Senin, 19 Februari 2024

Islam Tapi Tidak Islami

Syaikh Muhamad Abduh (1849-1905), merupakan ulama besar dari Mesir dan dikenal sebagai salah satu pelopor gerakan pembaharuan Islam di dunia Arab. Beliau pernah geram terhadap dunia Barat, yang mengganggap Islam kuno dan terbelakang.

Kepada Ernest Renan, filosof Prancis, Abduh dengan lantang menjelaskan, bahwa agama Islam itu hebat, cinta ilmu, pendukung kemajuan dan lain sebagainya.

Dengan ringan Renan, yang juga pengamat dunia Timur itu mengatakan: “Saya tahu persis kehebatan semua nilai Islam dalam Al-Quran, tapi tolong tunjukkan satu komunitas Muslim di dunia yang bisa menggambarkan kehebatan ajaran Islam....”.

Dan... Syaikh Abduh pun terdiam.

 

Satu abad kemudian...., beberapa peneliti dari George Washington University ingin membuktikan tantangan Renan. Mereka menyusun lebih dari seratus nilai-nilai luhur Islam, seperti kejujuran (shiddiq), amanah, keadilan, kebersihan, ketepatan waktu, empati, toleransii, dan sederet ajaran Al-Quran serta akhlaq Rasulullah SAW.

Berbekal sederet indikator yang mereka sebut sebagai 'islamicity index', mereka datang ke lebih dari 200 negara untuk mengukur seberapa Islami negara2- tsb.  Hasilnya:

Irlandia dan Selandia Baru dinobatkan sebagai negara paling Islami. kemudian diikuti oleh beberapa negara yaitu: Swedia, Finlandia, Singapura, Norwegia, dan BelgiaNegara-negara itu memiliki budaya Islami seperti budaya disiplin, bersih, antri, tanggung jawab, empati, toleran, dsb.

> Lalu di mana posisi negara Islam dengan populasi penduduk mayoritas Muslim? Menyedihkan. Pasalnya  negara-negara mayoritas Islam lainnya, yang kebanyakan bertengger di 'ranking' 100-200 dari 208 negara di dunia.

> Sedangkan negara Timur Tengah diwakili oleh Kuwait di peringkat 48 dan Arab Saudi pada posisi ke-91, dan Qatar ke-111.  Hanya Malaysia yang mampu berada pada posisi ke-33.

Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia berada di urutan ke 64.


Apa Itu Islam ?

Bagaimana sebuah negara atau seseorang dikategorikan islami?

Kebanyakan ayat dan hadits menjelaskan Islam dengan menunjukkan definisi-definisinya, bukan indikasi.

Misalnya hadits berbunyi:

> Seorang Muslim adalah orang yang disekitarnya selamat dari tangan dan lisannya”.

> "Keutamaan seorang Muslim adalah yang meninggalkan sesuatu yang tak bermanfaat”.

> “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hormati tetangga juga hormati tamu."

> "Kebersihan adalah sebagian dari iman"

> "Bicara yang baik atau diam”.

Itu semua adalah definisi bukan indikator.


Jika kita koleksi sejumlah hadits yang menjelaskan tentang Islam dan Iman maka kita akan menemukan ratusan indikator ke-Islaman seseorang, yang bisa juga diterapkan pada sebuah Kota, bahkan Negara.

Dengan indikator2 diatas, tak heran ketika Muhamad Abduh melawat ke Prancis, akhirnya dia berkomentar :

“Saya tidak melihat Muslim di sini, tapi merasakan (nilai-nilai) Islam; sebaliknya di Mesir saya melihat begitu banyak Muslim, tapi hampir tak melihat Islam”.

Pengalaman serupa dirasakan Professor Afif Muhammad, ketika berkesempatan ke Kanada, yang merupakan negara paling Islami No.5.

Beliau heran melihat penduduk di sana, yang tak pernah mengunci pintu rumahnya.

Saat salah seorang penduduk ditanya tentang hal ini, mereka malah balik bertanya  “mengapa harus dikunci....?”

Di kesempatan lain, masih di Kanada, seorang pimpinan ormas Islam besar pernah ketinggalan kamera di halte bis. Setelah beberapa jam kembali ke tempat itu, kamera masih tersimpan dengan posisi yang tak berubah.

Sungguh ironis jika kita bandingkan dengan keadaan di Negeri Muslim, yang sendal jepit saja bisa hilang di rumah Allah yang Maha Melihat.

Padahal jelas-jelas kata “iman” sama akar katanya dengan aman. Artinya, jika semua penduduk beriman, seharusnya bisa memberi rasa aman. Penduduk Kanada menemukan rasa aman, padahal (mungkin) tanpa iman.

Tetapi kita merasa tidak aman, di tengah orang-orang yang (mengaku) beriman.

Seorang teman bercerita: di Jerman, seorang ibu marah kepada seorang Indonesia yang menyeberang saat lampu penyeberangan masih merah.

“Saya mendidik anak saya bertahun-tahun untuk taat aturan, hari ini Anda menghancurkannya. Anak saya ini melihat Anda melanggar aturan, dan saya khawatir dia akan meniru Anda”.

Sangat kontras dengan sebuah video di Youtube, yang menayangkan seorang bapak di Jakarta, dengan pakaian jubah dan sorban naik motor tanpa helm.

Ketika ditangkap polisi karena melanggar, si Bapak tersebut justru malah marah dengan menyebutkan siapa dirinya. Maksudnya agar Polisi melepaskan nya, karena dia adalah orang suci (?)

KH. Hasyim Muzadi berkisah: Negara2 maju (yang tidak Islam) menjunjung tinggi kejujuran. Seorang kawan ketinggalan koper di stasiun, dan yang lain ketinggalan HP di taksi, itu bisa kembali. Jadi di sana barang hilang bisa sembali, Sementara di negara kita barang yang ada (disamping kita) bisa hilang.

 

Mengapa kontradiksi ini bisa terjadi ?

Syaikh Basuni, seorang Ulama pernah berkirim surat kepada Muhamad Rashid Ridha, ulama terkemuka dari Mesir. Suratnya berisi pertanyaan:

"Limaadzaa taakhara muslimuuna wataqaddama ghairuhum?" (Mengapa muslim terbelakang dan umat yang lain maju?)

Surat itu dijawab panjang lebar, dan dijadikan satu buku dengan judul yang dikutip dari pertanyaan itu. Inti dari jawaban Rasyid Ridha:

“Islam mundur karena meninggalkan ajarannya dan hidup dlm alam dalil-dalil, Sementara Barat maju karena mampu berpikir dan berbuat.

Umat Islam terbelakang, karena meninggalkan ajaran 'iqra' (membaca) dan cinta ilmu. Sistem pengajaran Islam menjadi dogmatis,

Apa kata ustad/ulama menjadi hukum yang harus di ikuti; tidak kritis dan mendebat ustad/ulama untuk mencari kebenaran, Karena ustadz/ulama juga manusia yang sumber kesalahan.

Akibatnya, umat Islam sekarang cenderung anti kritik dan siap berperang, jika ada yang kritis mempertanyakan sesuatu. Tidak aneh dengan situasi seperti itu,

Indonesia saat ini menempati urutan ke-111 dalam hal tradisi membaca dan mencari ilmu. Ajaran Islam hanya ditekankan pada hafalan dan mendengar semata. Bukan kritis dengan argumentasi serta menjadi paham.

Meninggalkan riset, yang menjadi fondasi dasar berkembangnya IPTEK dan kemajuan peradaban.

Muslim juga meninggalkan budaya disiplin dan amanah, Sehingga tak heran negara2- Muslim terpuruk di kategori 'low trust society', yang masyarakatnya sulit dipercaya dan sulit mempercayai orang lain, alias selalu penuh curiga.

Muslim juga meninggalkan budaya bersih yang menjadi ajaran Islam,

Karena itu jangan heran jika kita melihat mobil-mobil mewah di kota-kota besar tiba-tiba melempar sampah ke jalan melalui jendela mobilnya.

 

Siapa yang salah?

Mungkin yang salah yang membuat 'survey'.

Seandainya keislaman sebuah negara itu diukur dari jumlah jama’ah hajinya, pastilah Indonesia ada di ranking pertama.

Andaikan hafalan Al Qur'an yang jadi ukuran, Insyaa Allah negara2- Arab yang akan menempati rangking pertama.

Sayangnya, parameter ke Islaman bukan hanya itu.

 

Saudaraku yang dirahmati Allah. Mari kita hidupkan kembali ajaran Islam yang dibawakan Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam dan beliau sendiri akhlaknya Al Quran. Teladan Rasulullah ini diikuti oleh para sahabat, tabiin dan ulama2 terdahulu yang sangat istiqomah.

Mari kita mulai dari diri kita masing2 kemudian dalam keluarga khususnya para balita generasi penerus, setelah itu hidup bertetangga dan selanjut dalam bermasyarakat. Insyaallah masyarakat yang islami akan terwujud dikemudian hari walaupun membutuh waktu yang lama dan diperlukan keteladanan pemimpin Islam terutama pemimpin rumah tangga.

Mari kita mulai dari diri sendiri.

Bismillah....🤲🏻 


****

https://spada.uns.ac.id/pluginfile.php/263747/mod_resource/content/1/IRLANDIA%20PALING%20ISLAMI.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar