Rabu, 22 Mei 2019

Kesalehan Sosial

1. Kisah Saad bin Abi Waqash, Pemuda Ahli Surga
Ada seorang lelaki Anshar, ia bisa dikatakan bukan sebagai ahli ibadah.  Shalat rawatibnya biasa saja. Shalat tahajut dan dhuhanya pun tidak tekun. Dzikirnya juga tidak nampak panjang.  Demikian pula dengan iktikaf dan puasa sunnahnya yang tidak kelihatan istiqamah.   Tetapi pemuda ini dikatakan oleh Rasulullah sebagai Ahli Surga.  Kenapa demikian?  Karena ia melakukan tiga amalan (sosial) istimewa.
Yang membuat Saad dikatakan oleh Rasulullah sebagai ahli surga BUKANLAH karena ia tekun shalat malam, rajin shalat dhuha, rajin iktikaf, dan sering puasa Sunnah. 
Tetapi Saad dikatakan oleh Rasulullah sebagai ahli surga disebabkan lantaran ia istiqamah melakukan tiga hal yaitu:  Ia selalu (1) bersikap jujur, (2) tidak menyakiti hati orang lain, dan (3) menjaga tali silaturahim.  Sedangkan amalan ibadah mahdhahnya, seperti shalat malam, shalat dhuha, puasa, dan iktikafnya ia lakukan biasa-biasa saja.

2.  Hablum Minallah dan Hablum Minannas
Dalam kisah diatas, sesungguhnya Saad bin Abi Waqash telah melakukan ibadah secara seimbang antara hablum minallah dengan hablum minannas.
Ibadah dalam Islam dibagi dalam dua dimensi, yaitu: ibadah Mahghah  (ibadah berdimensi ritual/individual) dan ibadah Ghair-mahdhah (ibadah berdimensi sosial).  Kedua dimensi ibadah tersebut harus dilakukan secara keseluruhan oleh setiap Muslim.  
Allah Swt memerintahkan kita agar beragama Islam secara kaffah (menyeluruh)Udkhulu fis-silmi kaffah (QS. Al Baqarah: 208), artinya “Masuklah ke dalam Islam secara kaffah (menyeluruh)”.  Tidak dibenarkan seseorang hanya melaksanakan ibadah ritual saja,  sementara mengabaikan ibadah sosial. Demikian pula sebaliknya.  Ibadah ritual dan sosial harus dilaksanakan secara keseluruhan dan berimbang.
Allah SWT justru memerintahkan kita untuk berhubungan baik dengan sesama manusia (hablim minan naas):  “Dhuribat ‘alaihi mudh dhillatu ainamaa - tsuqifuu  illaa  bi hablim minallahi  wa hablim minan naas  (QS. Ali Imran 112: Ditimpakan atas mereka ”kehinaan” dimana saja mereka berada, kecuali kalau mereka berhubungan baik dengan Allah (hablim minallah) dan berhubungan baik dengan sesama manusia (hablim minan naas).  
Dengan begitu maka Hablum Minannas itu sangat penting, karena ia sangat menentukan kualitas Hablum Minallah.    Shalat, puasa, dzikir, dan ibadah vertikal lain seharusnya berdampak baik terhadap ibadah sosial.  Tetapi ibadah vertikal tidak akan mempunyai nilai apabila ibadah sosialnya masih buruk. 
Allah ta’ala berfirman: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran” (QS. Al ‘Ashr).

3.  Akhlakul Karimah
Banyak hadis yang menyatakan bahwa untuk mengukur keimanan seseorang itu adalah diukur dari akhlaknya (prilaku sosial), bukan dari kesalehan individual (ibadah mahdhah).
Pertama.   Seorang lelaki mendatangi Nabi saw dan bertanya dua pertanyaan, yaitu (1) siapakah orang yang paling diicintai Allah dan (2) amalan apakah yang paling dicintai Allah.   Rasulullah Saw menjawab :
(1) ”Orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat buat manusia lainnya. Dan (2) Amal yang paling dicintai Allah adalah memasukan kegembiraan ke dalam hati seorang mukmin, atau menghilangkan kesusahannya, atau membayarkan hutangnya, atau menghilangkan kelaparannya. 
Kemudian Rasulullah Saw meneruskan sabdanya: "Dan sesungguhnya aku berjalan bersama saudaraku untuk memenuhi kebutuhannya itu lebih aku sukai daripada aku BERITIKAF di masjid ini (Masjid Nabawi) selama sebulan lamanya.”   (HR. Ath Thabrani 6/139, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 2/575).
Mencermati hadis nabi tersebut, maka ada 2 poin penting, yaitu:
a. Orang mukmin yang paling dicintai oleh Allah BUKANLAH orang yang rajin beribadah ritualnya (shalat, dzikir, puasa, haji, dsb), tetapi adalah orang banyak memberi manfaat bagi masyarakat (kesalehan sosial).
b. Amalan yang paling dicintai Allah adalah menolong saudara muslim yang mengalami kesulitan hidup.  Amalan itu  lebih baik daripada iktikaf di masjid Nabawi selama sebulan.

Kedua.  Dalam suatu hadis lain Rasulullah Saw bersabda, “Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Thabrani dan Daruquthni).
Dari dua hadits, diatas dapat disimpulkan bahwa orang mukmin yang ber- AKHLAK MULIA adalah yang : (1) BERMANFAAT bagi manusia lain, (2) suka MENOLONG kesulitan orang lain, dan (3) bersikap RAMAH terhadap sesama.
Misi atau tugas utama Nabi Muhammad diturunkan ke dunia adalah untuk memperbaiki akhlak. Rasulullah bersabda : Innama Buits’tu Li Utammima Ma Karimal Akhlak (Sesungguhnya aku diutus oleh Allah tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak. - HR. Ahmad & Baihaqi). 

4.  Akhlak Ukuran Tingkat Keimanan
Tingkat keimanan seseorang diukur dari akhlaknya (prilaku sosial), bukan dari ibadah mahdhah semata. 
Pendusta Agama. Dalam al-Qur’an, Allah SWT mencap bagi orang-orang yang tidak peduli terhadap nasib fakir miskin sebagai  pendusta agama”.  Ara-aitalladzii yukadzdzibubiddiin    fadzaalikalladzi  yadu’ – ’ulyatiim   walaa yahudhdhu ’alaa tha’aamill miskin  (QS. Al-Ma’un: 1-3), artinya:  ”Tahukah kamu orang yang mendustakan agama?. Mereka adalah orang yang menelantarkan anak yatim dan tidak peduli terhadap nasib orang miskin.”   
Prof. Dr. Hamka memaknai “pendusta agama”  adalah orang yang mendustai agama, yaitu mendustai shalatnya, mendustai zakatnya, mendustai puasanya, juga mendustai ibadah hajinya. Karena ibadah spiritual yang ia lakukan (shalat, zakat, puasa, dan haji) tidak berdampak baik pada ibadah sosialnya, yaitu tidak peduli terhadap nasib anak yatim dan  orang miskin.
Manusia yang paling baik.  Banyak hadis yang menyatakan bahwa untuk mengukur keimanan seseorang itu adalah dari akhlaknya (prilaku sosial).  Rasulullah bersabda, khairunnas anfa’uhum linnas ”Manusia yang paling baik (dicintai Allah Ta’ala),  ialah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain.  (HR. Ibnu Hajar Al-Asqalani)
Amal yang paling utama. Ketika Rasulullah ditanya, ”Amal apa yang paling utama?”.  Nabi yang mulia menjawab, Seutama-utama amal ialah memasukkan rasa bahagia pada hati orang yang beriman, yaitu melepaskannya dari rasa lapar, membebaskannya dari kesulitan, dan membayarkan hutang-hutangnya.”  (HR. Ibnu Hajar Al-Asqalani)
Sedekah ciri orang bertaqwa. Salah satu ciri orang yang bertaqwa antara lain adalah menafkahkan sebagian rizki.  ”Hudallil muttaqiin – alladziina yu’minuuna bil ghaibi - wa yuqiimuunash shalaata- wa mim maa razaqnaahum yunfiquun”  (QS. Al-Baqarah: 2-3), artinya: ”(Al Qur’an) merupakan petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka.”
Jadi tingkat keimanan seseorang itu, justru diukur dari akhlaknya (prilaku sosial), bukan dari ibadah mahdhah semata.  Namun kita sering mengukur ketaqwaan seseorang dari ritualnya ketimbang sosialnya.   Prof.  Mukti Ali : Orang-orang Muslim banyak yang lebih peka terhadap masalah-masalah ritual keagamaan, daripada masalah-masalah sosial. Padahal Allah memerintahkan untuk Hablu minallah wa habluminannnas secara seimbang.

5.  Nilai Ibadah Sosial Lebih Besar daripada Ibadah Ritual
Prof. Dr. Jalaluddin Rahmad, berpendapat bahwa, Islam menekankan ibadah dalam dimensi sosial jauh lebih besar daripada dimensi ritual.    Kalau kebetulan kegiatan ibadah ritual itu bersamaan dengan pekerjaan lain yang mengandung dimensi sosial, maka Islam memeberi pelajaran untuk mendahulukan yang sosial.
Ketika nabi sedang shalat di rumah, beliau berhenti dan membukakan pintu untuk tamu yang datang, kemudian beliau melanjutkan shalatnya kembali.
Seseorang datang kepada rasulullah, mengadukan ada seseorang perempuan yang shalatnya rajin tetapi dia selalu menyakiti tetangga dengan lidahnya.    Apa kata Rasulullah?, ”Perempuan itu di neraka”. (HR. Ahmad, Hakim).
Tidak beriman kamu, kalau kamu tidur dalam keadaan kenyang, sementara tetanggamu kelaparan. (HR. Al-Bukhary) 
Orang bodoh yang dermawan lebih dicintai Allah ketimbang ahli ibadah yang pelit. (HR. Al-Tirmidzi dari Abu Hurairah)
Dalam suatu riwayat, Nabi pernah menjelaskan kepada sahabat-sahabatnya tentang bangkrut.  Rasulullah menjelaskan, sesungguhnya orang yang bangkrut adalah orang yang rajin menjalankan ritus-ritus ibadah (shalat, shaum, zakat, dan lain sebaginya), tetapi dia tidak memiliki akhlak yang baik, dia sering merampas hak orang lain, sering menyakiti hati orang, sering berbuat zalim, dsb.    Sehingga pahala amalnya habis berpindah ke orang lain dan dosanya bertambah banyak.
Dalam suatu riwayat, diceritakan bahwa ada seorang wanita yang rajin shalat, berdzikir, dan berpuasa. Namun Rasulullah berkata bahwa wanita itu akan masuk neraka, karena ia jahat terhadap tetangganya.  Sebaliknya, Rasulullah bercerita tentang wanita lain yang shalatnya biasa, puasanya biasa, dan tidak begitu banyak shalat sunnah, Namun kata Nabi, ia akan masuk surga karena  sangat baik dan sangat sopan kepada tetangganya

6. Ibadah Yang Membuat Allah Senang

Dalam kitab Mukasyafatul Qulub karya Imam Al Ghazali, diceritakan dialog antara Nabi Musa As dengan Allah SWT.  Nabi Musa menanyakan diantara Shalat, Puasa, Dzikir, dsb, maka ibadah manakah yang membuat Allah senang.   
Allah berfirman :
-  Sholat itu untuk dirimu sendiri, yang membuat engkau terpelihara dari keji dan munkar.
-  Dzikir itu agar membuat hatimu menjadi tenang.
-  Puasa itu untuk melatih dirimu memerangi hawa nafsu
Sedekah itulah yang membuat Aku senang, Karena tatkala engkau membahagiakan orang yang sedang susah, Aku berada disampingnya. 
Oleh karenanya, para ulama memberi WARNING ; Bila seseorang hanya sibuk dengan ibadah ritual saja (shalat, dzikir, puasa, haji, dsb), maka jangan dulu merasa puas dan bangga.  Karena itu tandanya ia hanya mencintai dirinya sendiri, dan belum sepenuhnya mencintai Allah. Padahal dalam Al-Qur’an, Allah berulang kali memerintahkan hambanya untuk bersedekah.  Bila seseorang mengabaikan perintah Allah untuk bersedekah maka itu berarti ia tidak mencintai Allah.

7.  Antara Shalat, Puasa & Sedekah
Abdul Aziz bin Umair Ra berkata,  “Shalat hanya mengantarkanmu sampai setengah perjalanan surga. Puasa mengantarkanmu hingga ke depan pintu surga. Dan sedekah memasukanmu ke dalamnya (surga)”
Menurut Abdul Aziz, bahwa seseorang yang hanya tekun shalat dan puasa tetapi tidak bersedekah, maka ia belum memenuhi syarat untuk masuk surga. Orang seperti ini hanya layak sampai di pintu surga saja. Dan sedekah merupakan ibadah penyempurna untuk memasukkannya ke dalam surga.
Shalat dan zakat. Di dalam Al-Qurankata “shalat” pada umumnya digandengkan dengan kata zakat”.   Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.” (QS. Al-Baqarah: 83).
Iman dan amal shaleh. Di dalam Al-Quran, kata imanpada umumnya digandengkan dengan kata “amal saleh”.  
(1) QS. Al-Baqarah: 82 ; “Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya”.

(2) QS. Thaha: 75 ; “Dan barang siapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal saleh, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia)”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar