Senin, 10 Januari 2022

Puasa Kaum Dhuafa

Menarik sekali kalau kita perhatikan realitas kaum dhuafa yang terus teguh menjalankan ibadah puasa. Padahal, mempunyai problem sosial-ekonomi yang berimplikasi bukan saja pada status hukumnya, tapi juga motifasi spiritual bagi dirinya. Kaum berpunya relatif kecil resiko sosial-ekonominya sehingga hukum wajibnya pun tidak bisa ditawar lagi. Plus melatih diri untuk merengguh kesalehan sosial dan keselehan individual (ahsanu taqwin) yang menjadi tujuan ibadah puasa itu sendiri.

Berbeda dengan kaum dhuafa yang rata-rata berfrofesi pekerja berat (kuli bangunan, tukang becak, kuli pelabuhan dll) yang kontras dengan ibadah puasa. Dengan menahan diri untuk tidak makan dan minum sehari penuh, lebih dari cukup untuk menghambat penghasilan mereka. Memang belum ada penelitian yang memadai untuk memotret keluh kesah kaum dhuafa dalam melaksanakan ibadah puasanya.

Namun, Sudirman Teba (Sosiologi Hukum Islam, 2003) pernah melakukan survei pada beberapa tukang beca dan tukang ojek di Jakarta tentang puasa mereka. Sebagian besar menyatakan pada awal ramadhan mereka menjalan puasa, tetapi menjelang pertengahan mereka merasa tidak mampu lagi meneruskan puasanya. Lebih lanjut Sudirman, ditemukan sejumlah kecil dari mereka yang tetap melaksanakan ibadah puasanya. Dari wajah mereka terlihat sinar iman dan semangat puasa yang teguh, tapi dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Wajah mereka memperlihatkan tanda-tanda pucat dan mulutnya berbusa-busa.

Perintah puasa bagi mereka seperti dalam QS Al-Baqarah 2;183, ditujukan untuk menjadikan diri takwa. Sebagai medium mendekatkan diri kepada Tuhan. Mereka pun sadar itu sangat sulit dan terkadang menyulitkan orangg lain. Implikasi HukumHanya saja, QS Al-Baqarah 2:183 yang berisi perintah puasa, belum mereka pahami mengandung pengecualian bagi yang berat untuk melakukannya atau tidak sanggup untuk menjalankannya.

Dalam ayat itu kebolehan tidak berpuasa itu dipadatkan dalam kalimat yuthîkunahu.Ada sebagian ulama yang memberi arti orang yang sudah lanjut usia dan orang sakit dalam waktu yang lama sehingga tidak mampu melakukan puasa. Ibnu Abbas seperti dituturkan oleh Muhammad Ali al-Shabuni, tidak membatasi hanya pada orang lanjut usia dan orang sakit, tapi siapa saja yang berat menjalankan puasa boleh meninggalkannya, namun diharuskan membayar fidyah, yaitu memberi makan kapada orang miskin dan meng-qada; (mengganti) puasa bagi orang sakit ketika sembuh di luar ramadhan.

Dari pendapat Ibnu Abbas itu, kaum dhuafa mempunyai alasan hukum (illat) untuk tidak melakukan ibadah puasa. Karena dalam ushul fiqh terdapat teori yang mengatakan ‘al-hukmu yadûru ma’a al-illah wujudan wa ‘adaman’; hukum itu terkait erat dengan alasan hukum, wajib atau tidak. QS al-Baqarah 2:185 yang masih berbicara tentang puasa, dinyatakan; ‘Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu’.

Memang dalam kitab-kitab fikih tidak ditemukan istilah kaum dhuafa seperti yang dituturkan di atas tadi. Hamat saya, kodifikasi fikih pada masa lampau belum berbeda realitas sosial-ekonomi dengan yang sekarang. Analogi kriteria kaum dhuafa, sepertinya menjadi pintu awal untuk menemukan hukum baru bagi kaum dhuafa mengenai puasa.

Secara sosiologis bisa dianalisis dari pendapat Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah yang menuturkan bahwa perubahan hukum itu terkait erat dengan waktu (azminah), tempat (amkinah) keadaan sosial-ekonomi (ahwal) dan motifasi subjek hukum (niyyah). Waktu itu, Ibn Qoyyim terinspirasi oleh perubahan sosial di daerah Andalusi yang dikenal sebagai wilayah yang mempunyai tingkat respektasi perubahan sosial, karena imperium islam meluas ke wilayah Eropa yang berbeda dengan konteks para ulama-ulama sebelumnya.

Dalam konteks ini, pengambilan hukum dari sekian penemuan alasan hukum yang muncul karena perubahan sosial, menjadi sangat relefan. Kaum dhuafa yang notabene tidak cukup memadai untuk menjalankan puasa harus diberikan konklusi hukum yang kritis-argumentatif. Implikasi hukumnya, sebagian sampel dari penelitian Sudirman itu merupakan komunitas yang boleh meninggalkan ibadah puasanya.

Akan tetapi, pandangan ini sangat kondisional mengingat ukuran mampu dan tidaknya kaum dhuafa untuk berpuasa. Kemampuan ini jelas mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Ini menjadi penting, kerana kriteria kaum dhufa yang sementara ini ada beragam. Ukurannya bisa dilihat dari resiko pekerjaannya (berat dan ringan), sehingga kondisi fisiknya juga berbeda.Kaum dhuafa yang terbiasa ‘puasa’ karena secara sosial, ekonomi, politik, dan budaya telah lemah atau dipaksa lemah mempunyai kriteria yang paling memungkinkan.

Bagaimana mungkin mereka menjalankan puasa dengan kadar kalori sedikit, karena makan dan minum sehari-harinya saja kurang dari memadai.Selanjutnya bagaimana kewajiban membayar fidyah, kalau saja mereka boleh meningglkan puasa.

Hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim tentang pria yang mengaku melakukan hubungan badan dengan istrinya di bulan ramadhan. Nabi bertanya: “Apakah kamu sanggup memerdekakan budah?”. “Tidak” jawabnya. “Apakah kamu kuat berpuasa dua bulan berturut-turut?”, tanya Nabi. “Tidak” imbuhnya. “Apakah kamu mempunyai makan untuk diberikan kepada 60 orang miskin?” masih ditanya nabi. “Tidak”, jawabnya. Kemudian Nabi memberi korma kepeda pria tadi sambil berucap: “Sedekahkan korma ini”. “Kepada siapa disedekahkan?, Kepada yang lebih miskin dari saya?, Demi Allah, tidak ada orang di kampung ini yang lebih membutuhkan makanan ini kecuali keluarga saya”.

Maka Nabi tertawa dan berkata: “Pulanglah dan berikan korma itu kepada keluargamu”. Dialog di atas, gambaran tidak wajibnya mengeluarkan fidyah bagi kaum dhuafa yang boleh meninggalkan puasanya itu. Meski demikian, bukan berarti tidak puasa sama sekali. Mereka tetap dituntut untuk berpuasa non fisik dengan melatih diri untuk menjaga anggota tubuh dari perbuatan dosa. Bukankan mengendalikan diri untuk tidak berbuat dosa merupakan inti puasa untuk menggapai kwalitas ketaqwaan dalam bepuasa?.Hikmah PuasaSebenarnya makna strategis puasa yakni pengendalian diri, ditujukan bagi semua kelas sosial.

Tapi sepertinya, pembahasan hikmah puasa lebih diarahkan bagi kelas sosial yang berkecukupuna. Misalnya dikatakan dengan menahan makan dan minum, orang terlatih untuk memantapkan jiwa, mengendorkan organ tubuh yang biasa mengkonsumi makanan dan untuk bisa merasakan penderitaan orang yang terpaksa ’puasa’ setipa hari, seperti yang dialami oleh kaum dhuafa. Hikmah semacam ini jelas diadreskan pada kaum berkecukupan yang diintrogesi oleh egoisme duniwai setiap harinya.

Bagi kaum dhuafa, hikmah itu tidak lagi relefan karena mereka belum tentu mendapatkan makan minum setiap harinya. Mereka terbiaa menahan makan dan minum setiap harinya. Sehingga menahan diri dari makan dan minum bukan lagi sebagai latihan, tetapi tuntuan keadaan; suka atau tidak suka harus mereka terima.Kaum dhuafa yang oleh Farid Essak dilukiskan sebagai kaum yang tertindas secara sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Sikap mereka yang tenang menghadapi kesulitan hidup bukan karena sabar, tetapi karena mereka menerima kemiskinan sebagai keniscayaan hidup yang tidak bisa ditolak, Tragisnya, mereka belum tentu sadar bahwa posisi mereka telah ditindas oleh struktur sosial yang ada di lingkungannya dan tidak mampu untuk meruntuhkannya.

Barangkali hikmah puasa bagi kaum dhuafa adalah menjelaskan bahwa penderitaan itu bukan suatu keniscayaan hidup yang harus diterima. Karenanya bisa ditanamkan kesadaran kepada mereka tentang harapan masa depan dan hak untuk mendapatkan penghidupan yang layak atas nama kemanusiaan universal yang dijamin oleh konstitusi kita.Penjelasan hikmah puasa yang diadreskan pada kaum berkecukupan tanpa transformasi pentingnya penderitaan kaum dhuafa nampaknya akan sia-sia.

Puasa tidak lebih dari dogma yang meretas dalam kesalehan individual yang kering dari kosakatan kepedulian sosial. Padahal ditegaskan dalam QS Al-Maûn 107:3, bahwa keengganan memberi kepada kaum dhuafa merupakan satu indikasi mendustakan agama. Walhasil, kaum dhuafa yang telah biasa ’berpuasa’ setiap harinya dalam bebarapa kondisi dapat meninggalkan puasa ramadhan. Dan kaum berpunya hendaknya mempunyai komitmen untuk membebaskan belenggu yang melilit kaum dhuafa.

Dengan kepedulian sosial, hikmah puasa sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk membebaskan beban derita kaum dhuafa, sehingga mereka diwajibkan berpuasa karena karena kondisi sosial-ekonomi yang memungkinkan bukan dengan beban hidup yang sulit mereka tanggulangi. 


&&&&&


Tahun Ini, Umat Muslim di Denmark Berpuasa 21 Jam Tiap Hari

Kamis, 18 Juni 2015 | 18:14 WIB

KOMPAS.com — Pada Kamis (18/6/2015), umat Muslim di seluruh dunia mulai memasuki bulan suci Ramadhan dan menjalankan ibadah puasa. Namun, dengan waktu terbit dan terbenamnya matahari yang berbeda di tiap negara, durasi waktu berpuasa juga beragam di seluruh dunia.

Lalu di belahan dunia sebelah mana umat Muslim yang menjalankan ibadah puasa dengan durasi paling lama?



Eropa

Sebuah peta yang dipublikasikan Radio Nederland yang kemudian disebarkan oleh sejumlah media Arab memperlihatkan bahwa umat Muslim di Denmark harus menjalankan puasa selama 21 jam pada tahun ini.

Umat Muslim yang tinggal di negara-negara Eropa utara, seperti Islandia, Norwegia, dan Swedia, juga harus menjalankan puasa dengan durasi yang lebih kurang sama dengan Denmary, yaitu rata-rata 20 jam sehari.

Di Inggris, umat Muslim harus menjalankan puasa sepanjang 18 jam dan 59 menit, sementara di Jerman 18 jam 9 menit.


Benua Amerika dan Australia

Di Amerika Selatan, umat Muslim di Argentina akan menjalani puasa dengan waktu tersingkat, yaitu 12 jam 21 menit. Sementara itu, di Australia, Brasil, dan Cile, waktu berpuasa adalah 12,5 jam hingga 13 jam.

Sementara itu, di negara-negara Amerika Utara, waktu berpuasa berdurasi 15-18 jam. Waktu berpuasa paling lama terjadi di Washington DC dengan durasi 16 jam 44 menit, sedangkan di Kanada rata-rata 18 jam 9 menit setiap hari.

Timur Tengah dan Afrika

Di sebagian besar negara Timur Tengah, waktu puasa berdurasi 15-16 jam sehari. Di Arab Saudi 16 jam 13 menit, UEA 15 jam 23 menit, dan Kuwait 15 jam 59 menit.

Umat Muslim yang menjalani ibadah puasa di Timur Tengah semakin tertantang dengan suhu tertinggi selama 33 tahun terakhir, dan Arab Saudi diprediksi akan mengalami suhu tertinggi dalam sejarah.

Sementara itu, mereka yang di Afrika Selatan mengalami hari puasa terpendek ketiga dengan rata-rata durasi sepanjang 12 jam. Adapun di negara-negara Afrika Utara, seperti Mesir, Tunisia, dan Aljazair, puasa harus dijalani selama 16,5-17,5 jam tiap hari.

Asia

Umat Muslim di India dan Pakistan akan menjalani puasa 17 jam dan 16,5 jam setiap hari. Di China, puasa berlangsung rata-rata 17 jam 28 menit setiap hari. Sementara itu, mereka yang berada di wilayah Asia Rusia menjalani puasa terpanjang dengan durasi 20 jam 49 menit.

Tahun lalu, umat Muslim di Islandia dan Swedia menjalani puasa dengan waktu terpanjang, yaitu 22 jam dan 21 jam. Sementara itu, waktu puasa di Australia menjadi yang terpendek dengan durasi "hanya" 10 jam.

 

 

Waktu Puasa Terpanjang Dan Terpendek Di Dunia

 

Waktu-waktu puasa di dunia | Puasa adalah salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh umat muslim seluruh dunia. Puasa 'wajib' di laksanakan pada bulan Ramadhan selama 30 hari lamanya. Puasa di awali dengan makan sahur di sepertiga malam dan di mulai saat adzan subuh berkumandang hingga selesai pada saat Adzan Magrib di bunyikan.

Setiap negara tentunya memiliki durasi puasa yang berbeda dengan negara yang lainnya. Kita sebagai orang Indonesia akan berpuasa hampir 13 jam lamanya. Kita sebagai penduduk Indonesia terbilang beruntung karena bisa menjalankan puasa hanya 13 jam dalam sehari.

Berbeda dengan negara lainnya seperti negara-negara di daerah Skandinavia yang harus berpuasa hampir 21 jam lamanya dalam satu hari. Perbedaan waktu atau durasi puasa disebabkan oleh perputaran Bumi dalam mengelilingi Matahari tidaklah lurus tapi  miring. 

 

Hal ini membuat pada waktu tertentu, Maret hingga September, negara-negara di belahan bumi utara menerima cahaya matahari lebih lama dari yang di selatan. Sementara pada periode Oktober - Februari negara-negara di belahan selatan menerima cahaya matahari lebih lama dari yang di utara. 

 

Berikut adalah beberapa negara dengan waktu puasa terpanjang di dunia

Negara-negara Skandinavia waktu puasa terlama di dunia, 21 jam

Negara-negara skandinavia misalnya Swedia, finlandia dan norwegia tengah memasuki musim panas dan matahari terbit sangat lama yaitu 21 jam (1 hari kurang 3 jam), hal ini menjadikan puasa di wilayah ini merupakan puasa terlama di dunia.

 

Walaupun waktu puasa berlangsung sangat lama, ternyata ada yang mampu bertahan dan sebagian umat muslim disana mengikuti waktu berbuka puasa Arab Saudi. Banyak ulama memperbolehkan umat muslim disana untuk berbuka di waktu yang sama dengan Arab Saudi atau Turki.

 

Rusia waktu berpuasa 19 jam 

Rusia, salah satu negara yang terletak di bagian paling utara bumi mulai melaksanakan ibadah puasa sejak imsak pada pukul 03:15 sampai berbuka pada pukul 21:37 yang berarti umat muslim disana berpuasa hampir 19 jam.

 

Inggris waktu puasa 17 jam 45 menit 

Pada tahun ini, umat muslim yang berada di inggris akan melaksanakan puasa selama 17 jam 14 menit, 2,5 jam lebih pendek dari waktu berpuasa di Rusia.

 

Amerika Serikat waktu puasa 16 jam 

Di negara paman sam, waktu berpuasa juga lebih lama dibandingkan dengan indonesia, waktu berpuasa di Amerika serikat adalah 16 jam.

 

Jepang waktu puasa 15 jam 37 menit 

Umat muslim yang berada ni negara matahari terbit, berpuasa selama 16 jam 37 menit. Selain waktu berpuasa yang cukup lama, umat muslim disana juga cukup kesulitan untuk menemukan restoran yang menjual makanan halal.

 

Negara negara diatas adalah negara yang memiliki durasi puasa paling panjang, namun di sisi lain bumi, terdapat negara yang tidak lama terlalu lama menahan lapar dan haus di siang hari. Hal ini karena negara tersebut telah memasuki musim dingin sehingga siang harinya lebih pendek daripada malam harinya. Negara-negara ini terletak di belahan bumi bagian selatan. 

 

Berikut adalah beberapa negara dengan waktu puasa terpendek di dunia

Chilli, Waktu Puasa yaitu Selama 9 Jam

Negara yang beribu kota Santiago ini adalah salah satu negara yang letaknya paling selatan di Bumi. Penduduk muslim di negara ini menjalani ibadah puasanya sejak pukul 05.31 hingga 15.00 atau hanya sekitar 9 jam 12 menit. Udara kering dan cuaca dingin mungkin menjadi salah satu ujian bagi mereka namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat mereka untuk berpuasa sambil beraktifitas.

 

Argentina, Durasi Puasa yaitu Selama 9 Jam

 

Negara yang beribukota Buenos Aires juga salah satu negara yang memiliki waktu puasa tersingkat di dunia. Penduduk muslim di negara hanya berpuasa selama 9 jam 37 menit. Negara ini adalah salah satu negara yang ramah terhadap penduduk muslim meskipun muslim disana adalah minoritas, yaitu hanya sekitar 1,9 persen dari jumlah penduduk.

 

Kepulauan Komoro, Lama Puasa Selama 12 Jam

 

Negara lain yang memiliki waktu berpuasa terpendek adalah Kepulauan Komoro. Penduduk negara yang termasuk dalam Jazirah Arab ini hanya menjalani puasa selama 12 jam 31 menit. Pada Ramadhan kali ini, penduduk negara tersebut menjalani puasanya saat musim dingin dengan udara yang kering. Namun hal tersebut ternyata tidak mengganggu ibadah puasa dan kegiatan sehari-hari mereka.

 

Arab Saudi, Waktu Puasa Selama 12 Jam

 

Biasanya Arab Saudi memiliki waktu berpuasa yang cukup lama, yaitu selama 14 jam 40 menit. Namun setelah dilakukan perhitungan ilmu falak, ternyata negara yang mengalami pengurangan waktu berpuasa selama dua jam. Hal ini berarti mereka hanya akan melakukan puasa selama 12 jam 40 menit. Hal inilah yang membuat Arab Saudi juga termasuk salah satu negara dengan durasi puasa terpendek di dunia.


&&&&&


NEGARA-NEGARA DENGAN DURASI PUASA TERLAMA DAN TERSINGKAT

 

Durasi waktu berpuasa tiap-tiap daerah berbeda-beda, tergantung letak geografis setiap daerah, yang juga akan berpengaruh terhadap waktu terbit dan terbenamnya matahari.

Beberapa daerah di negara Skandinavia (Islandia, Greenland, Swedia, Norwegia & Finlandia) yang berada di dekat lingkar Kutub Utara (arctic circle), ada satu musim dalam setahun dimana waktu siangnya menjadi sangat panjang (diatas 20 jam) dan waktu malamnya menjadi sangat pendek (4 jam). Apabila bulan Ramadhan, umat Islam disana berpuasa lebih dari 21 jam.

 

Bahkan di Lapland (bagian provinsi Finlandia) merupakan daerah paling utara, mempunyai musim yang sama-sama ekstrim.  Pada musim dingin tahun 2012 yll, matahari tidak terbit selama 51 hari (malam terus).  Sedangkan dimusim panas/hangat, matahari tidak terbenam selama 73 hari (siang terus).

Ketika bulan Ramadhan bertepatan pada musim dingin, puasa di Lapland berlangsung 23 jam 5 menit, dimulai pada 01.35 (Subuh) dan berbuka puasa pada 00.48 (Maghrib) keesokan harinya. Matahari hanya terbenam selama 55 menit saja.  Mereka hanya memiliki waktu 55 menit untuk berbuka, tarawih, hingga akhirnya subuh kembali.

 

Tahun 2015, umat muslim di Islandia menjalani puasa dengan waktu terlama (22,5 jam). Matahari terbit pukul 02.30 dinihari dan terbenam pada 00.00 tengah malam. Akibatnya muslim di Islandia hanya memiliki waktu 2,5 jam untuk berbuka, shalat magrib, shalat tarawih, shalat isya dan akhirnya harus makan sahur sebelum waktu subuh tiba.

Ramadhan tahun 2017 yll, Kedubes di Finlandia  mengadakan acara buka puasa bersama pukul 22.30.  Shalat Isya dilaksanakan pukul 00.10 dan waktu sahur pukul 02.00.  Durasi puasa 21 jam (02.00 – 22.30). 

 

Namun, di belahan dunia yang lain (Chili, Argentina, dll), sejumlah umat Islam menjalankan ibadahnya cukup pendek di bawah 11 jam.  Karena di sebagian besar negara-negara Arab, waktu berpuasa rata-rata mencapai 13-16 jam sehari.  Indonesia rata-rata 13,5 jam.

Tahun 2016, umat Muslim Chili berpuasa dengan durasi terpendek. Umat Muslim disana berpuasa selama 9 jam, sejak pukul 05.31 dan berbuka puasa pukul 15.00.

 

Fatwa ECFR bagi Umat Muslim di Eropa Utara.

Sheikh Hussein Muhammad Halawa, Sekjen Majelis Eropa untuk Fatwa dan Riset (The European Council for Fatwa and Research/ECFR):

·         Umat Islam yang berada di negara di mana matahari tidak pernah tenggelam (Kota Tromso, Norwegia Utara), adalah agar mereka mengambil waktu di hari-hari yang siang dan malam sama panjang, sebagai ukuran menentukan waktu puasa dan shalat di bulan Ramadhan. 

·         Sedangkan di negara-negara yang malamnya sangat pendek di mana tanda fajar tidak jelas dan tidak cukup untuk shalat Isya, tarawih, sahur. Dimungkinkan untuk shalat Maghrib dan kemudian langsung shalat tarawih sebelum Isya dengan tenggat waktu 45 menit. 

 

Di kota Tromso terdapat  sekitar 1000 muslim.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar