Jumat, 09 November 2018

Prilaku Zuhud

Berkaitan dengan harta dan gaya hidup, KH Abdullah Gymnastiar (A'a Gym) dalam ceramahnya menjelaskan bahwa manusia dibagi menjadi empat tipe:
Pertama, orang kaya yang hidup mewah. Orang seperti ini masih dinilai wajar karena secara finansial sebenarnya tidak terlalu bermasalah, sesuai dengan penghasilannya.  Namun dia akan menjadi hina kalau bersikap sombong dan merendahkan orang lain yang dianggap tak selevel dengan dia.  Apalagi kalau bersikap kikir dan tidak mau membayar zakat atau mengeluarkan sedekah.  Sebaliknya, ia akan terangkat kemuliaannya dengan kekayaannya itu jikalau ia rendah hati dan dermawan.
Kedua, orang miskin yang hidup sederhana.  Orang seperti ini juga dinilai wajar karena secara finansial memang tidak mampu untuk hidup mewah, apalagi memperlihatkan hartanya.  Dia akan hina kalau menjadi beban bagi orang lain dengan menjadi peminta-minta yang tidak tahu diri. Namun dia akan menjadi mulia jika sangat menjaga kehormatan dirinya dengan tidak menunjukan berharap dikasihani, tak menunjukan kemiskinannya, ikhlas dan sabar dengan tetap menjaga harga diri.
Ketiga, orang miskin tapi hidup mewah. Orang seperti ini juga dinilai tidak wajar alias aneh. Ini yang disebut orang dengan istilah besar pasak daripada tiang. Orang seperti ini tidak bisa menerima kenyataan, sehingga akan merasa malu dan tersiksa bila dianggap sebagai orang yang tak mampu secara finansial.  Dia akan memaksakan diri dengan berbagai cara untuk menutupi kekurangannya, sekalipun dengan cara yang tercela bahkan tidak halal. Orang seperti ini hidupnya amat menderita, dan sudah barang tentu ia menjadi hina dan bahkan menjadi bahan tertawaan orang lain yang mengetahui keadaan yang sebenarnya.
Keempat, orang kaya tapi hidup sederhana.  Inilah orang yang mulia, meskipun dia mampu membeli apapun yang dia inginkan namun berhasil menahan dirinya untuk hidup sederhana.  Orang seperti ini biasanya suka bersedekah, mempunyai kepedulian dan empati tinggi terhadap sesama.   Dia tidak akan menjadi bahan iri dengki orang lain, bahkan akan menjadi kekaguman bagi banyak orang,  Baginya tertutup peluang menjadi sombong dan takabur. Sungguh ia akan punya pesona kemuliaan tersendiri. Pribadinya menjadi lebih kaya dan lebih berharga dibanding seluruh harta yang dimilikinya.  Hidup seperti ini biasa dikenal dengan hidup zuhud.

Apa itu Zuhud?
Zuhud sering diartikan oleh banyak orang sebagai ungkapan atau refleksi sikap yang anti dunia, atau menjauh dari hal-hal yang bersifat duniawi, sehingga menimbulkan kesan seakan-akan bahwa seseorang yang sedangmenjalani hidup  zuhud harus mengosongkan diri dari segala hal yang berbau keduniawian.  Kesan selanjutnya bahwa ia harus menjalani kehidupan seorang yang miskin, berpakaian lusuh, compang-camping, dan sebagainya.
Pandangan seperti ini tentu tidak tepat. Perlu kita pahami bahwa zuhud terhadap dunia bukan berarti tidak mempunyai hal-hal yang bersifat duniawi, semacam harta benda, sarana dan kekayaan lainnya, melainkan harta benda bukan menjadi kebanggaan apalagi tujuan.
Allah swt melarang kita untuk hanya memikirkan akhirat saja, tetapi dunia juga harus kita raih dengan sebaik-baiknya. Allah swt berfiman yang artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi” (QS. Al Qashshash: 77).
Telah dicontohkan oleh sejarah bahwa para Nabi itu kaya. Kabarnya nabi Ibrahim berkurban seratus onta, yang menunjukkan bahwa dia orang kaya. Nabi Sulaiman jelas terkaya di dunia hingga akhir jaman. Nabi Ayyub juga kaya. Demikian juga Rasulullah Muhammad Saw. sebagai pengusaha kaya.
Ketika Rasulullah menikahi Siti Khadijah, beliau memberikan mahar sebanyak 100 ekor unta. Bayangkan berapa kekayaan yang dimiliki oleh Rasulullah saat itu (100 x Rp.15 juta = Rp. 1,5 miliar), tetapi dengan kekayaan yang melimpah beliau tidak hidup bermewah-mewahan.  Dan itulah perilaku zuhud.  Kesimpulannya bahwa para nabi adalah orang kaya tetapi juga hidup zuhud.

Hakikat zuhud bukan menghindari kenikmatan duniawi, tetapi tidak meletakkan nilai yang tinggi terhadap masalah duniawi.   Zuhud terumuskan dalam dua kalimat Alquran.  ”Supaya kamu tidak bersedih karena apa yang lepas dari tanganmu, dan tidak bangga dengan apa yang diberikan kepadamu.” (QS. Al-Hadid: 23).
Zahid, yaitu orang yang berperilaku zuhud diperbolehkan (bahkan dianjurkan) untuk kaya harta, tetapi harta kekayaannya tidak untuk memenuhi syahwat duniawi melainkan untuk sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat.

Bagi para sufi, zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang lebih dari kebutuhan hidup, walaupun sudah jelas kehalalannya.  Harta merupakan sarana untuk memperoleh kebaikan, bukan menjadi kebanggaan yang justru akan mencelakakan.

Prilaku dan hikmah hidup Zuhud
Karena prinsip hidup zuhud adalah membebaskan diri dari pengaruh dan godaan duniawi yang berbentuk kemewahan harta benda, maka prilaku orang-orang zuhud adalah: hidup sederhana (tidak mewah), rendah hati (tidak sombong), suka bersedekah, dan sabar dalam menjalani kehidupan, serta bekerja dan beribadah dengan sunguh-sungguh karena Allah.
Kehidupan yang mewah cenderung membawa perasaan sombong dan membanggakan diri.  Dua perasaan itu amat tidak disukai oleh Allah Swt, sebagaimana firman-Nya, Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri (QS. Lukman: 18).
Dengan hidup sederhana maka orang beriman cenderung untuk bersikap rendah hati, dan harta kekayaan yang dimilikinya akan cenderung digunakan untuk sedekah membantu orang lain.
Perawi hadis, Ibnu Majah mengisahkan, seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Saw dan berkata, ”Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu perbuatan yang jika aku lakukan, maka aku akan dicintai oleh Allah dan juga oleh manusia.”   Rasulullah menjawab, ”Berlaku zuhud-lah kamu terhadap kenikmatan dunia niscaya kamu akan dicintai Allah, dan berlaku zuhud-lah kamu di tengah manusia niscaya kamu akan dicintai oleh mereka.”
Ayat al-Quran dan hadis di atas mengisyaratkan bahwa Allah Swt tidak menyukai prilaku orang yang sombong dan membanggakan diri. Sebaliknya perilaku zuhud dapat mengantarkan seseorang meraih kebahagiaan, yaitu meraih cinta Allah Swt dan cinta manusia
Prilaku-prilaku mulia orang yang zuhud itu akan melahirkan hikmah bagi orang yang mempraktekkannya.  Diantara hikmah orang yang hidup zuhud adalah hidupnya menjadi tenang, tidak mudah gelisah, tidak menimbulkan iri dengki bagi orang lain, serta sabar dan ikhlas dalam menerima ujian Allah Swt.

Kisah orang zuhud.
Adalah Zaenal, seorang manajer sebuah perusahaan swasta di Jakarta yang cukup sukses. Dalam perjalanannya dari Jakarta menuju Cipanas, ia sempat mampir di masjid At Ta’awun , sebuah masjid megah dan berarsitek sangat indah di Puncak Bogor.
Ketika berada di koridor toilet dan tempat wudlu, Zaenal melihat seseorang seperti sahabat lama semasa SMP dulu, namanya Ahmad.  Berkaos oblong dan celana digulung sampai lutut ia terlihat begitu tekun membersihkan tempat wudlu dengan sikat bertangkai.
Setelah di tegur, ternyata benar bahwa ia adalah Ahmad, sahabatnya yang sudah sekian lama tidak pernah berjumpa.  Dalam perbincangan singkat, Zainal berniat mau menolong Ahmad untuk bekerja di kantornya daripada sekedar sebagai pembantu marbot masjid.
Seusai shalat, Zainal mencari Ahmad namun tidak menjumpainya. Setelah menemui salah seorang marbot masjid, ia mendapat penjelasan bahwa Ahmad yang disangka sebagai pembantu marbot yang membersihkan toilet tadi adalah orang kaya yang membangun masjid At Ta’awun itu.  Pak Haji Ahmad adalah pemilik beberapa hotel dan penginapan di kawasan Puncak Bogor. Setiap hari Jumat beliau selalu datang ke masjid untuk membantu marbot membersihkan masjid.
Betapa terkejut dan malu Zaenal, karena ia telah menyangka bahwa Ahmad adalah seorang pembantu marbot masjid.  Namun ia juga bangga dan kagum mempunyai sahabat seperti Ahmad.  Ia sangat bersyukur mendapatkan pelajaran hikmah dari seorang yang zuhud.
Kisah ini secara lengkap bisa kita browsing di google dengan judul “Kisah Inspiratif dari Masjid At Ta’awun”.
Pelajaran lain tentang hidup zuhud adalah kisah hidup pak Abdullah, seorang mantan direktur bank swasta di Pekalongan yang sudah pensiun.  Setiap Jumat pagi ia selalu datang ke masjid At-Taqwa Wiradesa Pekalongan. Seperti biasanya, dia datang selalu dengan sepeda ontel dan kostum kaos training.  Kemudian dia langsung mengambil ember dan kain lap lalu membersihkan kaca dan mimbar khatib.
Ketika ditanya kenapa ia selalu melakukan pekerjaan itu, dia menjawab, “Dulu sebelum pensiun saya bekerja hanya untuk diri saya dan keluarga, tidak sempat untuk sosial. Saat ini saya mempunyai banyak waktu bekerja untuk sesama. Alhamdulillah saya masih diberi kesempatan panjang umur untuk mengabdi”
Pak Abdullah orang kaya di Wiradesa.  Tetapi kalau tidak kenal pasti menyangka dia orang biasa saja karena penampilannya yang sederhana. Ia bahagia menjalani kehidupan zuhud. Kisah ini saya dapatkan dari kakak saya yang tinggal di Wiradesa Pekalongan.

Penutup
Zuhud bukanlah sikap hidup yang anti dunia, atau menghindari kenikmatan duniawi, sehingga seseorang harus menjalani kehidupan layaknya orang yang miskin. Zuhud terhadap dunia bukan pula berarti tidak mempunyai hal-hal yang bersifat duniawi, melainkan harta benda bukan menjadi kebanggaan apalagi tujuan.
Zuhud adalah sikap hidup sederhana, sebagai upaya membebaskan diri dari pengaruh dan godaan duniawi berbentuk kemewahan, yang cenderung mendorong seseorang menjadi sombong dan membanggakan diri.
Dan sesungguhnya hakekat hidup zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang lebih dari kebutuhan hidup walaupun sudah jelas kehalalannya, karena harta merupakan sarana untuk memperoleh kebaikan, bukan menjadi kebanggaan yang justru akan mencelakakan.

Setiap Muslim hendaknya mampu menanamkan zuhud dalam hidupnya agar memperoleh  kehidupan dunia yang tenang, tidak mudah gelisah, tidak menimbulkan iri dengki bagi orang lain, serta sabar dan ikhlas dalam menerima ujian Allah Swt.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar