Ketika
nabi Muhammad meninggal, Abu Bakar mendatangi Aisyah (putrinya yang menjadi
istri nabi) dan bertanya, “Anakku, amalan apa yang sudah dilakukan nabi tapi
belum kulakukan?”. Aisyah bercerita, bahwa setiap hari nabi selalu menyantuni
seorang nenek buta yang mengemis di sudut pasar Madinah. Nabi selalu
menyisihkan makanan untuk nenek, tanpa sang nenek tahu siapa yang memberinya
makanan.
Abu
Bakar bertanya lagi, ”Mengesankan nabikah perempuan tua itu, sehingga
Rasulullah menaruh perhatian padanya?” Aisyah menjawab, ”Sama sekali tidak.
Nenek itu adalah seorang keturunan Yahudi yang justru sering mengumpat dan
menyumpahi dirinya. Tapi, Nabi tetap memberi makanan, tanpa pernah sedikitpun
mengatakan bahwa dialah Muhammad yang sering dijelek-jelekkan si nenek pada
banyak orang.”
Kemudian
Abu Bakar meneruskan kebiasaan nabi memberi makan kepada si nenek buta. Namun
ketika menyuapi, si nenek merasakan makanan dan cara menyuapi yang diberikan
Abu Bakar tak sama dengan yang biasa ia terima. ”Biasanya engkau menyuaoiku
dengan begitu lembut, makanan yang kau berikanpun renyah, dan enak rasanya.
Kenapa kali ini lain?” ungkap si nenek.
Abu
Bakar menjelaskan, bahwa orang yang biasa memberinya makan kepadanya telah
meninggal. Si nenek bertanya, ”siapakah orang yang biasa memberikan makanan
padaku?” dengan bergetar menahan rasa , Abu Bakar menjawab, ”dialah Muhammad
utusan Allah.”
Si nenek buta terdiam seketika. Ia terpaku. Entah mengapa hatinya mengharu biru. Betapa selama ini dia sering menjelek-jelekkan dan mancaci maki Nabi Muhammad pada orang-orang. Tapi, justru nabilah yang paling peduli padanya, terus, tak pernah putus, sekotor apapun fitnah dari mulut si nenek. Serta merta dia mengikrarkan diri untuk masuk Islam.
Si nenek buta terdiam seketika. Ia terpaku. Entah mengapa hatinya mengharu biru. Betapa selama ini dia sering menjelek-jelekkan dan mancaci maki Nabi Muhammad pada orang-orang. Tapi, justru nabilah yang paling peduli padanya, terus, tak pernah putus, sekotor apapun fitnah dari mulut si nenek. Serta merta dia mengikrarkan diri untuk masuk Islam.
Dari
kisah ini, kita dapat bayangkan, seandainya kita yang bertemu dengan nenek ini,
mungkinkah kita sudi menolehnya. Sudah buta, jelek, miskin, suka menghina lagi.
Berat memberikan sedekah padanya. Rasanya masih banyak orang yang lebih pantas
menerimanya.
Tapi, nabi memilih sikap yang berbeda. Beliau memberi tanpa harap balas jasa. Meskipun sering dihina, nabi tak pernah memberitahukan pada si nenek dialah Muhammad, orang yang dihinanya. Dengan ikhlas nabi memberi. Saat ajal menjemput, barulah buahnya terlihat.
Tapi, nabi memilih sikap yang berbeda. Beliau memberi tanpa harap balas jasa. Meskipun sering dihina, nabi tak pernah memberitahukan pada si nenek dialah Muhammad, orang yang dihinanya. Dengan ikhlas nabi memberi. Saat ajal menjemput, barulah buahnya terlihat.
Kisah
diatas bukan satu-satunya contoh kemuliaan hati Rasulullah SAW. Pada masa-masa
awal penyebaran Islam, beliau kerap diludahi, dilempari batu, bahkan dilempari
kotoran ketika sedang beribadah. Marahkah Rasulullah? Tidak. Beliau tetap
tersenyum, seraya mengucapkan doa bagi yang mendzoliminya. Hanya doa, dan bukan
serapah, umpatan, atau kutukan.
Sungguh teladan yang indah dari utusan Allah yang berhati mulia.
Sungguh teladan yang indah dari utusan Allah yang berhati mulia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar