Minggu, 25 September 2016

Ketulusan hati Nabi

Ketika nabi Muhammad meninggal, Abu Bakar mendatangi Aisyah (putrinya yang menjadi istri nabi) dan bertanya, “Anakku, amalan apa yang sudah dilakukan nabi tapi belum kulakukan?”. Aisyah bercerita, bahwa setiap hari nabi selalu menyantuni seorang nenek buta yang mengemis di sudut pasar Madinah. Nabi selalu menyisihkan makanan untuk nenek, tanpa sang nenek tahu siapa yang memberinya makanan.
Abu Bakar bertanya lagi, ”Mengesankan nabikah perempuan tua itu, sehingga Rasulullah menaruh perhatian padanya?” Aisyah menjawab, ”Sama sekali tidak. Nenek itu adalah seorang keturunan Yahudi yang justru sering mengumpat dan menyumpahi dirinya. Tapi, Nabi tetap memberi makanan, tanpa pernah sedikitpun mengatakan bahwa dialah Muhammad yang sering dijelek-jelekkan si nenek pada banyak orang.”
Kemudian Abu Bakar meneruskan kebiasaan nabi memberi makan kepada si nenek buta. Namun ketika menyuapi, si nenek merasakan makanan dan cara menyuapi yang diberikan Abu Bakar tak sama dengan yang biasa ia terima. ”Biasanya engkau menyuaoiku dengan begitu lembut, makanan yang kau berikanpun renyah, dan enak rasanya. Kenapa kali ini lain?” ungkap si nenek.
Abu Bakar menjelaskan, bahwa orang yang biasa memberinya makan kepadanya telah meninggal. Si nenek bertanya, ”siapakah orang yang biasa memberikan makanan padaku?” dengan bergetar menahan rasa , Abu Bakar menjawab, ”dialah Muhammad utusan Allah.”
Si nenek buta terdiam seketika. Ia terpaku. Entah mengapa hatinya mengharu biru. Betapa selama ini dia sering menjelek-jelekkan dan mancaci maki Nabi Muhammad pada orang-orang. Tapi, justru nabilah yang paling peduli padanya, terus, tak pernah putus, sekotor apapun fitnah dari mulut si nenek. Serta merta dia mengikrarkan diri untuk masuk Islam.
Dari kisah ini, kita dapat bayangkan, seandainya kita yang bertemu dengan nenek ini, mungkinkah kita sudi menolehnya. Sudah buta, jelek, miskin, suka menghina lagi. Berat memberikan sedekah padanya. Rasanya masih banyak orang yang lebih pantas menerimanya.
Tapi, nabi memilih sikap yang berbeda. Beliau memberi tanpa harap balas jasa. Meskipun sering dihina, nabi tak pernah memberitahukan pada si nenek dialah Muhammad, orang yang dihinanya. Dengan ikhlas nabi memberi. Saat ajal menjemput, barulah buahnya terlihat.

Kisah diatas bukan satu-satunya contoh kemuliaan hati Rasulullah SAW. Pada masa-masa awal penyebaran Islam, beliau kerap diludahi, dilempari batu, bahkan dilempari kotoran ketika sedang beribadah. Marahkah Rasulullah? Tidak. Beliau tetap tersenyum, seraya mengucapkan doa bagi yang mendzoliminya. Hanya doa, dan bukan serapah, umpatan, atau kutukan.
Sungguh teladan yang indah dari utusan Allah yang berhati mulia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar