Sehat
itu mahal
Kita sering mendengar satu pepatah yang mengatakan
bahwa “Sehat itu mahal.” Artinya apabila
seseorang sudah jatuh sakit maka ia perlu mengeluarkan biaya untuk penyembuhan.
Semakin serius sakit yang dideritanya maka semakin besar pula biaya yang
dikeluarkannya.
Karenanya kebanyakan orang berupaya untuk menjaga
kesehatannya agar tidak jatuh sakit.
Beragam cara dilakukan orang untuk menjaga kesehatan, yaitu dengan
berolahraga secara teratur, mengatur pola makan, mengatur pola hidup,
mengkonsumsi suplemen, bahkan ada yang menambah dengan mengenakan kalung dan
gelang kesehatan. Itulah bentuk ikhtiar
bagi hamba Allah untuk menjaga kesehatan.
Akan tetapi adakalanya seseorang sudah menjaga
kesehatan sedemikian rupa, namun apabila Allah menghendaki seseorang sakit maka
ia tidak bisa menolaknya.
Memang secara teori medis dijelaskan
bahwa ada 3 faktor penyebab datangnya penyakit , yaitu: (1) faktor makanan, (2)
faktor lingkungan dan (3) faktor pikiran.
Para ahli kesehatan sepakat bahwa yang paling besar pengaruhnya terhadap
datangnya sakit adalah faktor pikiran.
Namun bagi orang yang beriman, selain
tiga faktor tadi ada sebab lain yang membuat seseorang jatuh sakit, yaitu
merupakan kehendak Allah Swt. Disitu Allah mempunyai maksud tertentu dengan
memberi sakit kepada hamba-hambaNya.
Tidak sedikit diantara kita yang mengeluhkan
kesehatannya karena jatuh sakit. Karena bisa jadi kita belum tahu hikmah dan
rahasia sakit. Namun apabila ia tahu
akan adanya hikmah dibalik musibah sakit, tentu ia tidak akan mengeluhkan
sakitnya, bahkan justru ia akan mensyukurinya.
Apakah gerangan hikmah dan rahasia sakit? Bagi orang beriman, salah satu hikmah sakit
adalah sebagai penggugur
dosa. Sedangkan rahasia sakit
adalah merupakan bentuk kasih sayang Allah Swt.
Hikmah
sakit
Terkait dengan penyakit yang menimpa seseorang,
dalam sebuah riwayat Rasulullah menerangkan:
"Apabila seorang mukmin menderita sakit, maka Allah mengutus empat malaikat untuk datang kepadanya,
yang masing-masing mendapat tugas bereda.
Malaikat pertama mendapat tugas mengambil sebagian kekuatan yang ada pada badannya,
hingga dia menjadi lemas tak berdaya. Malaikat kedua mendapat tugas mengambil sebagian kenikmatan yang ada pada mulutnya,
hingga dia tidak merasakan nikmatnya makan dan minum. Malaikat ketiga mendapat tugas
mengambil sebagian cahaya yang ada pada mukanya,
hingga dia kelihatan pucat lesu. Dan, malaikat yang keempat mendapat tugas mengambil sebagian dosa-dosanya, hingga dia bersih
dari sebagian dosa lantaran sakit.
Ketika Allah menghendaki dia sembuh dari sakitnya,
maka diperintahkan kepada tiga malaikat untuk mengembalikan apa yang telah
diambilnya, tetapi tidak pada salah satu malaikat.
Malaikat pertama mengembalikan kekuatan yang telah
diambilnya, hingga dia memiliki kekuatan lagi.
Malaikat kedua mengembalikan kenikmatan yang telah diambilnya, hingga
dia bisa merasakan kembali kenikmatan makan dan minum. Dan malaikat ketiga
mengembalikan cahaya yang telah diambil dari wajahnya, hingga dia kelihatan
berseri kembali.
Namun untuk malaikat keempat yang mengambil
dosa-dosanya, Allah tidak memerintahkan untuk mengembalikan, hingga malaikat
itu segera bersujud kepada Allah seraya berkata: "Ya Allah, sungguh Engkau
telah menugaskan kepada empat malaikat untuk mengambil sesuatu dari hamba-Mu
yang sakit. Setelah sembuh, Engkau perintahkan kepada tiga malaikat untuk
mengembalikan apa yang telah dia ambil, namun tidak pada diriku. Karena apakah
hingga Engkau tidak memerintahkan kepadaku untuk mengembalikan dosa-dosa yang
telah aku ambil dari dirinya?
Mendengar pengaduan malaikat keempat, Allah
berfirman: "Karena sifat keagungan-Ku, tidak layak bila Aku memerintahkan
kepadamu agar mengembalikan dosa-dosa hamba-Ku setelah dia merasakan
penderitaan ketika sakit. " (Kisah ini dikutip dari buku Al-Mawa'idzul
'Ushfuriyyah, karya Syaikh Muhammad bin
Abu Bakar.)
Begitulah cara Allah menggugurkan
dosa dari hamba-hambanya yang beriman. Karena ada dosa yang tidak bisa
terhapus dengan cara berdoa, dzikir, istighfar maupun minta maaf kepada orang
lain. Dosa itu hanya bisa terhapus sebab lantaran adanya pernderitaan karena
sakit.
Pada
suatu riwayat ketika Rasulullah jatuh sakit, seorang sahabat, 'Abdullah bin Mas’ud datang menjenguk nabi. Ketika Abdullah menyentuh selimut nabi ia
merasakan hawa yang begitu panas. Lalu ia berkata kepada nabi; "Ya,
Rasulullah! demam Anda bergitu keras." Jawab nabi: "Memang demamku
sama dengan demam dua orang dari kalian." Abdullah berkata pula;
"Semoga Engkau mendapat pahala berlipat ganda." Jawab nabi lagi;
"Semoga demikian. Sesungguhnya para
nabi diberi ujian yang lebih berat, sehingga pahala kami dilipat gandakan"
Kemudian
Rasulullah bersabda; “Tidaklah seorang
muslim tertimpa cobaan berupa sakit dan sejenisnya, melainkan Allah mengugurkan dosa-dosanya, seperti gugurnya
daun-daun kering dari pepohonan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dengan demikian maka dapat dipahami bahwa salah satu
hikmah sakit adalah
sebagai sebab penggugur dosa.
Kita tahu bahwa pada musim kemarau hampir semua
pohon mengalami kekeringan. Saat itu pohon-pohon menggugurkan daun-daunnya yang
kering. Semakin lama musim kemarau
dialami, maka semakin banyak pula daun-daun yang gugur, bahkan sebuah pohon
bisa gundul lantaran semua daun-daunnya gugur.
Demikian pula dengan sakit.
Semakin berat dan semakin lama penyakit yang dideritanya maka semakin
banyak pula dosa-dosanya yang digugurkan oleh Allah Swt.
Selain sebagai penggugur dosa, ada hikmah lain dari
sakit bagi seorang mukmin, yaitu seperti
dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Dalam satu waktu
ketika nabi menjenguk Salman Al-Farisi yang
tengah berbaring sakit, Rasulullah bersabda, ”Sesungguhnya ada tiga hal yang
menjadi kepunyaanmu dikala sakit. Engkau
sedang mendapat peringatan dari Allah SWT, doamu diijabah oleh-Nya, dan penyakit yang menimpamu
akan menghapuskan dosa-dosamu. Semoga
Dia menggembirakanmu dengan kesehatan sampai ajalmu datang.” (HR. Bukhari –
Muslim).
Allah akan
memberi peringatan kepada seorang mukmin dengan sakit apabila ia sudah mulai
banyak lupa dan kurang bersyukur terhadap karunia nikmat Allah. Atau bila ia
sudah mulai sombong dengan apa yang ada pada dirinya, misal pencapaian karir,
kekayaan, ilmu, kesehatan dan sebagainya.
Dengan diberi sakit maka kesombongannya akan sirna dan keimanannya yang sudah mulai luntur akan naik kembali.
Kemudian apabila
kita sedang menjenguk orang sakit, dan bila situasinya memungkinkan maka
mintalah doa kepada si sakit. Karena doa orang sakit lebih diijabah oleh Allah
Swt.
Selanjutnya ada hikmah lain lagi dari sakit, yaitu
bertambahnya derajat kemuliaan. Nabi SAW bersabda, “Tidaklah seorang Muslim
tertusuk duri atau sesuatu hal yang lebih dari itu, melainkan diangkat
satu derajat dan dihapuskan pula satu dosa darinya.”
(HR. Muslim).
Pada riwayat lain
Rasulullah juga bersada,” Setiap cobaan apa saja yang menimpa seorang
Muslim, sampai sebuah tusukan duri pada kulitnya, adalah karena salah satu dari
dua sebab, yakni karena Allah hendak mengampuni
kesalahannya yang tidak dapat diampuni melainkan dengan cobaan itu, atau
Allah hendak memberi suatu kemuliaan yang tidak
dapat dicapainya kecuali melalui cobaan itu (HR. Ibnu Abi Dunya)”
Demikianlah maka dari beberapa hadis itu kita
ketahui bahwa sakit yang menimpa seseorang mengandung beberapa hikmah
di sisi Allah SWT, yaitu: (1) sebagai peringatan;
(2) mempertebal keimanan; (3) penggugur dosa-dosa; (4) doa lebih diijabah
Allah; dan (5) meningkatkan derajat kemuliaan di
sisi Allah.
Rahasia dibalik sakit.
Dari
beberapa hikmah sakit diatas maka kita dapat mengetahui bahwa ada rahasia dibalik jatuh sakitnya orang beriman, yaitu
sebagai bentuk kasih sayang Allah Swt. Kenapa
demikian?
Karena Allah menghendaki ketika hamba-hambanya berjumpa lagi dengan-Nya
di akhirat nanti, mereka sudah dalam keadaan bersih tanpa dosa.
Rasulullah bersabda: "Ujian akan terus menimpa seorang mukmin laki-laki dan perempuan,
menimpa dirinya, anaknya, dan hartanya, sehingga ia akan berjumpa dengan Allah tanpa membawa dosa. (HR.
At-Tirmidzi)
Dan sabda nabi yang lain, "Ketika Allah menginginkan
hamba-Nya suatu kebaikan, maka disegerakan hukumannya di dunia. Kalau Allah menginginkan hamba-Nya suatu
kejelekan, maka dosanya ditahan sampai dibalas nanti di hari kiamat." (HR. at-Tarmizi).
Saat menjelang kematianpun Allah Swt masih menimpakan suatu
penyakit bagi hamba-hambanya yang bertakwa. Bahkan Allah akan memperberat penyakitnya
bagi mereka yang dicintai-Nya.
Sedangkan
bagi orang-orang yang kufur justru akan terjadi
sebaliknya yaitu Allah akan mempermudah kematiannya, hal itu sebagai balasan
atas perbuatan-perubatan baik yang pernah dilakukannya.
Diriwayatkan dari Abu Nu’aim bahwa
Rasulullah SAW bersabda, ”
Sesungguhnya seorang Mukmin yang melakukan kesalahan lalu diperberat (sakitnya) pada saat kematian, niscaya
kesalahannya itu dihapuskan. Sedangkan
bagi seorang kafir yang melakukan kebajikan maka akan dipermudah
kematiannya, sebagai balasan kebajikan yang telah dilakukannya.”
Karenanya,
bila ada orang-orang yang di ujung hayatnya menderita sakit
terus, bahkan parah dan tidak kunjung sembuh. Hal itu bisa jadi merupakan
suatu keberuntungan baginya. Apalagi jika dulu ketika masih sehat, dia hampir tidak pernah
berdzikir dan lupa kepada Allah. Kemudian sebelum meninggal, dia begitu tekun
beribadah dan menderita sakit agak lama. Maka itu merupakan bentuk kasih sayang Allah
sebagai sebab penggugur kesalahan dan dosa-dosa di masa lalunya. Sekiranya tidak sakit tentu ia akan meninggal
dengan membawa dosa-dosa.
Maka sesungguhnya
sakit yang diderita seorang mukmin menjelang akhir hayatnya dapat dipandang
sebagai bentuk cinta kasih sayang Allah Swt.
Nikmat sehat dan Nikmat Sakit
Demikian pula dengan cucu Rasulullah
Saw, Ali Zainal Abidin. Ia terkadang
kebingungan, manakah yang harus disyukuri antara sehat dan sakit. Baginya sehat dan sakit adalah kenikmatan.
Saat sehat ia bisa menikmati rezeki Allah SWT dan leluasa melaksanakan
ketaatan. Ketika sakit, dosa-dosanya
banyak yang terhapus dan otomatis hatinya menjadi lebih suci.
Doa
Ali Zainal Abidin, cucu
Rasulullah yang mulia ketika dia sakit; "Ya Allah, saya tidak tahu mana
yang harus aku syukuri di antara sehat dan sakitku? Mana di antara kedua waktu
itu yang patut aku sampaikan pujian kepada-Mu? Apakah waktu sehat, ketika
Engkau senangkan daku dengan rezeki-Mu yang baik, dan Engkau giatkan daku
dengan rezeki itu untuk memperoleh ridha dan karunia-Mu, serta Engkau kuatkan
daku untuk melaksanakan ketaatan pada-Mu? Atau waktu sakitku, ketika Engkau
bersihkan dosaku, dan meringankan dosa-dosa yang memberati punggungku, menyucikan
diriku dari liputan kesalahan, mengingatkan daku untuk bertobat kepada-Mu, dan
menyadarkan daku untuk menghapuskan kekhilafan dalam melalaikan syukur atas
nikmat-Mu."
Ujian yang
Allah berikan kepada setiap hambaNya memanglah berbeda. Tidak semua orang
diberikan ujian dengan musibah kekurangan harta,
kehilangan orang-orang tercinta, atau bahkan kelemahan secara fisik. Ada banyak cara Allah menguji
hamba-hambaNya yang untuk membuktikan keimananNya.
”Siapa yang Allah inginkan kebaikan
baginya, maka Allah akan menimpakan musibah kepadanya” (HR. Bukhari)
Maka sesungguhnya sakit
yang diderita seorang mukmin, terutama menjelang akhir hayatnya dapat dipandang
sebagai bentuk cinta kasih sayang Allah Swt bila dijalani dengan
sabar dan ridha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar