Rabu, 18 April 2018

Ghost Fleet

GHOST FLEET Adalah Judul Novel Yang Kalau Dalam Bahasa Indonesia..
Kira-2 diterjemahkan sebagai “Armada Hantu”

Ini Novel “Berat”
Dan Menjadi Ramai Di Indonesia,
Setelah Prabowo Membahasnya Di Rapat Internal Gerindra..
Yang Kemudian Ter-Publish Secara Terbuka Pada Publik.

Kenapa Menjadi Ramai ?
Apa Karena Dalam Novel Itu
Indonesia Di-“Prediksi” Akan Lenyap Pada 2030,
Atau..
Banyak Petinggi Di Pihak Penguasa Kebakaran Jenggot..
Karena Novel Ini Menyoal
Tentang Aksi Agresifnya (Invasi) China.
Yang Sekarang Menjadi Partner Penguasa ?
Sehingga Kemudian Beberapa Pihak..
Berusaha Mengecil-2kan Isi Novel Itu
Sebagai Sebuah “Fiksi” Belaka.??
Entah…!!

Terlepas Isi Novel Itu Sebuah Fiksi Atau Prediksi.
Tapi Yang Jelas Novel Ghost Fleet..
Bukanlah Novel Biasa…
Terbukti.
Darby Stratford Dari
Badan Intelijen Amerika Serikat, Central Of Inteligent Agency (CIA),
Sampai Memberikan Komentar Atas Novel Tersebut
Dan Diunggah Di Laman Resmi CIA.
(Silahkan Dibuka Link Di Bawah)

Menurut Stratford,
Apa Yang Digambarkan Dalam Novel Itu Dapat Menjadi Peringatan Bagi Amerika Serikat Untuk Mengantisipasi Kemampuan Musuh.
Ia Juga Menyebut Novel Tersebut Dapat Menjadi Bahan Renungan Untuk Para Pelaku Dunia Intelijen.

Konflik Dimulai Dengan Pecahnya Perang Dunia Ketiga
Antara Amerika Serikat Melawan China Dan Rusia.
Dalam Novel Itu,
China Dengan Segala Teknologi Canggih Yang Dimiliki Mampu Melumpuhkan Sistem Satelit Dan Global Positioning System Milik Amerika Serikat.
Tak Hanya Itu,
China Juga Berhasil Menguasai Hawaii Dan Mendirikan Kawasan Administratif Di Sana.
Kala Itu, Hampir Seluruh Armada Pasifik Amerika Serikat Hancur Di Tangan China.

Amerika Serikat Yang Hampir Porak-Poranda Berusaha Melakukan Perlawanan.
Amerika Kemudian Mengerahkan Armada Laut Cadangannya
Yang Disebut 'Ghost Fleet'
Yang Secara Harfiah Bermakna “Armada Hantu”

Dalam Novel Itu Diceritakan Sosok Yang Bernama Komandan Jamie Simmons
Tokoh Kunci Dalam ‘Armada Hantu’ Itu.
Ia Mengarungi Lautan Bersama Kapal Perang Uss Coronado.
Semaksimal Mungkin Ia Berusaha Untuk Merebut Kembali Hawaii Dari Cengkeraman China
Yang Ia Sebut Sebagai PENJAJAH.

Di Tengah Berkecamuknya Perang Tersebut,
Indonesia Juga Disebutkan Dalam Novel Tersebut.
Namun,
Saat Itu Indonesia Dikisahkan Tak Lagi Menjadi Sebuah Negara Yang Berdiri Dan Memiliki Kedaulatan.
Yang Ada Hanya Lokasi Yang Disebut Sebagai
“Bekas Negara Indonesia”.

Bagi Amerika Serikat,
Bekas Negara Indonesia Itu Menjadi Titik Penting Bagi Perjalanan Kapal USS Coronado Untuk Melintasi Selat Malaka.
“Lebih Dari Separuh Pelayaran Dunia Melewati Jalur Ini, Yang Mengakibatkan Setiap Titiknya Berbahaya Dan Menjadi Kekhawatiran Global,”
Kata Komandan Simmons Sambil Menunjuk Peta Wilayah Indonesia.

Menurut Cerita Sang Penulis, PW Singer Dan August Cole,
Negara Indonesia Disebut Sebagai Negara Yang Hancur Akibar Perang Timor Kedua.
Tak Jelas Apa Maksud Dari Perang Timor Itu.
Juga Tak Dijelaskan Peran China Dalam Konflik Itu.

Hanya Saja..
China Menganggap Bekas Negara Indonesia Itu Sebagai Wilayah Penting Yang Tengah Dikuasai.
China Mengklaim Bekas Negara Indonesia Itu Merupakan Tempat Beradanya Cadangan Energi.
“Kita Masih Harus Menghalau Mereka (Amerika Serikat) Dalam Kepentingan Kita Di Transyordan, Venezuela, Sudan, Emirat Dan Bekas Negara Indonesia,” Ungkap Wakil Laksamana Wang Xiaoqian.

- PS :
Pemimpin Itu Memang Harus Banyak Baca..
Untuk Meningkatkan Wawasannya..
Masalah Apa Yang Dibaca..
Itu Persoalan Lain.
Yang Penting Bacalah
“Iqra’

- Read More At :
Intelligence in Public Media
Ghost Fleet—A Novel of the Next World War
Reviewed by Darby Stratford
https://www.cia.gov/library/center-for-the-study-of-intelligence/csi-publications/csi-studies/studies/vol-60-no-1/ghost-fleet.html


++++

TENTANG GHOST FLEET
oLeh ; Dahlan Iskan

Sebenarnya cerita seru dalam sebuah novel itu biasa saja. Tapi karena penulisnya seorang ilmuwan bidang strategi kemiliteran novel Ghost Fleet ini dianggap bukan hanya fiksi.

Apalagi Peter Warren Singer ini, penulis novel itu, meraih doktornya di Harvard. Dia juga analis di lembaga think thank terkemuka di Amerika: Brookings Institute.

Disiplin ilmunya bidang militer dan politik hubungan internasional. Maka novel Ghost Fleet ini dianggap karya ilmiah.

Tentang ramalan masa depan yang dekat yang pasti terjadi: tahun 2030 Indonesia jadi negara gagal. Akan ada perang lagi di Timor.

Penguasa di Tiongkok akan diambil alih satu tim aneh: gabungan antara pengusaha dan militer. disebut Direktorate. Pengendali negara bukan lagi politbiro partai. Tapi direktorate itu.

Inilah novel tentang gambaran perang dunia ke 3 nanti. Perang dengan menggunakan teknologi baru: penuh unsur artificial intelligence. Kecerdasan buatan.

Robot jet tempur. Remaja menghancurkan sistem komputer persenjataan. Dan semua itu tentang pertempuran gaya baru. Antara Tiongkok dan Amerika.

Dan inilah sebenarnya inti karya sastra ini: Perang Pasifik baru. Indonesia hanya disebut agak sekilas. Mungkin karena letaknya dekat Pasifik.

Dalam perang baru itu Hawaii direbut Tiongkok. Tidak diduduki Tiongkok tapi menjadi kawasan yang terpisah dari Amerika.

Penulis novel tersebut, Peter Warren Singer, 43 tahun, nemang bukan sembarang ilmuwan. Dia meraih gelar doktor dari Harvard. Tulisan-tulisannya menyebar di semua koran besar Amerika. Mulai dari Boston Globe, New York Times, Washington Post sampai Los Angeles Times.

Pernah juga masuk tim sukses pencalonan Obama jadi Presiden Amerika. Dia sangat berpengaruh di lembaga think thank Brooking Institute di Washington DC. Lembaga yang sudah berumur 100 tahun lebih.

Dia dikenal juga sebagai anak muda dengan karir tercepat. Dan pikirannya cemerlang.

Bisa jadi novel itu memang warning dari seorang ilmuwan untuk negaranya. Agar waspada pada kemajuan pesat Tiongkok. Termasuk di bidang artificial intellegence (AI). Yang berbeda dengan di Amerika.

Di Tiongkok AI dipelopori oleh perusahaan-perusahaan raksasa. Dengan pendekatan bisnis. Bukan oleh pemerintah. Atau lembaga riset di bawah pemerintah.

Khusus di bidang AI ini pemerintah Tiongkok justru menunjuk empat raksasa IT-nya: Ali Baba, Tencent, Baidu dan iFlyTek. Untuk berada di front depan. Dengan kemampuan penyediaan dana riset yang begitu besar.

Mungkin makalah-makalah ilmiah PW Singer kurang dapat perhatian dari pemerintahnya. Peringatannya secara ilmiah mungkin tidak dianggap menarik. Maka Singer mengajak wartawan terkemuka, August Cole menuangkan pikiran ilmiahnya itu ke dalam karya fiksi. Lantas dia wujudkan dalam bentuk novel.

Maka kalau pun ada unsur dramatisasi menjadi sah. Dengan dalih novel toh memang fiksi.

Mungkin Singer juga tidak bermaksud memberi warning pada Indonesia. Bahwa dia menceritakan Indonesia akan berantakan pada tahun 2030 mungkin hanya untuk menambah dramatisasi.

Justru kita sendiri yang harusnya menganggap novel itu sebagai warning. Agar Indonesia jangan sampai jatuh menjadi negara gagal.

Memang di tengah menggunungnya hutang Indonesia novel itu seperti tiba-tiba ibarat ramalan. Apalagi struktur hutangnya berat ke pasar bebas. Bukan seperti hutang di zaman lama yang lebih multilateral antar negara.

Bersamaan pula dengan data yang dikeluarkan BPS bahwa jumlah orang miskin ternyata justru bertambah. Dan soal keadilan juga lagi hangat dipersoalkan.

Padahal ketika novel itu ditulis (2014, terbit 2015) kondisi Indonesia belum seperti itu. Maka kita harus menganggap novel itu peringatan yang baik.
Demikian juga bagi Amerika.

Gambaran tentang kekuatan baru Tiongkok memang tidak boleh diabaikan. Bukan hanya dari serunya novel itu. Juga sudah tergambar dari film baru yang amat laris di Tiongkok: Operation Red Sea.

Saya menontonnya minggu lalu. Di bioskop di Beijing. Khusus untuk menangkap gejala yang digambarkan novel Ghost Fleet.

Itu seperti gabungan antara film Rambo dan film kemenangan Amerika di Perang Teluk.

Versi Tiongkok. Kini Tiongkok sudah punya film macam Rambo versi mereka sendiri. Kejagoan bukan lagi seperti yang digambarkan dalam film silat Hongkong. Zaman Bruce Lee sudah kuno. Sudah ditinggalkan.

Kini penggambaran kekuatan baru Tiongkok sudah lewat Rambo gaya Tiongkok. Ditambah peralatan perang modern yang menjadi senjata pamungkas. Didukung artificial intelligence.

Gambaran kejagoan Tiongkok itu juga terlihat dari film yang lebih laris: Wolf Warrior 2. Saya juga menontonnya minggu lalu.

Di sini keramboannya lebih hebat lagi. Tak heran kalau Wolf Warrior 2 menjadi film terlaris dunia tahun 2017.

Dengan pendapatan 874 juta dolar. Wolf Warrior 2, untuk sepanjang sejarah film, hanya kalah dari Star Wars episode The Force Awakens (936 juta dolar). Wolf Warrior 2 jauh mengalahkan Titanic, Jurrasic World atau Avatar.

Industri film Hongkong dengan andalan kungfunya kini sudah ditinggalkan. Tiongkok yang baru, sudah pula merambah ke film. Yang menggambarkan era baru itu.

Menyaksikan Operation Red Sea dan Wolf Warrior 2, lalu mencermati novel Ghost Fleet rasanya tahun 2030 itu seperti di depan mata.

Padahal dua-duanya fiksi.

============

Tidak ada komentar:

Posting Komentar