Rabu, 18 Oktober 2017

Empat Sumber Ajaran Islam

Sumber ajaran Islam ialah segala sesuatu yang dapat dijadikan acuan, pedoman, dasar dalam menjalankan syariat islam.

Sumber ajaran Islam sesuai yang disepakati oleh para jumhur ulama ada empat macam, yaitu:
(1) Al-Qur’an,  (2) Sunah Rasul (3) Ijma’ dan (4) Qiyas

Dari kalangan para Ulama, sumber paling utama itu adalah Qur’an dan Hadis  sebagai sumber hukum pokok (Primer).  Sedangkan Ijma’ dan Qiyas merupakan sumber hukum pelengkap (Sekunder) 

SUMBER POKOK (PRIMER)

1.   AL QUR'AN

Al Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang berisi firman-firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat Jibril, sebagai pedoman hidup serta petunjuk bagi seluruh umat manusia dalam menjalani kehidupan. 

Al-Qur’an merupakan kitab suci yang menyempurnakan wahyu-wahyu Allah dalam kitab-kitab suci sebelumnya, yaitu Taurat (Nabi Musa), Zabur (Nabi Daud) dan Injil (Nabi Isa).

Kandungan Al-Qur’an berisi petunjuk dan peraturan tentang hubungan vertikal dengan Allah dan hubungan horizontal dengan sesama manusia dan mahluk hidup lainnya, serta sejarah atau kisah mengenai orang-orang yang terdahulu.

2.   SUNAH RASUL ATAU HADIS 

Sunah Rasul adalah segala perkataan, perbuatan dan sikap Nabi Muhammad dalam kehidupan sehari-hari.

Sedangkan Hadis (Al-Hadits) adalah dokumen yang memuat informasi tentang perkataan, perbuatan dan sikap Nabi Muhammad, yang ditulis oleh para ulama berdasarkan informasi dari para sahabat atau orang-orang yang mengalami, melihat dan mendengar prilaku Rasul.

Para ahli agama yang membukukan sunah Rasul secara sistematis adalah:  Imam Bukhari (lahir di Bukhara Uzbeksitan, 194 H), Imam Muslim (lahir di Naisabur, 206 H), Imam Abu Dawud (lahir di Sijistan, 202 H), Imam At-Tirmizi (lahir di Turmudz Iran, 209 H), dan Ibnu Majah (lahir di Qazvin Iran, 207 H.)

Dalam konteks hokum fiqih, hadis berfungsi untuk memperjelas, menafsirkan isi atau kandungan dari ayat-ayat Al-Qur’an dan memperkuat pernyataan ayat-ayat Al-Qur’an serta mengembangkan segala sesuatu yang samar-samar atau bahkan tidak ada ketentuannya di dalam Al-Qur’an.

Hal itu dimungkinkan karena Alquran tak hanya berisi ayat-ayat yang qath’i (jelas), tetapi juga banyak yang zhanni (samar) sehingga membutuhkan penjelasan terperinci. 

Dalam menetapkan sebuah hukum fiqih, biasanya para ahli dalam ilmu fiqih mencari hukum fiqih itu dari Al-‘Qur’an terlebih dahulu, baru kemudian diperkuat dengan Sunnah atau hadis. 
Jadi Sunah Rasul atau Hadis merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an

Kedudukan Hadis sebagai sumber hukum Islam dijelaskan oleh Rasulullah saat wukuf di Padang Arafah, 9 Dzulhijah tahun 10 H. Rasulullah bersabda, “Telah aku tinggalkan kepadamu dua perkara dan tidak akan tersesat kalian selamanya bila berpegang teguh kepada keduanya, yakni kitabullah (Alquran) dan sunah Rasulullah.” (HR Imam Malik).

Seiring perjalanan waktu, perkataan, perbuatan, ketetapan, atau akhlak Rasulullah diterjemahkan secara berbeda-beda oleh orang yang berbeda-beda pula dari berbagai generasi. Akibatnya, hadis-hadis yang memiliki kualitas rendah, bahkan hadis palsu.

Rendahnya kualitas hadis ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan yang dimiliki, berkaitan dengan cara menukilkan atau meriwayatkan hadis Nabi SAW, baik dari sisi perawinya (orang yang meri wayatkan hadis) maupun makna yang terkandung dari hadis tersebut.

Untuk mengetahui kualitas suatu hadis digunakan ilmu yang disebut ilmu musthalah al-hadits. Ini adalah ilmu yang mempelajari periwayatan hadis dan kualitas dari hadis yang diriwayatkan.

Karena itu, para ulama mengklasifikasikan hadis dalam beberapa kelompok. Ada yang disebut hadis mutawatir, ahad, sahih, hasan, dhaif, maudhu, matruk, marfu’, dan sebagainya.

Macam-macam Hadis atau Sunnah

a.    Dari segi bentuknya, diantaranya:
·   Qauliyah yakni semua perkataan Rasulullah
·    Fi’liyah yakni semua perbuatan Rasulullah
·    Taqririyah yakni penetapan, persetujuan dan pengakuan Rasulullah
.    Hammiyah yakni sesuatu yang telah direncanakan oleh Rasulullah dan telah disampaikan kepada para sahabatnya untuk dikerjakan namun belum sempat dikerjakan dikarenakan telah datang ajalnya.

b.     Dari segi jumlah orang yang menyampaikannya, diantaranya:
.    Mutawatir yaitu hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak.
.    Masyhur yaitu diriwayatkan oleh banyak orang, namun tidak sampai (jumlahnya) kepada derajat mutawatir.
.    Ahad yaitu diriwayatkan hanya oleh satu orang saja.

c.     Dari segi kualitasnya, diantaranya:
.     Shahih yakni hadits yang benar dan sehat tanpa ada keraguan atau kecacatan.
.     Hasan yakni hadits yang baik, memenuhi syarat seperti hadits shahih, letak perbedaannya hanya dari segi kedhobitannya (kuat hafalan). Hadits shahih kedhobitannya lebih sempurna daripada hadits hasan.
.     Dhaif yakni hadits yang lemah.
.     Maudhu yakni hadits yang palsu atau dibuat-buat.

SUMBER PELENGKAP (SEKUNDER) 

IJTIHAD.   Dalam hal perkara hukum yang belum atau tidak secara tegas dinyatakan dalam Al-Quran dan Hadis, maka para ulama melakukan sebuah upaya dengan mengerahkan segenap kemampuan ilmu dan pikirannya untuk menetapkan sebuah hukum (hukum Syar’i). Upaya para ulama (mujtahid) itu itu disebut dengan Ijtihad.

Secara sederhana pengertian Ijtihad adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh untuk menetapkan sebuah hukum yang tidak secara tegas ditetapkan dalam Al-Quran maupun Hadis.

Dalam melakukan Ijtihad, para ulama mempunyai beberapa cara yaitu: Ijma’, Qiyas, Istihsan, Maslahah Mursalah,  Sududz Dzariyah, Istishab, dan Urf.

Macam-macam Ijtihad
1.   IJMA’ 
Ijma’ merupakan suatu kesepakatan para ulama (mujathid) dalam menetapkan suatu hukum-hukum dalam suatu perkara yang terjadi yang tidak secara tegas ditetapkan Al-Quran dan Hadis. Hasil kesepakatan bersama para ulama itu kemudian dijadikan suatu keputusan yang dinamakan Fatwa, yang bisa dijadikan pedoman untuk diikuti seluruh umat. 
Dalam Islam, Ijma sifatnya darurat, bila memang terdapat hal-hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya.  Ijma’ kedudukannya sudah disepakati oleh para jumhur ulama sebagai sumber hukum Islam yang ketiga setelah Al-Qur’an, dan Hadis.
2.   QIYAS
Qiyas artinya menggabungkan atau menyamakan.  Qiyas adalah menetapkan suatu hukum atau suatu perkara yang baru muncul, yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalam sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama.   Contoh qiyas antara lain adalah membayar zakat fitrah dengan beras, yang besarannya disamakan dengan gandum.  
Dalam Islam, Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal-hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya.   Qiyas kedudukannya sudah disepakati oleh para jumhur ulama sebagai sumber hukum Islam yang keempat setelah Al-Qur’an, Hadis dan Ijma’.
3.   Istihsan  yaitu tindakan meninggalkan satu hukum kepada hukum lainnya disebabkan karena adanya suatu dalil syara’ yang mengharuskan untuk meninggalkannya. Berbeda dengan Al-Quran, Hadits, Ijma’ dan Qiyas yang kedudukannya sudah disepakati oleh para jumhur ulama sebagai sumber hukum Islam. Istihsan ini adalah salah satu cara yang digunakan hanya oleh sebagian ulama saja.
4.   Maslahah Mursalah  merupakan kemaslahatan yang tidak disyari’atkan oleh syar’i dalam wujud hukum, dalam rangka menciptakan kemaslahatan, disamping tidak terdapat dalil yang membenarkan atau menyalahkan.
5.   Sududz Dzariah merupakan tindakan dalam memutuskan sesuatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan dan kemaslahatan umat.
6.   Istishab merupakan menetapkan ssuatu keadaan yang berlaku sebelumnya hingga adanya dalil yang menunjukkan adanya perubahan keadaan itu. Atau menetapkan berdasarkan hukum yang ditetapkan pada masa lalu secara abadi berdasarkan keadaan, hingga terdapat dalil yang menunjukkan adanya perubahan.
7.   Urf merupakan segala sesuatu yang sudah dikenal oleh manusia karena telah menjadi kebiasaan, adat atau tradisi baik bersifat perkataan, perbuatan atau dalam kaitannya dengan meninggalkan perbuatan tertentu.

Jadi jelaslah bahwa sumber ajaran Islam telah di rumuskan oleh Rasuluallah SAW, yakni terdiri dari empat sumber pokok yang dijadikan acuan, yaitu Al-Qur’an, As-Sunnah (Hadits), Ijma' dan Qiyas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar