Minggu, 03 Januari 2021

Lebih Dekat Dengan Kejawen, Pandangan Hidup Masyarakat Jawa

Kejawen atau dikenal juga dengan kebatinan adalah sebuah kepercayaan dari masyarakat Jawa.

Secara etimologi kata "kejawen" berasal dari kata "Jawa", sehingga kejawen dapat diartikan segala sesuatu yang berkenaan dengan Jawa, seperti adat dan kepercayaan.

Walaupun disebut kepercayaan, kejawen pada dasarnya adalah sebuah filsafat atau pandangan hidup.

Ini dibuktikan dari naskah-naskah kuno kejawen, terlihat bahwa kejawen lebih berupa kegiatan adat istiadat, ritual, seni, sikap, budaya, dan filosofi orang Jawa.

Semua hal tersebut pada dasarnya tidak terlepas dari aspek spiritualitas dari masyarakat Jawa yang mempraktiknya dalam tindakan sehari-hari.

Kejawen sendiri muncul akibat adanya akulturasi nilai dan pandangan dari agama-agama pendatang yang masuk ke pulau Jawa dan kepercayaan asli dari masyarakat Jawa itu sendiri.

Agama-agama tersebut di antaranya seperti Hindu, Budha, Kristen, dan Islam yang datang dari luar kawasan nusantara. Sebelum agama-agama tersebut masuk masyarakat Jawa memiliki kepercayaan seperti animisme, dinamisme, atau praktik perdukunan.

Pada umumnya mereka (orang Jawa) yang menganut kejawen dalam praktik keagamaanya entah itu Hindu, Budha, Kristen, atau Islam akan cenderung lebih taat.

Akan tetapi para penganut kejawen ini dalam praktik keagamaanya akan tetap mempertahankan jati dirinya sebagai orang Jawa, karena pada dasarnya ajaran kejawen yang dianut oleh masyarakat Jawa mendorong untuk para penganutnya percaya akan eksistensi dari Tuhan.

Oleh karenanya konsep ini tidak bertentangan dengan konsep dari agama-agama seperti sebelumnya disebutkan.

Karena memang sudah sejak lama, masyarakat Jawa telah mengenal konsep keesaan Tuhan atau monoteisme.

Hal ini seperti yang ada pada salah satu konsep ajaran kejawen yang sering dikenal dengan "Sangkan Paraning Dumadhi" atau dalam bahasa Indonesia kurang lebih artinya adalah asal dari semua kejadian atau kehidupan.

Kedua adalah "Manunggaling Kawula Lan Gusthi" yang dalam bahasa Indonesia kurang lebih artinya adalah kesatuan antara hamba dan Tuhan.

Konsep kesatuan di sini tidak berarti Tuhan itu sendiri, melainkan bahwa manusia itu adalah bagian dari Tuhan sang pencipta alam semesta dan seisinya.

Dari konsep ini, ajaran kejawen memiliki tujuan, bahwa setiap mereka yang menganut akan menjadi:

Mamayu Hayuning Pribadhi (rahmat bagi diri sendiri atau pribadi)

Mamayu Hayuning Kaluwarga (rahmat bagi keluarga)

Mamayu Hayuning Sasama (rahmat bagi sesama manusia)

Mamayu Hayuning Bhuwana (rahmat bagi alam semesta)

Empat poin ini membuat ajaran kejawen tidak terpaku pada aturan-aturan yang ketat dan lebih berfokus pada konsep tentang keseimbangan kehidupan. Dan mereka yang menganut kejawen hampir tidak pernah melakukan perluasan ajaran tapi lebih ke membuat pembinaan secara rutin.

Hal ini membuat para penganut ajaran kejawen tidak memandang ajaranya sebagai sebuah agama tetapi lebih sebagai cara pandang atau pandangan hidup.

Maka ajaran ini akan berkembang mengikuti agama yang dianut oleh penganutnya, sehingga kemudian timbul berbagai terminologi seperti Hindu kejawen, Budha kejawen, Kristen kejawen, atau Islam kejawen.

Mereka tetap mempertahankan adat dan budaya kejawen yang tidak bertentangan dengan prinsip agama yang dipeluknya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar