Senin, 01 April 2019

Pelajaran Inte*ijen dari Is*ael


PADA 2004, terjadi ledakan kereta di Korea Utara. Anehnya, ledakan ini sangat besar, sama dengan gempa bermagnitudo 3,6. Terbukti, dari 10.000 penduduk di Cyonchon, 2.000 orang terluka.

Pemerintah Korut berdalih bahwa kereta membawa minyak sehingga ledakan besar sangat dapat dipahami. Namun, Korut tak ingin berlama-lama dengan isu kecelakaan kereta tersebut. Tanpa tedeng aling-aling, segala jenis publikasi dilarang setelah itu. Bahkan, penggunaan ponsel dilarang sampai lima tahun ke depan.

Lebih mecurigakan lagi, beberapa saat setelah ledakan, salah satu pesawat Suriah datang ke Korut. Ini hal yang sangat jarang terjadi, bahkan terkesan aneh.

Intelijen Israel, Mossad, mendapat bukti bahwa pesawat tersebut ternyata membawa mayat 12 ilmuwan Suriah yang meninggal, lengkap dengan pakaian laboratoriumnya. Ada pula beberapa foto pertemuan ilmuwan Suriah dan Korut.

Meir Dagan, Kepala Mossad kala itu, terkaget. Ia sempat berkesimpulan bahwa kereta yang meledak tersebut berisikan bahan nuklir dalam jumlah besar.

Karena muncul keterkaitan dengan Suriah, tahun 2006, Mossad mengikuti salah satu petinggi badan nuklir Suriah ke London, yang kebetulan sedang ada acara.

Pada malam sebelum acara, sang pejabat menyempatkan diri bersantai di salah satu bar di London. Tak mau kehilangan momen, Mossad mengutus seorang anggota wanita cantiknya untuk mengajak Pejabat tersebut berinteraksi.

Sang pejabat Suriah tertarik dengan umpan yang diberikan. Pembicaraan hangat pun terjadi sampai tengah malam, minuman beralkohol makin banyak yang diminum.

Di luar pengetahuan pejabat tersebut, pada waktu yang sama, dua orang pasukan khusus Mossad menyelinap ke dalam hotel di mana si pejabat menginap.

Divisi khusus penyadapan Mossad, Neviot, sedang beraksi. Mossad beruntung, laptop sang pejabat tak terkunci.

Tak menuggu lama, semua isi harddisk drive di laptop itu disalin oleh Mossad, dikirim langsung ke Tel Aviv. Tak lupa, mereka juga menanam alat pemyadap di laptop tersebut.

Setelah sang wanita mendapat pemberitahuan bahwa misi telah selesai, si wanita pergi begitu saja meninggalkan si pejabat.

Di Tel Aviv, Meir Dagan menerima kiriman file dari laptop pejabat nuklir Suriah. Dia mengutak-atik isi harddisk si pejabat.

Dari sekian banyak data rahasia, ada satu yang menonjol, yakni foto udara sebuah bangunan besar, kira-kira 39 x 39 meter dengan tinggi sekitar 21 meter, tapi tak diketahui lokasinya.

Meir Dagan, intelijen Mossad yang sudah tersohor sekaligus Direktur Mossad kala itu, seperti tak asing dengan gambar tersebut. Gambarnya persis sama alias replika dari bangunan reaktor nuklir milik Korea Utara.

Kesimpulan pun diambil bahwa Korut sedang membangun reaktor nuklir di Suriah atau Suriah dibantu Korut membangun reaktor nuklir.

Sebagaimana biasanya saat mengetahui situasi demikian, semua kemampuan teknologi dikerahkan untuk mencari lokasi gedung tadi. Semua teknologi satelit dan infiltrasi informasi dikeluarkan oleh Israel.

Akhirnya ketemulah satu bangunan yang sangat mirip dengan gambar. Lokasinya terpencil jauh dari ibu kota Suriah, Damaskus, yakni di Al Kibar.

Tak menunggu lama, Dagan melaporkan langsung kepada Ehud Olmert, Perdana Menteri kala itu. Semua gambar diperlihatkan. Olmert terlihat sangat khawatir, namun belum berani mengambil sikap progresif.

Olmert meminta Dagan memastikan apakah reaktor tersebut sudah beroperasi atau belum. Karena kalau reaktor nuklir telah aktif beroperasi, maka akan menimbulkan ledakan sangat besar saat dihancurkan.

Dagan langsung bersikap. Perlu tim khusus untuk memperjelas status reaktor nuklir tersebut. Sebagaimana diduga, pilihan jatuh pada Sayeret Matkal, pasukan elite khusus Israel.

Sayaret Matkal termasuk salah satu pasukan elite dunia dengan mengadopsi banyak gaya dari pasukan khusus SAS Inggris dan US Navy Seal Team Six.

Keahlian utama Sayeret Matkal adalah infiltrasi ke lokasi musuh, tanpa diketahui. Dengan helikopter yang nyaris kedap suara, Sayeret Matkal bisa datang dan pergi tanpa keributan. 

Hampir semua negara di Timur Tengah pernah diinfiltrasi oleh mereka dan nyaris tak berjejak.
Maka dikirimlah tim kecil Sayeret Matkal ke lokasi reaktor. Seperti biasa, pasukan ini berhasil mendekati lokasi, sampai hanya berjarak beberapa meter. Mereka mengambil banyak foto dan sampel tanah di sekitar reaktor untuk dianalisis.

Penyusup kembali ke Tel Aviv dengan selamat. Dari hasil tes laboraturium, terbukti bahwa kandungan radioaktif di tanah reaktor Al Kibar menunjukkan bahwa reaktor tersebut belum beroperasi penuh dan masih dimungkinkan untuk dihancurkan.

Dengan hasil itu, Olmert memutuskan untuk melakukan penghancuran. Opsi operasi khusus yang ada adalah serangan tim kecil melalui darat atau hantaman langsung dari udara.

Pilihan jatuh pada opsi kedua, serangan diam-diam dari udara. Dagan pun segera bertindak. Skuadron 69 dari Angkatan Udara Israel ditunjuk sebagai eksekutor. Divisi ini dikenal dengan sebutan Ha'patishim.

Skuadron 69 dianggap tepat karena pernah melakukan operasi yang sama dan terbukti berhasil. Pada 1981, Skuadron 69 berhasil meluluhlantakkan reaktor nuklir Irak. Waktu operasi hanya dua jam kurang dan semua pesawat kembali dengan selamat ke Tel Aviv.

Latihan pun dilakukan secara rutin dan terus-menerus, terutama latihan untuk menjatuhkan bom di lokasi bangunan kecil. Rute juga telah disiapkan, khusus untuk menghindari pantauan Suriah.

Para pilot andal dan terbaik dipilih. Latihan dilakukan tidak berarti para awak pesawat tempur tersebut mengetahui lokasi yang akan dihancurkan. Waktu dan lokasi sama sekali belum ditentukan, tugas mereka sementara waktu baru berupa latihan untuk menjatuhkan bom pada objek bangunan kecil.

Sampai pada satu waktu, Olmert mendapat kabar dari pasukan Mossad di lapangan di Suriah bahwa kapal dari Korea Utara telah merapat ke pelabuhan Suriah, membawa materal terakhir untuk reaktor. Dengan datangnya bahan penutup tersebut, otomatis reaktor akan segera aktif.

Olmert tak mau lagi menunggu. Waktu ditentukan, yakni jam 23.59 tanggal 6 september 2007 jelang tanggal 7 September. Sepuluh pesawat yang terdiri dari F-15 dan F-16 berangkat.
Pemilihan jenis pesawat tersebut telah melalui pertimbangan panjang. Suriah adalah negara yang memiliki sistem pertahanan udara yang tangguh.

Mereka memiliki senjata antipesawat Tom-M1 buatan Rusia dan rudal-rudal antiaircraft yang siap melahap pesawat musuh. Kedua jenis pesawat buatan Amerika tersebut adalah pilihan tepat karena memiliki teknologi antiradar, antikuncian rudal, teknologi pengalih objek rudal, dan banyak lagi.

Saat sepuluh pesawat tersebut berangkat, tak satu pun pilot yang mengetahui targetnya. Mereka hanya mengikuti rute yang telah dibuat. Sebelum mendekati lokasi target, barulah koordinat diinput ke dalam komputer pesawat.

Serangan pun siap diluncurkan. Dari pusat kendali udara di Tel Aviv terdengar, sebelum para pesawat menghantam target, terdengar salah satu pilot berkata bahwa mereka ditembak satu rudal antiudara. Lalu kondisi terdiam.

Tak lama berselang, muncul kata-kata Arizona di radio, yang berarti target telah dilumpuhkan. Tel Aviv mendadak lega. Tujuh pesawat kembali dengan selamat (karena tiga di antaranya ditarik pulang sebelum koordinat target diberikan).

Olmert menelpon George W Bush, Presiden Amerika Serikat waktu itu, dan mengatakan bahwa target yang tak pernah ada sekarang telah tiada. Tampaknya Bush mengetahui operasi Israel ini dan terus dikabari oleh Olmert, namun memercayakan kepada Israel untuk mengeksekusinya.

Olmert kemudian mengirim pesan kepada Presiden Suriah Basyar Hafizh al-Assad bahwa Israel tidak akan mengakui terjadinya peledakan tersebut dan akan mengatakan kepada media bahwa Israel tidak tahu-menahu tentang itu.

Olmert sedikit berspekulasi atas kemungkinan reaksi Assad bahwa Assad akan menyepakatinya karena takut akan dipermalukan di pelataran Timur Tengah.

Yang lebih penting, jika Assad memperpanjang masalah, maka akan diketahui oleh publik global bahwa Assad memiliki reaktor nuklir.

Spekulasi Olmert ternyata berhasil. Televisi Suriah kemudian memberitakan bahwa pasukan Suriah telah menembaki beberapa pesawat Israel yang memasuki area mereka dan berhasil mengusirnya.

Satu pertanyaan muncul di kepala Olmert dan Dagan, bagaimana Suriah bisa menyembunyikan reaktor nuklir selama beberapa tahun belakangan?

Setelah informasi dikumpulkan, ternyata Suriah mengembangkan sistem jaringan komunikasi khusus yang tak tersentuh oleh jaringan elektronik. Komunikasi surat-menyurat langsung melalui dokumen tercetak dengan dukungan jaringan kurir yang rapi.

Otaknya adalah Jederal Muhamad Sulaeman. Jenderal ini adalah tangan kanan Asaad, bahkan sering diibaratkan sebagai bayangan Asaad.

Tahun 2008, Mossad mendapat kabar bahwa Asaad berniat membangun kembali reaktor nuklir dan Sang Jenderal langsung yang menanganinya.

Tak ada pilihan lain bagi Olmert dan Dagan, Sulaeman harus dilenyapkan. Tetapi tak mudah mengejar jenderal yang satu ini. Jadwalnya sangat rahasia, hanya diketahui beberapa orang. Dan di Damaskus, Sulaeman selalu dikawal ketat. Sangat tidak mungkin menghabisinya.

Pada pertengahan tahun 2008, Sulaeman diketahui sedang berada di rumah keduanya, sebuah vila di dekat pantai Kota Tirtous, Suriah.

Di sanalah Sulaeman berakhir dengan hantaman dua peluru pasukan super khusus Israel, Kidon, yang spesialisasinya memang untuk urusan bunuh-membunuh semua tokoh yang dianggap musuh Israel.

Boleh jadi, cerita di atas, yang belum lama ini dipublikasikan secara publik oleh intelijen Israel dan AS dan sempat diangkat menjadi salah satu cerita dalam salah satu acara di National Geographic bertajuk "Black Operation", sangatlah "Israel sentris".

Namun, banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari sana, terutama tentang sebuah negara yang dihuni oleh suku bangsa yang sempat mengalami mimpi buruk bernama Hollocaust dan berjuang untuk tetap terdepan dalam aksi-aksi preventif yang dibutuhkan untuk memberi kepastian pada keberlanjutan negaranya.

Terlepas dari rasa kebencian dan ketidaksukaan pada negara yang satu ini, pun terlepas dari rasa tak menerima dengan apa yang mereka lakukan pada banyak negara tetangganya, apa yang mereka lakukan terkait dengan cerita di atas adalah gambaran bagaimana seharusnya sebuah negara memberi peran kepada badan intelijen dan pasukan khususnya.

Intelijen bukanlah mainan untuk menakut-nakuti rakyat sendiri, bukan pula institusi untuk menambah daya ungkit elektoral penguasa dalam kontestasi, apalagi menjadi instrumen untuk ikut-ikutan latah dalam memperburuk semburan informasi menyesatkan di ruang publik.

Justru inilah catatan penting untuk negara kita di mana pembenahan badan intelijen mau tak mau harus segera dilakukan, agar selaras dengan kepentingan negara bangsa, bukan dengan kepentingan sesaat kelompok-kelompok tertentu.

Artikel ini telah tayang di 
Kompas.com dengan judul "Pelajaran Intelijen dari Israel", https://internasional.kompas.com/read/2019/04/01/16470471/pelajaran-intelijen-dari-israel

Editor : Laksono Hari Wiwoho

Tidak ada komentar:

Posting Komentar