Kamis, 07 Februari 2019

Hikmah dan Rahasia Sakit

Sehat itu mahal
Kita sering mendengar satu pepatah yang mengatakan bahwa “Sehat itu mahal.” Artinya apabila seseorang sudah jatuh sakit maka ia perlu mengeluarkan biaya untuk penyembuhan. Semakin serius sakit yang dideritanya maka semakin besar pula biaya yang dikeluarkannya.
Karenanya kebanyakan orang berupaya untuk menjaga kesehatannya agar tidak jatuh sakit.   Beragam cara dilakukan orang untuk menjaga kesehatan, yaitu dengan berolahraga secara teratur, mengatur pola makan, mengatur pola hidup, mengkonsumsi suplemen, bahkan ada yang menambah dengan mengenakan kalung dan gelang kesehatan.  Itulah bentuk ikhtiar bagi hamba Allah untuk menjaga kesehatan.
Akan tetapi adakalanya seseorang sudah menjaga kesehatan sedemikian rupa, namun apabila Allah menghendaki seseorang sakit maka ia tidak bisa menolaknya.
Memang secara teori medis dijelaskan bahwa ada 3 faktor penyebab datangnya penyakit , yaitu: (1) faktor makanan, (2) faktor lingkungan dan (3) faktor pikiran.  Para ahli kesehatan sepakat bahwa yang paling besar pengaruhnya terhadap datangnya sakit adalah faktor pikiran.
Namun bagi orang yang beriman, selain tiga faktor tadi ada sebab lain yang membuat seseorang jatuh sakit, yaitu merupakan kehendak Allah Swt.  Disitu Allah mempunyai maksud tertentu dengan memberi sakit kepada hamba-hambaNya.
Tidak sedikit diantara kita yang mengeluhkan kesehatannya karena jatuh sakit. Karena bisa jadi kita belum tahu hikmah dan rahasia sakit.  Namun apabila ia tahu akan adanya hikmah dibalik musibah sakit, tentu ia tidak akan mengeluhkan sakitnya, bahkan justru ia akan mensyukurinya. 
Apakah gerangan hikmah dan rahasia sakit?  Bagi orang beriman, salah satu hikmah sakit adalah sebagai  penggugur dosa.  Sedangkan rahasia sakit adalah merupakan bentuk kasih sayang Allah Swt.

Hikmah sakit
Terkait dengan penyakit yang menimpa seseorang, dalam sebuah riwayat Rasulullah menerangkan:
"Apabila seorang mukmin menderita sakit, maka Allah mengutus empat malaikat untuk datang kepadanya, yang masing-masing mendapat tugas bereda.
Malaikat pertama mendapat tugas mengambil sebagian kekuatan yang ada pada badannya, hingga dia menjadi lemas tak berdaya. Malaikat kedua mendapat tugas mengambil sebagian kenikmatan yang ada pada mulutnya, hingga dia tidak merasakan nikmatnya makan dan minum. Malaikat ketiga mendapat tugas mengambil sebagian cahaya yang ada pada mukanya, hingga dia kelihatan pucat lesu. Dan, malaikat yang keempat mendapat tugas mengambil sebagian dosa-dosanya, hingga dia bersih dari sebagian dosa lantaran sakit.
Ketika Allah menghendaki dia sembuh dari sakitnya, maka diperintahkan kepada tiga malaikat untuk mengembalikan apa yang telah diambilnya, tetapi tidak pada salah satu malaikat.
Malaikat pertama mengembalikan kekuatan yang telah diambilnya, hingga dia memiliki kekuatan lagi.  Malaikat kedua mengembalikan kenikmatan yang telah diambilnya, hingga dia bisa merasakan kembali kenikmatan makan dan minum. Dan malaikat ketiga mengembalikan cahaya yang telah diambil dari wajahnya, hingga dia kelihatan berseri kembali.
Namun untuk malaikat keempat yang mengambil dosa-dosanya, Allah tidak memerintahkan untuk mengembalikan, hingga malaikat itu segera bersujud kepada Allah seraya berkata: "Ya Allah, sungguh Engkau telah menugaskan kepada empat malaikat untuk mengambil sesuatu dari hamba-Mu yang sakit. Setelah sembuh, Engkau perintahkan kepada tiga malaikat untuk mengembalikan apa yang telah dia ambil, namun tidak pada diriku. Karena apakah hingga Engkau tidak memerintahkan kepadaku untuk mengembalikan dosa-dosa yang telah aku ambil dari dirinya?
Mendengar pengaduan malaikat keempat, Allah berfirman: "Karena sifat keagungan-Ku, tidak layak bila Aku memerintahkan kepadamu agar mengembalikan dosa-dosa hamba-Ku setelah dia merasakan penderitaan ketika sakit. " (Kisah ini dikutip dari buku Al-Mawa'idzul 'Ushfuriyyah, karya Syaikh Muhammad bin Abu Bakar.)

Begitulah cara Allah menggugurkan dosa dari hamba-hambanya yang beriman. Karena ada dosa yang tidak bisa terhapus dengan cara berdoa, dzikir, istighfar maupun minta maaf kepada orang lain. Dosa itu hanya bisa terhapus sebab lantaran adanya pernderitaan karena sakit.
Pada suatu riwayat ketika Rasulullah jatuh sakit, seorang sahabat, 'Abdullah bin Mas’ud datang menjenguk nabi.  Ketika Abdullah menyentuh selimut nabi ia merasakan hawa yang begitu panas. Lalu ia berkata kepada nabi; "Ya, Rasulullah! demam Anda bergitu keras." Jawab nabi: "Memang demamku sama dengan demam dua orang dari kalian." Abdullah berkata pula; "Semoga Engkau mendapat pahala berlipat ganda." Jawab nabi lagi; "Semoga demikian.  Sesungguhnya para nabi diberi ujian yang lebih berat, sehingga pahala kami dilipat gandakan"
Kemudian Rasulullah bersabda;  “Tidaklah seorang muslim tertimpa cobaan berupa sakit dan sejenisnya, melainkan Allah mengugurkan dosa-dosanya, seperti gugurnya daun-daun kering dari pepohonan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dengan demikian maka dapat dipahami bahwa salah satu hikmah sakit adalah sebagai sebab penggugur dosa.
Kita tahu bahwa pada musim kemarau hampir semua pohon mengalami kekeringan. Saat itu pohon-pohon menggugurkan daun-daunnya yang kering.  Semakin lama musim kemarau dialami, maka semakin banyak pula daun-daun yang gugur, bahkan sebuah pohon bisa gundul lantaran semua daun-daunnya gugur.  Demikian pula dengan sakit.  Semakin berat dan semakin lama penyakit yang dideritanya maka semakin banyak pula dosa-dosanya yang digugurkan oleh Allah Swt.

Selain sebagai penggugur dosa, ada hikmah lain dari sakit  bagi seorang mukmin, yaitu seperti dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Dalam satu waktu ketika nabi menjenguk Salman Al-Farisi yang tengah berbaring sakit, Rasulullah bersabda, ”Sesungguhnya ada tiga hal yang menjadi kepunyaanmu dikala sakit.  Engkau sedang mendapat peringatan dari Allah SWT, doamu diijabah oleh-Nya, dan penyakit yang menimpamu akan menghapuskan dosa-dosamu. Semoga Dia menggembirakanmu dengan kesehatan sampai ajalmu datang.” (HR. Bukhari – Muslim).
Allah akan memberi peringatan kepada seorang  mukmin dengan sakit apabila ia sudah mulai banyak lupa dan kurang bersyukur terhadap karunia nikmat Allah. Atau bila ia sudah mulai sombong dengan apa yang ada pada dirinya, misal pencapaian karir, kekayaan, ilmu, kesehatan dan sebagainya.  Dengan diberi sakit maka kesombongannya akan sirna dan keimanannya yang sudah mulai luntur akan naik kembali.
Kemudian apabila kita sedang menjenguk orang sakit, dan bila situasinya memungkinkan maka mintalah doa kepada si sakit. Karena doa orang sakit lebih diijabah oleh Allah Swt.
Selanjutnya ada hikmah lain lagi dari sakit, yaitu bertambahnya derajat kemuliaan.  Nabi SAW bersabda, “Tidaklah seorang Muslim tertusuk duri atau sesuatu hal yang lebih dari itu, melainkan diangkat satu derajat dan dihapuskan pula satu dosa darinya.” (HR. Muslim).
Pada riwayat lain Rasulullah juga bersada,” Setiap cobaan apa saja yang menimpa seorang Muslim, sampai sebuah tusukan duri pada kulitnya, adalah karena salah satu dari dua sebab, yakni karena Allah hendak mengampuni kesalahannya yang tidak dapat diampuni melainkan dengan cobaan itu, atau Allah hendak memberi suatu kemuliaan yang tidak dapat dicapainya kecuali melalui cobaan itu (HR. Ibnu Abi Dunya)”
Demikianlah maka dari beberapa hadis itu kita ketahui bahwa sakit yang menimpa seseorang mengandung beberapa hikmah di sisi Allah SWT, yaitu: (1) sebagai peringatan; (2) mempertebal keimanan; (3) penggugur dosa-dosa; (4)  doa lebih diijabah Allah; dan (5) meningkatkan derajat kemuliaan di sisi Allah.

Rahasia dibalik sakit.
Dari beberapa hikmah sakit diatas maka kita dapat mengetahui bahwa ada rahasia dibalik jatuh sakitnya orang beriman, yaitu sebagai bentuk kasih sayang Allah Swt. Kenapa demikian? 
Karena Allah menghendaki  ketika hamba-hambanya berjumpa lagi dengan-Nya di akhirat nanti, mereka sudah dalam keadaan bersih tanpa dosa.  Rasulullah bersabda: "Ujian akan terus menimpa seorang mukmin laki-laki dan perempuan, menimpa dirinya, anaknya, dan hartanya, sehingga ia akan berjumpa dengan Allah tanpa membawa dosa. (HR. At-Tirmidzi)
Dan sabda nabi yang lain, "Ketika Allah menginginkan hamba-Nya suatu kebaikan, maka disegerakan hukumannya di dunia. Kalau Allah menginginkan hamba-Nya suatu kejelekan, maka dosanya ditahan sampai dibalas nanti di hari kiamat." (HR. at-Tarmizi).
Saat menjelang kematianpun Allah Swt masih menimpakan suatu penyakit bagi hamba-hambanya yang bertakwa.  Bahkan Allah akan memperberat penyakitnya bagi mereka yang dicintai-Nya.   
Sedangkan bagi orang-orang yang kufur justru akan terjadi sebaliknya yaitu Allah akan mempermudah kematiannya, hal itu sebagai balasan atas perbuatan-perubatan baik yang pernah dilakukannya.
Diriwayatkan dari Abu Nu’aim bahwa Rasulullah SAW bersabda,  ” Sesungguhnya seorang Mukmin yang melakukan kesalahan lalu diperberat (sakitnya) pada saat kematian, niscaya kesalahannya itu dihapuskan.   Sedangkan bagi seorang kafir yang melakukan kebajikan maka akan dipermudah kematiannya, sebagai balasan kebajikan yang telah dilakukannya.”
Karenanya, bila ada orang-orang yang di ujung hayatnya menderita sakit terus, bahkan parah dan tidak kunjung sembuh. Hal itu bisa jadi merupakan suatu keberuntungan baginya. Apalagi jika dulu  ketika masih sehat, dia hampir tidak pernah berdzikir dan lupa kepada Allah. Kemudian sebelum meninggal, dia begitu tekun beribadah dan menderita sakit agak lama.  Maka itu merupakan bentuk kasih sayang Allah sebagai sebab penggugur kesalahan dan dosa-dosa di masa lalunya.  Sekiranya tidak sakit tentu ia akan meninggal dengan membawa dosa-dosa.
Maka sesungguhnya sakit yang diderita seorang mukmin menjelang akhir hayatnya dapat dipandang sebagai bentuk cinta kasih sayang  Allah Swt.

Nikmat sehat dan Nikmat Sakit
Demikian pula dengan cucu Rasulullah Saw, Ali Zainal Abidin.  Ia terkadang kebingungan, manakah yang harus disyukuri antara sehat dan sakit.  Baginya sehat dan sakit adalah kenikmatan. Saat sehat ia bisa menikmati rezeki Allah SWT dan leluasa melaksanakan ketaatan.  Ketika sakit, dosa-dosanya banyak yang terhapus dan otomatis hatinya menjadi lebih suci.
Doa Ali Zainal Abidin, cucu Rasulullah yang mulia ketika dia sakit; "Ya Allah, saya tidak tahu mana yang harus aku syukuri di antara sehat dan sakitku? Mana di antara kedua waktu itu yang patut aku sampaikan pujian kepada-Mu? Apakah waktu sehat, ketika Engkau senangkan daku dengan rezeki-Mu yang baik, dan Engkau giatkan daku dengan rezeki itu untuk memperoleh ridha dan karunia-Mu, serta Engkau kuatkan daku untuk melaksanakan ketaatan pada-Mu? Atau waktu sakitku, ketika Engkau bersihkan dosaku, dan meringankan dosa-dosa yang memberati punggungku, menyucikan diriku dari liputan kesalahan, mengingatkan daku untuk bertobat kepada-Mu, dan menyadarkan daku untuk menghapuskan kekhilafan dalam melalaikan syukur atas nikmat-Mu."
Ujian yang Allah berikan kepada setiap hambaNya memanglah berbeda. Tidak semua orang diberikan ujian dengan musibah kekurangan harta, kehilangan orang-orang tercinta, atau bahkan kelemahan secara fisik. Ada banyak cara Allah menguji hamba-hambaNya yang untuk membuktikan keimananNya.
”Siapa yang Allah inginkan kebaikan baginya, maka Allah akan menimpakan musibah kepadanya” (HR. Bukhari)
Maka sesungguhnya sakit yang diderita seorang mukmin, terutama menjelang akhir hayatnya dapat dipandang sebagai bentuk cinta kasih sayang  Allah Swt bila dijalani dengan sabar dan ridha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar