Rabu, 20 Maret 2019

Panduan Memilih Pemimpin (dalam Islam)


Konsep Islam tentang kepemimpinan sesungguhnya sudah ideal. Contoh paling ideal figur pemimpin tentu saja adalah Nabi Muhamad. Sebagai seorang pemimpin sebuah masyarakat dunia, nabi Muhammad telah diakui keberhasilannya oleh DR. Michael H. Hart, seorang guru besar dari Universitas Maryland Amerika Serikat. 

Dalam sebuah buku yang ditulisnya, berjudul : The hundred, a ranking of the most influential persons in history (100 tokoh paling berpengaruh dalam sejarah manusia),  DR. Hart menempatkan nabi Muhammad pada ranking pertama sebagai tokoh yang paling berpengaruh sepanjang sejarah manusia.  Hingga kini tidak ada seorang ilmuwanpun yang menyangkal kesimpulan hasil penelitian Hart tersebut.
Islam mengenal empat sifat mulia nabi Muhammad sebagai seorang pemimpin, yang tentu saja harus dimiliki oleh seorang pemimpin bila menginginkan bangsa atau masyarakat yang dipimpinnya berhasil dengan baik, yaitu sifat SAFT (sidiq, amanah, fatonah dan tabliq).
Ke-empat sifat nabi Muhammad itu bisa menjadi patokan atau kriteria bagi masyarakat muslim dalam memilih seorang pemimpin. 
Selain 4 kriteria tersebut (SAFT) ada satu kriteria negatif  yang harus dihindari dalam memilih seorang pemimpin, yaitu sifat MUNAFIK.

SAFT; Empat kriteria seorang pemimpin
Empat sifat mulia nabi Muhammad (SAFT) yang bisa menjadi kriteria dalam memilih seorang pemimpin adalah:  Pertama, Sidiq.  Sidiq berasal dari bahasa Arab yang artinya jujur.  .  Sidiq mempunyai pengertian sebuah sikap dalam menjalankan segala tugas secara jujur, dengan asas keterbukaan (akuntabilitas) tanpa manipulasi dan kecurangan Seorang pemimpin harus sidiq yakni ada kesesuaian antara  niat, janji dan ucapan dengan dan perbuatan (tidak riya’ atau pamer, dan punya integritas). Lawan dari sikap ini adalah dusta dan fasik.
Kedua, Amanah.  Amanah berasal dari bahasa Arab yang artinya dapat dipercaya, benar dan adil.   Amanah mempunyai pengertian kemampuan untuk menjaga segala sesuatu yang dipercayakan dengan benar dan adil.  Jika satu urusan diserahkan kepadanya, niscaya orang percaya bahwa urusan itu akan dilaksanakan dengan serius dan sebaik-baiknya. Lawan dari amanah adalah khianat atau menyia-nyiakan kepercayaan.
Ketiga, Fatonah.  Fathonah berasal dari bahasa Arab yang artinya cerdas.  Syarat seorang pemimpin tidak sekedar baik, soleh dan alim saja, tetapi juga harus cerdas, sehingga ia mampu mengatasi persoalan dengan cepat, tepat dan benar.  Pemimpin juga harus cerdas sehingga ia mampu memberikan arahan dan solusi kepada bawahannya dalam mengatasi persoalan.  Lawan dari fatonah adalah bodoh atau jahlun.
Keempat, Tabligh.  Tabligh berasal dari bahasa Arab yang artinya menyampaikan.  Tabligh mempunyai pengertian sebagai kecerdasan komunikasi, yaitu kemampuan untuk menyampaikan segala soal dengan baik.  Seorang pemimpin harus mampu berbicara secara jelas, tegas, terstruktur dan terarah (cakap berkomunikasi) kepada bawahan dan masyarakat yang dipimpinnya.
Dalam Islam, sifat dan sikap sederhana, lembut, murah senyum, merakyat, dan sebagainya merupakan sifat-sifat yang baik dan terpuji, namun sifat-sifat itu bukanlah kriteria utama dalam memilih seorang pemimpin, karena tidak berkorelasi langsung dengan karakter kepemimpinan.

Ciri dan prilaku orang Munafik
Memang tidaklah mudah mendapatkan seorang pemimpin ideal dengan kriteria SAFT seperti nabi Muhammad, namun setidaknya dalam memilih pemimpin hendaklah mendekati kriteria tersebut.  Apabila tidak didapati kriteria itu secara penuh, maka ada satu kriteria negatif  yang harus dihindari dalam memilih seorang pemimpin, yaitu sifat MUNAFIK.
Orang munafik adalah orang yang bermuka dua dan bermulut dua, yaitu adanya perbedaan antara sikap lahir dan sikap batin.   Dalam keseharian Nabi Muhammad memberikan ciri-ciri orang munafik, seperti yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, yaitu: (1) Apabila berkata ia sering berdusta; (2) Apabila berjanji ia sering ingkar; dan (3) Apabila dipercaya ia berkhianat (tidak amanah).
Sedangkan prilaku orang munafik, sebagaimana yang sering disampaikan para ulama antara lain adalah: (1) Bersekutu dengan orang-orang kafir; (2) Memempercayakan orang kafir sebagai aulia (penolong/pemimpin); (3) Membantu orang-orang Kafir yang menentang Islam; (4) Tidak mau berperang karena takut mati; dan (5) Tidak mau membela kepentingan umat Islam.

Demikian semoga tulisan ini bermanfaat dalam menghadapi perhelatan Pemilu dan Pilpres yang akan diselenggarakan pada April 2019 mendatang. Salam Rindang Ayu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar