Menarik sekali kalau kita perhatikan
realitas kaum dhuafa yang terus teguh menjalankan ibadah puasa. Padahal,
mempunyai problem sosial-ekonomi yang berimplikasi bukan saja pada status
hukumnya, tapi juga motifasi spiritual bagi dirinya. Kaum berpunya relatif
kecil resiko sosial-ekonominya sehingga hukum wajibnya pun tidak bisa ditawar
lagi. Plus melatih diri untuk merengguh kesalehan sosial dan keselehan
individual (ahsanu taqwin) yang menjadi tujuan ibadah puasa itu sendiri.
Berbeda dengan kaum dhuafa yang rata-rata berfrofesi pekerja berat (kuli
bangunan, tukang becak, kuli pelabuhan dll) yang kontras dengan ibadah puasa.
Dengan menahan diri untuk tidak makan dan minum sehari penuh, lebih dari cukup
untuk menghambat penghasilan mereka. Memang belum ada penelitian yang memadai
untuk memotret keluh kesah kaum dhuafa dalam melaksanakan ibadah puasanya.
Namun, Sudirman Teba (Sosiologi Hukum Islam, 2003) pernah melakukan survei pada
beberapa tukang beca dan tukang ojek di Jakarta tentang puasa mereka. Sebagian
besar menyatakan pada awal ramadhan mereka menjalan puasa, tetapi menjelang
pertengahan mereka merasa tidak mampu lagi meneruskan puasanya. Lebih lanjut
Sudirman, ditemukan sejumlah kecil dari mereka yang tetap melaksanakan ibadah
puasanya. Dari wajah mereka terlihat sinar iman dan semangat puasa yang teguh,
tapi dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Wajah mereka memperlihatkan
tanda-tanda pucat dan mulutnya berbusa-busa.
Perintah puasa bagi mereka seperti dalam QS Al-Baqarah 2;183, ditujukan untuk
menjadikan diri takwa. Sebagai medium mendekatkan diri kepada Tuhan. Mereka pun
sadar itu sangat sulit dan terkadang menyulitkan orangg lain. Implikasi
HukumHanya saja, QS Al-Baqarah 2:183 yang berisi perintah puasa, belum mereka
pahami mengandung pengecualian bagi yang berat untuk melakukannya atau tidak
sanggup untuk menjalankannya.
Dalam ayat itu kebolehan tidak berpuasa itu dipadatkan dalam kalimat
yuthîkunahu.Ada sebagian ulama yang memberi arti orang yang sudah lanjut usia
dan orang sakit dalam waktu yang lama sehingga tidak mampu melakukan puasa.
Ibnu Abbas seperti dituturkan oleh Muhammad Ali al-Shabuni, tidak membatasi
hanya pada orang lanjut usia dan orang sakit, tapi siapa saja yang berat
menjalankan puasa boleh meninggalkannya, namun diharuskan membayar fidyah,
yaitu memberi makan kapada orang miskin dan meng-qada; (mengganti) puasa bagi
orang sakit ketika sembuh di luar ramadhan.
Dari pendapat Ibnu Abbas itu, kaum dhuafa mempunyai alasan hukum (illat) untuk
tidak melakukan ibadah puasa. Karena dalam ushul fiqh terdapat teori yang
mengatakan ‘al-hukmu yadûru ma’a al-illah wujudan wa ‘adaman’; hukum itu
terkait erat dengan alasan hukum, wajib atau tidak. QS al-Baqarah 2:185 yang
masih berbicara tentang puasa, dinyatakan; ‘Allah menghendaki kemudahan bagimu
dan tidak menghendaki kesukaran bagimu’.
Memang dalam kitab-kitab fikih tidak ditemukan istilah kaum dhuafa seperti yang
dituturkan di atas tadi. Hamat saya, kodifikasi fikih pada masa lampau belum
berbeda realitas sosial-ekonomi dengan yang sekarang. Analogi kriteria kaum
dhuafa, sepertinya menjadi pintu awal untuk menemukan hukum baru bagi kaum
dhuafa mengenai puasa.
Secara sosiologis bisa dianalisis dari pendapat Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah yang
menuturkan bahwa perubahan hukum itu terkait erat dengan waktu (azminah),
tempat (amkinah) keadaan sosial-ekonomi (ahwal) dan motifasi subjek hukum
(niyyah). Waktu itu, Ibn Qoyyim terinspirasi oleh perubahan sosial di daerah
Andalusi yang dikenal sebagai wilayah yang mempunyai tingkat respektasi
perubahan sosial, karena imperium islam meluas ke wilayah Eropa yang berbeda
dengan konteks para ulama-ulama sebelumnya.
Dalam konteks ini, pengambilan hukum dari sekian penemuan alasan hukum yang
muncul karena perubahan sosial, menjadi sangat relefan. Kaum dhuafa yang
notabene tidak cukup memadai untuk menjalankan puasa harus diberikan konklusi
hukum yang kritis-argumentatif. Implikasi hukumnya, sebagian sampel dari
penelitian Sudirman itu merupakan komunitas yang boleh meninggalkan ibadah
puasanya.
Akan tetapi, pandangan ini sangat kondisional mengingat ukuran mampu dan
tidaknya kaum dhuafa untuk berpuasa. Kemampuan ini jelas mempunyai
karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Ini menjadi
penting, kerana kriteria kaum dhufa yang sementara ini ada beragam. Ukurannya
bisa dilihat dari resiko pekerjaannya (berat dan ringan), sehingga kondisi
fisiknya juga berbeda.Kaum dhuafa yang terbiasa ‘puasa’ karena secara sosial,
ekonomi, politik, dan budaya telah lemah atau dipaksa lemah mempunyai kriteria
yang paling memungkinkan.
Bagaimana mungkin mereka menjalankan puasa dengan kadar kalori sedikit, karena
makan dan minum sehari-harinya saja kurang dari memadai.Selanjutnya bagaimana
kewajiban membayar fidyah, kalau saja mereka boleh meningglkan puasa.
Hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim tentang pria yang mengaku melakukan
hubungan badan dengan istrinya di bulan ramadhan. Nabi bertanya: “Apakah kamu
sanggup memerdekakan budah?”. “Tidak” jawabnya. “Apakah kamu kuat berpuasa dua
bulan berturut-turut?”, tanya Nabi. “Tidak” imbuhnya. “Apakah kamu mempunyai
makan untuk diberikan kepada 60 orang miskin?” masih ditanya nabi. “Tidak”,
jawabnya. Kemudian Nabi memberi korma kepeda pria tadi sambil berucap:
“Sedekahkan korma ini”. “Kepada siapa disedekahkan?, Kepada yang lebih miskin
dari saya?, Demi Allah, tidak ada orang di kampung ini yang lebih membutuhkan
makanan ini kecuali keluarga saya”.
Maka Nabi tertawa dan berkata: “Pulanglah dan berikan korma itu kepada
keluargamu”. Dialog di atas, gambaran tidak wajibnya mengeluarkan fidyah bagi
kaum dhuafa yang boleh meninggalkan puasanya itu. Meski demikian, bukan berarti
tidak puasa sama sekali. Mereka tetap dituntut untuk berpuasa non fisik dengan
melatih diri untuk menjaga anggota tubuh dari perbuatan dosa. Bukankan
mengendalikan diri untuk tidak berbuat dosa merupakan inti puasa untuk
menggapai kwalitas ketaqwaan dalam bepuasa?.Hikmah PuasaSebenarnya makna
strategis puasa yakni pengendalian diri, ditujukan bagi semua kelas sosial.
Tapi sepertinya, pembahasan hikmah puasa lebih diarahkan bagi kelas sosial yang
berkecukupuna. Misalnya dikatakan dengan menahan makan dan minum, orang
terlatih untuk memantapkan jiwa, mengendorkan organ tubuh yang biasa
mengkonsumi makanan dan untuk bisa merasakan penderitaan orang yang terpaksa
’puasa’ setipa hari, seperti yang dialami oleh kaum dhuafa. Hikmah semacam ini
jelas diadreskan pada kaum berkecukupan yang diintrogesi oleh egoisme duniwai
setiap harinya.
Bagi kaum dhuafa, hikmah itu tidak lagi relefan karena mereka belum tentu
mendapatkan makan minum setiap harinya. Mereka terbiaa menahan makan dan minum
setiap harinya. Sehingga menahan diri dari makan dan minum bukan lagi sebagai
latihan, tetapi tuntuan keadaan; suka atau tidak suka harus mereka terima.Kaum
dhuafa yang oleh Farid Essak dilukiskan sebagai kaum yang tertindas secara
sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Sikap mereka yang tenang menghadapi
kesulitan hidup bukan karena sabar, tetapi karena mereka menerima kemiskinan
sebagai keniscayaan hidup yang tidak bisa ditolak, Tragisnya, mereka belum
tentu sadar bahwa posisi mereka telah ditindas oleh struktur sosial yang ada di
lingkungannya dan tidak mampu untuk meruntuhkannya.
Barangkali hikmah puasa bagi kaum dhuafa adalah menjelaskan bahwa penderitaan
itu bukan suatu keniscayaan hidup yang harus diterima. Karenanya bisa
ditanamkan kesadaran kepada mereka tentang harapan masa depan dan hak untuk
mendapatkan penghidupan yang layak atas nama kemanusiaan universal yang dijamin
oleh konstitusi kita.Penjelasan hikmah puasa yang diadreskan pada kaum
berkecukupan tanpa transformasi pentingnya penderitaan kaum dhuafa nampaknya
akan sia-sia.
Puasa tidak lebih dari dogma yang meretas dalam kesalehan individual yang
kering dari kosakatan kepedulian sosial. Padahal ditegaskan dalam QS Al-Maûn
107:3, bahwa keengganan memberi kepada kaum dhuafa merupakan satu indikasi
mendustakan agama. Walhasil, kaum dhuafa yang telah biasa ’berpuasa’ setiap
harinya dalam bebarapa kondisi dapat meninggalkan puasa ramadhan. Dan kaum
berpunya hendaknya mempunyai komitmen untuk membebaskan belenggu yang melilit
kaum dhuafa.
Dengan kepedulian sosial, hikmah puasa sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk membebaskan beban derita kaum dhuafa, sehingga mereka diwajibkan berpuasa karena karena kondisi sosial-ekonomi yang memungkinkan bukan dengan beban hidup yang sulit mereka tanggulangi.
&&&&&
Tahun Ini, Umat Muslim di Denmark Berpuasa 21 Jam Tiap Hari
Kamis,
18 Juni 2015 | 18:14 WIB
KOMPAS.com — Pada Kamis (18/6/2015), umat Muslim di seluruh dunia
mulai memasuki bulan suci Ramadhan dan menjalankan ibadah puasa. Namun, dengan
waktu terbit dan terbenamnya matahari yang berbeda di tiap negara, durasi waktu
berpuasa juga beragam di seluruh dunia.
Lalu di belahan dunia sebelah mana umat Muslim yang
menjalankan ibadah puasa dengan durasi paling lama?
Eropa
Sebuah peta yang dipublikasikan Radio Nederland yang
kemudian disebarkan oleh sejumlah media Arab memperlihatkan bahwa umat Muslim
di Denmark harus menjalankan puasa selama 21 jam pada tahun ini.
Umat Muslim yang tinggal di negara-negara Eropa utara,
seperti Islandia, Norwegia, dan Swedia, juga harus menjalankan puasa dengan
durasi yang lebih kurang sama dengan Denmary, yaitu rata-rata 20 jam sehari.
Di Inggris, umat Muslim harus menjalankan puasa
sepanjang 18 jam dan 59 menit, sementara di Jerman 18 jam 9 menit.
Benua Amerika dan
Australia
Di Amerika Selatan, umat Muslim di Argentina akan
menjalani puasa dengan waktu tersingkat, yaitu 12 jam 21 menit. Sementara itu,
di Australia, Brasil, dan Cile, waktu berpuasa adalah 12,5 jam hingga 13 jam.
Sementara itu, di negara-negara Amerika Utara, waktu
berpuasa berdurasi 15-18 jam. Waktu berpuasa paling lama terjadi di Washington
DC dengan durasi 16 jam 44 menit, sedangkan di Kanada rata-rata 18 jam 9 menit
setiap hari.
Timur Tengah dan Afrika
Di sebagian besar negara Timur Tengah, waktu puasa
berdurasi 15-16 jam sehari. Di Arab Saudi 16 jam 13 menit, UEA 15 jam 23 menit,
dan Kuwait 15 jam 59 menit.
Umat Muslim yang menjalani ibadah puasa di Timur Tengah
semakin tertantang dengan suhu tertinggi selama 33 tahun terakhir, dan Arab
Saudi diprediksi akan mengalami suhu tertinggi dalam sejarah.
Sementara itu, mereka yang di Afrika Selatan mengalami
hari puasa terpendek ketiga dengan rata-rata durasi sepanjang 12 jam. Adapun di
negara-negara Afrika Utara, seperti Mesir, Tunisia, dan Aljazair, puasa harus
dijalani selama 16,5-17,5 jam tiap hari.
Asia
Umat Muslim di India dan Pakistan akan menjalani puasa
17 jam dan 16,5 jam setiap hari. Di China, puasa berlangsung rata-rata 17 jam
28 menit setiap hari. Sementara itu, mereka yang berada di wilayah Asia Rusia
menjalani puasa terpanjang dengan durasi 20 jam 49 menit.
Tahun lalu, umat Muslim di Islandia dan Swedia
menjalani puasa dengan waktu terpanjang, yaitu 22 jam dan 21 jam. Sementara
itu, waktu puasa di Australia menjadi yang terpendek dengan durasi
"hanya" 10 jam.
Waktu
Puasa Terpanjang Dan Terpendek Di Dunia
Waktu-waktu puasa di dunia | Puasa adalah salah satu
kewajiban yang harus dilakukan oleh umat muslim seluruh dunia. Puasa 'wajib' di
laksanakan pada bulan Ramadhan selama 30 hari lamanya. Puasa di awali dengan
makan sahur di sepertiga malam dan di mulai saat adzan subuh berkumandang
hingga selesai pada saat Adzan Magrib di bunyikan.
Setiap negara tentunya memiliki durasi puasa yang berbeda dengan negara yang
lainnya. Kita sebagai orang Indonesia akan berpuasa hampir 13 jam lamanya. Kita
sebagai penduduk Indonesia terbilang beruntung karena bisa menjalankan puasa
hanya 13 jam dalam sehari.
Berbeda dengan negara lainnya
seperti negara-negara di daerah Skandinavia yang harus berpuasa hampir 21 jam
lamanya dalam satu hari. Perbedaan waktu atau durasi puasa disebabkan oleh
perputaran Bumi dalam mengelilingi Matahari tidaklah lurus tapi
miring.
Hal ini membuat pada waktu
tertentu, Maret hingga September, negara-negara di belahan bumi utara menerima
cahaya matahari lebih lama dari yang di selatan. Sementara pada periode Oktober
- Februari negara-negara di belahan selatan menerima cahaya matahari lebih lama
dari yang di utara.
Berikut adalah beberapa negara dengan waktu puasa terpanjang di
dunia
Negara-negara Skandinavia waktu
puasa terlama di dunia, 21 jam
Negara-negara skandinavia
misalnya Swedia, finlandia
dan norwegia tengah memasuki musim panas dan
matahari terbit sangat lama yaitu 21 jam (1 hari kurang 3 jam), hal ini
menjadikan puasa di wilayah ini merupakan puasa terlama di dunia.
Walaupun waktu puasa berlangsung
sangat lama, ternyata ada yang mampu bertahan dan sebagian umat muslim disana
mengikuti waktu berbuka puasa Arab Saudi. Banyak ulama memperbolehkan umat
muslim disana untuk berbuka di waktu yang sama dengan Arab Saudi atau Turki.
Rusia waktu berpuasa 19
jam
Rusia, salah satu negara yang
terletak di bagian paling utara bumi mulai melaksanakan ibadah puasa sejak
imsak pada pukul 03:15 sampai berbuka pada pukul 21:37 yang berarti umat muslim
disana berpuasa hampir 19 jam.
Inggris waktu puasa 17 jam 45
menit
Pada tahun ini, umat muslim yang
berada di inggris akan melaksanakan puasa selama 17 jam 14 menit, 2,5 jam lebih
pendek dari waktu berpuasa di Rusia.
Amerika Serikat waktu puasa 16
jam
Di negara paman sam, waktu
berpuasa juga lebih lama dibandingkan dengan indonesia, waktu berpuasa di
Amerika serikat adalah 16 jam.
Jepang waktu puasa 15 jam 37
menit
Umat muslim yang berada ni
negara matahari terbit, berpuasa selama 16 jam 37 menit. Selain waktu berpuasa
yang cukup lama, umat muslim disana juga cukup kesulitan untuk menemukan
restoran yang menjual makanan halal.
Negara negara diatas adalah
negara yang memiliki durasi puasa paling panjang, namun di sisi lain bumi,
terdapat negara yang tidak lama terlalu lama menahan lapar dan haus di siang
hari. Hal ini karena negara tersebut telah memasuki musim dingin sehingga siang
harinya lebih pendek daripada malam harinya. Negara-negara ini terletak di
belahan bumi bagian selatan.
Berikut adalah beberapa negara dengan waktu puasa terpendek di
dunia
Chilli, Waktu Puasa yaitu
Selama 9 Jam
Negara yang beribu kota Santiago
ini adalah salah satu negara yang letaknya paling selatan di Bumi. Penduduk
muslim di negara ini menjalani ibadah puasanya sejak pukul 05.31 hingga 15.00
atau hanya sekitar 9 jam 12 menit. Udara kering dan cuaca dingin mungkin
menjadi salah satu ujian bagi mereka namun hal tersebut tidak menyurutkan
semangat mereka untuk berpuasa sambil beraktifitas.
Argentina, Durasi Puasa yaitu
Selama 9 Jam
Negara yang beribukota Buenos
Aires juga salah satu negara yang memiliki waktu puasa tersingkat di dunia.
Penduduk muslim di negara hanya berpuasa selama 9 jam 37 menit. Negara ini
adalah salah satu negara yang ramah terhadap penduduk muslim meskipun muslim
disana adalah minoritas, yaitu hanya sekitar 1,9 persen dari jumlah penduduk.
Kepulauan Komoro, Lama Puasa
Selama 12 Jam
Negara lain yang memiliki waktu
berpuasa terpendek adalah Kepulauan Komoro. Penduduk negara yang termasuk dalam
Jazirah Arab ini hanya menjalani puasa selama 12 jam 31 menit. Pada Ramadhan
kali ini, penduduk negara tersebut menjalani puasanya saat musim dingin dengan
udara yang kering. Namun hal tersebut ternyata tidak mengganggu ibadah puasa
dan kegiatan sehari-hari mereka.
Arab Saudi, Waktu Puasa Selama
12 Jam
Biasanya Arab Saudi memiliki
waktu berpuasa yang cukup lama, yaitu selama 14 jam 40 menit. Namun setelah
dilakukan perhitungan ilmu falak, ternyata negara yang mengalami pengurangan
waktu berpuasa selama dua jam. Hal ini berarti mereka hanya akan melakukan
puasa selama 12 jam 40 menit. Hal inilah yang membuat Arab Saudi juga termasuk
salah satu negara dengan durasi puasa terpendek di dunia.
&&&&&
NEGARA-NEGARA DENGAN DURASI
PUASA TERLAMA DAN TERSINGKAT
Durasi
waktu berpuasa tiap-tiap daerah berbeda-beda, tergantung letak geografis setiap
daerah, yang juga akan berpengaruh terhadap waktu terbit dan terbenamnya
matahari.
Beberapa daerah di negara Skandinavia (Islandia, Greenland, Swedia,
Norwegia & Finlandia) yang berada di dekat lingkar Kutub Utara (arctic circle), ada satu musim dalam
setahun dimana waktu siangnya menjadi
sangat panjang (diatas 20 jam) dan waktu malamnya
menjadi sangat pendek (4 jam). Apabila bulan Ramadhan, umat Islam disana
berpuasa lebih dari 21 jam.
Bahkan di Lapland
(bagian provinsi Finlandia) merupakan daerah paling utara, mempunyai musim yang
sama-sama ekstrim. Pada musim dingin
tahun 2012 yll, matahari tidak terbit selama 51 hari
(malam terus). Sedangkan dimusim
panas/hangat, matahari tidak terbenam selama 73 hari (siang terus).
Ketika
bulan Ramadhan bertepatan pada musim dingin, puasa di Lapland berlangsung 23 jam 5 menit, dimulai pada 01.35 (Subuh) dan berbuka
puasa pada 00.48 (Maghrib) keesokan harinya. Matahari hanya terbenam selama 55
menit saja. Mereka
hanya memiliki waktu 55 menit untuk berbuka, tarawih,
hingga akhirnya subuh kembali.
Tahun 2015, umat muslim di Islandia menjalani puasa dengan waktu terlama (22,5
jam).
Matahari terbit pukul 02.30 dinihari dan terbenam pada 00.00 tengah malam.
Akibatnya muslim di Islandia hanya memiliki waktu 2,5 jam untuk berbuka, shalat
magrib, shalat tarawih, shalat isya dan akhirnya harus makan sahur sebelum
waktu subuh tiba.
Ramadhan
tahun 2017 yll, Kedubes di Finlandia
mengadakan acara buka puasa bersama pukul 22.30. Shalat Isya dilaksanakan pukul 00.10 dan
waktu sahur pukul 02.00.
Durasi
puasa 21 jam (02.00 – 22.30).
Namun,
di belahan dunia yang lain (Chili, Argentina, dll), sejumlah umat Islam
menjalankan ibadahnya cukup pendek di bawah 11 jam. Karena di sebagian besar negara-negara Arab, waktu berpuasa rata-rata mencapai 13-16 jam sehari.
Indonesia rata-rata 13,5 jam.
Tahun 2016, umat Muslim Chili
berpuasa dengan durasi terpendek. Umat
Muslim disana berpuasa selama 9 jam, sejak pukul 05.31 dan berbuka puasa pukul 15.00.
Fatwa ECFR bagi Umat Muslim
di Eropa Utara.
Sheikh
Hussein Muhammad Halawa, Sekjen Majelis Eropa untuk Fatwa dan Riset (The
European Council for Fatwa and Research/ECFR):
·
Umat Islam yang berada di
negara di mana matahari tidak pernah tenggelam (Kota Tromso, Norwegia Utara),
adalah agar mereka mengambil waktu di hari-hari yang
siang dan malam sama panjang, sebagai ukuran menentukan waktu puasa dan
shalat di bulan Ramadhan.
·
Sedangkan di negara-negara yang
malamnya sangat pendek di mana tanda fajar tidak jelas dan tidak cukup untuk
shalat Isya, tarawih, sahur. Dimungkinkan untuk shalat
Maghrib dan kemudian langsung shalat tarawih sebelum Isya dengan tenggat
waktu 45 menit.
Di
kota Tromso terdapat sekitar 1000
muslim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar