Syaikh Muhamad Abduh (1849-1905), merupakan ulama besar dari Mesir dan dikenal sebagai salah satu pelopor gerakan pembaharuan Islam di dunia Arab. Beliau pernah geram terhadap dunia Barat, yang mengganggap Islam kuno dan terbelakang.
Kepada Ernest Renan, filosof Prancis, Abduh dengan
lantang menjelaskan, bahwa agama Islam itu hebat, cinta ilmu, pendukung
kemajuan dan lain sebagainya.
Dengan ringan Renan, yang juga pengamat dunia Timur itu mengatakan: “Saya tahu persis kehebatan semua nilai Islam dalam Al-Quran, tapi tolong tunjukkan satu komunitas Muslim di dunia yang bisa menggambarkan kehebatan ajaran Islam....”.
Dan... Syaikh Abduh pun
terdiam.
Satu abad kemudian...., beberapa peneliti dari George Washington
University ingin membuktikan tantangan Renan. Mereka menyusun lebih dari seratus
nilai-nilai luhur Islam, seperti kejujuran (shiddiq), amanah, keadilan, kebersihan,
ketepatan waktu, empati, toleransii, dan sederet ajaran Al-Quran serta
akhlaq Rasulullah SAW.
Berbekal sederet indikator yang mereka sebut sebagai 'islamicity index', mereka datang ke lebih dari 200 negara untuk mengukur seberapa Islami negara2- tsb. Hasilnya:
> Irlandia dan Selandia Baru dinobatkan sebagai negara paling Islami. kemudian diikuti oleh beberapa negara yaitu: Swedia, Finlandia, Singapura, Norwegia, dan Belgia. Negara-negara itu memiliki budaya Islami seperti budaya disiplin, bersih, antri, tanggung jawab, empati, toleran, dsb.
> Lalu di mana posisi negara Islam dengan populasi penduduk mayoritas Muslim? Menyedihkan. Pasalnya negara-negara mayoritas Islam lainnya, yang kebanyakan bertengger di 'ranking' 100-200 dari 208 negara di dunia.
> Sedangkan negara Timur Tengah diwakili
oleh Kuwait di peringkat 48 dan Arab Saudi pada posisi
ke-91, dan Qatar ke-111. Hanya Malaysia yang mampu berada pada posisi ke-33.
> Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia berada di urutan ke 64.
Apa Itu Islam ?
Bagaimana sebuah
negara atau seseorang dikategorikan islami?
Kebanyakan ayat dan
hadits menjelaskan Islam dengan menunjukkan definisi-definisinya, bukan indikasi.
Misalnya hadits berbunyi:
> “Seorang Muslim adalah orang yang disekitarnya selamat dari tangan dan
lisannya”.
> "Keutamaan seorang Muslim adalah yang meninggalkan sesuatu
yang tak bermanfaat”.
> “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hormati tetangga juga
hormati tamu."
> "Kebersihan adalah sebagian dari iman"
> "Bicara
yang baik atau diam”.
Itu semua adalah definisi bukan indikator.
Jika kita koleksi sejumlah hadits yang menjelaskan tentang Islam dan Iman maka kita akan menemukan ratusan indikator ke-Islaman seseorang, yang bisa juga diterapkan pada sebuah Kota, bahkan Negara.
Dengan indikator2 diatas,
tak heran ketika Muhamad
Abduh melawat ke Prancis, akhirnya dia
berkomentar :
“Saya tidak melihat
Muslim di sini, tapi merasakan (nilai-nilai) Islam; sebaliknya di Mesir saya
melihat begitu banyak Muslim, tapi hampir tak melihat Islam”.
Pengalaman serupa
dirasakan Professor
Afif Muhammad, ketika berkesempatan ke Kanada, yang merupakan
negara paling
Islami No.5.
Beliau heran
melihat penduduk di sana, yang tak pernah mengunci pintu rumahnya.
Saat salah seorang
penduduk ditanya tentang hal ini, mereka malah balik bertanya “mengapa harus dikunci....?”
Di kesempatan lain,
masih di Kanada, seorang pimpinan ormas Islam besar pernah ketinggalan kamera di
halte bis. Setelah beberapa jam kembali ke tempat itu, kamera masih tersimpan
dengan posisi yang tak berubah.
Sungguh ironis jika kita bandingkan dengan keadaan di Negeri Muslim, yang sendal jepit
saja bisa
hilang di rumah Allah yang Maha Melihat.
Padahal jelas-jelas
kata “iman” sama akar
katanya dengan aman. Artinya, jika semua penduduk beriman, seharusnya bisa memberi rasa
aman. Penduduk Kanada menemukan rasa aman, padahal (mungkin) tanpa iman.
Tetapi kita merasa
tidak aman, di tengah orang-orang yang (mengaku) beriman.
Seorang teman
bercerita: di Jerman, seorang ibu marah kepada seorang
Indonesia yang menyeberang saat lampu penyeberangan masih merah.
“Saya mendidik anak
saya bertahun-tahun untuk taat aturan, hari ini Anda menghancurkannya. Anak
saya ini melihat Anda melanggar aturan, dan saya khawatir dia akan meniru Anda”.
Sangat kontras
dengan sebuah video di Youtube, yang menayangkan seorang bapak di Jakarta,
dengan pakaian
jubah dan sorban naik motor tanpa helm.
Ketika ditangkap
polisi karena melanggar, si Bapak tersebut justru malah marah dengan menyebutkan
siapa dirinya. Maksudnya agar Polisi melepaskan nya, karena dia adalah orang
suci (?)
KH. Hasyim
Muzadi berkisah: Negara2 maju (yang tidak Islam) menjunjung tinggi kejujuran. Seorang
kawan ketinggalan koper di stasiun, dan yang lain ketinggalan HP di taksi, itu
bisa kembali. Jadi di sana barang hilang bisa sembali, Sementara di negara kita
barang yang ada (disamping kita) bisa hilang.
Mengapa kontradiksi ini bisa terjadi ?
Syaikh Basuni, seorang Ulama
pernah berkirim surat kepada Muhamad Rashid Ridha, ulama terkemuka dari Mesir. Suratnya berisi
pertanyaan:
"Limaadzaa
taakhara muslimuuna wataqaddama ghairuhum?" (Mengapa muslim terbelakang
dan umat yang lain maju?)
Surat itu dijawab
panjang lebar, dan dijadikan satu buku dengan judul yang dikutip dari pertanyaan
itu. Inti dari jawaban Rasyid Ridha:
“Islam
mundur karena meninggalkan ajarannya dan hidup dlm alam dalil-dalil, Sementara
Barat maju karena mampu berpikir dan berbuat.
Umat Islam
terbelakang, karena meninggalkan
ajaran 'iqra' (membaca) dan cinta ilmu. Sistem pengajaran Islam menjadi dogmatis,
Apa kata
ustad/ulama menjadi hukum yang harus di ikuti; tidak kritis dan mendebat
ustad/ulama untuk mencari kebenaran, Karena ustadz/ulama juga manusia yang
sumber kesalahan.
Akibatnya, umat
Islam sekarang cenderung anti kritik dan siap berperang, jika ada yang kritis
mempertanyakan sesuatu. Tidak aneh dengan situasi seperti itu,
Indonesia saat ini
menempati urutan ke-111 dalam hal tradisi membaca dan mencari ilmu. Ajaran Islam hanya ditekankan pada hafalan
dan mendengar semata. Bukan kritis dengan argumentasi serta menjadi paham.
Meninggalkan riset,
yang menjadi fondasi dasar berkembangnya IPTEK dan kemajuan peradaban.
Muslim juga
meninggalkan budaya disiplin dan amanah, Sehingga tak heran negara2- Muslim
terpuruk di kategori 'low
trust society', yang masyarakatnya sulit dipercaya dan sulit mempercayai orang lain,
alias selalu
penuh curiga.
Muslim juga meninggalkan budaya
bersih yang menjadi ajaran Islam,
Karena itu jangan
heran jika kita melihat mobil-mobil mewah di kota-kota besar tiba-tiba melempar
sampah ke jalan melalui jendela mobilnya.
Siapa yang salah?
Mungkin yang salah yang membuat 'survey'.
Seandainya
keislaman sebuah negara itu diukur dari jumlah jama’ah hajinya, pastilah
Indonesia ada di ranking pertama.
Andaikan hafalan Al
Qur'an yang jadi ukuran, Insyaa Allah negara2- Arab yang akan menempati
rangking pertama.
Sayangnya, parameter ke Islaman
bukan hanya itu.
Saudaraku yang
dirahmati Allah. Mari kita hidupkan kembali ajaran Islam yang dibawakan
Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam dan beliau sendiri akhlaknya Al Quran. Teladan
Rasulullah ini diikuti oleh para sahabat, tabiin dan ulama2 terdahulu yang
sangat istiqomah.
Mari kita mulai
dari diri kita masing2 kemudian dalam keluarga khususnya para balita generasi
penerus, setelah itu hidup bertetangga dan selanjut dalam bermasyarakat.
Insyaallah masyarakat yang islami akan terwujud dikemudian hari walaupun
membutuh waktu yang lama dan diperlukan keteladanan pemimpin Islam terutama
pemimpin rumah tangga.
Mari kita mulai
dari diri sendiri.
Bismillah....
****
https://spada.uns.ac.id/pluginfile.php/263747/mod_resource/content/1/IRLANDIA%20PALING%20ISLAMI.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar