Diceritakan
di dalam kitab Rasyafatus Shoodi, karya Alhabib Muhammad Alhaddar. Ada seorang Syarifah janda ditinggal wafat
suaminya dan meninggalkan 3 orang anak perempuan.
Syarifah
meminta pertolongan seorang guru besar Islam beserta para
muridnya. Sang guru berucap: "berikan aku
bukti bahwa kau janda miskin yang sengsara,"
Syarifah minta bantuan saudagar kaya, seorang Majusi (penyembah matahari).
Pada
malam itu sang guru besar Islam bermimpi. Dalam mimpinya dia melihat hari
kiamat, dan melihat ada istana megah luar biasa di surga. Kaum muslimin masuk surga atas perintah
Rasulullah SAW. Akan tetapi Rasul berpaling muka atas sang guru besar Islam.
Maka
Nabi SAW menjawab: "berikan aku bukti bahwa kau
memang muslim!" Kemudian Rasul SAW berucap: "Ingatkah engkau di dunia pernah berkata sedemikian pada
cucuku".
Sang
guru besarpun menangis terisak-isak dan sangat menyesali perbuatannya.
Barangkali ia merasa bahwa dirinya adalah “Pendusta Agama”
2. Pendusta Agama
Pendusta
agama dijelaskan oleh Al Qur’an pada surah Al-Ma’un,
yaitu surat yang ke-107. Tiga ayat
pertama surah ini menjelaskan siapa yang termasuk sebagai pendusta agama,
yaitu: (1) Araitalladzi yukaddzibu biddiin, (2) Fa’dzaalikal
ladzii yadu’ul yatiim, (3) Wa laa yahudhdhu alaa tho’amil
miskin. Artinya: (1) Tahukah kamu
(orang) yang mendustakan agama?, (2) Itulah orang yang menghardik anak
yatim, (3) Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
Pendusta agama adalah orang yang tidak peduli atau apatis terhadap anak yatim, dan
fakir miskin (kaum dhuafa).
Kebanyakan
orang hanya berhenti pada pemahaman “siapa pelaku” pendusta
agama, tetapi tidak sampai pada pemahaman “apa konsekuensi” bagi
pendusta agama.
3. Konsekuensi bagi
Pendusta Agama
Menurut
Prof. Dr. Hamka, hakekat pendusta agama adalah orang-orang yang “mendustai
agamanya” atau “mengingkari pilar-pilar agama”.
Pilar agama Islam itu ada 5. Rasulullah
Saw : “buniyal Islamu ‘ala khomsin.” bahwa
Islam dibangun di atas lima pilar utama, yaitu syahadat, shalat,
zakat, puasa, dan haji.
Jadi pendusta agama adalah orang yang
mendustai pilar-pilar agama.
Bagi orang-orang yang tidak peduli (apatis) terhadap nasib anak-anak yatim dan
orang-orang miskin (meskipun ia rajin shalat, rajin puasa, rajin dzikir,
dsb) maka mereka adalah pendusta agama.
Ibadah shalatnya, zakatnya, puasanya, dan hajinya menjadi sia-sia,
4. Banyak kita yang
pendusta Agama
Berdasarkan survei kebanyakan orang Islam sudah tahu dan
hafal surat Al-Maun. Tetapi ternyata hanya sedikit orang yang memahami dan
mengamalkannya.
Indikator tentang kepedulian terhadap nasib anak-2 yatim dan
orang-orang miskin adalah dari pengeluaran Zakat Mal (harta), bukan zakat
fitrah. Zakat Mal merupakan sedekah harta yang wajib dikeluarkan sebesar
2,5 persen dari penghasilan.
Hasil survei yang dilakukan oleh beberapa mahasiswa di
kota Medan, menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat menunaikan zakat (mal)
hanya sebesar 3,21 persen. Berarti orang
yang tidak mengeluarkan zakat mal adalah 96, 79 persen.
Dengan kata lain, diantara 100 orang hanya 3 orang yang menunaikan zakat
(mal).
Bahkan Imam Besar Masjid Istighlal Jakarta, Prof. DR. KH
Nasaruddin Umar menyebut bahwa terlalu pelit jika orang
Islam hanya mengeluarkan zakat yang 2,5 persen, tanpa sedekah lainnya.
5. Kesimpulan
Surat Al-Ma’un menjadi pelengkap bagi
ayat-ayat dari surat yang lain dalam Al-Qur’an berkaitan dengan kewajiban
manusia untuk peduli terhadap nasib anak yatim, dan fakir miskin
(kaum dhuafa).
Orang
yang tidak peduli atau apatis terhadap nasib kaum
dhuafa disebut sebagai “Pendusta Agama”.
Konsekuensi bagi pendusta agama adalah
ibadah shalatnya, zakatnya, puasanya, dan hajinya menjadi sia-sia, karena tak
berdampak baik bagi akhlaknya.
Salah satu indikator
tentang pendusta agama adalah seberapa besar seseorang mengeluarkan sedekah
harta, yaitu zakat mal yang 2,5% dari rizki yang diperolehnya.
Hasil survei menunjukkan kebanyakan kita (96 persen) adalah
pendusta agama, yaitu orang yang tidak menunaikan zakat mal.
Imam Besar Masjid Istighlal Jakarta, Prof. DR. KH Nasaruddin Umar menyebut bahwa jika orang Islam hanya mengeluarkan zakat yang 2,5 persen, tanpa
sedekah lainnya ia terolong orang yang pelit.
Semoga
uraian diatas bisa menjadikan renungan bagi kita. Apakah kita termasuk ke dalam
golongan orang peduli terhadap nasib anak yatim dan kaum dhuafa, atau justru
sebaliknya termasuk kedalam golongan orang yang mendustakan agama.
Astaghfirullah hal adzim.
*******
“Pendusta agama” : Tahukah kamu orang yang mendustakan agama; Itulah orang yg menghardik anak yatim ; Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
(QS. Al Maun, 107 : 1-3)
Prof. Dr. Hamka menjelaskan makna “pendusta agama” adalah meskipun ia rajin shalat, ia rajin puasa dan ia rajin melaksanakan ibadah lainnya, namun apabila ia yang tidak peduli terhadap nasib anak yatim dan orang miskin maka ketaqwaannya diragukan.
Tingkat ketaqwaan seseorang diukur dari seberapa besar kepeduliannya terhadap anak yatim dan fakir miskin. Banyak hadis nabi yang menyatakan bahwa untuk mengukur ketaqwaan seseorang adalah dari akhlaknya (prilaku sosial).
Rasulullah bersabda, khairunnas anfa’uhum linnas , ”Manusia yang paling baik (dicintai Allah Ta’ala), ialah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain. (HR. Ibnu Hajar Al-Asqalani)
Salah satu ciri orang yang bertaqwa antara lain adalah menafkahkan sebagian rizki. Mereka yang bertaqwa, yaitu yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (QS. Al-Baqarah: 2-3)
Ketika Rasulullah ditanya, ”Amal apa yang paling utama?”. Nabi menjawab, ”Seutama-utama amal ialah memasukkan rasa bahagia pada hati orang yang beriman, yaitu melepaskannya dari rasa lapar, membebaskannya dari kesulitan, dan membayarkan hutang-hutangnya.” (HR. Ibnu Hajar Al-Asqalani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar