Syahru Ramadhaanal Ladzi
Unzila Fii Hil Qur’aan Hudalinnas
Wa Bayyinaati Minal Hudaa Wal Furqaani
Faman Syahida Minkumusy Syahra - Fal Yashum Hu.
Wa Bayyinaati Minal Hudaa Wal Furqaani
Faman Syahida Minkumusy Syahra - Fal Yashum Hu.
“Bulan Ramadhan, pada
bulan itu Al-Quran diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia, Dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk
itu, serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, jika kalian menyaksikan bulan
tersebut, maka hendaklah ia berpuasa.” (QS. Al-Baqarah : 185)
EKSPRESI MENYAMBUT
BULAN RAMADHAN
Ada tiga ekspresi umat Islam dalam merespon datangnya bulan suci Ramadhan,
yaitu : (1) sedih, (2) biasa, dan (3) gembira.
Masing2 ekspresi itu menunjukkan kadar keimanan kita. Kita termasuk yang
mana?
Indikasinya adalah :
1) Ekspresi pertama: Sedih à Ungkapan: ”Ya..., sudah puasa lagi
!”
Kadar keimanannya dipertanyakan. Berat rasanya utk puasa.
2) Ekspresi kedua : Biasa à Ungkapan: ” Ramadhan tiba... , mari kita puasa”
Kadar keimanannya masih tipis.
Ramadhan atau tidak sama saja.
3) Ekspresi ketiga : Gembira à Ungkapan: ”Alhamdulillah... akhirnya kita dipertemukan dengan bulan suci
Ramadhan - Marhaban ya Ramadhan. ”
Kadar keimanannya yang sudah mantab. Baginya bulan Ramadhan adalah
berkah.
Bagi orang yang kadar keimanannya tinggi, ia sudah menunggu dan merindukan
datangnya bulan Ramadhan. Karena ia tahu betapa besar keberkahan bulan
Ramadhan.
Sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah, dua bulan sebelum Ramadhan, ketika baru memasuki bulan rajab ia berdoa :
”Allahumma baarik lanaa fii Rojab wa
Sya’ban, Wa ballignaa Romadhon”
”Ya Allah, berkahilah
kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan perjumpakanlah kami dengan bulan
Ramadhan.”
Dan ketika tiba
bulan Ramadhan, maka ia menyambutnya dengan ungkapan: ”Alhamdulillah... akhirnya kita bertemu dengan Ramadhan. Marhaban ya Ramadhan.”
KEISTIMEWAAN BULAN
RAMADHAN.
Bulan Ramadhan =
bulan Berkah / bulan Maghfirah (ampunan) / bulan Panen Pahala
(1) Gerakan
nafas orang yang berpuasa menjadi tasbih, tidurnya menjadi
ibadah, amalan-amalannya diterima
dan doa-doanya diijabah.
(2) Satu amal kebajikanmaka Allah
memberi ganjaran 70 kali lipat.
(3) Terdapat malam Lailatul
Qadr, satu malam nilainya sama dengan seribu bulan (kira-kira 83 tahun, atau setara dengan umur
manusia).
(4) Massa dalam bulan Ramadhan dibagi menjadi
tiga bagian.
-. Sepuluh hari pertama, disebut Ayyaamur
rahmah (Allah menurunkan kasih
sayang).
-. Sepuluh hari kedua, disebut ayyaamul
maghfirah, (Allah menurunkan ampunan).
-. Sepuluh hari terakhir, disebut ’itqun
minan naari, (Allah membebaskan dari siksa api neraka.)
Begitu besarnya
keistimewaan dan keberkahan bulan suci Ramadhan ini, sampai Rasulullah Saw
bersabda,
Law ya’lamun naasu - maa fii hadasy
syahri minal khairaati -
latamannaw an yakuuna - ramadhaana sunatu kulluhaa.
(Andaikata manusia itu tahu apa saja yang ada dalam kandungan bulan suci
Ramadhan, maka mereka tentu akan mengharapkan agar seluruh bulan dalam setahun
itu menjadi Ramadhan semua)
PELAKSANAAN PUASA
Kita sudah tahu
bahwa, Bulan Ramadhan = bulan Berkah / bulan Maghfirah
(ampunan) / bulan Panen Pahala, Akan tetapi kita jangan terburu
gembira, tanpa mengetahui bagaimana menjalankan ibadah puasa secara baik dan
benar.
Puasa bukanlah
sekedar tidak makan dan tidak minum, puasa tidaklah sekedar menahan lapar dan
dahaga saja. Akan tetapi puasa juga
harus pula bisa menghindari Lagwu (perbuatan
sia-sia dan Rofats (perkataan kotor).
Nabi Muhammad SAW
bersabda :
”Puasa itu bukanlah sekadar menahan diri dari
makan dan minum. Akan tetapi puasa itu
adalah mencegah diri dari perbuatan atau perkataan lagwu (perbuatan
sia-sia) dan rofats (kotor/ porno).
Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu,
katakanlah padanya, ’Aku sedang berpuasa, aku sedang puasa’.” (HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim)
Suatu ketika
Rasulullah mendapati seorang wanita sedang memaki-maki pembantunya di bulan
ramadhan. Lalu nabi meminta salah
seorang sahabatnya untuk mengambilkan makanan dan mendekati wanita tadi.
Nabi berkata
kepada wanita itu, ”makanlah”. Wanita
itu menjawab, ”Inni shaa’imah (Saya sedang berpuasa)”. Nabi berkata lagi, ”makanlah”. Wanita itu menjawab lagi , ” Inni
shaa’imah (saya sedang berpuasa).
”Bagaimana mungkin (percuma) engkau berpuasa
kalau engkau berperilaku seperti itu”, sergah nabi.
Kemudian nabi
berkata : ”Alangkah banyaknya orang yang lapar, alangkah sedikitnya yang
berpuasa”.
Pada kesempatan
lain Rasulullah menjelaskan perihal puasa kepada para sahabatnya,
Kam Min Shaa-Imin Laisa Lahu Min
Shiyaamihi Illal Ju-’u
Wal ’Athasyu
Betapa banyak orang yang
puasa akan tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya, kecuali lapar dan
dahaga. (HR. An Nasa’I dan Ibnu Majjah)
TIGA GOLONGAN ORANG BERPUASA
Tentang pelaksanaan ibadah puasa, imam Al-Ghazali membagi orang yang berpuasa itu dalam tiga golongan :
(1) Golongan pertama disebut Shaumul’awaam
atau puasanya orang awam. Mereka
yang melaksanakan puasa berupa tidak
makan, tidak minum dan tidak melakukan hubungan suami istri pada siang hari. Hanya itu saja.
(2)
Golongan kedua disebut shaumul
khawaash. Mereka melaksanakan ibadah puasa bukan sekedar tidak
makan, tidak minum dan tidak melakukan kegiatan hubungan suami istri saja, Namun
mereka juga mempuasakan seluruh anggota tubuhnya; mata, telinga, lidah, tangan,
kaki dan semua anggota badan yang lain dari perbuatan yang tidak baik. Inilah
puasa yang benar.
(3) Golongan ketiga disebut shaumul kawaashil khawaash.
Mereka ini dalam menjalankan ibadah puasa seperti golongan kedua, ditambah lagi
hatinya juga ikut berpuasa. Inilah puasanya para Ambiyaa Wal Mursaliin dan orang-orang saleh. Inilah ibadah puasa
yang ideal karena mencakup puasa lahir batin. Inilah puasa yang sangat
sempurna.
Bila dikaji
secara mendalam, inti dari puasa adalah PENGENDALIAN
DIRI (SELF CONTROL). Orang yang
sehat jiwanya adalah orang yang mampu menguasai dan mengendalikan diri terhadap
dorongan-dorongan yang datang dari dalam diri maupun dari luar.
MENJAGA KEKHUSUKAN PUASA
Rasulullah SAW
bersabda, ”Ada lima hal yang dapat membatalkan atau mengurangi pahala puasa
seseorang, yaitu : (1) berdusta/fitnah, (2) ghibah, (3) mengumpat/memaki, (4) berkata kotor/porno, dan (5) memandang
penuh nafsu.” (HR. Ibnul Jauzi, tergolong hadits dhaif mutamasik yaitu lemah
tetapi baik dan bisa dijadikan hujjah para ulama).
Untuk menjaga
kekhusukan ibadah puasa, Imam Al-Ghazali mengingatkan agar kita menjaga
empat hal untuk memenuhi syarat berpuasa, agar puasa kita diterima oleh
Allah SWT.
Empat hal yang
harus dijaga adalah :
(1) Menjaga
lisan. Menjaga lisan dari perkataan
dusta, fitnah, gunjing, berkata kotor, dsb.
(2) Menjaga
pendengaran. Apa saja yang
dilarang diucapkan, Allah juga melarang kita untuk mendengarkannya. Bila ada seseorang yang mengajak kita
berbicara dengan nuansa ghibah apalagi fitnah, maka katakanlah ”maaf saya
sedang berpuasa”.
(3) Menjaga penglihatan. Menjaga penglihatan agar tidak melihat
sesuatu yang tidak disukai Allah.
Apa saja yang dilarang untuk dikerjakan, seperti judi, mabok, dsb, maka
kita dilarang pula melihatnya.
(4) Menjaga
seluruh anggota badan dari perbuatan sia-sia, keji dan kotor. Apabila kita berkumpul bersama rekan
sejawad, maka hendaknya mengarahkan kegiatan itu untuk kegiatan yang
bermanfaat, misal diskusi dsb. Jangan
biarkan kegiatan itu sis-sia, apalagi kotor dan keji. Tetapi apabila tidak bisa, maka lebih
baik tinggalkan dan mungkin lebih baik tidur.
Bila kita mampu
melaksanakan keempat syarat ini, kata Al-Ghazali, puasa kita tidak akan sia-sia, bahkan
bermanfaat bagi kehidupan kita dan akan mengantar kita kepada derajat taqwa.
TUJUAN PUASA
Puasa memang
dirasakan banyak memberi manfaat atau hikmah bagi yang menjalankannya. Banyak para pakar yang membahas hikmah dan
manfaat ibadah puasa, antara lain adalah puasa dapat meningkatkan kesehatan,
membentuk mental kepribadian, melatih disiplin dan kesabaran, melatih
kepedulian sosial dan rasa kesetia kawanan, dan sebagainya.
Namun tujuan
puasa Ramadhan secara tegas dinyatakan dalam Al-Quran agar seseorang dapat mencapai kedudukan taqwa. Allah SWT
berfirman :
YAA
AYUHAL LADZIINA AAMANUU - KUTIBA ’ALAIKUMUSH SHIYAAM - KAMAA KUTIBA
’ALAL LADZINA MIN QABLIKUM - LA’ALLAKUM
TATTAQUUN
(Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu, agar kamu bertaqwa” (QS. Al-Baqarah ( ):183)
Ayat tersebut
menegaskan wajibnya puasa bagi setiap mukmin, juga merupakan penegasan bahwa
tujuan puasa adalah menciptakan ketaqwaan kepada Allah SWT.
Semoga kita mampu menjalakan puasa di bulan Ramadhan ini penuh kekhusukan dan dapat meraih derajat ketaqwaan. Marhaban ya Ramadhan