Selasa, 19 Juni 2018

Perseteruan Ustadz Abdul Somad Lc MA dengan Ustadz Wahabi Zainal Abidin


1. Tentang “Wahabi”

Ustadz Abdul Shomad menyatakan bahwa kelompok yang suka mengkafir-kafirkan dan gampang membid’ahkan adalah agen Yahudi (Amerika-Israel). Al-Ustadz Zainal Abidin hafizhahullah tampak tak terima dengan statement itu. Beliau menterjemahkan sendiri apa yang disampaikan Ustadz Abdul Shomad itu bahwa arahnya adalah kelompok “Salafi”. Padahal, Ustadz Abdul Shomad tidak menyebutkan nama kelompok. Ia menyebutkan sifat secara umum. Maka, sambil tersenyum syahdu saya ingin mengatakan: kalau Al-Ustadz Zainal Abidin tidak merasa sebagai kelompok yang suka mengkafirkan dan membid'ahkan, lalu mengapa sewot dan marah? Atau “wahabi” itu memang ada dua model? Wahabi garis lurus dan wahabi garis miring? Atau bagaimana?

2. Masalah Jenggot

Ustadz Abdus Shomad menyatakan bahwa pelihara jenggot dalam mazhab syafi'i adalah sunnah tidak sampai taraf wajib (fardu ‘ain). Dan sikap pribadi beliau yang sengaja tidak memelihara jenggot dengan alasan karena jika dipelihara justru seperti tusuk sate, katanya. Namun, Al-Ustadz Zainal Abidin hafizhahullah seakan tidak terima dengan pernyataan itu dan menganggap bahwa Ustadz Abdul Shomad pembawa syubhat. Walhasil, beliau membawakan kalam Imam Syafi'i tentang larangan mencukur jenggot. In sya Allah kami akan sampaikan kepada Ustadz Abdul Shomad agar hendaknya beliau memelihara jenggot sesuai keumuman perintah baginda Nabi yang mulia dan nasehat ini berlaku pada kita semua sebagai para pecinta Rasulullah untuk tidak menyepelekan Sunnah-sunnahnya, wallahul musta’an.

Tanggapan kami: Kalau kita bicara fiqih, memang pendapat mu'tamad madzhab Syafi'i adalah makruh mencukur jenggot. Tidak sampai kepada haram. Kalam Imam Syafi'i dalam kitab Al-Umm bisa saja bermakna makruh.

Al-Ustadz Zainal Abidin hafizhahullah seperti sibuk mencari kesalahan Ustadz Abdul Shomad, tapi disisi lain Syaikh Al-Albani rahimahullah mengharamkan memelihara jenggot melebihi segenggam tangan, beliau justru seakan bisu.

Dalam kitab Fatawa Asy-Syaikh al-Albani:

Penanya: “Kami telah mendengar bahwa anda berkata sesungguhnya isbalnya jenggot sama dengan isbalnya pakaian, apa ini perkataan anda?”

Jawab Syaikh Al-Albani: “Ya”.

Penanya: “Ini maknanya memanjangkan jenggot melebihi genggaman diharamkan?”

Jawab Syaikh Al-Albani: “Ya. Ini perkataan yang paling tepat dalam masalah ini, bahwa haram isbal jenggot melebihi genggaman tangan sebagaimana haram perkara-perkara baru yaitu bid'ah dalam agama”. (Lihat Kitab Fatawa Asy-Syaikh Al-Albani halaman: 52-53)

3. Masalah Isbal

Isbal adalah memanjangkan pakaian melebihi mata kaki (bagi laki-laki). Banyak hadits yang melarang isbal dan mengancamnya dengan neraka. Akan tetapi Ulama telah berselisih pendapat (khilaf) dalam masalah ini sejak dulu. Letak khilafnya adalah: "Apakah isbal tanpa ada rasa sombong itu haram atau tidak", nah disinilah letak khilafnya. Sebagian Ulama berpendapat bahwa isbal haram secara mutlak, sebagian ulama lagi berpendapat bahwa isbal itu tidak haram jika tidak disertai kesombongan. Minimal, hukumnya makruh. Secara pribadi, saya memilih pendapat bahwa isbal adalah haram secara mutlak (baik disertai kesombongan maupun tidak) dan inilah pendapat rajih yang lebih menenangkan hati. Namun, dalam kitab syarhul ‘umdah Syaikhul Islam bnu Taimiyyah berpendapat bahwa Isbal itu tidak haram jika tidak disertai kesombongan. Apakah kita berani mengatakan bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah itu “PEMBAWA SYUBHAT”?

Al-Ustadz Zainal Abidin secara tersirat mengharamkan isbal secara mutlak dengan membawakan riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal, itu bagus...!

Pertanyaannya adalah, apakah Imam Ahmad tidak paham terhadap apa yang beliau riwayatkan sendiri?

Dalam kitab Al-Adabu Syar'iyyah tertulis:

“Dalam satu riwayat Hanbal berkata: Isbal manakala tidak dengan sombong maka tidak mengapa. Dan zhahir perkataan ini tidak hanya dikatakan oleh seorang dari sahabat-sahabat -Imam Ahmad-. (Baca kitab Al-Adab Syari'iyyah, juz 3 hlm.521)

Jangan sampai ada kesan mengambil riwayat imam ahmad tapi tidak mengambil pendapat imam ahmad.

Intinya, dalam masalah isbal saya sepakat dengan Al-Ustadz Zainal Abidin hafizhahullah. Memilih pendapat rajih yang menenangkan dan keluar dari perselisihan Ulama adalah jalan yang lebih aslam (selamat). In sya Allah saya akan sampaikan kepada Ustadz Abdus Shomad tentang keutaman-keutaman mengenakan kain di atas mata kaki berdasarkan perintah baginda Nabi yang mulia. namun, sebagai da’i maka tugas saya hanyalah menyampaikan, memberi pandangan dan menunaikan amar ma’ruf, bukan memaksakan kehendak agar orang harus sama seperti saya. Karena da’i itu adalah obat bagi ummat, namun kesembuhan hanya ada pada kuasa Allah Ta’ala.
( Ustadz Maheer At-Thuwailibi )

https://intiruh.blogspot.com/2017/07/perseteruan-ustadz-abdul-somad-lc-ma.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar