Indonesia akan memperingati 100 tahun kemerdekaan pada tahun 2045. Dalam buku Masa Depan Dunia (2018), keadaan Indonesia memang cukup memprihatinkan, terutama menjelang 2030, ketika konflik terbuka Indonesia dengan pihak asing terjadi secara terbuka. Model perang yang dijalankan boleh jadi melalui perang proxy atau perang hybrida. Bahkan, tidak menutup kemungkinan Indonesia telah masuk dalam perangkap rangkaian perang kosmik (cosmic war).
Indonesia saat ini dikelola oleh sistem kekeluargaan, untuk bukan mengatakan dinasti. Negara ini sama sekali bukan pada sistem tatanan yang disesuaikan perkembangan gagasan tatanan dunia (world order) yang menjadi bagian dari studi geo-politik. Model pengelolaan negara seperti ini sangat sulit menuju pada proses sebagai great transformative state (negara yang melakukan transformasi). Sehingga pola ini menyebabkan negara ini pada posisi sustain state yang menjalankan persoalan sebagaimana biasanya (bussines as usual). Tidak berani melakukan lompatan-lompatan besar di dalam mengelola negara. Ketika disebut pengelolaan negara, di benak masyarakat akan muncul keluarga siapa saja yang akan terus mau mengelola negara ini.
Indonesia saat ini dikelola oleh sistem kekeluargaan, untuk bukan mengatakan dinasti. Negara ini sama sekali bukan pada sistem tatanan yang disesuaikan perkembangan gagasan tatanan dunia (world order) yang menjadi bagian dari studi geo-politik. Model pengelolaan negara seperti ini sangat sulit menuju pada proses sebagai great transformative state (negara yang melakukan transformasi). Sehingga pola ini menyebabkan negara ini pada posisi sustain state yang menjalankan persoalan sebagaimana biasanya (bussines as usual). Tidak berani melakukan lompatan-lompatan besar di dalam mengelola negara. Ketika disebut pengelolaan negara, di benak masyarakat akan muncul keluarga siapa saja yang akan terus mau mengelola negara ini.
Pola ini dikenal dengan model Return to Majapahit Era (RME). Maksudnya, Indonesia dikelola persis seperti apa yang terjadi pada saat kerajaan Majapahit. Ada sejarawan Indonesia yang mengatakan bahwa kondisi negara melalui model ini adalah salah kaprah, sebagaimana dapat dibaca buku Menjadi Indonesia (2006). Pola RME ini memang seperti yang dipraktikkan oleh pemerintah saat ini, yaitu melakukan sesuatu untuk memuaskan dinasti politik dan memberikan ruang sebanyak mungkin pada kesempatan proxy war bagi negara asing untuk mencampuri Indonesia. Era Order Baru dapat dikawal melalui konsep stabilitas dan pembangunan. Namun pada tahun 1998, pola ini hancur hingga melahirkan Era Reformasi.
Jika memakai siklus RME, maka polanya adalah setiap 30 tahun sekali, Indonesia akan mengalami goncangan yang sangat boleh jadi akan berdarah-darah. Era Orde Lama berakhir saat komunis hendak menguasai Indonesia. Dalam rentang 30 tahun sejak merdeka, Indonesia diuji melalui berbagai pemberontakkan hingga melahirkan Orde Baru. Era Orde Baru melalui jimat stabilitas dan pembangunan juga kolap pada tahun 1998. Setelah itu, pola RME dikemudikan oleh pemerintah Indonesia. Puncaknya adalah pemerintah sekarang yang membuka seluruh akses bumi Indonesia kepada pihak asing melalui berbagai kemudahan. Di sini, yang dipuaskan adalah tetap pada keluarga-keluarga yang menguasai ekonomi dan politik.
Jika 1998 ditambah 30 tahun, maka 2028 merupakan tikungan sejarah yang harus dihadapi akibat dari pola RME ini. Karena itu, agak masuk akal jika pada pakar memprediksi Indonesia akan hancur pada tahun 2030. Karena siklus sejarah Indonesia akan berada pada tahun 2028 hingga 2030. Pada tahun tersebut, diprediksi akan muncul global paradok yang merupakan hasil kajian pihak intelijen Amerika Serikat dalam Global Trend tahun 2030-an. Dalam pusaran global paradok inilah Indonesia harus menentukan sikap apakah tetap bertahan melalui pola Return to Majapahit Era atau memilih pola baru untuk menyesuaikan dengan kondisi pada tahun-tahun 2030-an.
Jika dilihat dari perang proxy yang sedang berlangsung, dipastikan para pemain politik dan ekonomi Indonesia pada tahun 2030 adalah mereka yang lahir 1980-an dan 1990-an. Generasi ini sama sekali tidak bersentuhan dengan berbagai intrik pada Orde Lama dan Orde Baru. Adapun pemain politik dan ekonomi di Indonesia saat ini hampir kelahiran 1950-an, baik keluarga pribumi maupun non-pribumi. Bahkan para sesepuh bangsa sangat mungkin lahir pada tahun 1940-an. Mereka trauma dengan masa lalu, namun sudah mulai lelah untuk berpikir untuk masa depan, karena sistem pengelolaan negara lebih banyak memakai model sistem kekerabatan (family base). Namun energi nasionalisme generasi tua ini masih sangat kental sekali untuk mempertahankan Indonesia memasuki usia 100 tahun.
Jika dilihat dari perang proxy yang sedang berlangsung, dipastikan para pemain politik dan ekonomi Indonesia pada tahun 2030 adalah mereka yang lahir 1980-an dan 1990-an. Generasi ini sama sekali tidak bersentuhan dengan berbagai intrik pada Orde Lama dan Orde Baru. Adapun pemain politik dan ekonomi di Indonesia saat ini hampir kelahiran 1950-an, baik keluarga pribumi maupun non-pribumi. Bahkan para sesepuh bangsa sangat mungkin lahir pada tahun 1940-an. Mereka trauma dengan masa lalu, namun sudah mulai lelah untuk berpikir untuk masa depan, karena sistem pengelolaan negara lebih banyak memakai model sistem kekerabatan (family base). Namun energi nasionalisme generasi tua ini masih sangat kental sekali untuk mempertahankan Indonesia memasuki usia 100 tahun.
Dalam perang proxy, konsentrasi pada pola pikir generasi suatu bangsa menjadi begitu penting. Filosofinya adalah who think what (siapa memikirkan apa). Dalam buku Masa Depan Dunia diprediksi 2030-an ke atas akan terjadi proses Balkanisasi Nusantara. Proses ini boleh jadi seperti Arab Spring. Hal ini disebabkan energi sumber daya alam yang disedot melalui pola RME yang dijalankan pemerintahan saat ini, akan memunculkan kesadaran baru pada generasi yang lahir 1990-an dan 2000-an ke atas. Mereka tidak diberikan kesempatan untuk mengelola dan menikmati daerahnya masing-masing secara independen. Karena model yang dijalankan sekarang persis seperti yang diinginkan oleh pemerintah asing yang sedang melakukan investasi besar-besaran di Indonesia.
Lapangan kerja, persoalan demografi, kepentingan global, perang proxy, konflik Laut Cina Selatan, dan minimnya tabungan nasionalisme diprediksi akan menjadi pemicu konflik di Indonesia pada tahun 2030-an. Era digital akan semakin memperlebar jarak kekuasaan melalui kharisma dan politik. Berbagai studi menyebutkan bahwa era digital merupakan bagian dari rekayasa global untuk menuju pada Pikiran Global (Global Mind) dan Satu Dunia (One World). Persoalan-persoalan tersebut tentu akan memaksa generasi yang lahir 1990-an ke atas untuk berpikir apa makna bernegara bagi mereka dalam era Global Mind dan One World. Jika tabungan nasionalisme tidak begitu kuat, maka tidak mengejutkan kalau generasi sebelum 1980-an membiarkan tanah dan air dikuasai oleh asing, generasi berikutnya akan dan sedang membiarkan isi pikiran mereka dikuasi oleh asing pula. Artinya, negara tidak mampu lagi berkuasa atas pikiran rakyatnya sendiri.
Puncak Balkanisasi Nusantara bersamaan dengan Satu Dunia (One World) di pentas global. Pendudukan dunia dipaksa bukan berpikir untuk negaranya, tetapi untuk kebumian. Pola-pola ini telah dijalankan oleh berbagai lembaga-lembaga strategis dunia melalui non-state actors. Kemunculan tokoh yang bukan dari negara (non-state actors) dalam pengambilan kebijakan global, telah mengurangi pengaruh negara-negara yang berada di level sustain state dan barbaric state (negara barbar). Para non-state actors ini pada prinsipnya berpikir dalam kerangka melakukan great transformative state.
Dalam buku Masa Depan Dunia saya menyebutkan tahapan setelah Balkanisasi Nusantara adalah kemunculan New Indonesian Country (NIC) pada tahun 2070-an ke atas. Mereka yang menjadi aktor adalah generasi yang lahir pada tahun 2020-an ke atas. Generasi ini lahir dalam proses kemelut bangsa pada tahun 2030-an. Mereka akan mengkonsep kembali alasan bernegara dan merumuskan kembali bagaimana bentuk bangsa Indonesia. Hanya saja, sangat boleh jadi fase NIC ini terjadi manakala para aktor-aktor sekarang yang mendominasi politik dan ekonomi di Indonesia tidak menyaksikan bagaimana generasi baru tersebut. Namun, ulah generasi sekarang tentu akan dipikul oleh generasi yang akan datang.
Karena itu, kita berpesan pada aktor-aktor sekarang supaya menyisihkan sedikit bumi Indonesia kepada generasi 2020-an. Fase NIC adalah fase kebangkitan Indonesia yang sangat boleh jadi cemerlang atau bahkan sebaliknya. Di atas semua itu, apapun yang diprediksi tentu saja merupakan hipotesa berdasarkan kajian akademik. Sejarah selalu terulang, hanya aktor-aktornya saja yang bertukar. Kita berharap walaupun Indonesia diprediksi hancur pada tahun 2030-an, masih ada kesempatan untuk membina generasi muda bangsa Indonesia untuk berpikir apa yang mereka akan lakukan pada tahun 2050-an ke atas.
Akhirnya, tulisan ini hanya sebagai curah pendapat tentang arah dan masa depan Indonesia. Sangat boleh jadi apapun yang diprediksi di atas keliru adanya. Namun semakin kuat kita berpikir tentang kehancuran bangsa Indonesia, sejatinya semakin kuat pula energi kita untuk memperbaiki bangsa ini dari sekarang. Apapun yang terjadi di masa yang akan datang, tentu dipicu oleh ulah para aktor-aktor atau dalang-dalang yang memutar “remote control” di “ruang kemudi” sejarah bangsa Indonesia saat ini. Kepada mereka kita berpesan janganlah berpikir apa yang anda dapatkan dalam kemelut bangsa, tetapi pikirlah yang akan dinikmati oleh generasi bangsa berikutnya.
https://steemit.com/indonesia/@kba13/benarkah-indonesia-di-ambang-kehancuran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar