Agama Buddha adalah agama yang memiliki
dasar ajaran yang berusia lebih dari 2000 tahun dan berasal dari India. Sekitar
350-550 juta orang di seluruh dunia saat ini menjadi penganut agama Buddha.
Arti dari Buddha sendiri yaitu “Yang
Telah Sadar”, “Yang Telah Terjaga”, atau “Yang Telah Cerah”. Asal kata Buddha
yaitu dari kata Budh yang artinya terjaga, menyadari, dan memahami dan juga
menjadi akar dari kata – kata seperti bodhi, bodha, bodhati, dan buddhi.
Di Indonesia juga terdapat beberapa bukti
penyebaran agama Buddha, seperti candi peninggalan Budha dan candi Budha di Indonesia.
Buddha adalah sebuah gelar untuk
seseorang yang telah mencapai pencerahan sempurna.
Ajaran agama ini mengedepankan mengenai cinta kasih dan kebijaksanaan, yang
dianggap sesuai dengan pengertian filsafat atau jalan hidup oleh sebagian
orang. Karena itulah istilah “isme” yang sering ditambahkan pada ajaran
filsafat juga kerap disandingkan dengan kata Buddha, sehingga kata Buddhisme
menjadi sebutan lain untuk agama Buddha.
Sejarah Buddha Gautama
Membahas tentang keberadaan agama Buddha tidak
dapat dilepaskan dari sosok Siddharta Gautama
sebagai penemu dan juga penyebar ajaran Buddha. Siddharta Gautama menemukan dan
mengajarkan agama Buddha setelah mencapai suatu pencerahan secara sempurna atau
disebut penyadaran penuh. Tahun kelahirannya bervariasi dan tidak ada sumber
yang pasti.
Siddharta Gautama atau Buddha lahir
sekitar abad 4 hingga 6 SM di kerajaan kecil
yang terletak di bawah kaki gunung Himalaya, tepatnya di Lumbini,
Nepal. Ayahnya, Raja Suddhodana, adalah seorang kepala suku klan Shakya. Ibunya
meninggal tidak lama setelah Siddharta lahir.
Dikatakan bahwa 12 tahun sebelum
kelahirannya, para Brahmana telah meramalkan bahwa ia akan menjadi pendeta
legendaris atau seorang raja yang agung. Ia akan menjadi pertapa apabila
melihat orang sakit, orang tua, orang meninggal dan seorang pertapa. Karena ia termasuk ke dalam wangsa Ksatriya, maka ayahnya tidak
ingin Siddharta menjadi pertapa dan tidak meneruskan tahta sang ayah.
Untuk mencegahnya menjadi seorang
pertapa, ayahnya menjaga agar Siddharta tetap berada di dalam lingkungan istana
sehingga Gautama hidup di lingkungan kemewahan sebagai
seorang pangeran dari sukunya, dilindungi dari dunia luar, diajar oleh para
Brahmana, serta dilatih dalam bidang panahan, keahlian berpedang, gulat, berenang,
dan lari.
Ketika sudah cukup umur, ia menikah dan
mempunyai seorang anak lelaki. Walaupun memiliki segalanya, beliau tidak pernah
merasa cukup. Selalu ada sesuatu yang menariknya untuk keluar ke dunia
dibalik dinding istananya.
Pada suatu saat di jalanan Kapilavastu di
usianya yang berada di akhir 20an, Ia menemukan tiga hal sederhana: seorang lelaki yang
sakit, seorang lelaki tua, dan mayat yang sedang dibawa ke tempat pembakaran.
Tidak ada hal yang mempersiapkannya untuk
pengalaman semacam ini selama hidupnya. Ia baru mengetahui bahwa semua orang
akan menjadi tua, sakit dan bisa meninggal. Hal tersebut memicu berbagai
pertanyaan yang membawanya terus mengeksplorasi dan melihat seorang pertapa
yang mengundurkan diri dari kehidupan duniawi dan mencari pembebasan dari
ketakutan manusia akan kematian dan penderitaan.
Pada usia 29 tahun, Siddharta
meninggalkan kerajaannya, istri dan anaknya yang baru lahir untuk menjadi
seorang pertapa dan bertujuan untuk menemukan cara untuk
menghilangkan penderitaan universal yang dipahaminya sebagai salah satu ciri
kehidupan manusia. Simak juga mengenai sejarah patung buddha tidur, sejarah candi sewu, sejarah kerajaan Mataram kuno yang
berkaitan dengan penyebaran agama Buddha di Indonesia di zaman lampau.
Kehidupan Pertapaan dan Pencerahan
Selama enam tahun berikutnya Siddharta
menjalani kehidupan pertapaan dan mengambil bagian dalam prakteknya, belajar
dan bermeditasi menggunakan ajaran berbagai guru spiritual yang membimbingnya
yaitu pertapa Alara Kalama dan Udaka Ramputra. Ia belajar cara baru untuk hidup
dengan sekelompok yang terdiri dari lima pertapa yang kemudian menjadi
pengikutnya berkat dedikasinya yang sangat tinggi.
Ketika jawaban untuk pertanyaan –
pertanyaannya tidak juga muncul, ia menggandakan usahanya, menahan rasa sakit,
berpuasa hingga hampir kelaparan, dan menolak minum air.
Apapun yang dicobanya, Siddharta tidak
dapat mencapai tingkat kepuasan yang dicarinya, sampai suatu saat ketika
seorang gadis muda menawarinya semangkuk susu. Ketika ia menerima, kemudian menyadari
bahwa menahan diri secara jasmani bukanlah cara untuk mencapai kemerdekaan
diri, dan bahwa hidup dibawah kekangan fisik yang keras tidak akan membantunya
mencapai pelepasan spiritual. Jadi ia menerima susu tersebut, minum air dan
mandi di sungai.
Sejak saat itu, Siddharta mendorong orang
– orang untuk mengikuti jalan keseimbangan daripada mengikuti jalan yang
ekstrim. Jalan tersebut dinamakannya The Middle Way. Berkaitan dengan sejarah
penyebaran agama Buddha di Indonesia, simak juga peninggalan kerajaan Majapahit dan peninggalan kerajaan Sriwijaya.
Kemunculan Sang Buddha
Sejarah Buddha Gautama mencapai waktunya
ketika suatu malam Siddharta duduk di bawah pohon Bodhi, bersumpah tidak akan bangun sampai kebenaran yang dicarinya datang
dan bermeditasi sampai matahari terbit keesokan harinya. Ia tetap disana selama
beberapa hari untuk memurnikan pikirannya, menelaah seluruh hidupnya dan
kehidupan sebelumnya di dalam pikiran.
Pada pertapaan ini ia diganggu oleh Mara,
dewa penggoda yang berkekuatan dahsyat. Ia menaklukkan dan melawan Mara ketika
bintang pagi tampak di ufuk timur dengan kemauan yang keras dan keyakinan yang
kukuh.
Sehingga pada saat itu Ia mencapai
Pencerahan Sempurna dan menjadi Samyaksam Buddha, tepat ketika waktu bulan Purnama Siddhi di usianya yang
ke 35 tahun di bulan Waisak. Dari tubuhnya
memancar enam sinar Buddha ketika mencapai pencerahan sempurna. Keenam sinar
Buddharasmi tersebut adalah warna biru/nila yang artinya bhakti, kuning/pita
yang artinya kebijaksanaan dan pengetahuan, merah/lohita artinya kasih sayang
dan belas kasih, putih/avadata yang berarti suci, jingga/mangasta yang artinya
semangat, dan campuran semua sinar tersebut yang dinamakan prabhasvara.
Penyebaran Ajaran Buddha
Sejarah Buddha Gautama kemudian
mendapatkan gelar setelah mencapai pencerahan sempurna, antara lain Buddha
Gautama, Sakyamuni, Tathagata (Ia Yang Telah Datang, Ia Yang Telah Pergi),
Sugata (Yang Maha Tahu), Bhagava (Yang Agung) dan masih banyak lagi gelar
lainnya. Khotbah pertamanya yang disebut Dhammacakka Pavattana Sutta didengarkan
oleh kelima pertapa pengikutnya. Isi khotbah tersebut adalah penjelasan
mengenai Jalan Tengah yang ditemukannya, yaitu berupa Delapan Ruas Jalan
Kemuliaan dan juga Empat Kebenaran Mulia yang menjadi pilar dari ajaran Buddha.
Kemudian Siddharta membentuk Sangha,
suatu komunitas untuk para pertapa yang tidak mengacuhkan semua pembatas antara
kelas, ras, jenis kelamin dan latar belakang manusia dengan hanya satu tujuan
untuk mencapai pencerahan. Pada akhirnya ia bertemu kembali dengan ayahnya.
Istrinya, Yasodhara, menjadi murid dan pertapa juga, sementara anaknya Rahula
menjadi rahib di usia 7 tahun dan tinggal bersama ayahnya seumur hidup.
Selama empat puluh lima tahun kemudian
Buddha Gautama menyebarkan Dharma dengan berkelana, kepada umat manusia lainnya
dan menyebarkan dengan cinta dan kasih sayang hingga usianya 80 tahun dan
menyadari bahwa tiga bulan setelahnya ia akan mencapai Parinibbana atau
Parinirvana yaitu meninggalkan bentuk fisik tubuhnya.
Tubuh Buddha kemudian dikremasi, dan sisa
abunya ditempatkan di kubah berbentuk stupa yang merupakan bentuk umum dalam
agama Buddha, dan disebarkan dalam banyak lokasi termasuk China, Myanmar dan
Srilanka.
Selama 2500 tahun kemudian ajaran Buddha tetap diikuti oleh banyak orang di dunia, terus menarik banyak pengikut dan merupakan salah satu agama yang tumbuh dengan cepat, walaupun banyak yang tidak menganggapnya sebagai agama namun sebagai ajaran hidup atau filosofi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar