Oleh Hilman Fajrian*
(Minggu, 15 Maret 2020)
Mayoritas orang punya
imunitas atau daya tahan tubuh yang baik. Tapi belum tentu mereka memiliki imun
terhadap rasa takut. Terlebih lagi tanggungjawab pada orang lain.
Pencetus terbesar rasa
takut: ketidaktahuan atau memproses informasi yang keliru.
Saya bukan dokter.
Sehingga yang akan saya sampaikan berikut bukanlah sebuah rujukan medis. Saya
hanya seseorang yang berbagi pengalaman tinggal selama sebulan di kawasan
pandemi Corona/Covid pada Februari lalu: Taiwan dan Singapura. Alhamdulillah
saya sehat sampai hari ini -- tak memiliki gejala sakit.
Saya di Taiwan sejak
8-25 Februari. Lalu di Singapore 26 Feb - 1 Maret. Setelah itu kembali ke
Jakarta. Pada 3 negara ini saya melihat perbedaan bagaimana orang merespon
Corona. Hingga sekarang saya tidak cemas berlebihan pada virus ini. Tapi justru
cemas bagaimana perilaku orang-orang Indonesia meresponnya.
PERTAMA
Merujuklah pada fakta,
data, dan informasi yang valid. Olahlah informasi hanya dari sumber yang
kredibel. Sehingga kita tahu apa yang sedang kita hadapi.
1.1. Mortality rate
(rasio kematian) Corona di dunia adalah 3%.
1.2. 80% kasus kematian
adalah orang berusia di atas 60 tahun, atau sebelumnya menderita penyakit yang
berhubungan dengan pernapasan. Beberapa kasus berhubungan dengan tumor dan
diabetes.
1.3. Penangkal Corona
paling efektif saat ini adalah daya tahan tubuh kita sendiri. Makin rendah daya
tahan, makin berisiko.
1.4. Virus Corona
terdapat pada cairan dari mulut dan hidung penderita -- organ yang berhubungan
dengan pernapasan. Virus yang ukurannya sangat kecil tersebut akan menulari
orang lain ketika masuk ke hidung atau mulut yang menjadi pintu gerbang
pernapasan.
1.5. Virus Corona tidak
hidup di udara. Tapi ia memerlukan medium untuk menempel. Virus bisa hidup
sampai dengan 2 hari pada medium tersebut.
1.6. Medium itu bisa apa
saja. Tangan, uang, gagang pintu, piring, meja, kursi, alat tulis, belt pada
eskalator, keranjang belanja, dll.
1.7. Medium paling
berisiko adalah yang diakses secara umum. Misal seorang penderita Corona batuk
dan menutup mulutnya dengan tangan. Lalu ia memegang uang kertas. Uang kertas
itu ia berikan ke seorang penjual. Kita mendapatkan uang yang sama dari penjual
tersebut sebagai kembalian belanja. Maka menempellah virus ke tangan kita dan
tangan penjual. Lalu kita memegang hidung atau makan sesuatu langsung dengan
tangan. Virus masuk ke organ pernapasan.
1.8. Karena itu
menggunakan masker agar tidak terkena virus bukanlah hal yang efektif. Berapa
besar rupanya kemungkinan seorang pengidap Corona batuk depan kita lalu
cairannya mengenai wajah kita? Kecil. Kemungkinan besarnya adalah, dia batuk,
menutup mulut, memegang sebuah benda di sekitar, lalu kita pegang juga benda
itu.
1.9. Sehingga cara yang
paling efektif adalah perbanyak mencuci tangan dengan sabun atau desinfektan.
Di Taiwan ada protokol di tempat kerja untuk membersihkan tangan dengan alkohol
tiap 1 jam. Jangan menyentuh area wajah tanpa cuci tangan sebelumnya. Jangan
makan tanpa alat. Hindari berpergian ke tempat umum bila tidak harus.
1.10. Jagalah tubuh
tetap sehat. Jangan terlampau lelah. Imbangkan gizi. Agar imunitas kita tetap
baik.
KEDUA
Kita mungkin memiliki
virus Corona dalam tubuh kita. Tapi kita tidak tahu karena tak mengalami
gejala. Namun kita sangat mungkin jadi carrier (pembawa).
2.1. Darimana kita tahu
kita tidak mengidap virus Corona? Karena kita sehat-sehat saja? Virus ini bisa
masuk ke tubuh kita dan kita sehat-sehat saja karena imunitas tubuh kita
berhasil mengalahkannya dalam masa inkubasi 14 hari.
2.2. Kalau dalam 14 hari
inkubasi itu imunitas tubuh kita kalah, maka timbul gejala dan kita sakit. Lalu
kita ke rumah sakit dan terdeteksi Corona.
2.3. Kalau imunitas kita
menang, virus hilang. Kita sehat-sehat saja dan tak punya gejala. Hampir tidak
mungkin kita yang sehat-sehat saja pergi ke rumah sakit untuk tes Corona yang
seharga Rp 700 ribu itu.
2.4. Tapi ketika virus
masuk ke tubuh kita, maka kita resmi mengidap/terinfeksi Corona (meski kemudian
sembuh sendirinya). Selama virus itu masih ada dalam tubuh kita, maka otomatis
kita jadi carrier.
2.5. Penyebaran virus
dari pengidap tanpa gejala inilah (yang mungkin termasuk kita) memerlukan
tanggungjawab di level individu.
"Asymptomatic and
mildly symptomatic transmission are a major factor in transmission for
Covid-19," said Dr. William Schaffner, a professor at Vanderbilt
University School of Medicine and longtime adviser to the CDC. "They're
going to be the drivers of spread in the community."
KETIGA
Sampai titik ini kita
tidak tahu apakah kita carrier atau bukan. Tapi kita bisa lebih
bertanggungjawab.
3.1. Sebagai pengidap
dan carrier, imunitas kita mungkin kuat. Tapi tidak bagi orang lain, terutama
mereka yang berusia tua dan memiliki penyakit.
3.2. Sebisa mungkin
hindari atau batasi pertemuan dengan orang-orang berisiko tinggi di atas.
Misalnya bertemu orangtua. Kita bisa menulari mereka dan rasio kematian mereka
akan tinggi.
3.3. Cuci tangan dan
memelihara kesehatan adalah cara paling efektif.
3.4. Cara efektif lain
adalah 'mengkarantina diri'. Membatasi pergi ke tempat publik dimana kita akan
menyentuh banyak benda yang juga disentuh orang lain.
KEEMPAT
Manusia hidup di antara
berbagai virus dan bakteri yang ada di sekitar. Kita tak menyadarinya. Per
meter persegi ada 800 juta virus yang hidup -- terutama di udara. Kita masih
bisa tetap hidup dan sehat karena imunitas tubuh kita selalu bekerja melawan
mereka. Makin seseorang menjaga kesehatan tubuhnya lewat pola hidup dan pola
makan, makin kuat juga imun tubuhnya. Itu sebabnya penderita HIV/AIDS bisa
meninggal hanya karena flu -- karena imunitas mereka lemah.
Jadi: pelihara kesehatan
diri, jangan terlalu lelah, cuci tangan tiap 1 jam, makan dengan alat makan,
karantina diri dengan tidak berpergian ke tempat publik bila tidak harus, dan
usahakan jangan menemui orang tua dan penderita penyakit agar mereka tidak
tertular dari kita (tanpa kita sadari).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar