaring apa yang patut atau tidak patut dikerjakan.  Kalau hati seseorang baik atau bersih  tentu dapat memberi arah apa yang otak seyogyanya ciptakan. Tetapi kalau hatinya tidak bersih (hitam), maka dapat saja otak tersebut bekerja semaunya.
Selanjutnya peran jasmani adalah melaksanakan apa yang telah dikehendaki oleh otak dan hati.  Ia bekerja kalau sudah ada perintah dari otak dan hati.  Jasmani tidak berfikir, ia hanya bekerja setelah menerima petunjuk.
Yang paling dominan dari komponen dasar kehidupan manusia tersebut adalah nafsu. Karena 80% aktifitas kita sehari-hari digerakkan oleh nafsu. Sementara peran fikiran maksimal hanya 20%, sedangkan yang paling sedikit berfungsi adalah hati nurani.
Alaa wa inna fil jasadi mudh ghah   -   idzaa sholuhat sholuhal jasadu kulluhu - Waidzaa hasadat fasadal jasadu kulluhu  -   alaa wahiyal qalbu. (Ketahuilah bahwa di dalam jasad ini ada segumpal daging (mudghah), bila ia baik/sehat maka sehatlah seluruhnya, dan bila ia buruk/rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah bahwa itu adalah qalbu).

14.  Tasawuf

Tasawuf  atau Sufisme  adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin serta untuk memperoleh kebahagian yang abadi.
Tasawuf dapat diartikan sebagai  cara atau adab batiniah untuk mencapai makrifat, yaitu memperoleh hubungan langsung dengan Tuhan, sehingga merasa dan sadar bahwa dirinya berada di hadirat Tuhan.
Makrifat merupakan tingkat tertinggi dari perjalanan menuju Tuhan, dimana seseorang merasa menyatu dengan Tuhan (wahdat al wujud = manunggaling kawula gusti)
Semua ulama tasawuf sependapat bahwa satu-satunya jalan yang dapat mengantarkan seseorang mencapai makrifat adalah melalui kesucian jiwa (tazkiyatun nafs) dan kebersihan hati (qalbun salim). 
Untuk memperoleh jiwa suci dan bersih hati itu perlu menjalani serangkaian proses tarbiyah (pendidikan) dan riyadhah (latihan mental spiritual) dalam sebuah lembaga spiritual (tarekat) yang dibimbing oleh seorang Mursyid untuk penghayatan secara hakekat.
Dalam rangkaian metode pembersihan hati untuk mencapai makrifat, para sufi menetapkan dengan tiga tahap yaitu Takhalli,Tahalli, dan Tajalli.
a.   Takhalli, tahap pengosongan atau membersihkan hati dari keterikatan pada dunia. (untuk mengisi botol dg air mineral maka hrs dikosongkan lebih dulu)
b.  Tahalli, tahap pengisian hati yang telah dikosongkan dengan akhlak Tuhan, yaitu disibukkan dengan dzikir dan mengingat Allah. Pada tahap ini, hati akan merasai ketenangan. Hatinya sedih jika tidak mengingat Allah dalam setiap detik.
c.  Tajalli, tahap “penampakan” Tuhan secara metafisik. Disitu kebahagian sejati telah dating,  Ia lebur bersama Allah dalam kenikmatan yang tidak bisa dilukiskan. Pada tahap ini, para sufi menyebutnya sebagai ma'rifah, orang yang sempurna sebagai manusia luhur.
Dalam tarekat, seorang salik (calon sufi), dengan bimbingan seorang syaikh mursyid (guru tarekat), harus menjalani tarekat (amalan spiritual) sesuai tahapan spiritual (maqam).  Sebagai contoh, maqam pertama adalah tobat, kemudian sabar, tawadu (rendah hati), zuhud (orientasi non duniawi), tawakal, dan seterusnya hingga makrifat. Seseorang tidak dapat melewati sebuah maqam tertentu kecuali dengan menyempurnakan seluruh kewajiban yang harus dijalankan pada maqam tersebut.
Prinsip maqam ketasawufan :
a.      Zikrullah, artinya mengingat Allah dengan cara menyebut nama-nama Allah (asma’ al-husna).
b.      Muraqabah: kesadaran bahwa seseorang tidak lepas dari pengawasan Allah,
c       Zuhud: membebaskan diri dari pengaruh dan godaan keduniawian.

Unsur-unsur Tarekat :
a.   Guru tarekat (mursyid / syaikh)
  1. Salik (murid tarekat)
  2. Suluk (wirid dan amalan yang harus dilakukan salik)
  3. Zawiyah (majelis tempat para salik mengamalkan sulk)
Tokoh Tarekah pertama :
a.    Syekh Abdul Qadir Jaelani (Bagdad)
b.    Syekh Ahmad Riva’i  (Mesir)
c.    Syekh Jalaluddin Rumi  (Parsi)

Salah Paham Terhadap Tasawuf  : 
-     Praktek tasawuf banyak menyimpang dari ajaran Rasulullah.
-     Tasawuf lebih berorientasi pada kesalehan individual
-     Mengutamakan kehinaan dari kemuliaan (menyukai kesusahan dari kesenangan).   
-     Tasawuf sebagai penyebab keterbelakangan kehidupan kaum Muslim.
-     Dua istilah yang sering disebut-sebut oleh orang-orang sufi adalah Syari’at dan hakikat.   Syari’at adalah merupakan sejumlah kumpulan hukum praktis yang berupa tuntunan, yakni apa yang dikenal dengan sebutan Fiqih.    Hakikat adalah isyarat dan rahasia yang terkandung di balik hukum tersebut.
Golongan Tasawuf.
a.  Kaum Sufi Konfensional :   Memahami hakekat dari apa yang ada pada ketetapan syari’at, dengan menjalani serangkaian proses tarekat (amalan spiritual) untuk mencapai tingkat makrifat.
Kalau di kalangan ahli fiqih dikenal mana sunnah dan mana yang bid’ah, maka di kalangan para sufi tidak dikenal hal seperti itu.  Yang dipersoalkan para sufi adalah apakah hati kita semakin dekat kepada Allah atau tidak.
b.  Kaum Sufi Ekstrim :   Memahami apa yang ada di balik ketetapan syari’at, sehingga bilamana hal itu telah dapat diselami, maka menjalankan syari’at bukan lagi suatu keharusan.
c.  Kaum Sufi Modern :  Tasawuf sering dipahami sebagai akhlak untuk mendekati Tuhan.   Tiga dimensi agama Islam yaitu Islam, Iman dan Ihsan itu sejajar dengan tiga dimensi lain yaitu syariah, tarekat dan hakekat.   Ihsan adalah dimensi tertinggi dalam Islam untuk menuju Tuhan, itulah tasawuf.

15.  Keajaiban Al Qur’an
a.   Berdasarkan pengamatan atau penelitian secara sederhana:
1)     Al Qur’an adalah sebuah buku yang tidak pernah direvisi. 
2)     Al Qur’an adalah satu-satunya buku tebal yang mampu dihafal oleh manusia
3)     Isi atau ajaran Al Quran tidak pernah ada yang menentang kebenarannya.
b.   Berdasarkan penelitian secara ilmiah. 
1)   Redaksi dan gaya bahasa Al-Qur’an yang indah dan ajaib.
a)   Kata ”dunia” dan ”akhirat”  ( 115 kali), ”malaikat” dan ”setan” ( 88 kali),  ”al-hayaat” dan ”al-maut” (145 kali),”An-naf” (manfaat) dan ”al-madharrah (mudarat) = 50 kali.
b)    Kata ”al-yaum” (yang berarti hari) = 365 kali. 
c)    kata ”syahrun” (bulan) = 12 kali.
d)   Jumlah huruh Basmallah = 19 huruf, ternyata angka 19 merupakan angka misteri,
2)   Pemberitaan gaibnya. 
a)    Ramalan kemenangan bangsa Romawi atas Persia (QS. Ar Rum ayat 2-4)  
b) QS Yunus ayat 92 disebutkan bahwa badan Fir’aun (Ramses II) diselamatkan Tuhan untuk dijadikan pelajaran bagi generasi berikutnya.
 3)   Isyarat ilmiahnya
a)   Langit dan Bumi awalnya satu (QS. Al Anbiyaa ayat 30). 
b)   Matahari dan bulan beredar pada orbitnya. (QS. Al Anbiya ayat 33 & 38)
c)   Matahari memancarkan cahaya sendiri.  (QS. Yunus (10) ayat 5)
d)   Semua benda-benda bergetar (QS. Al Isra’ (17): 44)

16.  Puasa
Puasa tidak hanya memberi pengaruh positif bagi kesehatan ruhani , akan tetapi juga mempunyai manfaat positif bagi kesehatan lainnya.   Banyak para pakar yang membahas hikmah dan filosofi ibadah puasa.                          
-     Ada yang mengaitkannya dengan kesehatan.                                        
-     Ada yang mengaitkannya dengan pendidikan kepribadian.        
-     Serta ada pula yang mengaitkan puasa dengan kepedulian sosial.
a.   Kesehatan .       Menurut statistik ilmu kesehatan, 60% penyakit berasal dari perut, maka apabila perut tidak dikendalikan maka banyak penyakit akan tumbuh. Puasa membantu membuang sel-sel yang rusak, sekaligus membuang hormon ataupun zat-zat yang melebihi jumlah yang dibutuhkan tubuh.   Puasa, sebagaimana dituntunkan oleh Islam adalah rata-rata 14 jam, kemudian makan untuk durasi  waktu beberapa jam,   hal itu merupakan metode yang bagus untuk membangun kembali sel-sel baru.   Sehingga puasa merupakan cara yang baik untuk menjaga kesehatan tubuh, dengan cara peremajaan terhadap sel-sel yang tua.    Di Jerman ada lembaga yang bernama Fasten Institut (Lembaga Puasa), yang menggunakan puasa sebagai terapi  untuk menyembuhkan penyakit-penyakit tertentu yang menurut pengobatan moderen belum dapat disembuhkan.
b.   Kepribadian. Inti dari puasa adalah pengendalian diri (self control).  Pengendalian diri untuk tidak marah, untuk tidak bicara kotor, juga pengendalian diri untuk bersabar.   Puasa merupakan sarana untuk membentuk pribadi berakhlak mulia.
c.    Kepedulian sosial.   Puasa dapat menumbuhkan sikap kepedulian sosial dan rasa kesetia kawanan.   Puasa menempa jiwa supaya memiliki kekuatan dan daya tahan menanggung penderitaan, mengurangi hawa nafsu keduniawian serta menggerakkan hati orang-orang kaya supaya menyantuni kaum dhuafa.

Nabi Muhammad SAW memiliki akhlak dan sifat-sifat yang sangat mulia. Sebelum diangkat menjadi Nabi dan Rasul semua penduduk Makkah memberinya gelar atau julukan  Al-Amin (yang dipercaya).   Gelar tersebut diberikan kepada Rasulullah karena beliau memiliki 5 sifat mulia, yaitu:  Sidik (Jujur), Amanah (dapat dipercaya), Al-hilmu (Penyantun), Al-hayak (Pemalu), dan Tawaduk (Rendah Hati).
Setelah menjadi Nabi dan pemimpin bagi umat Islam, beliau dikenal mempunyai sifat-sifat mulia, yaitu: Siddiq (benar/jujur), Amanah (dipercaya),  Tabligh (menyampaikan) dan Fathonah (cerdas & bijaksana).
1.    Siddiq (Benar atau Jujur)
Siddiq (bahasa arab) mempunyai pengertian: nyata, benar,  atau jujur.  Lawan kata ini adalah dusta, atau dalam bahasa Arab ”al-kadzibu”.
Secara Istilah, pengertian jujur itu meliputi: a) Kesesuaian antara informasi dan kenyataan (tidak berdusta);  b) Kesesuaian antara perbuatan dan kematangan hati (tidak riya’);  c) Kesesuaian antara niat dan perbuatan (menepati janji); dan d) Kesesuaian antara ucapan dan perbuatan (integritas).
2.    Amanah (Benar-benar dipercayai)
Jika satu urusan diserahkan kepadanya, niscaya orang percaya bahawa urusan itu akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Oleh kerana itulah penduduk Makkah member gelaran kepada Nabi Muhammad SAW dengan gelaran ‘Al-Amin’ yang bermaksud ‘terpercaya’, jauh sebelum beliau diangkat jadi seorang Rasul.
Apa pun yang beliau ucapkan, dipercayai dan diyakini penduduk Makkah kerana beliau terkenal sebagai seorang yang tidak pernah berdusta.
Mustahil Rasulullah SAW itu berlaku khianat terhadap orang yang memberinya amanah. Baginda tidak pernah menggunakan kedudukannya sebagai Rasul atau sebagai pemimpin bangsa Arab untuk kepentingan peribadinya atau kepentingan keluarganya, namun yang dilakukan Baginda adalah semata-mata untuk kepentingan Islam melalui ajaran Allah SWT.
Ketika Nabi Muhammad SAW ditawarkan kerajaan, harta, wanita oleh kaum Quraisy agar beliau meninggalkan tugas ilahinya menyiarkan agama Islam, Baginda menolaknya.
3.    Tabligh (menyampaikan)
Tabligh artinya menyampaikan. Segala firman Allah SWT yang ditujukan oleh manusia, disampaikan oleh Baginda. Tidak ada yang disembunyikan walaupun ia-nya menyinggung Baginda sendiri.
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahawa firman Allah (QS 'Abasa: 1) turun berkenaan dengan Ibnu Ummi Maktum yang buta yang datang kepada Rasulullah SAW sambil berkata: “Berilah petunjuk kepadaku, ya Rasulullah.”  Pada waktu itu Rasulullah SAW sedang menghadapi para pembesar kaum musyrikin Quraisy, sehingga Rasulullah berpaling daripadanya dan tetap melayani pembesar-pembesar Quraisy. Ummi Maktum berkata: “Apakah yang saya katakan ini mengganggu tuan?” Rasulullah menjawab: “Tidak.” Maka ayat ini turun sebagai teguran di atas perbuatan Rasulullah SAW. (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan al-Hakim yang bersumber dari ‘Aisyah. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Ya’la yang bersumber dari Anas.)
Sebetulnya apa yang dilakukan Rasulullah SAW itu menurut standard umum adalah hal yang wajar. Ketika sedang berbicara di depan umum atau dengan seseorang, tentu kita tidak suka diganggu oleh orang lain. Namun untuk standard Nabi, itu tidak cukup. Oleh kerana itulah Allah SWT telah menegur Baginda SAW.
Sebagai seorang yang tabligh, meski ayat itu menyindirnya, Nabi Muhammad SAW tetap menyampaikannya kepada kita. Itulah sifat seorang Nabi. Jadi, mustahil Nabi itu ‘kitman’ atau menyembunyikan wahyu.
4.    Fathonah (cerdas & bijaksana)
Fathonah artinya Cerdas. Kecerdasan meliputi intelektual, emosional dan spiritual. Sebagai nabi dan pemimpin umat, Rasulullah harus   paham seluk beluk tugasnya, harus juga seimbang emosinya, sehingga  tidak cepat marah, menggerutu, sebagaimana ia  harus memiliki kecerdasan  spiritual, yang tergambar dalam hubungan baik dengan Allah, yang dibuktikan dengan ibadah  ritual minimal yang wajib serta keterhindaran dari  dari takhyul dan khurafat.
Dalam menyampaikan 6.236 ayat Al Qur’an kemudian menjelaskannya dalam puluhan ribu hadits membutuhkan kecerdasan yang luar biasa.  Nabi harus mampu menjelaskan firman-firman Allah kepada kaumnya sehingga mereka mau masuk ke dalam Islam. Nabi juga harus mampu berdebat dengan orang-orang kafir dengan cara yang sebaik-baiknya.
Apalagi Nabi mampu mengatur ummatnya sehingga dari bangsa Arab yang bodoh dan terpecah-belah serta saling perang antar suku, menjadi satu bangsa yang berbudaya dan berpengetahuan dalam 1 negara yang besar yang dalam 100 tahun melebihi luas Eropa. Negara tersebut membentang dari Spanyol dan Portugis di Barat hingga India Barat.

18.  Yang Paling ...
·         Inna Akramakum ‘Indallaahi Atqaakum , Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. (QS. Al hujurat; 49 : 13)
·         Hiyaa Rukum ’Akhaa Sinukum AkhlaaqSebaik-baik orang diantara kalian ialah orang yg baik akhlaknya. (HR. Bukhari & Muslim)
·         Akmalul Mu’miniina Imaanan Ahsanuhum Khuluqan,  Orang mukmin yang paling sempurna keimannya adalah orang yang sempurna akhlaknya. (HR. Tarmidzi).
·         Khairunnas Anfa’uhum LinnasSebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain. (HR. Ibnu Hajar Al-Asqalani).
·         Dan ketika Rasulullah ditanya, ”amal apa yang paling utama?”.  Nabi yang mulia menjawab, ”Seutama-utama amal ialah memasukkan rasa bahagia pada hati orang yang beriman, yaitu melepaskannya dari rasa lapar, membebaskannya dari kesulitan, dan membayar utang-utangnya.” 

19.  Hakekat Kebahagiaan.
Prof. William James : Kebahagiaan tidak selalu berada pada orang yang hidupnya penuh dengan kemudahan tanpa masalah, tetapi justru kebahagiaan seringkali dirasakan oleh orang yang selalu berhasil dalam mengatasi berbagai persoalan-persoalan hidup.   Jadi menurutnya, orang yang mempunyai selalu dapat mengatasi setiap persoalan yang dihadapinya itulah orang yang berbahagia.  Sedangkan orang yang tidak pernah mempunyai persoalan hidup, yang perjalanan hidupnya mulus-mulus saja, dia akan merasakan sebuah kehidupan yang tidak hidup, kehidupan yang datar, hambar, tidak dinamis dan menjemukan.
Sesungguhnya inti dari diri kita sebagai manusia yang hidup dan berkehidupan adalah hati (qalbu).    Hati adalah potensi yang menentukan manusia menjadi mulia atau hina, yang membuat manusia merasa bahagia atau menderita.
Bahagia itu kuncinya ada pada di hati.  Harta, tahta, pangkat dan kedudukan bukan jaminan kebahagiaan. 
Mario Teguh :
·         Kebahagiaan adalah kegembiraan, dalam rasa damai, yang penuh dengan rasa syukur.   Jadi menurutnya, kebahagiaan itu terdiri dari tiga unsur yaitu, gembira, damai, dan syukur.    Jika salah satu unsur ini tidak ada, maka kebahagiaan itu belum tercipta dalam diri kita.  Kebahagiaan sejati ada di dalam hati, bukan di tempat hiburan atau di tempat dugem.   Orang “gelisah” yang mencari kebahagiaan di tempat hiburan sejatinya hanyalah menindas rasa gelisah itu.
·         Orang yang menghindari kesulitan hidupnya pasti akan sulit.  Orang yang sukses adalah orang yang berhasil mengatasi kesulitan.  Karena hidup ini tidak mungkin tanpa persoalan.
DR. Dale Carnegie (pakar psikolog terkemuka) : 
Hidup kita dibentuk oleh pikiran kita.   Orang tidak terlalu terluka oleh apa yang terjadi, tetapi oleh pendapatnya (pikirannya) akan apa yang terjadi”.

Prof. William James (Bapak psikologi praktis, dosen filsafat Univ. Havard): 
Engkau bukanlah yang engkau kira, tetapi apa yang engkau pikirkanKalau engkau memikirkan kebahagiaan, engkau akan bahagia.  Kalau engkau berpikiran sedih, engkau menjadi sedih.   Dan kalau engkau berpikiran takut, engkau akan menjadi takut”.

Rasulullah Saw :
Ada empat hal yang dapat membahagiakan bagi seorang muslim,   yaitu (1) istri yang salihah, (2) anak-anak yang menyenangkan, (3) lingkungan (sahabat-sahabat) yang baik, serta (4) mempunyai penghidupan yang diusahakan di negeri sendiri. (HR Dailami).

Hendaklah kamu berbahagia bila mempunyai hati yang bersyukur, lidah yang berzikir, dan istri (suami) yang membantunya dalam urusan akhirat. (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah).
Secara umum  kegembiraan terkait dengan kenikmatan yang bersifat kondisional / sementara yang dirasakan oleh panca indera, seperti rasa senang bila mendapatkan sesuatu.  Sedangkan kebahagiaan terkait dengan kenikmatan yang mendalam dan panjang, yang dirasakan oleh hati, seperti ketenangan hidup dalam berumah tangga.  

20.  Memaafkan
Salah satu cara untuk dapat melonjakkan kekuatan spiritual kita adalah dengan memaafkan orang yang berbuat dzalim kepada kita. 
Orang yang sulit memaafkan tidak akan memperoleh kemuliaan, justru malah ketidak tenangan karena diliputi rasa kebencian. Sebaliknya, orang yang tulus memaafkan akan memperoleh kemuliaan, terhindar dari rasa kesal dan sesal, dan yang terpenting menjadi _nsur untuk meraih kedudukan taqwa.
Mario Teguh : “Memaafkan (mungkin) tidak bisa memperbaiki masa lalu, tetapi pasti memperindah masa depan”.
Untuk dapat menjadi pemaaf maka perlu latihan, salah satu cara dengan meluangkan waktu untuk memikirkan orang-orang yang pernah kita benci atau pernah menyakiti.   Kemudian ingatlah kata-kata mereka yang menyakitkan, dan kemudian tenangkan batin kita.  Katakan dengan lembut dan tulus, AKU TELAH MEMAAFKANMU!”.
Nabi Muhammad : “ Allah akan memuliakan dan meninggikan derajat orang yang mempunyai sifat Hilm (sabar di atas sabar), yaitu sabar  kepada orang yang membencinya, memaafkan orang yang mendzaliminya, mengasihani kepada orang yang memusuhinya, dan menghubungi orang yang telah memutuskan silaturrahim dengannya” (HR Thabrani).

21.  Mencintai  Anak
Cinta terhadap anak adalah cinta manusia yang paling tinggi dibanding cinta terhadap materi lainnya.   Oleh karenanya Nabi Ibrahim diuji oleh Allah untuk mengorbankan cinta terhadap anaknya agar cinta kepada Rabbul Alamin tetap tinggi.
Rasulullah bersabda : Hak anak atas orang tua adalah (1) memperoleh nama yang bagus, (2) memperoleh pendidikan, dan (3) ditempatkan di tempat yang baik.
Teori Labelling (penamaan) menjelaskan kemungkinan orang menjadi jahat karena orang menjulukinya sebagai penjahat.
Rasulullah menjelaskan : Perlakuan orang tua terhadap anak : (1) Menerima usahanya walaupun kecil, (2) memaafkan kekeliruannya, (3) tidak membebaninya dengan yang berat, dan (4) tidak pula memakinya dengan yang melukai perasaannya.”

Jika anak dibesarkan dengan celaan, maka ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan hinaan, ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.

22.   Filsafat & Psikologi
Filsafat adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis.  Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sedikit.  Seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut "filsuf".
Filsafat biasa dibagi menjadi dua kategori besar menurut wilayah dan menurut latar belakang agama. Menurut wilayah bisa dibagi menjadi: “Filsafat Barat”, “Filsafat Timur”, dan “Filsafat Timur Tengah”. Sementara latar belakang agama dibagi menjadi: “Filsafat Islam”, “Filsafat Budha”, “Filsafat Hindu”, dan “Filsafat Kristen”.
Socrates (470-399 SM) adalah filsuf dari Athena, Yunani dan merupakan salah satu figur tradisi filosofis Barat yang paling penting. Socrates merupakan generasi pertama dari tiga ahli filsafat besar dari Yunani, yaitu Socrates, Plato dan Aristoteles. Socrates adalah yang mengajar Plato, dan Plato pada gilirannya juga mengajar Aristoteles.
Ketika Alexander Agung dari Macedonia menguasai Timur Tengah (abad 4 SM), maka kebudayaan Yunani menyebar ke wilayah-wilayah Mesir, Suria, Irak, Iran dsb.
Setelah daerah2 tersebut di taklukkan oleh kekuatan Islam melalui peperangan (abad 6 M), para sahabat nabi mengalami kesulitan dalam menyampaikan dakwah Islam kepada sebagian para penduduknya (umumnya mereka telah beragama Yahudi dan Nasrani), karena Al Qur’an mengajarkan bahwa tidak ada paksaan dalam agama.
Bahkan muncul satu golongan yang berusaha untuk menjatuhkan Islam dengan menyerang melalui argument berdasarkan filsafat Yunani dengan konsep pemikiran logika akal yang tinggi.   Dari pihak umat Islam muncul satu golongan yang dipelopori oleh kaum Mu’tazilah dengan konsep teologi rasional Islam dalam memahami Al Qur’an dan sunah Nabi untuk melawan argument mereka.
Ciri-ciri teologi rasional Mu’tazilah :
·         Banyak memakai ta’wil dalam memahami wahyu.
·         Menganut faham qadariah (istilah barat : free will and free act), dengan konsep manusia yang penuh dinamika.
·         Pemikiran teologi bertitik tolak pada konsep keadilan yaitu Tuhan Maha Adil
Filsuf Islam :
·         Al-Kindi (796-873M) filsuf besar Islam pertama, mengatakan bahwa antara filsafat dan agama tidak ada pertentangan, karena keduanya membicarakan kebenaran.
·         Al-Farabi (870-950M), memurnikan tauhid dalam teologi dan filsafat Islam.
·         Ibn Sina (980-1037M), mengembangkan filsafat Islam mengenai jiwa (al nafs)
Muncul pula teologi Asy’ari yang bercorak tradisional sebagai lawan dari teologi rasional Mu’tazilah. Berbeda dengan teologi rasional, dalam teologi tradisional berpandangan bahwa akal mempunyai kedudukan yang rendah. Teologi tradisional ini berkembang di dunia Islam bagian timur yang berpusat di Bagdad. Teologi tradisional Asy’ari jelas tidak mendorong pada berkembangnya pemikiran ilmiah dan filosofis.
Al Ghazali mengkafirkan pemikiran filsafat, dengan mengeluarkan pendapat bahwa untuk mencapai hakikat bukanlah dengan filsafat tetapi dengan tasawuf.
Bagi para filsuf, kesempurnaan manusia diperoleh melalui pengetahuan akal (ma’rifat aqliyah), sedangkan bagi para sufi melalui pengetahuan hati (ma’rifatul qalbiyah).
Man ’arafa nafsahu faqad ’arafa rabbahu. Siapa yang telah mengenal dirinya maka ia (akan mudah) mengenal Tuhannya.

23.   Lebah
Profil mukmin ideal mempunyai karakter seperti yang ditunjukkan oleh lebah.  Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, :
Seorang mukmin itu diumpamakan seperti lebah, tidak makan kecuali yang baik, tidak menghasilkan kecuali yang bermanfaat, dan ia tidak bersifat merusak (jika hinggap di sebuah dahan)” (HR. Ibnu Umar)
Mencermati pola  kehidupan lebah, terdapat pelajaran yang sangat berharga bagi umat manusia, yaitu :
Pertama, Lebah hidup berkoloni (berjamaah) dengan semangat ukhuwah. Mereka hidup  bersatu padu dan tidak bercerai berai yang ditunjukkan oleh kompaknya koloni lebah.
Kedua, Koloni Lebah memiliki imam/pemimpin yang ditaati.   Lebah ratu merupakan satu-satunya pemimpin dalam koloni yang ditaati.
Ketiga, Koloni lebah terorganisasi rapi, bekerja profesional dan fungsional (bertanggung jawab penuh pada masing-masing tugasnya).  Didalam koloni lebah terdapat pembagian tugas sesuai keahlian anggota koloni. Lebah ratu bertugas bertelur dan menjaga keutuhan koloni. Lebah jantan mengawini ratu, dan lebah pekerja mengumpulkan nektar, polen, air, membersihkan sarang, dan menjaga koloni dari invasi musuh.
Keempat, Lebah merupakan pekerja keras. Sikap ini ditunjukkan lebah dalam mengumpulkan nektar secara tekut dan tidak mengenal lelah.
Kelima, Lebah bersifat tidak merusak. Meski lebah mengambil nektar dari bunga tanaman, tapi ia tidak pernah merusak tanaman yang disinggahinya.
Keenam, Lebah makan dan minum dari yang baik-baik, dan menghasilkan yang baik pula (bermanfaat).  Lebah makan hanya dari berbagai sari bunga, dan ia menghasilkan madu yang sangat bermanfaat bagi manusia.
Ketujuh, Selalu pergi ke tempat-tempat yang baik.  Lebah tidak pernah pergi ke tempat yang kotor dan jorok seperti lalat.
Kedelapan, Rela berkorban dan siap mati (syahid) bila diganggu.    Pada musim pakan kurang, lebah jantan harus rela dieksekusi mati demi keutuhan koloni. Lebah jantan yang mengawini ratu harus rela organ reproduksinya lepas dari tubuh, yang berujung pada kematiannya. Bila ada gangguan atau serangan dari musuh, ia bertempur sampai mati demi kehormatan koloni. 
Sementara rumahnya yang berbentuk heksagon (segi enam) mengisyaratkan bahwa hidupnya tidak sekedar mengandalkan panca indra, tapi dilengkapi dengan indra ke-enam, yakni cahaya Islam dan Iman.

24.   Lapita Selekta.
Toleransi antar umat beragama memang ada untuk hidup rukun dan hidup damai.  Tetapi toleransi agama tidak ada.  Toleransi agama bukan berarti membenarkan semua agama.  Sebab, membenarkan semua agama berarti pemurtadan masal.
Rasulullah bersabda, ” Wa man adzaa dzimmiyyan fa anaa khasmuhu wa idzaa kuntu khasmahu khasamtuhu yaumal qiyaamah”  (Barang siapa yang menyakiti orang-orang yang  tidak beragama Islam, padahal mereka hidup rukun dengan orang Islam, maka ia memusuhiku pada hari kiyamat)
Peta dunia menunjukkan, dimana umat Islam mayoritas, di situ umat yang non muslim bisa hidup dengan damai. Lihat di Maroko, Tunisia, Aljazair, Mesir, Pakistan dan lain-lain.
Tegaknya dunia (masyarakat) itu karena 4 sendi, yaitu  Ilmunya para ulama, keadilan para pemimpin, kedermawanan orang kaya dan doa fakir miskin.  (al hadist)
Ada tiga hal yang bisa merusak agama, yaitu : Ulama yang tidak mengamalkan ilmunya, penguasa yang zalim, dan orang-orang bodoh yang berijtihad. (al hadis).
Psikosomatik (nafs jasadiyah) : yaitu sejenis penyakit gabungan fisik dan mental.  Sumber penyakit sebenarnya ada pada jiwanya, kemudian menjelma dalam bentuk sakit fisik.
Seorang sosiolog menyebutkan bahwa, pada dasarnya semua agama mengandung dimensi intelektual, ritual, sosial dan mistik.
-     Dimensi intelektual berkenaan dengan pengetahuan dan kepercayaan kita tentang agama.
-     Dimensi mistik, berkenaan dengan tata cara mendekati Tuhan  yang memberikan pengalaman kepada kita yang sangat spesifik.
-     Dimensi ritual, berkenaan dengan ritus-ritus  untuk menyembah Allah SWT.
-     Dimensi sosial merupakan be ntuk hidup bermasyarakat.

Sedikitnya ada 4 pendekatan (dalil) yang digunakan untuk membuktikan bahwa Allah itu ada, yaitu: teori kejadian, teori gerak, teori keteraturan dan pemeliharaan.

Plato membegi manusia berdasarkan 3 nilai, yaitu : keberanian, kesenangan, dan kebijaksanaan.   Nilai pertama dianut prajurit, nilai kedua dianut pedagang, dan nilai ketiga dianut filosof.
Spanger, psikolog Jerman, meyebut enam tipe manusia berdasarkan nilai yang paling menguasai dirinya:
a.    Manusia Teoritis
b.    Manusia ekonomis.
c.    Manusia estetis
d.    Manusia sosial
e.    Manusia politis
f.     Manusia religius.

Sigmund Freud. Mengemukakan 3 konsep perkembangan manusia.
-      Tahap pertama, anak sepenuhnya diatur oleh id sumber hasrat, keinginan dan nafsu.
-      Tahap kedua, ia melihat realitas di sekitarnya; prilakunya diatur oleh ego.
-      Tahap ketiga, ia diatur oleh hati nuraninya.(superego).  Setiap kali manusia menentang superegonya, maka ia melakukan pelanggaran nilai-nilai etik atau moral (istilah sufi adalah dosa)

Piramida Kebutuhan Maslow

Menurut A.H. Maslow, seorang ahli jiwa terkenal, dalam bukunya “A Theory of Human Motivation”, ada lima macam urutan kebutuhan pokok manusia menurut urgensinya (hierarki kebutuhan) yaitu :
a.     Physical Need , yaitu kebutuhan pokok sehari-hari, sandang, pangan dan papan
b.     Safety Need , yaitu kebutuhan untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan
c.   Social Need , yaitu kebutuhan untuk bermasyarakat, hidup berdampingan dengan masyarakat lainnya, kebutuhan untuk disukai dan menyukai
d.     Esteems , yaitu kebutuhan untuk memperoleh kehormatan, penghargaan, pujian dsb.
e.     Self actualization , yaitu kebutuhan untuk memperoleh kemasyhuran sebagai orang yang mampu dan berhasil mewujudkan potensi bakatnya dengan hasil prestasi yang luar biasa.

Tugas Mahluk Allah:
Manusia dan Jin   :   adalah untuk ibadah   (Adz Dzariat 56)
Malaikat              :   adalah melaksanakan perintah Allah (At Tahrim 6)
Mahluk lain          :   adalah untuk bertasbih   ( Al Isra’ 44)

Jagalah Lima Perkara Sebelum Lima Perkara
-   Jagalah masa mudamu, sebelum masa tuamu
-   Jagalah masa kayamu, sebelum masa miskinmu
-   Jagalah masa sehatmu, sebelum masa sakitmu
-   Jagalah masa lapangmu, sebelum masa sempitmu
-   Jagalah masa hidupmu, sebelum masa matimu.   (HR. Ahmad dan Nasa’i)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar