Suatu hari, ada seorang
pria yang bertamu di rumah seorang Kyai. Dia melihat Sang Kyai sedang duduk
sambal termenung.
Pria itu bertanya, “Apa
yang sedang Kyai lakukan?”
Kyai itu menjawab, “Tadi
saya kedatangan tamu yang minta nasihat. Saya berikan banyak nasihat yang
bermanfaat. Namun, setelah tamu itu pulang saya merasa jadi orang hebat dan
telah memberi manfaat pada seseorang. Saya merasa kebanggaan dan kesombongan
saya mulai muncul, dan saya menyesal. Karena itu saat ini saya sedang tafakur
(merenung) dan memohon ampun atas kesombongan yang bisa menggugurkan amal
kebaikan itu.”
Dari ilustrasi dialog
diatas, bisa dibilang kesombongan seseorang itu bukan hanya karena banyaknya harta,
kedudukan, dan ilmu saja, tapi bisa jadi kesombongan itu muncul setelah berbuat kebaikan seperti Kyai taersebut.
Tak sedikit di antara kita
yang sombong setelah berhasil memberi solusi bagi masalah orang lain. Ada juga
yang merasa besar hati setelah berhasil membantu meringankan beban hidup orang lain.
Tak jarang ungkapan kesombongan pun tanpa disadari muncul seperti, “Andai dia
tidak aku bantu, pasti masalahnya tak pernah terselesaikan.” Ini adalah bentuk
ungkapan sederhana tapi mengandung makna keangkuhan.
Sombong adalah penyakit
yang sering menghinggapi semua Bani Adam, benih-benihnya seringkali muncul
tanpa disadari.
Paling tidak, kesombongan
itu mempunyai tiga level antara lain;
Pertama, sombong
disebabkan oleh faktor materi. Pada level ini, biasanya seseorang menjadi
sombong karena merasa lebih kaya, lebih terhormat, dan lebih rupawan daripada
orang lain.
Kedua, sombong
disebabkan oleh faktor kecerdasan. Dalam tahap ini, orang
merasa sombong karena ia merasa lebih pintar, lebih berwawasan, lebih berkompeten
dari orang lain, merasa menjadi orang yang paling benar dibandingkan orang
lain.
Ketiga, sombong
disebabkan oleh faktor perbuatan. Pada
level ini, orang menjadi sombong karena ia merasa dirinya lebih bermoral, lebih
pemurah, dan lebih soleh dibandingkan dengan orang lain. Tanpa disadari banyak
orang terjebak sombong karena merasa sudah berbuat baik kepada orang lain
(sombong dalam kebaikan). Bisa jadi faktor kesombongan level ketiga ini sudah
melekat lama pada diri kita tanpa sedikitpun disadari.
Kesombongan level ketiga
ini sebenarnya jauh lebih halus dari dua level kesombongan lainnya. Mengapa?
Karena orang yang sombong karena materi, maka ia mudah terlihat. Tapi, orang
yang sombong karena pengetahuan apalagi sombong karena kebaikan sangat sulit
terdeteksi. Sebab ia seperti benih-benih halus yang perlahan tapi pasti terus
menjalar di hati seseorang.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam melarang kita sebagai umatnya untuk bersikap sombong, sebab sombong
adalah salah satu ciri dari penghuni neraka. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam bersabda, yang artinya, “Maukah
kamu aku beritahu tentang penduduk neraka? Mereka semua adalah orang-orang keras lagi kasar,
tamak lagi rakus, dan takabbur (sombong).” (HR. Bukhari no.
4918 dan Muslim no. 2853).
Dalam riwayat Abdullah bin
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, yang artinya, “Tidak akan masuk surga seseorang yang di
dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada
sahabat yang bertanya, “Bagaimana
dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Nabi
menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah
dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak
kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim no. 91).
An-Nawawi rahimahullah berkata, “Hadis diatas
berisi larangan dari sifat sombong yaitu menyombongkan diri kepada manusia,
merendahkan mereka, serta menolak kebenaran” (Syarah Shahih Muslim Imam Nawawi,
II/163, cet. Daar Ibnu Haitsam).
Islam Melarang Sombong
Salah satu tujuan
diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah untuk memperbaiki
akhlak manusia. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, yang artinya, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan
akhlaq yang baik.” (HR. Ahmad 2/381. Syaikh Syu’aib Al Arnauth
menyatakan bahwa hadis ini shahih).
Islam adalah agama yang
mengajarkan akhlak yang luhur dan mulia. Oleh karena itu, banyak dalil al Quran
dan as Sunnah yang memerintahkan kita untuk memiliki akhlak yang mulia dan
menjauhi akhlak yang tercela. Demikian pula banyak dalil yang menunjukkan
pujian bagi pemilik akhlak baik dan celaan bagi pemilik akhlak yang buruk.
Salah satu akhlak buruk yang harus dihindari oleh setiap muslim adalah sikap sombong.
Sikap sombong adalah
memandang dirinya berada di atas kebenaran dan merasa lebih di atas orang lain.
Orang yang sombong merasa dirinya sempurna dan memandang dirinya berada di atas
orang lain. (Bahjatun Nadzirin, I/664,
Syaikh Salim al Hilali, cet. Daar Ibnu Jauzi).
Allah Ta’ala berfirman yang
artinya, “Dan janganlah kamu memalingkan
mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu
berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Q.S. Luqman: 18).
Allah Ta’ala berfirman yang
artinya, “Sesungguhnya Dia tidak menyukai
orang-orang yang menyombongkan diri.” (Q.S. An Nahl: 23).
Haritsah bin Wahb Al
Khuzai’i berkata bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallambersabda, “Maukah kamu aku beritahu tentang penduduk
neraka? Mereka semua adalah orang-orang keras lagi kasar,
tamak lagi rakus, dan takabbur(sombong).“ (HR. Bukhari no.
4918 dan Muslim no. 2853).
Dosa Pertama Iblis
Sebagian salaf
menjelaskan bahwa dosa pertama kali yang muncul kepada Allah adalah
kesombongan. Allah Ta’ala berfirman
yang artinya, “Dan (ingatlah) ketika Kami
berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kalian kepada Adam,” maka sujudlah
mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur (sombong) dan ia termasuk golongan
orang-orang yang kafir.” (Q.S. Al Baqarah: 34).
Qotadah berkata tentang
ayat ini, “Iblis hasad kepada Adam ‘alaihis
salaam dengan kemuliaan yang Allah berikan kepada Adam. Iblis
mengatakan, “Saya diciptakan dari api sementara Adam diciptakan dari tanah”.
Kesombongan inilah dosa yang pertama kali terjadi . Iblis sombong dengan tidak
mau sujud kepada Adam” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/114, cet al Maktabah at
Tauqifiyah).
Sombong Kepada Orang Sombong
“Bersikap
sombong kepada orang yang sombong adalah sedekah.” Penyataan di atas bukanlah
hadis, melainkan hanya perkataan
para ulama yang
banyak tersebar di masyarakat, sebagaimana yang
dijelaskan oleh Al-Ajluni dalam kitabnya, Kasyful Khafa. Hanya saja, maknanya sesuai dengan
keterangan beberapa ulama.”
Penulis kitab Bariqah Mahmudiyah mengatakan,
“Bersikap sombong kepada orang yang sombong adalah sedekah, karena jika kita
bersikap tawadhu di hadapan orang sombong maka itu akan menyebabkan dirinya terus-menerus berada dalam kesesatan.
Namun, jika kita bersikap sombong maka dia akan sadar. Ini sesuai
dengan nasihat Imam
Syafi’i, ‘Bersikaplah sombong kepada orang sombong
sebanyak dua kali.’
Imam Az-Zuhri mengatakan, ‘Bersikap sombong kepada pecinta dunia merupakan bagian ikatan
Islam yang kokoh.’
Imam Yahya bin Mu’adz mengatakan, ‘Bersikap sombong kepada orang
yang bersikap sombong kepadamu dengan hartanya, adalah termasuk bentuk ketawadhuan.'”
Sementara, ulama yang lain mengatakan, “Terkadang bersikap sombong
kepada orang yang sombong, bukan untuk membanggakan
diri, termasuk perbuatan terpuji. Seperti, bersikap sombong kepada orang yang kaya atau orang bodoh (yang sombong).”
Allahu a’lam.
---
“Sombong itu selendangKu. Siapa yang memakai selendangKu niscaya dia tidak
akan mencium bau surga”. (hadist Qudsi).
Perumpamaan
kesombongan sebagai suatu selendang dan Allah akan menyiksa orang yang merebut
selendangNya itu menunjukkan bahwa Allah sangat tidak
menyukai orang yang sombong.
Dari sudut pandang kita hamba yang beriman kepada Allah SWT,
tentu saja sifat sombong itu adalah sifat yang konyol sekali..
Jadi, saya menafsirkan hadist diatas tetap pada pemahaman
bahwa kesombongan itu bukan sifat Allah dan
Allah tidak pernah menyatakan bahwa dia Maha Sombong.