Minggu, 05 Februari 2017

Ibadah Sosial

Ibadah. Secara etomologis kata ibadah diambil dari kata ‘abada, ya’budu, ‘abdan, fahuwa ‘aabidun yang berarti hamba atau budak. Jadi ibadah berarti penghambaan, yakni aktivitas penghambaan untuk memperoleh keridhaan dari Allah SWT. 

Ibadah mahdhah (dalam arti sempit) yaitu ibadah yang murni (mahdhahsebagai ibadah, yaitu aktivitas yang sudah ditentukan syarat dan rukunnya. Maksud dari syarat adalah hal-hal yang perlu dipenuhi sebelum suatu kegiatan ibadah itu dilakukan. Sedangkan maksud dari rukun adalah hal-hal, cara, tahapan atau urutan yang harus dilakukan dalam melaksanakan ibadah itu. Contoh ibadah mahdhah adalah shalat, puasa dan haji.
Sedangkan ibadah ghairu mahdhah yaitu ibadah yang tidak murni sebagai ibadah, yaitu segala aktivitas yang di samping sebagai hubungan  hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya. Niat ibadah ghairu mahdhah bisa karena mencari ridha Allah, atau bisa juga niatnya adalah untuk sosial misalnya bekerja mencari nafkah niatnya untuk menghidupi keluarga.

DUA DIMENSI IBADAH.
Ibadah dalam Islam dibagi dalam dua dimensi, yaitu: ibadah Mahghah  (ibadah berdimensi ritual/individual) dan ibadah Ghair-mahdhah (ibadah berdimensi sosial).  Kedua dimensi ibadah tersebut harus dilakukan secara keseluruhan oleh setiap Muslim.  

Allah SWT secara tegas memerintahkan kita agar masuk Islam secara kaffah (menyeluruh). “Udkhulu fis-silmi kaffah” (QS. Al Baqarah: 208), artinya “Masuklah ke dalam Islam secara kaffah (menyeluruh)”.  Tidak dibenarkan seseorang hanya melaksanakan ibadah ritual saja,  sementara mengabaikan ibadah sosial. Demikian pula sebaliknya.  Ibadah ritual dan sosial harus dilaksanakan secara keseluruhan dan berimbang.
Allah SWT juga memerintahkan kita untuk berhubungan baik dengan sesama manusia (hablim minan naas).  “Dhuribat ‘alaihi mudh dhillatu ainamaa - tsuqifuu  illaa  bi hablim minallahi  wa hablim minan naas  (QS. Ali Imran 112) : Ditimpakan atas mereka ”kehinaan” dimana saja mereka berada, kecuali kalau mereka berhubungan baik dengan Allah (hablim minallah) dan berhubungan baik dengan sesama manusia (hablim minan naas).  

NILAI IBADAH SOSIAL LEBIH BESAR DARIPADA IBADAH RITUAL.
Prof. Dr. Jalaluddin Rahmad, berpendapat bahwa, Islam menekankan ibadah dalam dimensi sosial jauh lebih besar daripada dimensi ritual.    Kalau kebetulan kegiatan ibadah ritual itu bersamaan dengan pekerjaan lain yang mengandung dimensi sosial, maka Islam memeberi pelajaran untuk mendahulukan yang sosial.
> 
Ketika nabi sedang shalat di rumah, beliau berhenti dan membukakan pintu untuk tamu yang datang, kemudian beliau melanjutkan shalatnya kembali.
> 
Seseorang datang kepada rasulullah, mengadukan ada seseorang perempuan yang shalatnya rajin tetapi dia selalu menyakiti tetangga dengan lidahnya.    Apa kata Rasulullah?, ”Perempuan itu di neraka”. (HR. Ahmad, Hakim).
> 
Tidak beriman kamu, kalau kamu tidur dalam keadaan kenyang, sementara tetanggamu kelaparan. (HR. Al-Bukhary) 
> 
Orang bodoh yang dermawan lebih dicintai Allah ketimbang ahli ibadah yang pelit. (HR. Al-Tirmidzi dari Abu Hurairah)
> 
Dalam suatu riwayat, Nabi pernah menjelaskan kepada sahabat-sahabatnya tentang bangkrut.  Rasulullah menjelaskan, sesungguhnya orang yang bangkrut adalah orang yang rajin menjalankan ritus-ritus ibadah (shalat, shaum, zakat, dan lain sebaginya), tetapi dia tidak memiliki akhlak yang baik, dia sering merampas hak orang lain, sering menyakiti hati orang, sering berbuat zalim, dsb.    Sehingga pahala amalnya habis berpindah ke orang lain dan dosanya bertambah banyak.

AKHLAK UKURAN TINGKAT KEIMANAN
Tingkat keimanan seseorang diukur dari akhlaknya (prilaku sosial), bukan dari ibadah mahdhah semata. 
Pendusta Agama. Dalam al-Qur’an, Allah SWT mencap bagi orang-orang yang tidak peduli terhadap nasib fakir miskin sebagai  pendusta agama”.  Ara-aitalladzii yukadzdzibubiddiin    fadzaalikalladzi  yadu’ – ’ulyatiim   walaa yahudhdhu ’alaa tha’aamill miskin  (QS. Al-Ma’un: 1-3), artinya:  ”Tahukah kamu orang yang mendustakan agama?. Mereka adalah orang yang menelantarkan anak yatim dan tidak peduli terhadap nasib orang miskin.”   Prof. Dr. Hamka memaknai “pendusta agama”  adalah orang yang mendustai agama, yaitu mendustai shalatnya, mendustai zakatnya, mendustai puasanya, juga mendustai ibadah hajinya. Karena ibadah spiritual yang ia lakukan (shalat, zakat, puasa, dan haji) tidak berdampak baik pada ibadah sosialnya, yaitu tidak peduli terhadap nasib anak yatim dan  orang miskin.
Manusia yang paling baik.  Banyak hadis yang menyatakan bahwa untuk mengukur keimanan seseorang itu adalah dari akhlaknya (prilaku sosial).  Rasulullah bersabda, khairunnas anfa’uhum linnas , ”Manusia yang paling baik (dicintai Allah Ta’ala),  ialah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain.  (HR. Ibnu Hajar Al-Asqalani)
Amal yang paling utama. Ketika Rasulullah ditanya, ”Amal apa yang paling utama?”.  Nabi yang mulia menjawab, ”Seutama-utama amal ialah memasukkan rasa bahagia pada hati orang yang beriman, yaitu melepaskannya dari rasa lapar, membebaskannya dari kesulitan, dan membayarkan hutang-hutangnya.”  (HR. Ibnu Hajar Al-Asqalani)


Nilai kepedulian sosial. Rasulullah bersabda, "Aku berjalan bersama saudaraku untuk memenuhi kebutuhannya itu lebih aku cintai daripada ber-i’tikaf di masjid Nabawi selama sebulan lamanya.”  (HR. Ath Thabrani 6/139)
Sedekah ciri orang bertaqwa. Salah satu ciri orang yang bertaqwa antara lain adalah menafkahkan sebagian rizki.  ”Hudallil muttaqiin – alladziina yu’minuuna bil ghaibi - wa yuqiimuunash shalaata- wa mim maa razaqnaahum yunfiquun”  (QS. Al-Baqarah: 2-3), artinya: ”(Al Qur’an) merupakan petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka.”
Shalat dan zakat. Di dalam Al-Quran, kata “shalat” pada umumnya digandengkan dengan kata “zakat”.   “Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.” (QS. Al-Baqarah: 83).
Iman dan amal shaleh. Di dalam Al-Quran, kata “iman” pada umumnya digandengkan dengan kata “amal saleh”.  
(1) QS. Al-Baqarah: 82 ; “Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya”.
(2) QS. Thaha: 75 ; “Dan barang siapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal saleh, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia)”.

Jadi tingkat keimanan seseorang itu, justru diukur dari akhlaknya (prilaku sosial), bukan dari ibadah mahdhah semata.  Namun kita sering mengukur ketaqwaan seseorang dari ritualnya ketimbang sosialnya.   Prof.  Mukti Ali : Orang-orang Muslim banyak yang lebih peka terhadap masalah-masalah ritual keagamaan, daripada masalah-masalah sosial. Padahal Allah memerintahkan untuk Hablu minallah wa habluminannnas secara seimbang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar