Muslim Syi'ah percaya bahwa Keluarga Muhammad
(para Imam Syi'ah) adalah sumber pengetahuan terbaik tentang Qur'an, Islam, Emulation
(guru terbaik tentang Islam setelah Muhammad), dan pembawa serta penjaga
terpercaya dari tradisi Sunnah Nabi Muhammad.
Secara khusus, Muslim Syi'ah mengakui Ali bin Abi Thalib (sepupu Muhammad,
menantu, dan kepala keluarga Ahlul Bait) sebagai penerus kekhalifahan setelah Nabi Muhammad,
yang berbeda dengan Khalifah yang diakui oleh Muslim Sunni. Muslim Syi'ah
percaya bahwa Ali dipilih melalui perintah langsung dari Nabi Muhammad, dimana
perintah Muhammad berarti wahyu dari Allah.
Perbedaan antara pengikut Ahlul Bait dan Abu Bakar
menjadikan perbedaan pandangan yang tajam antara Syi'ah dan Sunni dalam
penafsiran Al Qur'an, Hadits, mengenai Sahabat, dan hal-hal lainnya. Sebagai
contoh perawi Hadits dari Muslim
Syi'ah berpusat pada perawi dari Ahlul Bait,
sementara yang lainnya seperti Abu
Hurairah tidak dipergunakan.
Tanpa memperhatikan perbedaan tentang Khalifah,
Syi'ah mengakui otoritas Imam Syi'ah (juga
dikenal dengan Khalifah Illahi) sebagai pemegang otoritas agama,
walaupun sekte-sekte dalam Syi'ah berbeda dalam siapa pengganti para Imam dan
Imam saat ini.
Doktrin
Dalam Syi'ah terdapat apa yang namanya ushuluddin
(pokok-pokok agama) dan furu'uddin {masalah penerapan agama). Syi'ah
memiliki Lima Ushuluddin:
- Tauhid, bahwa
Allah SWT adalah Maha Esa.
- Al-‘Adl, bahwa
Allah SWT adalah Maha Adil.
- An-Nubuwwah, bahwa
kepercayaan Syi'ah pada keberadaan para nabi sama seperti muslimin lain. I’tikadnya tentang kenabian ialah:
- Jumlah nabi dan rasul Allah ada 124.000.
- Nabi dan rasul terakhir ialah Nabi Muhammad SAW.
- Nabi Muhammad SAW suci dari segala aib dan tiada
cacat apa pun. Beliaulah nabi paling utama dari seluruh Nabi yang ada.
- Ahlul Baitnya, yaitu Ali, Fatimah, Hasan, Husain
dan 9 Imam dari keturunan Husain adalah manusia-manusia suci.
- Al-Qur'an ialah mukjizat kekal Nabi
Muhammad SAW.
- Al-Imamah,
bahwa bagi Syi'ah berarti pemimpin urusan agama dan dunia, yaitu seorang
yang bisa menggantikan peran Nabi Muhammad SAW sebagai pemelihara syariah Islam, mewujudkan kebaikan dan ketenteraman umat. Al-hadits yang juga
diriwayatkan Sunni: "Para imam setelahku ada dua belas, semuanya dari
Quraisy".
- Al-Ma’ad,
bahwa Syi'ah mempercayai kehidupan akhirat.
Sekte dalam Syi'ah
Syi'ah terpecah menjadi 22
sekte [rujukan?]. Dari 22 sekte itu, hanya tiga sekte yang masih ada sampai sekarang,
yakni: Dua Belas Imam
Disebut juga Imamiah atau
Itsna 'Asyariah (Dua Belas Imam); dinamakan demikian sebab mereka percaya yang
berhak memimpin muslimin hanya imam, dan mereka yakin ada dua belas imam.
Aliran ini adalah yang terbesar di dalam Syiah. Urutan imam mereka yaitu:
- Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal
dengan Amirul Mukminin
- Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
- Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
- Ali
bin Husain (658–713), juga dikenal
dengan Ali Zainal Abidin
- Muhammad bin
Ali (676–743), juga dikenal dengan Muhammad
al-Baqir
- Jafar bin
Muhammad (703–765), juga dikenal dengan Ja'far
ash-Shadiq
- Musa bin
Ja'far (745–799), juga dikenal dengan Musa al-Kadzim
- Ali bin Musa (765–818), juga dikenal dengan Ali ar-Ridha
- Muhammad bin
Ali (810–835), juga dikenal dengan Muhammad
al-Jawad atau Muhammad at Taqi
- Ali bin
Muhammad (827–868), juga dikenal dengan Ali al-Hadi
- Hasan bin Ali
(846–874), juga dikenal dengan Hasan
al-Asykari
- Muhammad bin
Hasan (868—), juga dikenal dengan Muhammad
al-Mahdi
Ismailiyah
Disebut juga Tujuh Imam;
dinamakan demikian sebab mereka percaya bahwa imam hanya tujuh orang dari 'Ali
bin Abi Thalib, dan mereka percaya bahwa imam ketujuh ialah Isma'il. Urutan
imam mereka yaitu:
- Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal
dengan Amirul Mukminin
- Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
- Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
- Ali
bin Husain (658–713), juga dikenal
dengan Ali Zainal Abidin
- Muhammad bin
Ali (676–743), juga dikenal dengan Muhammad
al-Baqir
- Ja'far bin
Muhammad (703–765), juga dikenal dengan Ja'far
ash-Shadiq
- Ismail bin
Ja'far (721 – 755), adalah anak pertama Ja'far ash-Shadiq dan kakak
Musa al-Kadzim.
Zaidiyah
Disebut juga Lima Imam;
dinamakan demikian sebab mereka merupakan pengikut Zaid bin 'Ali bin Husain bin
'Ali bin Abi Thalib. Mereka dapat dianggap moderat karena tidak menganggap
ketiga khalifah sebelum 'Ali tidak sah. Urutan
imam mereka yaitu:
- Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal
dengan Amirul Mukminin
- Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
- Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
- Ali
bin Husain (658–713), juga dikenal
dengan Ali Zainal Abidin
- Zaid
bin Ali (658–740), juga dikenal
dengan Zaid bin Ali asy-Syahid, adalah anak Ali bin Husain dan
saudara tiri Muhammad al-Baqir.
Kontroversi
tentang Syi'ah
Hubungan antara Sunni dan Syi'ah
telah mengalami kontroversi sejak masa awal terpecahnya secara politis dan
ideologis antara para pengikut Bani
Umayyah dan para pengikut Ali bin Abi Thalib. Sebagian kaum Sunni menyebut
kaum Syi'ah dengan nama Rafidhah, yang menurut etimologi bahasa Arab
bermakna meninggalkan.[4] Dalam
terminologi syariat Sunni, Rafidhah bermakna "mereka yang menolak imamah
(kepemimpinan) Abu Bakar dan Umar
bin Khattab, berlepas diri dari keduanya, dan sebagian sahabat yang
mengikuti keduanya".
Sebagian Sunni menganggap firqah
(golongan) ini tumbuh tatkala seorang Yahudi bernama Abdullah
bin Saba yang menyatakan dirinya masuk Islam, mendakwakan kecintaan
terhadap Ahlul
Bait, terlalu memuja-muji Ali bin Abu Thalib,
dan menyatakan bahwa Ali mempunyai wasiat untuk mendapatkan kekhalifahan.
Syi'ah menolak keras hal ini. Menurut Syiah, Abdullah bin
Namun terdapat pula kaum Syi'ah yang tidak
membenarkan anggapan Sunni tersebut. Golongan Zaidiyyah misalnya, tetap menghormati
sahabat Nabi yang menjadi khalifah sebelum Ali bin Abi Thalib. Mereka juga menyatakan bahwa
terdapat riwayat-riwayat Sunni yang menceritakan pertentangan diantara para
sahabat mengenai masalah imamah Abu Bakar
dan Umar.[5]
Sebutan
Rafidhah oleh Sunni
Sebutan Rafidhah ini erat kaitannya dengan
sebutan Imam Zaid bin Ali yaitu anak dari Imam Ali Zainal Abidin, yang bersama para
pengikutnya memberontak kepada Khalifah Bani Umayyah Hisyam bin Abdul-Malik bin Marwan di tahun
121 H.[6]
Syaikh
Abul Hasan Al-Asy'ari berkata: "Zaid
bin Ali adalah seorang yang melebihkan Ali bin Abu Thalib
atas seluruh shahabat Rasulullah, mencintai Abu Bakar
dan Umar, dan memandang bolehnya memberontak terhadap
para pemimpin yang jahat. Maka ketika ia muncul di Kufah, di
tengah-tengah para pengikut yang membai'atnya, ia mendengar dari sebagian
mereka celaan terhadap Abu Bakar dan Umar.
Ia pun mengingkarinya, hingga akhirnya mereka (para pengikutnya)
meninggalkannya. Maka ia katakan kepada mereka: "Kalian tinggalkan
aku?" Maka dikatakanlah bahwa penamaan mereka dengan Rafidhah
dikarenakan perkataan Zaid kepada mereka "Rafadhtumuunii".[7]
Pendapat
Ibnu Taimiyyah dalam "Majmu'
Fatawa" (13/36) ialah bahwa Rafidhah pasti Syi'ah, sedangkan Syi'ah belum
tentu Rafidhah; karena tidak semua Syi'ah menolak Abu Bakar dan Umar
sebagaimana keadaan Syi'ah Zaidiyyah.
Abdullah
bin Ahmad bin Hanbal berkata: "Aku telah
bertanya kepada ayahku, siapa Rafidhah itu? Maka beliau (Imam Ahmad) menjawab:
'Mereka adalah orang-orang yang mencela Abu Bakar dan Umar'."[8]
Pendapat yang agak berbeda diutarakan oleh Imam Syafi'i. Meskipun mazhabnya berbeda secara teologis dengan Syi'ah, tetapi ia pernah mengutarakan kecintaannya pada Ahlul Bait dalam diwan asy-Syafi'i melalui penggalan syairnya: "Kalau memang cinta pada Ahlul Bait adalah Rafidhah, maka ketahuilah aku ini adalah Rafidhah".[9]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar